Anda di halaman 1dari 29

Psikotropika

Beberapa jenis obat psikotropika

Psikotropika adalah suatu zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

Efek pemakaian psikotropika

Zat atau obat psikotropika ini dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan saraf
pusat dan menimbulkan kelainan perilaku, disertai dengan timbulnya halusinasi (mengkhayal),
ilusi, gangguan cara berpikir, perubahan alam perasaan dan dapat menyebabkan ketergantungan
serta mempunyai efek stimulasi (merangsang) bagi para pemakainya.

Pemakaian Psikotropika yang berlangsung lama tanpa pengawasan dan pembatasan pejabat
kesehatan dapat menimbulkan dampak yang lebih buruk, tidak saja menyebabkan
ketergantungan bahkan juga menimbulkan berbagai macam penyakit serta kelainan fisik maupun
psikis si pemakai, tidak jarang bahkan menimbulkan kematian.

Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang pemberantasan peredaran narkotika dan


psikotropika, 1988

Dewan Perserikatan Bangsa Bangsa telah mengadakan konvensi mengenai pemberantasan


peredaran psikotropika (Convention on psychotropic substances) yang diselenggarakan di
Vienna dari tanggal 11 Januari sampai 21 Februari 1971, yang diikuti oleh 71 negara ditambah
dengan 4 negara sebagai peninjau.

Sebagai reaksi yang didorong oleh rasa keprihatinan yang mendalam atas meningkatnya
produksi, permintaan, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan psikotropika serta
kenyataan bahwa anak-anak dan remaja digunakan sebagai pasar pemakai narkotika dan
psikotropika secara gelap, serta sebagai sasaran produksi, distribusi, dan perdagangan gelap
narkotika dan psikotropika, telah mendorong lahirnya Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
tentang Pemberantasan Gelap Narkotika dan Psikotropika, 1988.

Konvensi tersebut secara keseluruhan berisi pokok-pokok pikiran, antara lain, sebagai berikut :
1. Masyarakat bangsa-bangsa dan negara-negara di dunia perlu memberikan perhatian dan
prioritas utama atas masalah pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psikotropika.
2. Pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psikotropika merupakan masalah semua
negara yang perlu ditangani secara bersama pula.
3. Ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Konvensi Tunggal Narkotika 1961, Protokol
1972 Tentang Perubahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961, dan Konvensi Psikotropika
1971, perlu dipertegas dan disempurnakan sebagai sarana hukum untuk mencegah dan
memberantas peredaran gelap narkotika dan psikotropika.
4. Perlunya memperkuat dan meningkatkan sarana hukum yang lebih efektif dalam rangka
kerjasama internasional di bidang kriminal untuk memberantas organisasi kejahatan
trans-nasional dalam kegiatan peredaran gelap narkotika dan psikotropika.

Golongan psikotropika

Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindroma ketergantungan digolongkan


menjadi4 golongan, yaitu:

1. Psikotropika golongan I : yaitu psikotropika yang tidak digunakan untuk tujuan
pengobatan dengan potensi ketergantungan yang sangat kuat
2. Psikotropika golongan II : yaitu psikotropika yang berkhasiat terapi tetapi dapat
menimbulkan ketergantungan.
3. Psikotropika golongan III : yaitu psikotropika dengan efek ketergantungannya sedang
dari kelompok hipnotik sedatif.
4. Psikotropika golongan IV : yaitu psikotropika yang efek ketergantungannya ringan.

Berdasarkan Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang pemberantasan peredaran narkotika


dan psikotropika, tahun 1988 tersebut maka psikotropika dapat digolongkan sebagai berikut :
(didahului dengan nama International dan nama kimia diletakkan dalam tanda kurung)

Psikotropika golongan I

 Broloamfetamine atau DOB ((±)-4-bromo-2,5-dimethoxy-alpha-methylphenethylamine)


 Cathinone ((x)-(S)-2-aminopropiophenone)
 DET (3-[2-(diethylamino)ethyl]indole)
 DMA ( (±)-2,5-dimethoxy-alpha-methylphenethylamine )
 DMHP ( 3-(1,2-dimethylheptyl)-7,8,9,10-tetrahydro-6,6,9-trimethyl-6H-
dibenzo[b,d]pyran-1-olo )
 DMT ( 3-[2-(dimethylamino)ethyl]indole)
 DOET ( (±)-4-ethyl-2,5-dimethoxy-alpha-phenethylamine)
 Eticyclidine - PCE ( N-ethyl-1-phenylcyclohexylamine )
 Etrytamine ( 3-(2-aminobutyl)indole )
 Lysergide - LSD, LSD-25 (9,10-didehydro-N,N-diethyl-6-methylergoline-8beta-
carboxamide)
 MDMA ((±)-N,alpha-dimethyl-3,4-(methylene-dioxy)phenethylamine)
 Mescaline (3,4,5-trimethoxyphenethylamine)
 Methcathinone ( 2-(methylamino)-1-phenylpropan-1-one )
 4-methylaminorex ( (±)-cis-2-amino-4-methyl-5-phenyl-2-oxazoline )
 MMDA (2-methoxy-alpha-methyl-4,5-(methylenedioxy)phenethylamine)
 N-ethyl MDA ((±)-N-ethyl-alpha-methyl-3,4-(methylenedioxy)phenethylamine)
 N-hydroxy MDA ((±)-N-[alpha-methyl-3,4-(methylenedioxy)phenethyl]hydroxylamine)
 Parahexyl (3-hexyl-7,8,9,10-tetrahydro-6,6,9-trimethyl-6H-dibenzo[b,d]pyran-1-ol)
 PMA (p-methoxy-alpha-methylphenethylamine)
 Psilocine, psilotsin (3-[2-(dimethylamino)ethyl] indol-4-ol)
 Psilocybine (3-[2-(dimethylamino)ethyl]indol-4-yl dihydrogen phosphate)
 Rolicyclidine - PHP,PCPY ( 1-(1-phenylcyclohexyl)pyrrolidine )
 STP, DOM (2,5-dimethoxy-alpha,4-dimethylphenethylamine)
 Tenamfetamine - MDA (alpha-methyl-3,4-(methylenedioxy)phenethylamine)
 Tenocyclidine - TCP (1-[1-(2-thienyl)cyclohexyl]piperidine)
 Tetrahydrocannabinol
 TMA ((±)-3,4,5-trimethoxy-alpha-methylphenethylamine)

Psikotropika golongan II

 Amphetamine ((±)-alpha-methylphenethylamine)
 Dexamphetamine ((+)-alpha-methylphenethylamine)
 Fenetylline (7-[2-[(alpha-methylphenethyl)amino] ethyl]theophylline)
 Levamphetamine ((x)-(R)-alpha-methylphenethylamine)
 Levomethampheta-mine ((x)-N,alpha-dimethylphenethylamine)
 Mecloqualone (3-(o-chlorophenyl)-2-methyl-4(3H)- quinazolinone)
 Methamphetamine ((+)-(S)-N,alpha-dimethylphenethylamine)
 Methamphetamineracemate ((±)-N,alpha-dimethylphenethylamine)
 Methaqualone (2-methyl-3-o-tolyl-4(3H)-quinazolinone)
 Methylphenidate (Methyl alpha-phenyl-2-piperidineacetate)
 Phencyclidine - PCP (1-(1-phenylcyclohexyl)piperidine)
 Phenmetrazine (3-methyl-2-phenylmorpholine)
 Secobarbital (5-allyl-5-(1-methylbutyl)barbituric acid)
 Dronabinol atau delta-9-tetrahydro-cannabinol ((6aR,10aR)-6a,7,8,10a-tetrahydro-6,6,9-
trimethyl-3-pentyl-6H- dibenzo[b,d]pyran-1-ol)
 Zipeprol (alpha-(alpha-methoxybenzyl)-4-(beta-methoxyphenethyl)-1-piperazineethanol)

Psikotropika golongan III

 Amobarbital (5-ethyl-5-isopentylbarbituric acid)


 Buprenorphine (2l-cyclopropyl-7-alpha-[(S)-1-hydroxy-1,2,2-trimethylpropyl]-6,14-
endo-ethano-6,7,8,14-tetrahydrooripavine)
 Butalbital (5-allyl-5-isobutylbarbituric acid)
 Cathine / norpseudo-ephedrine ((+)-(R)-alpha-[(R)-1-aminoethyl]benzyl alcohol)
 Cyclobarbital (5-(1-cyclohexen-1-yl)-5-ethylbarbituric acid)
 Flunitrazepam (5-(o-fluorophenyl)-1,3-dihydro-1-methyl-7-nitro-2H-1,4-benzodiazepin-
2-one)
 Glutethimide (2-ethyl-2-phenylglutarimide)
 Pentazocine ((2R*,6R*,11R*)-1,2,3,4,5,6-hexahydro-6,11-dimethyl-3-(3-methyl-2-
butenyl)-2,6-methano-3-benzazocin-8-ol)
 Pentobarbital (5-ethyl-5-(1-methylbutyl)barbituric acid)

Psikotropika golongan IV

 Allobarbital (5,5-diallylbarbituric acid)


 Alprazolam (8-chloro-1-methyl-6-phenyl-4H-s-triazolo[4,3-a][1,4]benzodiazepine)
 Amfepramone (diethylpropion 2-(diethylamino)propiophenone)
 Aminorex (2-amino-5-phenyl-2-oxazoline)
 Barbital (5,5-diethylbarbituric acid)
 Benzfetamine (N-benzyl-N,alpha-dimethylphenethylamine)
 Bromazepam (7-bromo-1,3-dihydro-5-(2-pyridyl)-2H-1,4-benzodiazepin-2-one)
 Butobarbital (5-butyl-5-ethylbarbituric acid)
 Brotizolam (2-bromo-4-(o-chlorophenyl)-9-methyl-6H-thieno[3,2-f]-s-triazolo[4,3-a]
[1,4]diazepine)
 Camazepam (7-chloro-1,3-dihydro-3-hydroxy-1-methyl-5-phenyl-2H-1,4 benzodiazepin-
2-one dimethylcarbamate (ester))
 Chlordiazepoxide (7-chloro-2-(methylamino)-5-phenyl-3H-1,4-benzodiazepine-4-oxide)
 Clobazam (7-chloro-1-methyl-5-phenyl-1H-1,5-benzodiazepine-2,4(3H,5H)-dione)
 Clonazepam (5-(o-chlorophenyl)-1,3-dihydro-7-nitro-2H-1,4-benzodiazepin-2-one)
 Clorazepate (7-chloro-2,3-dihydro-2-oxo-5-phenyl-1H-1,4-benzodiazepine-3-carboxylic
acid)
 Clotiazepam (5-(o-chlorophenyl)-7-ethyl-1,3-dihydro-1-methyl-2H-thieno [2,3-e] -1,4-
diazepin-2-one)
 Cloxazolam (10-chloro-11b-(o-chlorophenyl)-2,3,7,11b-tetrahydro-oxazolo- [3,2-d]
[1,4]benzodiazepin-6(5H)-one)
 Delorazepam (7-chloro-5-(o-chlorophenyl)-1,3-dihydro-2H-1,4-benzodiazepin-2-one)
 Diazepam (7-chloro-1,3-dihydro-1-methyl-5-phenyl-2H-1,4-benzodiazepin-2-one)
 Estazolam (8-chloro-6-phenyl-4H-s-triazolo[4,3-a][1,4]benzodiazepine)
 Ethchlorvynol (1-chloro-3-ethyl-1-penten-4-yn-3-ol)
 Ethinamate (1-ethynylcyclohexanolcarbamate)
 Ethyl loflazepate (ethyl 7-chloro-5-(o-fluorophenyl)-2,3-dihydro-2-oxo-1H-1,4-
benzodiazepine-3-carboxylate)
 Etil Amfetamine / N-ethylampetamine (N-ethyl-alpha-methylphenethylamine)
 Fencamfamin (N-ethyl-3-phenyl-2-norborananamine)
 Fenproporex ((±)-3-[(alpha-methylphenylethyl)amino]propionitrile)
 Fludiazepam (7-chloro-5-(o-fluorophenyl)-1,3-dihydro-1-methyl-2H-1,4-benzodiazepin-
2-one)
 Flurazepam (7-chloro-1-[2-(diethylamino)ethyl]-5-(o-fluorophenyl)-1,3-dihydro-2H-1,4-
benzodiazepin-2-one)
 Halazepam (7-chloro-1,3-dihydro-5-phenyl-1-(2,2,2-trifluoroethyl)-2H-1,4-
benzodiazepin-2-one)
 Haloxazolam (10-bromo-11b-(o-fluorophenyl)-2,3,7,11b-tetrahydrooxazolo [3,2-d]
[1,4]benzodiazepin-6(5H)-one)
 Ketazolam (11-chloro-8,12b-dihydro-2,8-dimethyl-12b-phenyl-4H-[1,3]oxazino[3,2-d]
[1,4]benzodiazepine-4,7(6H)-dione)
 Lefetamine - SPA ((x)-N,N-dimethyl-1,2-diphenylethylamine)

https://id.wikipedia.org/wiki/Psikotropika

Pengertian Psikotropika dan Golongan Psikotropika | Psikotropika adalah zat atau obat
bukan narkotika, baik alami maupun sintesis, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh
selektif pada susunan sistem saraf pusat, dan dapat menimbulkan ketergantungan atau ketagihan.
Zat yang termasuk golongan psikotropika di antaranya adalah amfetamin, ekstasi, dan sabu-sabu.
Sedangkan penggolongan psikotropika dan contohnya secara lengkap diterangkan dengan UU
No. 5 tahun 1997.

Menurut Undang-Undang No. 5 tahun 1997, narkoba jenis psikotropika dibedakan menjadi 4
golongan, yaitu:

 Golongan I, mempunyai potensi yang sangat kuat dalam menyebabkan ketergantungan


dan dinyatakan sebagai barang terlarang. Contoh: ekstasi (MDMA = 3,4-Methylene-
Dioxy Methil Amphetamine), LSD (Lysergic Acid Diethylamid), dan DOM.
 Golongan II, mempunyai potensi yang kuat dalam menyebabkan ketergantungan.
Contoh: amfetamin, metamfeamin (sabu), dan fenetilin.
 Golongan III, mempunyai potensi sedang dalam menyebabkan ketergantungan, dapat
digunakan untuk pengobatan tetapi harus dengan resep dokter. Contoh: amorbarbital,
brupronorfina, dan mogadon (sering disalahgunakan).
 Golongan IV, mempunyai potensi ringan dalam menyebabkan ketergantungan, dapat
digunakan untuk pengobatan tetapi harus dengan resep dokter. Contoh: diazepam,
nitrazepam, lexotan (sering disalahgunakan), pil koplo (sering disalahgunakan), obat
penenang (sedativa), dan obat tidur (hipnotika).

Sekian uraian tentang Pengertian Psikotropika dan Golongan Psikotropika, semoga


bermanfaat.
http://klikbbm.blogspot.co.id/2013/10/pengertian-psikotropika-dan-golongan.html
PSIKOTROPIKA

2.1         Pengertian Psikotropik

Psikotropik adalah zat atau obat,baik alamiah maupun sintetis bukan narkotik yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktifitas mental dan prilaku (Daris, 2008).

2.2         Golongan Psikotropik

Menurut Undang-undang Negara No. 5 tahun 1997 psikotropika digolongkan ke dalam 4


golongan. Psikotropika golongan I dan II kemudian dikelompokan ke dalam narkotika golongan
I menurut Undang-undang No. 35 tahun 2009.
2.2.1   Psikotropika Golongan I

Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak
digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindrom
ketergantungan.contoh golongan I adalah brolamfetamin dan mekatinona.

2.2.2   Psikotropika Golongan II

Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi, dan/atau untuk
tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan.
Contoh golongan II adalah amfetamin dan sekobarbital.

2.2.3   Psikotropika Golongan III

Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau
untuk tujuan ilmu pengetahuan serta berpotensi sedang mengakibatkan sindrom ketergantungan.
Contoh obat yang termasuk dalam golongan ini diantaranya amobarbital, pentazozin, dan
pentobarbital.

2.2.4   Psikotropika Golongan IV

Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau
untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom
ketergantungan. Contoh obat yang termasuk dalam golongan ini diantaranya alprazolam,
diazepam, fenobarbital, klobazam, dan klordiazepoksida.
2.3         Pengawasan Psikotropik (Daris, 2008)

Pemerintah menangani dalam pengawasan dalam pereedaran psikotropik dengan


melibatkan Direktur Jenderal, Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi dan
Kepala Balai Pengawasan Obat dan Makanan. Pengawasan yang dilakukan yaitu dengan
melakukan pemeriksaan atau pengambilan contoh pada sarana produksi, peredaran,
pengangkutan,penyimpanan, sarana pelayanan kesehatan dan fasilitas rehabilitasi; memeriksa
surat dan/atau dokumen yang berkaitan dengan kegiatan peredaran psikotropik; melakukan
pengamanan terhadap psikotropika yang memenuhi standar dan persyaratan; dan melakukan
evaluasi terhadap hasil pemeriksaan.

Direktur Jendral yang berwenang dapat mengambil tindakan administratif terhadap pabrik
obat, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, apotek, rumah
sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, lembaga penelitian dan fasilitas rehabilitasi yang
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku. Kepala Kantor Wilayah dapat
mengambil tindakan administratif terhadap saranya penyimpanan sediaan farmasi
Pemerintah,apotek, rumah sakit, puskesmas,balai pengobatan, dokter dan fasilitas rehabilitasi.

Tindakan administratif yang dilakukan yaitu dengan melakukan teguran lisan, teguran
tertulis,penghentian sementara kegiatan, denda administratif dan pencabutan izin praktek,serta
denda. 

Referensi

1.  Daris, Azwar. 2008. Himpunan Peraturan Perundang – Undangan Kefarmasian.


Jakarta: ISFI.
2.  Presiden RI. 1997. Undang-undang RI No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika . Jakarta:
Lembar Negara RI.
3.  Presiden RI. 2009. Undang-undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Jakarta:
Lembar Negara RI.

http://gekawatti.blogspot.co.id/2012/03/psikotropika.html
Pengertian Psikotropika

Menurut UU No. 5 tahun 1997 tentang psikotropika, definisi psikotropika adalah zat atau obat,
baik alamiah atau sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif
pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. 

Psikoaktif artinya bekerja melalui mekanisme pengaktifan dimensi kejiwaan yang berupa
perasaan, pikiran, dan perilaku.

Macam-macam Jenis Psikotropika


Zat psikotropika terdiri atas obat perangsang (stimulan), obat penekan susunan saraf pusat
(depresan), dan obat halusinasi (halusinogen).

1. Obat Perangsang (Stimulan)

Obat perangsang atau stimulan adalah obat-obatan yang dapat menimbulkan rangsang tertentu
pada pemakainya. Obat ini bekerja dengan memberikan rangsangan terhadap otak dan saraf.

Obat rangsang dapat berupa amphetamine atau turunannya. Stimulan yang sering beredar di
pasaran adalah ekstasi dan shabu-shabu.

Pemakaian amphetamine sebagian besar dimanfaatkan untuk menekan nafsu makan berlebih,
mengobati penderita hiperaktif, dan penderita narcolepsy, yaitu serangan rasa mengantuk berat
yang tiba-tiba dan tidak terkontrol.

Akan tetapi, stimulan juga banyak disalahgunakan dalam bentuk konsumsi di luar batas takaran
yang dianjurkan. Pada tahap awal pemakaian, akan timbul perasaan senang berlebihan, rasa
percaya diri yang besar, dan semangat yang terlalu tinggi.

Pada pemakaian dalam dosis berlebih akan menunjukkan gejala-gejala seperti kejang-kejang,
panik, muntah-muntah, diare, bola mata membesar, halusinasi yang menakutkan, tidak dapat
mengendalikan emosi, dan koma, yang jika dibiarkan dapat menyebabkan kematian.

2. Obat Penekan Saraf Pusat (Depresan)

Obat jenis depresan adalah obat yang bereaksi memperlambat kerja sistem saraf pusat. Obat
jenis ini biasanya berupa obat tidur dan obat penenang. Obat ini biasanya diminum untuk
mengurangi rasa cemas atau untuk membuat pikiran menjadi lebih santai.

Obat ini juga dipakai untuk mengatasi insomnia (penyakit kesulitan tidur). Contoh obat penekan
saraf pusat antara lain diazepam (valium), nitrazepam (mogadon), luminal, dan pil KB. Di
Indonesia para pengedar menamakan obat-obatan ini sebagai pil koplo.

Penyalahgunaan obat penekan saraf dapat menimbulkan berbagai macam efek, antara lain
perasaan menjadi labil, bicara tak karuan dan tidak jelas, mudah tersinggung, serta daya ingat
dan koordinasi motorik terganggu sehingga jalannya menjadi limbung.

3. Halusinogen (Obat Halusinasi)

Obat jenis halusinogen adalah obat yang jika dikonsumsi dapat menyebabkan timbulnya
halusinasi. Halusinogen paling terkenal adalah lysergic acid diethylamide (LSD).

Selain itu, ada juga halusinogen yang tak kalah hebatnya dalam menciptakan halusinasi bagi
pemakainya, yaitu psilocybin, yang dihasilkan dari spesies jamur tertentu, dan mescaline, yang
dihasilkan dari sejenis kaktus yang bernama peyote.

Efek yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan obat halusinasi ini adalah sebagai berikut.

a. Keringat berlebihan, denyut jantung menjadi cepat dan tak teratur, timbul perasaan cemas.

b. Pupil mata melebar dan pandangan mata kabur.

c. Terjadi gangguan koordinasi motorik dan terjadi halusinasi.

Mengenal Penggolongan Narkotika dan Psikotropika

08 Oct
Narkotika

Menurut UU No.22 tahun 1997, narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan.

Narkotika digolongkan menjadi 3 golongan :

Golongan I

1. Hanya digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan


2. Tidak digunakan dalam terapi
3. Potensi ketergantungan sangat tinggi
4. Contoh : Heroin (putauw), kokain, ganja

Golongan II

1. Untuk pengobatan pilihan terakhir


2. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan
3. Potensi ketergantungan sangat tinggi
4. Contoh : fentanil, petidin, morfin

Golongan III

1. Digunakan dalam terapi


2. Potensi ketergantungan ringan
3. Contoh : kodein, difenoksilat

 
Psikotropika

Menurut UU No.5 Tahun 1997, psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah atau sintesis
bukan narkotika yang bersifat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan aktivitas mental dan perilaku.

Psikotropika digolongkan menjadi 4 golongan :

Golongan I

1. Hanya untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan


2. Tidak digunakan dalam terapi
3. Potensi sindrom ketergantungan amat kuat
4. Contoh : LSD, MDMA/ekstasi

Golongan II

1. Untuk pengobatan
2. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan
3. Potensi sindrom ketergantungan kuat
4. Contoh : metamfetamin (shabu), sekobarbital

Golongan III

1. Untuk pengobatan atau terapi


2. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan
3. Potensi sindrom ketergantungan sedang
4. Contoh : amobarbital, pentazosine

Golongan IV

1. Untuk pengobatan atau terapi


2. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan
3. Potensi sindrom ketergantungan ringan
4. Contoh : diazepam, halozepam, triazolam, klordiazepoksida

https://agoesnoegraha.wordpress.com/2011/10/08/mengenal-penggolongan-narkotika-dan-
psikotropika/
Menurut UU Narkotika No 35 Tahun 2009, narkotika di definisikan sebagai zat atau obat yang
berasal dari  tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Dalam UU No 35 Tahun 2009, narkotika digolongkan kedalam tiga golongan:
Narkotika Golongan I
Narkotika golongan satu hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan
dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggimengakibatkan
ketergantungan
Contoh: Heroin, Kokain, Daun Kokain, Opium, Ganja, Jicing, Katinon, MDMDA/Ecstasy, dan
lebih dari 65 macam jenis lainnya. 
Narkotika Golongan II
Narkotika golongan dua, berkhasiat untuk pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan
dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Contoh: Morfin, Petidin, Fentanil, Metadon, Dll. 
Narkotika golongan III
Narkotika golongan tiga adalah narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi bermanfaat
dan berkhasiat untuk pengobatan dan penelitian. 

Golongan 3 narkotika ini banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan
Contoh: Codein, Buprenorfin, Etilmorfina, Kodeina, Nikokodina, Polkodina, Propiram, dan ada
13 (tiga belas) macam termasuk beberapa campuran lainnya.

Sumber: UU Narkotika
http://indodrugs.blogspot.co.id/2013/06/golongan-golongan-narkotika.html

3 Jenis Golongan Narkotika (Narkoba)

Abdi SR kesehatan
Nakortika atau yang biasa kita sebut narkoba ada 3 (tiga) Golongan

1.Narkotika Golongan I

Narkotika ini hanya dapat di gunakan untuk ilmu pengetahuan dan tidak di tujukan untuk therapi
serta mempunyai potensi sangat tinggi yang Menimbulkan Ketergantungan

Contohnya : Heroin,Cocain,Ganja , Shabu , Extacy , LSD , Opium.

2.Narkotika Golongan II

Narkotika ini adalah yang berhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan therafi dan
pengembangan ilmu pengetahuan yang mempunyai potensi tinggi yang dapat mengakibatkan
ketergantungan

Contohnya : Morfin , Petidin

3.Narkotika Golongan III

Narkotika jenis ini yang berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan Therafi dan
pengembangan Ilmu pengetahuan yang mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan  

Contohnya : Codein , Bufrenofin..

http://abdisr.blogspot.co.id/2012/02/3-jenis-golongan-narkotika-narkoba.html

Narkotika
Menurut UU No.22 tahun 1997, narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan.

Narkotika digolongkan menjadi 3 golongan :

Golongan I

1. Hanya digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan


2. Tidak digunakan dalam terapi
3. Potensi ketergantungan sangat tinggi
4. Contoh : Heroin (putauw), kokain, ganja

Golongan II

1. Untuk pengobatan pilihan terakhir


2. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan
3. Potensi ketergantungan sangat tinggi
4. Contoh : fentanil, petidin, morfin

Golongan III

1. Digunakan dalam terapi


2. Potensi ketergantungan ringan
3. Contoh : kodein, difenoksilat

Psikotropika

Menurut UU No.5 Tahun 1997, psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah atau sintesis
bukan narkotika yang bersifat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan aktivitas mental dan perilaku.

Psikotropika digolongkan menjadi 4 golongan :

Golongan I

1. Hanya untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan


2. Tidak digunakan dalam terapi
3. Potensi sindrom ketergantungan amat kuat
4. Contoh : LSD, MDMA/ekstasi

Golongan II
1. Untuk pengobatan
2. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan
3. Potensi sindrom ketergantungan kuat
4. Contoh : metamfetamin (shabu), sekobarbital

Golongan III

1. Untuk pengobatan atau terapi


2. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan
3. Potensi sindrom ketergantungan sedang
4. Contoh : amobarbital, pentazosine

Golongan IV

1. Untuk pengobatan atau terapi


2. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan
3. Potensi sindrom ketergantungan ringan
4. Contoh : diazepam, halozepam, triazolam, klordiazepoksida

http://agoes-n-ff04.web.unair.ac.id/artikel_detail-35300-Napza-Mengenal%20Penggolongan
%20Narkotika%20dan%20Psikotropika.html
NAPZA ( Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif )

Oleh: Peni W Hastuti, berbagai sumber

    A.    Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif

    1.      Narkotika

Narkotika (Menurut Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika) adalah zat
atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang
dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

    b.      Macam – macam narkotika

•Narkotika Golongan I :

Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, dan tidak ditujukan
untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan, (Contoh :
heroin/putauw, kokain, ganja).

• Narkotika Golongan II :

Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan
dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan (Contoh : morfin, petidin).

•Narkotika Golongan III :

Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi atau tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan (Contoh : kodein).

    c.       Jenis-jenis narkotika


     a.       Ganja

Ganja dapat digunakan untuk bahan obat penenang dan penghilang rasa sakit. Kandungan zat
kimia delta-9-tetrahydrocannabinol (THC) di dalam daun ganja dalam dosis tertentu dipercaya
dapat memengaruhi perasaan, penglihatan, dan pendengaran.

     b.      Kokain

Tanaman coca (Erythroxylon coca) yang banyak tumbuh di Pegunungan Andes, Amerika
Selatan, menghasilkan daun yang mengandung senyawa kimia alkaloid yang bernama kokain
dan senyawa-senyawa turunan yang sejenis. Pemakainya suka bicara, gembira yang meningkat
menjadi gaduh dan gelisah, detak jantung bertambah, demam, perut nyeri, mual, dan muntah.

      c.       Sedativa – hipnotika

Beberapa macam obat dalam dunia kedokteran, seperti pil BK dan magadon digunakan sebagai
zat penenang (sedativa-hipnotika). Pemakaian sedativa-hipnotika dalam dosis kecil dapat
menenangkan, sedangkan dalam dosis besar dapat membuat orang yang memakannya tertidur.
Gejala akibat pemakaiannya adalah mula-mula gelisah, mengamuk lalu mengantuk, malas, daya
pikir menurun, bicara dan tindakan lambat.

     d.      Opium

Opium merupakan narkotika dari golongan opioida, dikenal juga dengan sebutan candu, morfin,
heroin, dan putau. Opium diambil dari getah buah mentah Pavaper sommiverum.

