Anda di halaman 1dari 14

MYOFACIAL PAIN

SYNDROME
Pendahuluan

 Sindrom nyeri myofascial adalah sebuah kondisi nyeri otot ataupun fascia,
akut maupun kronik, menyangkut fungsi sensorik, motorik, ataupun otonom,
yang berhubungan dengan myofascial trigger points (MTrPs).
 Gejala motorik dapat berupa disfungsi motorik atau kelemahan otot akibat
inhibisi motorik, terbatasnya gerakan dan kekakuan otot.
 Gejala sensorik dapat berupa nyeri tekan, nyeri alih, hiperalgesia, ataupun
alodinia.
 Gejala otonom dapat seperti berkeringat, aktivitas pilomotor, perubahan suhu
kulit, lakrimasi, dan salivasi.
Etiologi

 Etiologi pembentukan trigger point pada otot dan mekanisme terjadinya


gejala somatik masih belum dipahami.
 Trigger point diduga terbentuk di endplate otot yang menyebabkan
perubahan dan abnormalitas aktivitas endplate di neuromuscular junction.
Iritasi kontinu pada endplate akan menyebabkan pengeluaran asetilkolin
berlebihan, sehingga dapat menyebabkan ketegangan dan kontraksi serat otot
yang terlokalisasi.
 Penyebab umum nyeri myofascial dapat trauma langsung ataupun tidak
langsung, kondisi patologis tulang belakang, paparan terhadap tegangan yang
berulang dan kumulatif, atau posisi/ postur tubuh yang tidak sesuai
Ischemia
Hypoxia

Substance P
Bradykinin
Ach release
Serotonin
Cytokines SNS Intracellula Muscle fibre
HISTAMIN r Ca contraction
E
Epidemiologi

 Sindrom nyeri myofascial sering terjadi dan setiap manusia mungkin pernah
memiliki trigger point selama hidupnya. Prevalensinya sama antara laki-laki
dan perempuan, terutama pada usia antara 30-60 tahun
 Nyeri myofascial dapat bersifat lokal atau regional, seperti pada leher, bahu,
punggung atas dan bawah, biasanya unilateral atau lebih berat di salah satu
sisi. Nyeri otot dapat menetap dengan variasi dari ringan hingga sangat berat;
biasanya tidak hilang dengan sendirinya. Ciri khas nyeri ini adalah
terdapatnya trigger point
Myofacial Trigger Point

 Myofascial trigger points adalah suatu titik/ tempat hiperiritabel berlokasi di


struktur otot atau fascia yang menegang, jika ditekan dapat menyebabkan
nyeri lokal atau menjalar. MTrPs sering ditemukan di sekitar daerah leher dan
punggung.
 Trigger point berukuran kecil, gumpalan keras, mungkin dapat terlihat atau
terasa di bawah kulit. Myofascial trigger points dapat terjadi di otot-otot
berbagai anggota tubuh sebagai respons dari cedera atau kelebihan beban
otot.
 Terdapat hipotesis bahwa serat otot yang cedera akan memendek (sehingga
terjadi peningkatan tegangan) akibat pengeluaran berlebihan ion kalsium dari
serat yang rusak, atau sebagai respons terhadap asetilkolin dalam jumlah
besar dari motor end plate. Nyeri tekan lokal atau menjalar terjadi karena
nosiseptor otot terstimulasi akibat kurangnya oksigen dan peningkatan
mediator inflamasi di tempat cedera
Patogenesis Terbentuknya Nyeri

 Nyeri dapat sebagai akibat sekunder kerusakan jaringan yang akan


menurunkan pH serta mengeluarkan histamin dan bradikinin lokal. Respons
serabut C akan ditingkatkan di perifer oleh serotonin, prostaglandin,
thromboxane, dan leukotriene akibat hipoksia dan trauma jaringan. Substansi
P juga dikeluarkan di perifer dan meningkatkan vasodilatasi perifer dan
sensitisasi serabut C. Serabut C kemudian akan menyampaikan impuls menuju
kornu dorsalis medulla spinalis. Kondisi seperti ini disebut sensitisasi perifer.
 Sensitisasi sentral berarti peningkatan respons neuron nosiseptif pada sistem
saraf pusat. Baik sensitisasi sentral maupun perifer dapat terjadi pada nyeri
kronik. Gejala yang persisten dapat merupakan hasil sensitisasi perifer
terhadap nosiseptor dan juga sensitisasi sentral untuk modulasi dan
modifikasi. Tanda sensitisasi sentral dan perifer adalah alodinia dan
hiperalgesia.
Diagnosis

 Simons, et al, (1999)


Kriteria diagnosis sindrom nyeri myofascial berupa
lima kriteria mayor dan setidaknya satu dari tiga
kriteria minor
TATALAKSANA FARMAKOLOGIS

 Obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS) paling sering digunakan karena


efeknya sebagai analgetik dan anti-inflamasi. Meskipun cara kerja OAINS pada
sindrom nyeri myofascial masih belum diketahui, namun sudah terbukti baik
untuk menangani nyeri muskuloskeletal, dan sindrom nyeri myofascial sering
tumpang tindih dengan nyeri muskuloskeletal
 Opioid biasanya tidak digunakan. Beberapa studi menunjukkan pemberian
opioid lemah cukup efektif, namun sebagian besar studi tidak mendukung
penggunaan opioid
 Lidocaine patch dapat meningkatkan ambang nyeri secara signifikan, sehingga
dapat meningkatkan aktivitas sehari-hari. Lidokain topikal juga dapat
digunakan
 Tizanidine bekerja sebagai alfa 2 agonis, sehingga dapat menurunkan
spastisitas otot; pada sindrom nyeri myofascial dapat menurunkan intensitas
nyeri dan disabilitas.
 Benzodiazepin bekerja menghambat pengeluaran serotonin presinaps dan
eksitasi GABA.
Terapi Non-Farmakologis

 Dry Needling
Trigger point dry needling atau dikenal juga sebagai stimulasi intramuskuler
merupakan teknik menggunakan jarum berfilamen halus pada titik-titik tertentu
pada otot skeletal yang hiperiritabel (MTrPs) tanpa obat. Dry needling dahulu
merupakan salah satu yang tercepat dan paling efektif untuk mengurangi nyeri.
Teknik dry needling sudah dikembangkan dengan berbagai variasi. Tujuan insersi
jarum berfilamen halus adalah untuk menghasilkan respons kedut (kontraksi
singkat) pada otot yang terinsersi.
 Injeksi Dry Needling
Injeksi MTrPs hampir sama dengan dry needling, namun pada teknik ini dilakukan
injeksi obat anestesi atau steroid.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai