Psikotropika adalah suatu zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Zat atau obat psikotropika ini dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan saraf
pusat dan menimbulkan kelainan perilaku, disertai dengan timbulnya halusinasi (mengkhayal),
ilusi, gangguan cara berpikir, perubahan alam perasaan dan dapat menyebabkan ketergantungan
serta mempunyai efek stimulasi (merangsang) bagi para pemakainya.
Pemakaian Psikotropika yang berlangsung lama tanpa pengawasan dan pembatasan pejabat
kesehatan dapat menimbulkan dampak yang lebih buruk, tidak saja menyebabkan
ketergantungan bahkan juga menimbulkan berbagai macam penyakit serta kelainan fisik maupun
psikis si pemakai, tidak jarang bahkan menimbulkan kematian.
Sebagai reaksi yang didorong oleh rasa keprihatinan yang mendalam atas meningkatnya
produksi, permintaan, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan psikotropika serta
kenyataan bahwa anak-anak dan remaja digunakan sebagai pasar pemakai narkotika dan
psikotropika secara gelap, serta sebagai sasaran produksi, distribusi, dan perdagangan gelap
narkotika dan psikotropika, telah mendorong lahirnya Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
tentang Pemberantasan Gelap Narkotika dan Psikotropika, 1988.
Konvensi tersebut secara keseluruhan berisi pokok-pokok pikiran, antara lain, sebagai berikut :
1. Masyarakat bangsa-bangsa dan negara-negara di dunia perlu memberikan perhatian dan
prioritas utama atas masalah pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psikotropika.
2. Pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psikotropika merupakan masalah semua
negara yang perlu ditangani secara bersama pula.
3. Ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Konvensi Tunggal Narkotika 1961, Protokol
1972 Tentang Perubahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961, dan Konvensi Psikotropika
1971, perlu dipertegas dan disempurnakan sebagai sarana hukum untuk mencegah dan
memberantas peredaran gelap narkotika dan psikotropika.
4. Perlunya memperkuat dan meningkatkan sarana hukum yang lebih efektif dalam rangka
kerjasama internasional di bidang kriminal untuk memberantas organisasi kejahatan
trans-nasional dalam kegiatan peredaran gelap narkotika dan psikotropika.
Golongan psikotropika
1. Psikotropika golongan I : yaitu psikotropika yang tidak digunakan untuk tujuan
pengobatan dengan potensi ketergantungan yang sangat kuat
2. Psikotropika golongan II : yaitu psikotropika yang berkhasiat terapi tetapi dapat
menimbulkan ketergantungan.
3. Psikotropika golongan III : yaitu psikotropika dengan efek ketergantungannya sedang
dari kelompok hipnotik sedatif.
4. Psikotropika golongan IV : yaitu psikotropika yang efek ketergantungannya ringan.
Psikotropika golongan I
Psikotropika golongan II
Amphetamine ((±)-alpha-methylphenethylamine)
Dexamphetamine ((+)-alpha-methylphenethylamine)
Fenetylline (7-[2-[(alpha-methylphenethyl)amino] ethyl]theophylline)
Levamphetamine ((x)-(R)-alpha-methylphenethylamine)
Levomethampheta-mine ((x)-N,alpha-dimethylphenethylamine)
Mecloqualone (3-(o-chlorophenyl)-2-methyl-4(3H)- quinazolinone)
Methamphetamine ((+)-(S)-N,alpha-dimethylphenethylamine)
Methamphetamineracemate ((±)-N,alpha-dimethylphenethylamine)
Methaqualone (2-methyl-3-o-tolyl-4(3H)-quinazolinone)
Methylphenidate (Methyl alpha-phenyl-2-piperidineacetate)
Phencyclidine - PCP (1-(1-phenylcyclohexyl)piperidine)
Phenmetrazine (3-methyl-2-phenylmorpholine)
Secobarbital (5-allyl-5-(1-methylbutyl)barbituric acid)
Dronabinol atau delta-9-tetrahydro-cannabinol ((6aR,10aR)-6a,7,8,10a-tetrahydro-6,6,9-
trimethyl-3-pentyl-6H- dibenzo[b,d]pyran-1-ol)
Zipeprol (alpha-(alpha-methoxybenzyl)-4-(beta-methoxyphenethyl)-1-piperazineethanol)
Psikotropika golongan IV
https://id.wikipedia.org/wiki/Psikotropika
Pengertian Psikotropika dan Golongan Psikotropika | Psikotropika adalah zat atau obat
bukan narkotika, baik alami maupun sintesis, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh
selektif pada susunan sistem saraf pusat, dan dapat menimbulkan ketergantungan atau ketagihan.
Zat yang termasuk golongan psikotropika di antaranya adalah amfetamin, ekstasi, dan sabu-sabu.
Sedangkan penggolongan psikotropika dan contohnya secara lengkap diterangkan dengan UU
No. 5 tahun 1997.
Menurut Undang-Undang No. 5 tahun 1997, narkoba jenis psikotropika dibedakan menjadi 4
golongan, yaitu:
Psikotropik adalah zat atau obat,baik alamiah maupun sintetis bukan narkotik yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktifitas mental dan prilaku (Daris, 2008).
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak
digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindrom
ketergantungan.contoh golongan I adalah brolamfetamin dan mekatinona.
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi, dan/atau untuk
tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan.
Contoh golongan II adalah amfetamin dan sekobarbital.
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau
untuk tujuan ilmu pengetahuan serta berpotensi sedang mengakibatkan sindrom ketergantungan.
Contoh obat yang termasuk dalam golongan ini diantaranya amobarbital, pentazozin, dan
pentobarbital.
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau
untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom
ketergantungan. Contoh obat yang termasuk dalam golongan ini diantaranya alprazolam,
diazepam, fenobarbital, klobazam, dan klordiazepoksida.
2.3 Pengawasan Psikotropik (Daris, 2008)
Direktur Jendral yang berwenang dapat mengambil tindakan administratif terhadap pabrik
obat, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, apotek, rumah
sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, lembaga penelitian dan fasilitas rehabilitasi yang
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku. Kepala Kantor Wilayah dapat
mengambil tindakan administratif terhadap saranya penyimpanan sediaan farmasi
Pemerintah,apotek, rumah sakit, puskesmas,balai pengobatan, dokter dan fasilitas rehabilitasi.
Tindakan administratif yang dilakukan yaitu dengan melakukan teguran lisan, teguran
tertulis,penghentian sementara kegiatan, denda administratif dan pencabutan izin praktek,serta
denda.
Referensi
http://gekawatti.blogspot.co.id/2012/03/psikotropika.html
Pengertian Psikotropika
Menurut UU No. 5 tahun 1997 tentang psikotropika, definisi psikotropika adalah zat atau obat,
baik alamiah atau sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif
pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Psikoaktif artinya bekerja melalui mekanisme pengaktifan dimensi kejiwaan yang berupa
perasaan, pikiran, dan perilaku.
Obat perangsang atau stimulan adalah obat-obatan yang dapat menimbulkan rangsang tertentu
pada pemakainya. Obat ini bekerja dengan memberikan rangsangan terhadap otak dan saraf.
Obat rangsang dapat berupa amphetamine atau turunannya. Stimulan yang sering beredar di
pasaran adalah ekstasi dan shabu-shabu.
Pemakaian amphetamine sebagian besar dimanfaatkan untuk menekan nafsu makan berlebih,
mengobati penderita hiperaktif, dan penderita narcolepsy, yaitu serangan rasa mengantuk berat
yang tiba-tiba dan tidak terkontrol.
Akan tetapi, stimulan juga banyak disalahgunakan dalam bentuk konsumsi di luar batas takaran
yang dianjurkan. Pada tahap awal pemakaian, akan timbul perasaan senang berlebihan, rasa
percaya diri yang besar, dan semangat yang terlalu tinggi.
Pada pemakaian dalam dosis berlebih akan menunjukkan gejala-gejala seperti kejang-kejang,
panik, muntah-muntah, diare, bola mata membesar, halusinasi yang menakutkan, tidak dapat
mengendalikan emosi, dan koma, yang jika dibiarkan dapat menyebabkan kematian.
Obat jenis depresan adalah obat yang bereaksi memperlambat kerja sistem saraf pusat. Obat
jenis ini biasanya berupa obat tidur dan obat penenang. Obat ini biasanya diminum untuk
mengurangi rasa cemas atau untuk membuat pikiran menjadi lebih santai.
Obat ini juga dipakai untuk mengatasi insomnia (penyakit kesulitan tidur). Contoh obat penekan
saraf pusat antara lain diazepam (valium), nitrazepam (mogadon), luminal, dan pil KB. Di
Indonesia para pengedar menamakan obat-obatan ini sebagai pil koplo.
Penyalahgunaan obat penekan saraf dapat menimbulkan berbagai macam efek, antara lain
perasaan menjadi labil, bicara tak karuan dan tidak jelas, mudah tersinggung, serta daya ingat
dan koordinasi motorik terganggu sehingga jalannya menjadi limbung.
Obat jenis halusinogen adalah obat yang jika dikonsumsi dapat menyebabkan timbulnya
halusinasi. Halusinogen paling terkenal adalah lysergic acid diethylamide (LSD).
Selain itu, ada juga halusinogen yang tak kalah hebatnya dalam menciptakan halusinasi bagi
pemakainya, yaitu psilocybin, yang dihasilkan dari spesies jamur tertentu, dan mescaline, yang
dihasilkan dari sejenis kaktus yang bernama peyote.
Efek yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan obat halusinasi ini adalah sebagai berikut.
a. Keringat berlebihan, denyut jantung menjadi cepat dan tak teratur, timbul perasaan cemas.
08 Oct
Narkotika
Menurut UU No.22 tahun 1997, narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan.
Golongan I
Golongan II
Golongan III
Psikotropika
Menurut UU No.5 Tahun 1997, psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah atau sintesis
bukan narkotika yang bersifat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan aktivitas mental dan perilaku.
Golongan I
Golongan II
1. Untuk pengobatan
2. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan
3. Potensi sindrom ketergantungan kuat
4. Contoh : metamfetamin (shabu), sekobarbital
Golongan III
Golongan IV
https://agoesnoegraha.wordpress.com/2011/10/08/mengenal-penggolongan-narkotika-dan-
psikotropika/
Menurut UU Narkotika No 35 Tahun 2009, narkotika di definisikan sebagai zat atau obat yang
berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Dalam UU No 35 Tahun 2009, narkotika digolongkan kedalam tiga golongan:
Narkotika Golongan I
Narkotika golongan satu hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan
dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggimengakibatkan
ketergantungan
Contoh: Heroin, Kokain, Daun Kokain, Opium, Ganja, Jicing, Katinon, MDMDA/Ecstasy, dan
lebih dari 65 macam jenis lainnya.
Narkotika Golongan II
Narkotika golongan dua, berkhasiat untuk pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan
dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Contoh: Morfin, Petidin, Fentanil, Metadon, Dll.
Narkotika golongan III
Narkotika golongan tiga adalah narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi bermanfaat
dan berkhasiat untuk pengobatan dan penelitian.
Golongan 3 narkotika ini banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan
Contoh: Codein, Buprenorfin, Etilmorfina, Kodeina, Nikokodina, Polkodina, Propiram, dan ada
13 (tiga belas) macam termasuk beberapa campuran lainnya.
Sumber: UU Narkotika
http://indodrugs.blogspot.co.id/2013/06/golongan-golongan-narkotika.html
Abdi SR kesehatan
Nakortika atau yang biasa kita sebut narkoba ada 3 (tiga) Golongan
1.Narkotika Golongan I
Narkotika ini hanya dapat di gunakan untuk ilmu pengetahuan dan tidak di tujukan untuk therapi
serta mempunyai potensi sangat tinggi yang Menimbulkan Ketergantungan
2.Narkotika Golongan II
Narkotika ini adalah yang berhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan therafi dan
pengembangan ilmu pengetahuan yang mempunyai potensi tinggi yang dapat mengakibatkan
ketergantungan
Narkotika jenis ini yang berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan Therafi dan
pengembangan Ilmu pengetahuan yang mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan
http://abdisr.blogspot.co.id/2012/02/3-jenis-golongan-narkotika-narkoba.html
Narkotika
Menurut UU No.22 tahun 1997, narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan.