Senyawa alkaloid dalam opium:

           Morfin

Merupakan zat aktif (narkotika) yang diperoleh dari candu melalui pengolahan secara kimia.
Umumnya candu mengandung 10% morfin. Cara pemakaiannya disuntik di bawah kulit, ke
dalam otot atau pembuluh darah (intravena). Morfin rasanya pahit, berbentuk tepung halus
berwarna putih atau dalam bentuk cairan berwarna. Pemakaiannya dengan cara dihisap dan
disuntikkan.
           Heroin

senyawa turunan (hasil sintesis) dari morfin yang dikenal dengan sebutan putau. Heroin biasanya
berbentuk serbuk putih dan pahit rasanya. Heroin dapat menimbulkan rasa kantuk, halusinasi,
dan euphoria.

            Kodein

merupakan senyawa turunan dari morfin, tetapi memiliki kemampuan menghilangkan nyeri lebih
lemah, demikian pula efek kecanduannya (adiksinya) lebih lemah. Kodein biasa dipakai dalam
obat batuk dan obat penghilang rasa nyeri.

      2.      Psikotropika

      a.      Pengertian

Psikotropika menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 adalah bahan
atau zat baik alamiah maupun buatan yang bukan tergolong narkotika yang berkhasiat psikoaktif
pada susunan saraf pusat. Yang dimaksud berkhasiat psikoaktif adalah memiliki sifat
mempengaruhi otak dan perilaku sehingga menyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan
perilaku pemakainnya.

       b.      Macam-macam psikotropika

·  Psikotropika golongan I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan. (Contoh : ekstasi, shabu, LSD)
·   Psikotropika golongan II : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam
terapi, dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta menpunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan.( Contoh: amfetamin, metilfenidat atau ritalin)
·  Psikotropika golongan III : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang
mengakibatkan sindroma ketergantungan (Contoh : pentobarbital, Flunitrazepam).
·    Psikotropika golongan IV : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan
dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan sindrom ketergantungan (Contoh: diazepam, bromazepam, Fenobarbital,
klonazepam, klordiazepoxide, nitrazepam, seperti pil BK, pil Koplo, Rohip,morfin, barbiturat
dan Dum, MG).

      c.       Jenis-jenis psikotropika

       ·         Barbiturat

digunakan secara medis untuk menenangkan orang dan sebagai obat tidur. Barbiturat
mempengaruhi sistim syaraf pusat, menyebabkan perasaan lembab. Barbiturat dapat
menyebabkan orang jadi sembrono, merasa bahagia dan kebingungan mental.
Amphetamin merupakan stimulan yang biasanya diminum secara oral, walaupun dapat juga
dilarutkan dalam air, dihirup, atau disuntikkan. Amphetamin menyebabkan meningkatnya detak
jantung, berkurangnya nafsu makan, memperbaiki suasana hati, dan membesarnya pupil mata.
Pengguna amphetamin menyebutkan adanya "rush" rasa percaya diri. Ekstasi dan shabu adalah
hasil sintesis dari zat kimia yang disebut amfetamin.

Hasil sintesis dari amfetamin

            Ekstasi


Ekstasi adalah salah satu obat bius yang di buat secara ilegal di sebuah laboratorium dalam
bentuk tablet atau kapsul. Ekstasi dapat membuat tubuh si pemakai memiliki energi yang lebih
dan juga bisa mengalami dehidrasi yang tinggi.

            Sabu-sabu

Nama aslinya methamphetamine. Berbentuk kristal seperti gula atau bumbu penyedap masakan.
Obat ini juga mempunyai pengaruh yang kuat terhadap syaraf. Si pemakai shabu-shabu akan
selalu bergantung pada obat bius itu dan akan terus berlangsung lama, bahkan bisa mengalami
sakit jantung atau bahkan kematian.

    3.      Zat Adiktif

a.      Pengertian
Zat adiktif adalah obat serta bahan-bahan aktif yang apabila dikonsumsi oleh organisme hidup
dapat menyebabkan kerja biologi serta menimbulkan ketergantungan atau adiksi yang sulit
dihentikan dan berefek ingin menggunakannya secara terus-menerus yang jika dihentikan dapat
memberi efek lelah luar biasa atau rasa sakit luar biasa. 
B.    Macam-macam zat adiktif

·         Rokok

Asap rokok mengandung sekitar 4.000 komponen yang berbahaya. Setiap senyawa toksik dalam
asap rokok menimbulkan akibat yang berbeda. Tiga komponen toksik utama dalam asap rokok
yaitu :

v  karbon monoksida
v  Nikotin
v  Tar

·         Alkohol dan Minuman keras

Alkohol digunakan dalam pembiusan secara luas dan tertua di dunia. Salah satu penggunaan
alkohol lainnya adalah untuk mensterilkan berbagai peralatan dalam bidang kedokteran.Jika
dikonsumsi berlebihan, akan muncul efek seperti merasa lebih bebas lagi mengekspresikan diri,
tanpa ada perasaa terhambat, dan menjadi lebih emosional. Akibat dari gejala ini muncul
gangguan pada fungsi fisik hingga motorik, yaitu bicara cadel, pandangan menjadi kabur,
sempoyongan, inkoordinasi motorik, dan bias sampai tidak sadarkan diri.
C.    Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan NAPZA dapat digolongkan
menjadi tiga golongan, yaitu :

      Golongan Depresan (Downer)


Adalah jenis NAPZA yang berfungsi mengurangi aktifitas fungsional tubuh. Jenis ini menbuat
pemakaiannya merasa tenang, pendiam dan bahkan membuatnya tertidur dan tidak sadarkan diri.
Golongan ini termasuk Opioida (morfin, heroin/putauw, kodein), Sedatif (penenang), hipnotik
(otot tidur), dan tranquilizer (anti cemas) dan lain-lain.
      Golongan Stimulan(Upper)
Adalah jenis NAPZA yang dapat merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan kerja.
Jenis ini membuat pemakainya menjadi aktif, segar dan bersemangat. Zat yang termasuk
golongan ini adalah : Amfetamin (shabu, esktasi), Kafein, Kokain
      Golongan Halusinogen
Adalah jenis NAPZA yang dapat menimbulkan efek halusinasi yang bersifat merubah perasaan
dan pikiran dan seringkali menciptakan daya pandang yang berbeda sehingga seluruh perasaan
dapat terganggu. Golongan ini tidak digunakan dalam terapi medis. Golongan ini termasuk :
Kanabis (ganja), LSD, Mescalin.

D.    Tiga tingkat pencegahan penyalahgunaan narkoba

    1.      Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah upaya pencegahan agar orang sehat tidak terlibat penyalahgunaan zat
adiktif dan psikotropika.

    2.      Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya pencegahan pada saat penggunaan sudah terjadi dan
diperlukan upaya penyembuhan (terapi).

     3.      Pencegahan Tersier


Pencegahan tersier adalah upaya untuk merehabilitasi mereka yang sudah memakai dan dalam
proses penyembuhan.

E.    Pendidikan Pencegahan Napza bagi Anak Remaja

Pendidikan pencegahan penyalahgunaan narkoba merupakan bagian dari pendidikan umum,


sebagai upaya jangka panjang untuk membina generasi muda. Pendidikan pencegahan adalah
pendidikan yang ditujukan kepada sekelompok individu atau kelompok masayarakat umumnya
anak dan remaja yang mempunyai risiko tinggi untuk mencegah, mengurangi, dan menghentikan
pemakaian narkoba. Pendidikan pencegahan adalah upaya jangka panjang. Upaya itu perlu
dilakukan sedini mungkin, mulai dari anak SD hingga SMA, bahkan usia balitapun perlu
mendapatkan pendidikan ini.

Berikut beberapa jenis pendidikan pencegahan:

1.      Pendekatan informatif

Pendekatan informatif sering kali menjadi bobot terbesar upaya pencegahan penyalahgunaan
narkoba di negara kita, dengan sasaran utamanya adalah remaja. Upaya itu dilakukan dengan
asumsi bahwa remaja tidak mengetahui bahayanya. Oleh karena itu mereka perlu diberi
informasi tentang bahayanya.

2.      Pendekatan afektif

Pendekatan afektif didasarkan pada teori perkembangan kepribadian yang menyatakan bahwa
pemakaina narkoba pada remaja adalah bagian dari perilaku remaja, sebagai tanda keinginan
mereka untuk mandiri. Pendekatan ini tidak menekankan pada penyalahgunaan narkoba, tetapi
lebih pada kebutuhan mental emosionalnya, sehingga dapat mengurangi alasan mengurangi
pemakaian narkoba.
3.      Pendidikan yang berorientasi pada penawaran

Anak perlu memahami dan terampil menghadapi kemungkinan penawaran narkoba, karena
penyalahgunaan selalu diawali penggunaan pertama kali, sebagai pemakai coba-coba, didorong
keingintahuan, atau keinginan untuk mencoba. Oleh karena itu, anak perlu dilatih agar terampil
menolak tawaran pemakaian dan peredaran narkoba.

    4.      Kegiatan alternatif

Anak remaja sangat rentan sekali mengikuti kebiasaan yang dilakukan oleh teman-temannya.
Mereka cenderung lebih suka meniru apa saja yang sedang menjadi tren atau apa saja yang
dilakukan oleh temannya. Dengan memberi kegiatan alternatif untuk mengganti tindakan negatif
atau pemakaian narkoba perilaku remaja bisa menjadi lebih positif. Kegiatan ini dapat berupa
memberikan kegiatan yang cocok dengan kebutuhan remaja, memberi kesempatan agar remaja
mengembangkan kegiatannya, serta mendorong remaja untuk selalu berpartsipasi pada kegiatan
yang telah ada sperti melaksanak ibadah, organisasi dan lain-lain.

http://peniwidihastuti.blogspot.co.id/2013/01/napza-narkotika-psikotropika-dan-zat.html
Keamanan obat pada kehamilan
Published Juni 3, 2008 Artikel , Gaya Hidup , Health , Informasi , Kedokteran , Kesehatan ,
Reviews 42 Comments
Tag:Artikel, Gaya Hidup, Hamil, Health, Informasi, Kedokteran, Kesehatan, Obat, Reviews,
Wanita

Pada umumnya para ibu hamil akan memberitahu dokter saat berobat bahwa
dirinya hamil sekian bulan. Demikian pula jika berobat saat menyusui (ASI
bayinya. Informasi tersebut diberikan si ibu dengan harapan dokter akan
memberikan obat yang aman bagi janin yang dikandungnya. Itupun tak jarang si
ibu masih mananyakan kepada dokter apakah obat yang dgunakan benar-benar
aman. Hal ini sangat wajar dan kita patut menghargainya.

Di sisi lain, ketika seorang ibu hamil sakit adakalanya enggan ke dokter lantaran
takut menggunakan obat. Alhasil keluhannya makin bertambah dan akhirnya
datang juga ke dokter untuk berobat.

Seorang dokter tentu sangat paham bahwa saat memberikan(meresepkan) obat  bagi wanita
hamil akan dipilihkan obat yang aman, baik dalam hal jenis obat (berdasarkan indeks keamanan
obat), dosis maupun lamanya penggunaan. Selain itu akan dipertimbangkan pula aspek-aspek
lain berdasarkan penyakitnya, misalnya: resiko penularan kepada anggota keluarga lain, dan
pertimbangan lain terkait kondisi janin maupun si ibu sendiri.

Pun manakala seorang dokter dihadapkan pada 2 pilihan sulit yang menyangkut life saving,
aspek manfaat akan dikedepankan dibanding resiko yang bakal dihadapi baik bagi janin maupun
ibunya.

Sebagai contoh, seorang ibu hamil yang kebetulan menderita asma, justru seyogyanya segera
berobat agar tidak mengalami sesak berkepanjangan yang justru tidak baik bagi janin karena
beresiko terjadinya hipoksia (kekurangan oksigen) yang akan mempengaruhi pasokan oksigen
bagi janin.

INDEKS KEAMANAN OBAT PADA KEHAMILAN

Hingga kini kita di Indonesia masih menggunakan kriteria keamanan obat bagi ibu hamil yang
dilansir oleh FDA (Food and Drug Administration) sebagai pedoman dalam memberikan obat
pada ibu hamil.

Pada posting ini penulis hanya menampilkan garis-garis besar batasan keamanan obat bagi ibu
hamil yang tersusun dalam 5 kategori (kategori A, B, C, D dan X) beserta contoh-contohnya
agar diketahui khalayak dengan harapan dapat memberikan informasi yang bermanfaat.
Kategori-kategori tersebut dibuat berdasarkan ada tidaknya (besar kecilnya) resiko terhadap
sistem reproduksi, efek samping dan manfaat yag diharapkan.

Obat Kategori A: adalah golongan obat yang pada studi (terkontrol) pada kehamilan tidak
menunjukkan resiko bagi janin pada trimester 1 dan trimester berikutnya. Obat dalam kategori
ini amat kecil kemungkinannya bagi keselamatan janin.

Obat Kategori B: adalah golongan obat yang pada studi terhadap sistem reproduksi binatang
percobaan tidak menunjukkan resiko bagi janin. Belum ada studi terkontrol pada wanita hamil
yang menunjukkan adanya efek samping, kecuali adanya penurunan fertilitas pada kehamilan
trimester pertama, sedangkan pada trimester berikutnya tidak didapatkan bukti adanya resiko.

Obat Kategori C: adalah golongan obat yang pada studi terhadap sistem reproduksi binatang
percobaan menunjukkan adanya efek samping bagi janin. Sedangkan pada wanita hamil belum
ada study terkontrol. Obat golongan ini hanya dapat dipergunakan jika manfaatnya lebih besar
ketimbang resiko yang mungkin terjadi pada janin.

Obat Kategoti D: adalah golongan obat yang menunjukkan adanya resiko bagi janin. Pada
keadaan khusus obat ini digunakan jika manfaatnya kemungkinan lebih besar dibanding
resikonya. Penggunaan obat golongan ini terutama untuk mengatasi keadaan yang mengancam
jiwa atau jika tidak ada obat lain yang lebih aman.

Obat Kategori X: adalah golongan obat yang pada studi terhadap binatang percobaan maupun
pada manusia menunjukkan bukti adanya resiko bagi janin. Obat golongan ini tidak boleh
dipergunakan (kontra indikasi) untuk wanita hamil, atau kemungkinan dalam keadaan hamil.

CONTOH OBAT KATEGORI A (nama generik): Ascorbic acid (vitamin C) *masuk kategori
C jika dosisnya melebihi US RDA*, Doxylamine, Ergocalciferol *masuk kategori D jika
dosisnya melebihi US RDA*, Folic acid *masuk kategori C jika dosisnya melebihi 0,8 mg per
hari*, Hydroxocobalamine *masuk kategori C jika dosisnya melebihi US RDA*, Liothyronine,
Nystatin vaginal sup *masuk kategori C jika digunakan per oral dan topikal*, Pantothenic acid
*masuk kategori C jika dosisnya melebihi US RDA*, Potassium chloride, Potassium citrate,
Potassium gluconate, Pyridoxine (vitamin B6), Riboflavin *masuk kategori C jika dosisnya
melebihi US RDA*, Thiamine (vitamin B1) *masuk kategori C jika dosisnya melebihi US
RDA*, Thyroglobulin, Thyroid hormones, Vitamin D *masuk kategori D jika dosisnya melebihi
US RDA*, Vitamin E *masuk kategori C jika dosisnya melebihi US RDA*.

CONTOH OBAT KATEGORI B (nama generik): Acetylcysteine, Acyclovir, Amiloride


*masuk kategori D jika digunakan untuk hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan*, Ammonium
chloride, Ammonium lactate *topical*, Amoxicillin, Amphotericin B, Ampicillin, Atazanavir,
Azatadine, Azelaic acid, Benzylpenicillin, Bisacodyl, Budesonide *inhalasi, nasal*, Buspiron,
Caffeine, Carbenicillin, Camitine, Cefaclor, Cefadroxil, Cefalexin, Cefalotin, Cefamandole,
Cefapirin, Cefatrizine, Cefazolin, Cefdinir, Cefditoren, Cefepime, Cefixime, Cefmetazole,
Cefonicid, Cefoperazone, Ceforanide, Cefotaxime, Cefotetan disodium, Cefoxitin, Cefpodoxime,
Cefprozil, Cefradine, Ceftazidime, Ceftibuten, Ceftizoxime, Ceftriaxone, Cefuroxime, Cetirizine,
Chlorhexidine *mulut dan tenggorokan*, Chlorpenamine, Chlortalidone *masuk kategori D jika
digunakan untuk hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan*, Ciclacillin, Ciclipirox, Cimetidine,
Clemastine, Clindamycin, Clotrimazole, Cloxacillin, Clozapine, Colestyramine, …. dll ….. dll

… buanyak

CONTOH OBAT KATEGORI C (nama generik): Acetazolamide, Acetylcholine chloride,


Adenosine, Albendazole, Albumin, Alclometasone, Allopurinol, Aluminium hydrochloride,
Aminophylline, Amitriptyline, Amlodipine, Antazoline, Astemizole, Atropin, Bacitracin,
Beclometasone, Belladonna, Benzatropine mesilate, Benzocaine, Buclizine, Butoconazole,
Calcitonin, Calcium acetate, Calcium ascorbate, Calcium carbonate, Calcium chloride, Calcium
citrate, Calcium folinate, Calcium glucoheptonade, Calcium gluconate, Calcium lactate, Calcium
phosphate, Calcium polystyrene sulfonate, Capreomycin, Captopril, Carbachol, Carbidopa,
Carbinoxamine, Chloral hydrate, Chloramphenicol, Chloroquine, Chlorothiazide,
Chlorpromazine, Choline theophyllinate, Cidofovir, Cilastatin, Cinnarizine, Cyprofloxacin,
Cisapride, Clarithromycin, Clinidium bromide, Clonidine, Co-trimoxazole, Codeine,
Cyanocobalamin, Deserpidine, Desonide, Desoximetasone, Dexamethasone, Dextromethorphan,
Digitoxin, Digoxin, Diltiazem, Dopamine, Ephedrine, Epinephrine, Fluconazole, Fluocinolone,
Fosinopril, Furosemide, Gemfibrozil, Gentamicin, Glibenclamide, Glimepiride, Glipizide,
Griseofulvin, Hydralazine, Hydrocortisone, Hyoscine, Hyoscyamine, Isoniazid, Isoprenaline,
Isosorbid dinitrate, Ketoconazole, Ketotifen fumarate, Magaldrate, Mefenamic acid, Methyl

prednisolone, …dll …dll …

CONTOH OBAT KATEGORI D (nama generik): Amikacin, Amobarbital, Atenolol,


Carbamazepine, Carbimazole, Chlordizepoxide, Cilazapril, Clonazepam, Diazepam,
Doxycycline, Imipramine, Kanamycin, Lorazepam, Lynestrenol, Meprobamate, Methimazole,
Minocycline, Oxazepam, Oxytetracycline, Tamoxifen, Tetracycline, Uracil, Voriconazole… dll
… dll.

CONTOH OBAT KATEGORI X (nama generik): Acitretin, Alprotadil *parenteral*,


Atorvastatin, Bicalutamide, Bosentan, Cerivastatin disodium, Cetrorelix, Chenodeoxycholic
acid, Chlorotrianisene, Chorionic gonadotrophin, Clomifen, Coumarin, Danazol, Desogestrel,
Dienestrol, Diethylstilbestrol, Dihydro ergotamin, Dutasteride, Ergometrin, Ergotamin,
Estazolam, Etradiol, Estramustine, Estriol succinate, Estrone, Estropipate, Ethinyl estradiol,
Etretinate, Finasteride, Fluorescein *parenteral*, Flurouracil, Fluoxymesterone, Flurazepam,
Fluvastatin, Floritropin, Ganirelix, Gestodene, Goserelin, Human menopausal gonadotrophin,
Iodinated glycerol, Isotretinoin, Leflunomide, Leuprorelin, Levonorgestrel, Lovastatin,
Medrogestrone, Medroxyprogesterone, Menotrophin, Mestranol, Methotrexate, Methyl
testosterone, Mifeprestone, Miglustat, Misoprostol, Nafarelin, nandrolone, Nicotine *po*,
Norethisterone, Noretynodrel, Norgestrel, Oxandrolone,Oxymetholone,  Oxytocin, Pravastatin,
Quinine, Raloxifene, Ribavirin, Rosuvastatin, Simvastatin, Stanozolol, Tazarotene, Temazepam,
tetosterone, Thalidomide, Triazolam, Triproretin, Urofolitropin, Warfarin.

https://cakmoki86.wordpress.com/2008/06/03/keamanan-obat-pada-kehamilan/
Pola penggunaan obat yang aman bagi ibu hamil dan menyusui di Indonesia belumlah menjadi
sebuah pemahaman yang dimengerti dengan baik bukan hanya bagi masyarakat, melainkan di
kalangan tenaga kesehatan itu sendiri. Hal ini tidaklah mengherankan, pemerintah sendiri, dalam
hal ini Kemenkes dan BPOM sejauh ini memang belum mengeluarkan regulasi atau rilis ilmiah
mengenai hal ini.

Secara ilmiah, kita masih berpatokan pada penggolongan keamanan obat pada kehamilan yang
dikeluarkan oleh FDA. FDA (Food and Drug Administration) adalah Badan POM-nya Amerika
Serikat. FDA bertugas mengatur makanan, suplemen makanan, obat-obatan, produk biofarmasi,
transfusi darah, piranti medis, piranti untuk terapi dengan radiasi, produk kedokteran hewan, dan
kosmetik yang beredar di Amerika Serikat.

Naskah asli dalam bahasa aslinya dapat anda baca disini.

