Anda di halaman 1dari 36

PANCASILA

Dosen: Yudi Ariana


BAB III
Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Anggota
Kelompok
Pancasila Sebagai Sistem Filsafat

Adinda Nirmala Firdasyari Arif Budi Utomo Muhammad Hasbi

F3419002 F3419011 F3419040


Agenda Materi
Pengertian Filsafat 01
Pengertian Filsafat menurut bahasa dan istilah
secara umum

Rumusan Kesatua Sila Pancasila


Rumusan kesatuan sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem
02
Kesatuan Sila Pancasila 03
Kesatuan sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem Filsafat

Pancasila Nilai Dasar Fundamental


Pancasila sebagai nilai dasar fundamental bagi bangsa dan
04
negara Republik Indonesia
Pengertian Pancasila
Pengertian Filsafat
Pada umumnya para filsuf maupun para ahli filsafat mempunyai
tinjauan yang senada dalam mengertikan istilah filsafat, walaupun secara
You can Resize without
losing quality harfiah mempunyai perdebaan. Istilah "filsafat" dalam bahasa Indonesia
You can Change Fill
mempunyai padanan "falsafah" dalam kata Arab.
Color &
Line Color Sedangkan menurut kata Inggris "philosophy", kata Latin "philosophia"
kata Belanda "philosophie", kata Jerman "philosophier" kata Perancis
"philosophie", yang kesemuanya itu diterjemahkan dalam kata Indonesia
"filsafat".

Istilah "filsafata berasal dari bahasa Yunani, bangsa Yunanilah yang


mula-mula berfilsafat seperti lazimnya dipahami orang sampai sekarang.
Kata ini bersifat majemuk, berasal dari kata "philos" yang berarti
FREE "sahabat" dan kata "sophia" yang berarti pengetahuan yang bijaksana
PPT (wished) dalam bahasa Belanda, atau wisdom kata Inggris, dan hikmat
menurut kata Arab. Maka philosophia menurut arti katanya berarti cinta
TEMPLATES pada pengetahuan yang bijaksana, oleh karena itu mengusahakannya.
www.allppt.com (Gazalba, 1977).
Pengertian Filsafat
Terdapat sedikit perbedaan arti, disatu pihak menyatakan bahwa filsafat merupakan bentuk
majemuk dari "philein" dan sophos", (Nasution, 1973) di lain pihak filsafat dinyatakan dalam bentuk
majemuk dari "philos" dan "sophia" (Gazalba, 1977), namun secara semantis mengandung makna yang
sama.

Dengan demikian istilah "filsafat" yang dimaksudkan sebagai kata majemuk dari Philein" dan
"sophas" mengandung arti, mencintai hal-hal yang sifatnya bijaksana, sedangkan "filsafat yang
merupakan bentuk majemuk dari “philos" dan "sophia" berkonotasi teman dari kebijaksanaan.

Jadi istilah filsafat" pada mulanya merupakan suatu istilah yang secara umum dipergunakan untuk
menyebutkan usaha ke arah keutamaan mental (the pursuit of mental exellence) (Ali Mudhofir, 1983).
 
Yaitu objek pembahasan filsafat yang
meliputi segala sesuatu baik yang bersifat

Lingkup
material kongkrit seperti manusia, alam,
Objek Material
benda, binatang dan lain sebagainya, maupun
Filsafat
sesuatu yang bersifat abstrak misalnya nilai,
ide-ide, ideologi, moral, pandangan hidup dan
lain sebagainya. Pengertia
n Filsafat
Filsafat memiliki bidang bahasan yang
Adalah cara memandang seorang
sangat luas yaitu segala sesuatu baik yang
peneliti terhadap objek material tersebut,
suatu objek material tertentu dapat ditinjau bersifat kongkrit maupun yang bersifat

dari berbagai macam sudut pandang yang abstrak. Maka untuk mengetahui lingkup
berbeda. Oleh karena itu terdapat berbagai Objek Formal pengertian filsafat, terlebih dahulu perlu
macam sudut pandang filsafat yang Filsafat dipahami objek material dan formal ilmu
merupakan cabang-cabang filsafat, antara lain filsafat sebagai berikut.
dari sudut pandang nilai terdapat bidang
aksiologi, keberndaan bidang ontologi, filsafat
hukum, filsafat bahasa dan sebagainya.
Pertama: Filsafat sebagai
produk mencakup
pengertian
A. Pengertian filsafat yang mencakup arti-arti filsafat sebagai jenis
pengetahuan, ilmu, konsep dari para filsuf pada zaman dahulu,
teori, sistem atau tertentu yang merupakan hasil dari proses
berfilsafat dan yang mempunyai ciri-ciri tertentu.