Golongan I
Golongan II
Golongan III
Psikotropika
Menurut UU No.5 Tahun 1997, psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah atau sintesis
bukan narkotika yang bersifat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan aktivitas mental dan perilaku.
Golongan I
Golongan II
1. Untuk pengobatan
2. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan
3. Potensi sindrom ketergantungan kuat
4. Contoh : metamfetamin (shabu), sekobarbital
Golongan III
Golongan IV
http://agoes-n-ff04.web.unair.ac.id/artikel_detail-35300-Napza-Mengenal%20Penggolongan
%20Narkotika%20dan%20Psikotropika.html
NAPZA ( Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif )
Narkotika (Menurut Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika) adalah zat
atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang
dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
•Narkotika Golongan I :
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, dan tidak ditujukan
untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan, (Contoh :
heroin/putauw, kokain, ganja).
• Narkotika Golongan II :
Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan
dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan (Contoh : morfin, petidin).
Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi atau tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan (Contoh : kodein).
Ganja dapat digunakan untuk bahan obat penenang dan penghilang rasa sakit. Kandungan zat
kimia delta-9-tetrahydrocannabinol (THC) di dalam daun ganja dalam dosis tertentu dipercaya
dapat memengaruhi perasaan, penglihatan, dan pendengaran.
Tanaman coca (Erythroxylon coca) yang banyak tumbuh di Pegunungan Andes, Amerika
Selatan, menghasilkan daun yang mengandung senyawa kimia alkaloid yang bernama kokain
dan senyawa-senyawa turunan yang sejenis. Pemakainya suka bicara, gembira yang meningkat
menjadi gaduh dan gelisah, detak jantung bertambah, demam, perut nyeri, mual, dan muntah.
Beberapa macam obat dalam dunia kedokteran, seperti pil BK dan magadon digunakan sebagai
zat penenang (sedativa-hipnotika). Pemakaian sedativa-hipnotika dalam dosis kecil dapat
menenangkan, sedangkan dalam dosis besar dapat membuat orang yang memakannya tertidur.
Gejala akibat pemakaiannya adalah mula-mula gelisah, mengamuk lalu mengantuk, malas, daya
pikir menurun, bicara dan tindakan lambat.
Opium merupakan narkotika dari golongan opioida, dikenal juga dengan sebutan candu, morfin,
heroin, dan putau. Opium diambil dari getah buah mentah Pavaper sommiverum.
Merupakan zat aktif (narkotika) yang diperoleh dari candu melalui pengolahan secara kimia.
Umumnya candu mengandung 10% morfin. Cara pemakaiannya disuntik di bawah kulit, ke
dalam otot atau pembuluh darah (intravena). Morfin rasanya pahit, berbentuk tepung halus
berwarna putih atau dalam bentuk cairan berwarna. Pemakaiannya dengan cara dihisap dan
disuntikkan.
Heroin
senyawa turunan (hasil sintesis) dari morfin yang dikenal dengan sebutan putau. Heroin biasanya
berbentuk serbuk putih dan pahit rasanya. Heroin dapat menimbulkan rasa kantuk, halusinasi,
dan euphoria.
merupakan senyawa turunan dari morfin, tetapi memiliki kemampuan menghilangkan nyeri lebih
lemah, demikian pula efek kecanduannya (adiksinya) lebih lemah. Kodein biasa dipakai dalam
obat batuk dan obat penghilang rasa nyeri.
Psikotropika menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 adalah bahan
atau zat baik alamiah maupun buatan yang bukan tergolong narkotika yang berkhasiat psikoaktif
pada susunan saraf pusat. Yang dimaksud berkhasiat psikoaktif adalah memiliki sifat
mempengaruhi otak dan perilaku sehingga menyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan
perilaku pemakainnya.
