Ayat (1)
Rauang lingkup pengaturan di bidang psikotropika dalam undang-
undang ini adalah segala kegiatan yang berhubungan dengan
psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindrom
ketergantungan.
Ayat (2)
Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindrom
ketergantungan digolongkan menjadi 4 golongan, yaitu :
a. Psikotropika golongan III.
b. Psikotropika golongan IV.
Pasal I Ayat 1
PSIKOTROPIKA adalah Zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan
Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku
NO NAMA LAZIM NAMA KIMIA
17 FENCAMFAMINA N-etil-3-fenil-2-norbornanamina
18 FENDIMETRAZINA (+)-(2S,3S)-3,4-dimetil-2-fenilmorfolina
19 FENOBARBITAL Asam 5-etil-5-fenilbarbirurat
20 FENPROPOREKS (±)-3-[(α -metilfenetil)amino] propionitril
21 FENTERMINA α, α -dimetilfenetilamina
22 FLUDIAZEPAIVI 7-kooro-5-(o-fluorofenil)-1 ,3-dihidro-1-metil-2H-1 .4- benzodiazepin-
23 FLURAZEPA.M 2-on
7-kloro-1-[2-(dietilamino)etil]-5-(o-fluorofenil)-1,3- dihidro-2H-1.4-
benzodiazepin-2-on
24 HALAZEPAM 7-kloro-1 ,3 dihidro-5-feai1-1-(2,2,2-trifluoroeti1)-2H-1 .4-
benzodiazepin-2-on
25 HALOKSAZOLAM 10-bromo-1 lb-(o-fluorofenil)-2,3 ,7, llb-tetrahidrooksazolo
[3 ,2-d] [1 ,4]benzodiazepin-6(5H)-on
26 KAMAZEPAM 7-kloro-1,3.dthidro-3-hidroksi-1-metil-5-feni!-2H-1,4’
beuzodiazepin-2-on dimetilkarbainat (ester)
27 KETAZOLAM 11-kloro-8, 12b-dihidro-2 ,8-dimetil-12b-fenil4H-[1,3] oksazino[3,2-d]
[1,4]benzodiazepin-4,7(6H)-dion
7-kloro-1 -metil-5-fenil- 1H- 1 ,5 benzodizepin-2,4(3H,5H)-dion
28 KLOBAZA.M
1O-kloro-11b-( -klorofenil)-2 ,3 ,7, 11 b-tetrahidrooksazolo-[3,2-d]
29 KLOKSAZOLAM [1,4] benzodiazepin-6(5H)-on
NO NAMA LAZIM NAMA KIMIA
Pasal 4
Ayat (1)
Psokotropika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan / atau Ilmu pengetahuan.
Ayat (2)
Psikotropka golongan I hanya dapa t digunakan untuk tujuan Ilmu
pengetahuan.
Ayat (3)
Selain untuk tujuan Ilmu pengetahuan psikotropika golongan I
dinyatakan sebagai barang terlarang.
BAB III
PRODUKSI
Pasal 5
Psikotropika dapat diproduksi oleh pabrik obat yang telah memiliki ijin
sesuai dengan peraturan UU yang berlaku.
Pasal 6
Psikotropika golongan I dilarang diproduksi dan / atau digunakan
dalam proses produksi.
BAB IV
PEREDARAN
Pasal 9
Ayat (1)
Psikotropika yang berupa obat hanya dapat diedarkan setelah
terdaftar pada departemen yang bertanggung jawab dibidang
kesehatan.
Ayat (2)
Menteri menetapkan persyaratan dan tata cara pendaftaran
psikotropika yang berupa obat.
Pasal 12
Ayat (2)
Pengaturan psikotropika hanya dapat dilakukan oleh :
a. Pabrik obat kepada PBF, Apotek, sarana penyimpanan sediaan
farmasi pemerintah, RS, lembaga penelitian / lembaga pendidikan.
b. PBF kepada PBF lain, Apotek, sarana penympanan sediaan farmasi
pemerintah, RS, lembaga penelitian / lembaga pendidikan.
c. Saran penyimpanan sediaan farmasi pemerinta kepada RS
pemerintah, puskesmas, balai pengobatan.
Pasal 14.
Ayat (1)
Penyerahan psikotropika dalam rangka pengedaran hanya dapat
dilakukan oleh Apotek, RS, Puskesmas, Balai pengobatan.