B. Filsafat sebagai suatu jenis problema yang dihadapi oleh manusia


sebagai hasil dari aktivitas berfilsafat Filsafat dalam pengertian
jenis ini mempunyai ciri ciri khas tertentu sebagai suatu hasil
kegiatan berfilsafat dan pada umumnya proses pemecahan
persoalan filsafat ini diselesaikan dengan kegiatan berfilsafat
(dalam pengertian filsafat sebagai proses yang dinamis).
Kedua: Filsafat sebag
suatu prose
Yang dalam hal ini filsafat diartikan
dalam bentuk suatu aktivitas berfilsafat,
dalam proses pemecahan suatu
permasalahan dengan menggunakan
suatu cara dan metode tertentu yang
sesuai dengan obiek permasalahannya.
Dalam pengertian ini filsafat merupakan
suatu sistem pengetahuan yang bersifat
dinamis. Filsafat dalam pengertian ini
tidak lagi hanya merupakan sekumpulan
dogma yang banya diyakini ditekuni dan
dipahami sebagai suatu sistem nilai
tertentu tetapi lebih merupakan suatu
aktivitas berfilsafat, suatu proses yang
dinamis dengan menggunakan suatu cara
dan metode tersendiri.
Cabang-cabang Filsafat dan Aliran-alirannya
Sebagaimana ilmu lainnya filsafat memiliki cabang-cabang yang berkembang sesuai dengan persoalan
filsafat yang dikemukakannya. Filsafat timbul karena adanya persoalan-persoalan yang dihadapi manusia.
Persoalan-persoalan tersebut kemudian diupayakan pemecahannya oleh para filsuf secara sistematis dan
rasional. Maka muncullah cabang-cabang filsafat tersebut dan berkembang terus sesuai dengan pemikiran
dan problema yang dihadaipi oleh manusia.

Cabang-cabang filsafat yang tradisional terdiri atas empat yaitu: logika, metafisika, epistemologi dan
etika. (lihat Titus, 1984:17), namun demikian berangsur-angsur berkembang sejalan dengan persoalan yang
dihadapi oleh manusia. Maka untuk mem-permudah pemahaman kita perlu diutarakan cabang-cabang
filsafat yang pokok:
Cabang-cabang Filsafat dan
Aliran-alirannya

Metafisiks Logika
yang berkaitan dengan persoalan yang berkaitan dengan
tentang hakikat yang ada (segala persoalan penyimpulan
sesuatu yang ada)

Epistemologi Etika
yang berkaitan dengan persoalan yang berkaitan dengan
hakikat pengetahuan persoalan moralitas

Metodologi Estetik
yang berkaitan dengan persoalan yang berkaitan dengan
hakikat metode ilmiah. persoalan keindahan
Rumusan Kesatuan Sila-sila
Pancasila Sebagai Suatu Sistem
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan suatu sistem filsafat. Pengertian sistem
adalah suatu kesatuan bagian-bagian saling berhubungan, saling bekerja sama untuk suatu tujuan tertentu dan
secara keseluruhan merupakan suntu kesatuan yang utuh. Sistem lazimnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Suatu kesatuan Terjadi dalam suatu


bagian-bagian lingkungan yang kompleks
(Shore da Voicb., 1974)

Keseluruhannya dimaksudkan
Bagian-bagian tersebut
untuk mencapai suatu tujuan
mempunyai fungsi sendiri-sendiri
tertentu (tujuan sistem)

Saling berhubungan dan


saling ketergantungan
an 1. Susunan
Kesatuan Sila-
Sila- sila Pancasila
yang Bersifat
Organis
Sila
Pancas
ila
Kesatuan sila-sila Pancasila yang bersifat organis tersebut pada hakikatnya
secara filosofis bersumber pada hakikat dasar ontologis manusia sebagai
pendukung dari inti, isi dari sila-sila Pancasila yaitu hakikat manusia
‘monopltiralis’ yang memiliki unsur-unsur, ‘susuman kodrat’ jasmani-rokhani,
‘sifat kodrat’ individu-makhluk sosial, dan 'kedudukan kodrat' sebagai pribadi
berdiri sendiri-makhluk Tuhan yang Maha Esa. Unsur-unsur hakikat manusia
tersebut merupakan suatu kesatuan yang bersifat organis dan harmonis. Setiap
mur memiliki fungsi masing namun saling berhubungan. Oleh karena sila-sila
Pancasila merupakan penjelmaan hakikat manusia ‘monopluralis’ yang merupakan
kesatuan organis maka sila-sila Pancasila juga memilia kesatuan yang bersifat
organis pula.
2. Susunan Kesatuan Pancasila yang Bersifat Hierarkhis dan
Berbentuk Piramidal