· Psikotropika golongan I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan. (Contoh : ekstasi, shabu, LSD)
· Psikotropika golongan II : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam
terapi, dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta menpunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan.( Contoh: amfetamin, metilfenidat atau ritalin)
· Psikotropika golongan III : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang
mengakibatkan sindroma ketergantungan (Contoh : pentobarbital, Flunitrazepam).
· Psikotropika golongan IV : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan
dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan sindrom ketergantungan (Contoh: diazepam, bromazepam, Fenobarbital,
klonazepam, klordiazepoxide, nitrazepam, seperti pil BK, pil Koplo, Rohip,morfin, barbiturat
dan Dum, MG).
digunakan secara medis untuk menenangkan orang dan sebagai obat tidur. Barbiturat
mempengaruhi sistim syaraf pusat, menyebabkan perasaan lembab. Barbiturat dapat
menyebabkan orang jadi sembrono, merasa bahagia dan kebingungan mental.
Amphetamin merupakan stimulan yang biasanya diminum secara oral, walaupun dapat juga
dilarutkan dalam air, dihirup, atau disuntikkan. Amphetamin menyebabkan meningkatnya detak
jantung, berkurangnya nafsu makan, memperbaiki suasana hati, dan membesarnya pupil mata.
Pengguna amphetamin menyebutkan adanya "rush" rasa percaya diri. Ekstasi dan shabu adalah
hasil sintesis dari zat kimia yang disebut amfetamin.
Nama aslinya methamphetamine. Berbentuk kristal seperti gula atau bumbu penyedap masakan.
Obat ini juga mempunyai pengaruh yang kuat terhadap syaraf. Si pemakai shabu-shabu akan
selalu bergantung pada obat bius itu dan akan terus berlangsung lama, bahkan bisa mengalami
sakit jantung atau bahkan kematian.
a. Pengertian
Zat adiktif adalah obat serta bahan-bahan aktif yang apabila dikonsumsi oleh organisme hidup
dapat menyebabkan kerja biologi serta menimbulkan ketergantungan atau adiksi yang sulit
dihentikan dan berefek ingin menggunakannya secara terus-menerus yang jika dihentikan dapat
memberi efek lelah luar biasa atau rasa sakit luar biasa.
B. Macam-macam zat adiktif
· Rokok
Asap rokok mengandung sekitar 4.000 komponen yang berbahaya. Setiap senyawa toksik dalam
asap rokok menimbulkan akibat yang berbeda. Tiga komponen toksik utama dalam asap rokok
yaitu :
v karbon monoksida
v Nikotin
v Tar
Alkohol digunakan dalam pembiusan secara luas dan tertua di dunia. Salah satu penggunaan
alkohol lainnya adalah untuk mensterilkan berbagai peralatan dalam bidang kedokteran.Jika
dikonsumsi berlebihan, akan muncul efek seperti merasa lebih bebas lagi mengekspresikan diri,
tanpa ada perasaa terhambat, dan menjadi lebih emosional. Akibat dari gejala ini muncul
gangguan pada fungsi fisik hingga motorik, yaitu bicara cadel, pandangan menjadi kabur,
sempoyongan, inkoordinasi motorik, dan bias sampai tidak sadarkan diri.
C. Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan NAPZA dapat digolongkan
menjadi tiga golongan, yaitu :
Pencegahan primer adalah upaya pencegahan agar orang sehat tidak terlibat penyalahgunaan zat
adiktif dan psikotropika.
Pencegahan sekunder adalah upaya pencegahan pada saat penggunaan sudah terjadi dan
diperlukan upaya penyembuhan (terapi).
Pendekatan informatif sering kali menjadi bobot terbesar upaya pencegahan penyalahgunaan
narkoba di negara kita, dengan sasaran utamanya adalah remaja. Upaya itu dilakukan dengan
asumsi bahwa remaja tidak mengetahui bahayanya. Oleh karena itu mereka perlu diberi
informasi tentang bahayanya.