Namun demikian jika anda malas mentranslate, penjelasannya adalah seperti ini, FDA
menggolongkan tingkat keamanan penggunaan obat pada kehamilan dalam 5 kategori yaitu :

1. Kategori A : Studi kontrol pada wanita tidak memperlihatkan adanya resiko terhadap
janin pada kehamilan trimester I (dan tidak ada bukti mengenai resiko pada trimester
selanjutnya), dan sangat rendah kemungkinannya untuk membahayakan janin. Contoh :
Vitamin C, asam folat, vitamin B6, zinc. Kebanyakan golongan obat yang masuk dalam
kategori ini adalah golongan vitamin, meski demikian terdapat beberapa antibiotik yang
masuk dalam Ketegori A ini

2. Kategori B : Studi pada sistem reproduksi binatang percobaan tidak memperlihatkan


adanya resiko terhadap janin, tetapi studi terkontrol terhadap wanita hamil belum pernah
dilakukan. Atau studi terhadap reproduksi binatang percobaan memperlihatkan adanya
efek samping obat (selain penurunan fertilitas) yang tidak diperlihatkan pada studi
terkontrol pada wanita hamil trimester I (dan tidak ada bukti mengenai resiko pada
trimester berikutnya). Contoh : acarbose, acyclovir, amiloride, amoxicillin, ampicillin,
azithromycine, bisacodyl, buspirone, caffeine, cefaclor, cefadroxil, cefepime, cefixime,
cefotaxime, ceftriaxone, cetirizine, clavulanic acid, clindamycine, clopidogrel,
clotrimazole, cyproheptadine, dexchlorpheniramine oral, dicloxaciline, dobutamin,
erythromycin, famotidin, fondaparinux sodium, fosfomycin, glibenclamide + metformin
oral, glucagon, ibuprofen oral, insulin, kaolin, ketamine, lansoprazole, lincomycin,
loratadine, meropenem, metformin, methyldopa, metronidazole, mupirocin,
pantoprazole, paracetamol oral, ranitidine, sucralfat, terbutalin, tetracycline topical,
tranexamic acid, ursodeoxycholic acid, vancomycin oral. 
3. Kategori C : Studi pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping pada
janin (teratogenik atau embriosidal atau efek samping lainnya) dan belum ada studi
terkontrol pada wanita, atau studi terhadap wanita dan binatang percobaan tidak dapat
dilakukan. Obat hanya dapat diberikan jika manfaat yang diperoleh melebihi besarnya
resiko yang mungkin timbul pada janin. Contoh : acetazolamide, albendazole, albumin,
allopurinol, aminophylin, amitriptyline, aspirin, astemizol, atropine, bacitracin,
beclometasone, betacaroten, bupivacaine, calcitriol, calcium lactate, chloramphenicol,
ciprofloxacin, clidinium bromide, clobetasol topical, clonidine, cotrimoxazole, codein +
paracetamol, desoximetasone topical, dextromethorphan, digoxin, donepezil, dopamine,
enalapril, ephedrine, fluconazole, fluocinonide topical, gabapentin, gemfibrozil,
gentamycin (parenteral D), griseofulvin, guaifenesin, haloperidol, heparin,
hydrocortisone, INH, isosorbid dinitrate, ketoconazole, lactulosa, levofloxacine,
miconazole, nalidixic acid, nicotine oral, nimodipine, nystatin (vaginal A), ofloxacin,
omeprazole, perphenazine, prazosin, prednisolone, promethazine, pseudoephedrine,
pyrantel, pyrazinamide, rifampicin, risperidone, salbutamol, scopolamine, simethicon,
spiramycin, spironolactone, streptokinase, sulfacetamide opth & topical, theophyline,
thiopental sodium, timolol, tramadol, triamcinolone, trifluoperazine, trihexyphenidil.

4. Kategori D : Terbukti menimbulkan resiko terhadap janin manusia, tetapi besarnya


manfaat yang diperoleh jika digunakan pada wanita hamil dapat dipertimbangkan
(misalnya jika obat diperlukan untuk mengatasi situasi yang mengancam jiwa atau
penyakit serius dimana obat yang lebih aman tidak efektif atau tidak dapat diberikan).
Contoh: alprazolam, amikacin, amiodarone, atenolol, bleomycin, carbamazepine,
chlordiazepoxide, cisplatin, clonazepam, cyclosphosphamide, diazepam, kanamycin,
minocycline,phenytoin, povidon iodine topical, propylthiouracil, streptomycin inj,
tamoxifen, tetracycline oral dan ophthalmic, valproic acid. 

5. Kategori X : Studi pada binatang percobaan atau manusia telah memperlihatkan adanya
abnormalitas janin dan besarnya resiko obat ini pada wanita hamil jelas-jelas melebihi
manfaatnya. Dikontraindikasikan bagi wanita hamil atau wanita usia subur. Contoh :
alkohol dalam jumlah banyak dan pemakaian jangka panjang, amlodipin + atorvastatin,
atorvastatin, caffeine + ergotamine, chenodeoxycholic, clomifene, coumarin, danazol,
desogestrel + ethinyl estradiol, dihydroergotamine, ergometrine, estradiol, (+
norethisterone), fluorouracil, flurazepam, misoprostol, oxytocin, simvastatin, warfarin.

Lebih gampangnya dapat diartikan sebagaimana berikut :

 A= Tidak berisiko
 B= Tidak berisiko pada beberapa penelitian
 C= Mungkin berisiko
 D= Ada bukti positif dari risiko
 X= Kontraindikasi

Doktrin yang masih relevan untuk dipakai hingga kini adalah bahwa : TIDAK ADA OBAT
YANG AMAN UNTUK IBU HAMIL. Penjabaran ilmiah mengenai hal ini diartikan bahwa
penggunaan semua obat pada masa kehamilan harus melalui dokter (sesuai dengan diagnosa)
atau apoteker (sebagai faktor kontrol). Efikasi, kemanjuran (benefit) vs resiko (risk) adalah
pertimbangan utama dalam kita menggunakan obat khususnya untuk kategori A dan B,
sedangkan untuk obat yang masuk kategori C dan D penggunaannya harus benar-benar melalui
pertimbangan dokter dengan mempertimbangkan manfaat, keselamatan jiwa yang lebih besar
dibandingkan resikonya. Untuk obat dengan kategori X TIDAK BOLEH DIGUNAKAN pada
masa kehamilan.

Darimana kita dapat mengetahui kategori obat tersebut?. Banyak literatur resmi yang
menerangkan obat berada pada kategori A, B, C, D ataukah X. Diantaranya pada buku MIMS
yang hampir pasti menjadi buku pegangan apoteker di apotek. Daftar kategori obat ini juga
dikeluarkan oleh FDA. Jangan asal searching dari internet dengan sumber yang tidak kredibel.
Silakan bertanya pada apoteker anda, atau pada dokter anda, amankah obat yang anda minum?
Jika ya, atau jika dokter anda menjawab tidak, tanyakan obat anda berada pada kategori apa
menurut FDA? Ingat, keamanan obat pada masa kehamilan adalah sebuah pilihan berdasakan
kondisi pasien secara medis, dan berdasarkan kajian studi ilmiah. Bukan asumsi pribadi, bukan
menurut dokter A, atau menurut dokter B. Sekali lagi adalah evidence based medicine. Bukan
kata si A atau si B.

http://klikfarmasi.net/keamanan-obat-pada-kehamilan-menurut-fda.html

Anda mungkin juga menyukai