Ayat (2)
Penyerahan oleh Apotek hanya dilakukan kepada Apotek, RS,
Puskesmas, balai pengobatan, dokter dan pengguna / pasien.
Ayat (3)
Penyerahan oleh RS, Puskesmas, Balai pengobatan hanya
dilakukan kepada pengguna / pasien.
Ayat (4)
Penyerahan psikotropika hanya dilakukan berdasarkan resep
dokter.
Ayat (5)
Penyerahan psikotropika oleh dokter hanya dilakukan dalam hal :
a. Menjalankan praktek terapi dan diberikan melalui suntikan.
b. Menolong orang sakit dalam keadaan darurat.
c. Menjalankan tugas didaerah terpencil yang tidak ada Apotek.
Ayat (6)
Psikotropika yang diserahkan oleh dokter hanya dapat diperoleh
dari Apotek.
BAB V
EKSPOR DAN IMPOR
Pasal 16
Pasal 21
Ayat (1)
Setiap pengangkutan ekspor psikotropika wajib dilengkapi dengan
surat ekspor psikotropika yang dikeluarkan oleh Menkes.
Ayat (2)
Setiap pengangkutan impor psikotropika wajib dilengkapi surat
persetujuan ekspor psikotropika yang dikeluarkan oleh pemerintah
negara pengekspor.
Pasal 24.
Pasal 25
Pasal 29
Ayat (1)
Pabrik obat wajib mencantumkan label pada kemasan psikotropika..
Ayat (2)
Label dapat berupa tulisan, kombinasi gambar dan tulisan atau
bentuk lain yag disertakan pada kemasan.
Pasal 31
Ayat (1)
Psikotropika hanya dapat diikalankan pada media cetak ilmiah
kedokteran dan / atau media cetak ilmiah farmasi.
Ayat (2)
Persyaratan materi iklan psikotropika diatur Menkes.
BAB VII
KEBUTUHAN TAHUNAN DAN PELAPORAN
Pasal 34
Pasal 37
Ayat (1)
Penggunaan Psikotropika yang menderita sindrom ketergantungan
berkewajiban ikut serta dalam pengobatan dan / atau perawatan.
Ayat (2)
Pengobatan dan / atau perawatan dilakukan pada fasilitas rehabilitasi.
Pasal 40
Pemilikikan psikotropika dalam jumlah tertentu oleh wisatawan asing /
WNA yang berada di indonesia hanya untuk pengobatan dan / atau
kepentingan pribadi dan harus mempunyai bukti secara sah
kepemilikannya.
Pasal 41
Pengguna psikotropipka yang menderita sindroma ketergantungan
yang berhubungan dengan tindak pidana psikotropika diperintahkan
oleh hakim yang menentukan perkara tersebut untuk menjalani
pengobatan dan / atau perawatan.
BAB XI
PEMUSNAHAN
Pasal 53
Ayat (1)
Pemusnahan psikotropika dilakukan dalam hal :
a. Berhubungan dengan tindak pidana
b. Diproduksi tanpa mengetahui standar dan persyaratan yang
berlaku dan / atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi
psikotropika.
c. Kadaluwarsa
d. Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan
dan / atau untuk kepentingan Ilmu Pengetahuan.
Ayat (2)
Ayat (4)
Ketentuan lebih lanjut mengenahi pemusnahan psikotropika
ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
BABA XII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Ayat (1)
Masyarakat memiliki kesempatan yang seluas-luasnya untuk
berperan serta dalam membantu mewujudkan upaya pencegahan
penyalagunaan psikotropika sesuai dengan UU ini dan peraturan
pelaksanaan.
Ayat (2)
Masyarakat wajib melaporkan kepada pihak yang berwenang bila
mengetahui tentang psikotropika yang disalahgunakan dan / atau
dimiliki secara tidak sah.
Ayat (3)
Pelapor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) perlu mendapat
jaminan keamanan dan perlindungan dari pihak yang berwenang.
BAB XIII
PENYELIDIKAN
Pasal 56
Ayat (1)
Selain penyidik pejabat Polri kepada pejabat pegawai negeri sipil
tertentu diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana
dimaksud dalam UU nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 nomor 76, tambahan
lembaran negara nomor 3209) untuk melakukan penyidikan tindak
pidana sebagaimana diatur dalam UU ini.