Pendekatan afektif didasarkan pada teori perkembangan kepribadian yang menyatakan bahwa
pemakaina narkoba pada remaja adalah bagian dari perilaku remaja, sebagai tanda keinginan
mereka untuk mandiri. Pendekatan ini tidak menekankan pada penyalahgunaan narkoba, tetapi
lebih pada kebutuhan mental emosionalnya, sehingga dapat mengurangi alasan mengurangi
pemakaian narkoba.
3. Pendidikan yang berorientasi pada penawaran
Anak perlu memahami dan terampil menghadapi kemungkinan penawaran narkoba, karena
penyalahgunaan selalu diawali penggunaan pertama kali, sebagai pemakai coba-coba, didorong
keingintahuan, atau keinginan untuk mencoba. Oleh karena itu, anak perlu dilatih agar terampil
menolak tawaran pemakaian dan peredaran narkoba.
Anak remaja sangat rentan sekali mengikuti kebiasaan yang dilakukan oleh teman-temannya.
Mereka cenderung lebih suka meniru apa saja yang sedang menjadi tren atau apa saja yang
dilakukan oleh temannya. Dengan memberi kegiatan alternatif untuk mengganti tindakan negatif
atau pemakaian narkoba perilaku remaja bisa menjadi lebih positif. Kegiatan ini dapat berupa
memberikan kegiatan yang cocok dengan kebutuhan remaja, memberi kesempatan agar remaja
mengembangkan kegiatannya, serta mendorong remaja untuk selalu berpartsipasi pada kegiatan
yang telah ada sperti melaksanak ibadah, organisasi dan lain-lain.
http://peniwidihastuti.blogspot.co.id/2013/01/napza-narkotika-psikotropika-dan-zat.html
Keamanan obat pada kehamilan
Published Juni 3, 2008 Artikel , Gaya Hidup , Health , Informasi , Kedokteran , Kesehatan ,
Reviews 42 Comments
Tag:Artikel, Gaya Hidup, Hamil, Health, Informasi, Kedokteran, Kesehatan, Obat, Reviews,
Wanita
Pada umumnya para ibu hamil akan memberitahu dokter saat berobat bahwa
dirinya hamil sekian bulan. Demikian pula jika berobat saat menyusui (ASI
bayinya. Informasi tersebut diberikan si ibu dengan harapan dokter akan
memberikan obat yang aman bagi janin yang dikandungnya. Itupun tak jarang si
ibu masih mananyakan kepada dokter apakah obat yang dgunakan benar-benar
aman. Hal ini sangat wajar dan kita patut menghargainya.
Di sisi lain, ketika seorang ibu hamil sakit adakalanya enggan ke dokter lantaran
takut menggunakan obat. Alhasil keluhannya makin bertambah dan akhirnya
datang juga ke dokter untuk berobat.
Seorang dokter tentu sangat paham bahwa saat memberikan(meresepkan) obat bagi wanita
hamil akan dipilihkan obat yang aman, baik dalam hal jenis obat (berdasarkan indeks keamanan
obat), dosis maupun lamanya penggunaan. Selain itu akan dipertimbangkan pula aspek-aspek
lain berdasarkan penyakitnya, misalnya: resiko penularan kepada anggota keluarga lain, dan
pertimbangan lain terkait kondisi janin maupun si ibu sendiri.
Pun manakala seorang dokter dihadapkan pada 2 pilihan sulit yang menyangkut life saving,
aspek manfaat akan dikedepankan dibanding resiko yang bakal dihadapi baik bagi janin maupun
ibunya.
Sebagai contoh, seorang ibu hamil yang kebetulan menderita asma, justru seyogyanya segera
berobat agar tidak mengalami sesak berkepanjangan yang justru tidak baik bagi janin karena
beresiko terjadinya hipoksia (kekurangan oksigen) yang akan mempengaruhi pasokan oksigen
bagi janin.
Hingga kini kita di Indonesia masih menggunakan kriteria keamanan obat bagi ibu hamil yang
dilansir oleh FDA (Food and Drug Administration) sebagai pedoman dalam memberikan obat
pada ibu hamil.
Pada posting ini penulis hanya menampilkan garis-garis besar batasan keamanan obat bagi ibu
hamil yang tersusun dalam 5 kategori (kategori A, B, C, D dan X) beserta contoh-contohnya
agar diketahui khalayak dengan harapan dapat memberikan informasi yang bermanfaat.
Kategori-kategori tersebut dibuat berdasarkan ada tidaknya (besar kecilnya) resiko terhadap
sistem reproduksi, efek samping dan manfaat yag diharapkan.
Obat Kategori A: adalah golongan obat yang pada studi (terkontrol) pada kehamilan tidak
menunjukkan resiko bagi janin pada trimester 1 dan trimester berikutnya. Obat dalam kategori
ini amat kecil kemungkinannya bagi keselamatan janin.
Obat Kategori B: adalah golongan obat yang pada studi terhadap sistem reproduksi binatang
percobaan tidak menunjukkan resiko bagi janin. Belum ada studi terkontrol pada wanita hamil
yang menunjukkan adanya efek samping, kecuali adanya penurunan fertilitas pada kehamilan
trimester pertama, sedangkan pada trimester berikutnya tidak didapatkan bukti adanya resiko.
Obat Kategori C: adalah golongan obat yang pada studi terhadap sistem reproduksi binatang
percobaan menunjukkan adanya efek samping bagi janin. Sedangkan pada wanita hamil belum
ada study terkontrol. Obat golongan ini hanya dapat dipergunakan jika manfaatnya lebih besar
ketimbang resiko yang mungkin terjadi pada janin.
Obat Kategoti D: adalah golongan obat yang menunjukkan adanya resiko bagi janin. Pada
keadaan khusus obat ini digunakan jika manfaatnya kemungkinan lebih besar dibanding
resikonya. Penggunaan obat golongan ini terutama untuk mengatasi keadaan yang mengancam
jiwa atau jika tidak ada obat lain yang lebih aman.
Obat Kategori X: adalah golongan obat yang pada studi terhadap binatang percobaan maupun
pada manusia menunjukkan bukti adanya resiko bagi janin. Obat golongan ini tidak boleh
dipergunakan (kontra indikasi) untuk wanita hamil, atau kemungkinan dalam keadaan hamil.
CONTOH OBAT KATEGORI A (nama generik): Ascorbic acid (vitamin C) *masuk kategori
C jika dosisnya melebihi US RDA*, Doxylamine, Ergocalciferol *masuk kategori D jika
dosisnya melebihi US RDA*, Folic acid *masuk kategori C jika dosisnya melebihi 0,8 mg per
hari*, Hydroxocobalamine *masuk kategori C jika dosisnya melebihi US RDA*, Liothyronine,
Nystatin vaginal sup *masuk kategori C jika digunakan per oral dan topikal*, Pantothenic acid
*masuk kategori C jika dosisnya melebihi US RDA*, Potassium chloride, Potassium citrate,
Potassium gluconate, Pyridoxine (vitamin B6), Riboflavin *masuk kategori C jika dosisnya
melebihi US RDA*, Thiamine (vitamin B1) *masuk kategori C jika dosisnya melebihi US
RDA*, Thyroglobulin, Thyroid hormones, Vitamin D *masuk kategori D jika dosisnya melebihi
US RDA*, Vitamin E *masuk kategori C jika dosisnya melebihi US RDA*.
… buanyak
https://cakmoki86.wordpress.com/2008/06/03/keamanan-obat-pada-kehamilan/
Pola penggunaan obat yang aman bagi ibu hamil dan menyusui di Indonesia belumlah menjadi
sebuah pemahaman yang dimengerti dengan baik bukan hanya bagi masyarakat, melainkan di
kalangan tenaga kesehatan itu sendiri. Hal ini tidaklah mengherankan, pemerintah sendiri, dalam
hal ini Kemenkes dan BPOM sejauh ini memang belum mengeluarkan regulasi atau rilis ilmiah
mengenai hal ini.