Ayat (2)
Penyidik sebagamana dimaksud pada ayat (1) berwenang :
a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan
tentang tindak pidana di bidang psikotropika.
b. Melakukan pemeriksaan terhadap oarang diduga melakukan tindak
pidana dibidang psikotropika.
c. Meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan hukum
sehubungan dengan tindak pidana dibidang psikotropika.
d. Melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti
yang disista dalam perkara tindak pidana dibidang psikotropika.
e. Melakukan penyitaan dan pengamanan terhadap barang bukti yang
disita dalam perkara tidak pidana dibidang psikotropika.
f. Melakukan pemeriksaan atas surat dan / atau dokumen lain tentang
tindak pidana dibidang psikotropika.
g. Membuka atau memeriksa setiap barang kiriman melalui pos atau
alat-alat berhubungan lainnya yang diduga memiliki hubungan
dengan perkara yang menyangkut psikotropika yang sedang dalam
penyidikan.
h. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana dibidang psikotropika.
i. Menetapkan saat dimulainya dan dihentikannya penyidikan.
Pasal 57
Ayat (1)
Didepan pengadilan, saksi dan / atau orang lain dalam perkara
psikotropika yang sedang dalam pemeriksaan, dilarang penyebut
nama, alamat, atau hal-hal yang memberikan kemungkinan dapat
terungkapnya identitas pelapor.
Ayat (2)
Pada saat pemeriksaan disidang pengadilan akan dimulai, hakim
memberi peringatan terlebih dahulu kepada saksi dan / atau orang
lain yang bersangkutan dengan perkara tindak pidana
psikotropika, untuk tidak menyebut identitas pelapor,
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
No Pasal Ayat Unsur Pidana Anc. Hukuman Denda
3. 61 (1) Selain pabrik obat, PBF, yang memiliki Max 10 th Max Rp 300 jt
izin dan Lempendidikan / Lembaga
penelitian.
7a). Psilocibine
Reagen : Marquis
9) Methadone
a) Marquis test
Ck : - Sedikit bahan pada papan tetes
- Tambahkan 1 tetes reagen A dan 3 tetes reagen B
Warna merah muda berubah violet kemungkinan adanya Methadone
b) Asam nitrat – Asam Sulfat test
Reagen : 10 tetes (± 0,3ml) asam nitrat pekat dalam 10 ml H2SO4
10)Pethidin
a) Marquis test
Orange kemungkinan adanya Pethidine
b) Liebermann test
1 g NaNO2 dalam 10 ml H2SO4 pekat
Ck : Sedikit bahan dalam papan tetes ditambahkan 1 tetes reagen
Warna orange kemungkinan positif Pethidin
EKSTRAKSI OBAT-OBATAN DARI URINE / ISI LAMBUNG
SAMPEL 10 ml (pH= 3) (As. Tartart / As. Fosfat)
Ether Aqueous
Cuci aqua 5 ml + NH4OH ad pH 10
+ 5 ml NaBic jenuh Ekstraksi dengan CHCl3 2 X 10 ml
Aqueous Ether
(Fraksi A) Aqueous Chloroform
= Asam kuat + 5 ml 0,5 M NaOH
+ HCl ad pH 3
(Gol As Salisilat) Cuci dengan
Panaskan 100º C
30 mnt dinginkan aquadest
• TLC
ELUENT YANG DIGUNAKAN
Gol Alkaloida / opiat
A Ethyl Acetat : 35 B Ethyl Acetat : 17 C Methanol : 95
Bhutanol : 55 Methanol :2 Amonia : 5
Diethylamine: 10 Amoniak :1
4 ml serum
+ 2 ml buffer fosfat (pH 7,4)
+ 40 cc CH Cl3
Sampel
Kocok
CH Cl3
- Fraksi A (asam salisikat) Aqueous
+ 8 ml 0,5 N NaOH
Kocok
CHCL3 10 ml
Aqueous + NH4OH dil
CHCl3
(Lar NaOH) Cuci dengan Aqua
- Asam lemah Keringkan dg Na2SO4
- Fraksi B Ekstraksi dg 0,5 ml R2SO4
CHCl3 Aqueous
CHCl3 Aqueous Fraksi D
- Netral Lar H2SO4
- Fraksi C
10 ml URINE / SAMPLE (pH= 3) ± 10 g ISIAN LAMBUNG H3PO3 / AS TARTART
EKSTRAKSI DENGAN ETHER 30 cc 2 X
CUCI DENGAN AQUA 5 ml