Secara ilmiah, kita masih berpatokan pada penggolongan keamanan obat pada kehamilan yang
dikeluarkan oleh FDA. FDA (Food and Drug Administration) adalah Badan POM-nya Amerika
Serikat. FDA bertugas mengatur makanan, suplemen makanan, obat-obatan, produk biofarmasi,
transfusi darah, piranti medis, piranti untuk terapi dengan radiasi, produk kedokteran hewan, dan
kosmetik yang beredar di Amerika Serikat.
Namun demikian jika anda malas mentranslate, penjelasannya adalah seperti ini, FDA
menggolongkan tingkat keamanan penggunaan obat pada kehamilan dalam 5 kategori yaitu :
1. Kategori A : Studi kontrol pada wanita tidak memperlihatkan adanya resiko terhadap
janin pada kehamilan trimester I (dan tidak ada bukti mengenai resiko pada trimester
selanjutnya), dan sangat rendah kemungkinannya untuk membahayakan janin. Contoh :
Vitamin C, asam folat, vitamin B6, zinc. Kebanyakan golongan obat yang masuk dalam
kategori ini adalah golongan vitamin, meski demikian terdapat beberapa antibiotik yang
masuk dalam Ketegori A ini
5. Kategori X : Studi pada binatang percobaan atau manusia telah memperlihatkan adanya
abnormalitas janin dan besarnya resiko obat ini pada wanita hamil jelas-jelas melebihi
manfaatnya. Dikontraindikasikan bagi wanita hamil atau wanita usia subur. Contoh :
alkohol dalam jumlah banyak dan pemakaian jangka panjang, amlodipin + atorvastatin,
atorvastatin, caffeine + ergotamine, chenodeoxycholic, clomifene, coumarin, danazol,
desogestrel + ethinyl estradiol, dihydroergotamine, ergometrine, estradiol, (+
norethisterone), fluorouracil, flurazepam, misoprostol, oxytocin, simvastatin, warfarin.
A= Tidak berisiko
B= Tidak berisiko pada beberapa penelitian
C= Mungkin berisiko
D= Ada bukti positif dari risiko
X= Kontraindikasi
Doktrin yang masih relevan untuk dipakai hingga kini adalah bahwa : TIDAK ADA OBAT
YANG AMAN UNTUK IBU HAMIL. Penjabaran ilmiah mengenai hal ini diartikan bahwa
penggunaan semua obat pada masa kehamilan harus melalui dokter (sesuai dengan diagnosa)
atau apoteker (sebagai faktor kontrol). Efikasi, kemanjuran (benefit) vs resiko (risk) adalah
pertimbangan utama dalam kita menggunakan obat khususnya untuk kategori A dan B,
sedangkan untuk obat yang masuk kategori C dan D penggunaannya harus benar-benar melalui
pertimbangan dokter dengan mempertimbangkan manfaat, keselamatan jiwa yang lebih besar
dibandingkan resikonya. Untuk obat dengan kategori X TIDAK BOLEH DIGUNAKAN pada
masa kehamilan.
Darimana kita dapat mengetahui kategori obat tersebut?. Banyak literatur resmi yang
menerangkan obat berada pada kategori A, B, C, D ataukah X. Diantaranya pada buku MIMS
yang hampir pasti menjadi buku pegangan apoteker di apotek. Daftar kategori obat ini juga
dikeluarkan oleh FDA. Jangan asal searching dari internet dengan sumber yang tidak kredibel.
Silakan bertanya pada apoteker anda, atau pada dokter anda, amankah obat yang anda minum?
Jika ya, atau jika dokter anda menjawab tidak, tanyakan obat anda berada pada kategori apa
menurut FDA? Ingat, keamanan obat pada masa kehamilan adalah sebuah pilihan berdasakan
kondisi pasien secara medis, dan berdasarkan kajian studi ilmiah. Bukan asumsi pribadi, bukan
menurut dokter A, atau menurut dokter B. Sekali lagi adalah evidence based medicine. Bukan
kata si A atau si B.
http://klikfarmasi.net/keamanan-obat-pada-kehamilan-menurut-fda.html