Susunan Pancasila adalah hierarkhis dan mempunyai bentuk pyramidal. Pengertian matematika
pirmidal digunakan untuk menggambarkan hubungan hierarkhi sia-sia dari Pancasila dalam urut-urutan
luas (kwuntitas) dan juga dalam hal sifat-sifatnya (kwalitas). Kalau dilihat dari intinya, urut-urutan lima
sila menunjukkan suatu rangkaian tingkat dalam luasnya dan isi-sifatnya, merupakan pengkhususan dari
sila-sila yang dimukanya. Jilat urut-urutan lima sila dianggap mempunyai maksud demikian, maka di
antara lima sila ada hubungan yang mengikat yang satu kepada yang lain sehingga Pancasila merpakan
suatu kesatuan keseluruhan yang bulat.
Rumusan Pancasila yang bersifat
Hierarchis dan Berbentuk Piramidal
01 Sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa adalah meliputi dan 04 Sila kecmpat: kerakyatan yang dimpin oleh hikmat
menjiwai sila-sila kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan kebijaksanaan dan permusyawaratan/perwakilan, adalah
Indonesia, kerakyatan yang dimpin oleh hikmat kebijaksanaan diliputi dan dijiwai oleh sila-sila Ketuhanan Yang Maha Esa
dalam permusyawaratan perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia,
rakyat Indonesia. meliputi dan menjiwai sila keadilan sosial bagi seluruh
02 Sila kedua: Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah diliputi rakyat Indonesia.

dan dijiwai sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah menjiwai sila-
05 Sila kelima: Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
sila persatuan Indonesia, kerakyatan yang dimpin oleh hikmat
adalah diliputi dan dijiawi oleh sila-sila Ketuhanan Yang
kebijaksanaan dan permusyawaratan/perwakilan, kendilan
Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Indonesia, kerakyatan yang dimpin oleh hikmat
03 Sila ketiga: Persatuan Indonesia adalah diliputi Ketuhanan kebijaksanaan dan permusyawaratan/perwakilan.
Yang Maha Esa adalah meliputi dan menjiwai sila-sila
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan
permusyawaratan/perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
3. Hubungan Sila-sila Pancasila yang Saling Mengisi dan Saling
Mengkualifikasi

Sila-sila Pancasila sebagai kesatuan dapat dirumuskan pula dalam hubungannya saling mengisi atau mengkualifikasi dalam rangka
hubungan hierarkhis piramidal tadi. Tiap-tiap sila seperti telah disebutkan di atas mengandung empat sila lainnya, dikualifikasi oleh empat sila
lainnya. Untuk kelengkapan dari hubungan kesatuan keseluruhan dari sila-sila Pancasila dipersatukan dengan rumus hierarkhis tersebut di atas.

1. Sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia,
yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
2. Sila kedua: kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kemanusiaan yang Berketuhanan Yang Maha Esa, yang berpersatuan Indonesia,
yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
3. Sila ketiga: persatuan Indonesia adalah persatuan yang berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang
berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
4. Sila keempat: kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam pernusyawaratan/perwakilan, adalah kerakyatan yang
Berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang berkeadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
5. Sila kelima: keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah keadilan yang Berketuhan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan
beradab, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. (Notonagoro, 1975: 43, 44)
Kesatuan sila - sila Pancasila sebagai Suatu
Sistem Filsafat
Kesatuan sila - sila Pancasila
bersifat hierarkis dan mempunyai bentuk
piramidal, digunakan untuk
menggambarkan hubungan hierarki sila-
sila Pancasila dalam urutan luas dan
dalam pengertian inilah hubungan
kesatuan sila - sila Pancasila itu dalam
arti formal logis.

Secara filosofis Pancasila sebagai


suatu kesatuan sistem filsafat memiliki,
dasar antologis, dasar epistemoiogis dan
dasar aksiologis sendiri yang berbeda
dengan sistem filsafat yang lainnya,
misalnya materialisme, liberalisme,
pragmatisme, komunisme, idealisme, dan
lainnya.

Kesatuan sila - sil


Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafa
1. Dasar Antropologis (hakikat manusia)

Dasar Antropologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak
monopluralis, oleh karena itu hakikat dasar ini juga disebut sebagai dasar Antropologis. Subjek pokok
pendukung Pancasila adalah manusia, hal ini dapat dijelaskan bahwa " yang berketuhanan YME, yang
berkemanisaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hitmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan sosial pada hakikatnya adalah
manusia" - Notonegoro, 1975:23.
Oleh karena kedudukan kodrat manusia sebagai makhlUK pribadi dan berdiri sendiri dan sebagai
makhluk Tuhan YME inilah maka secara hierarki sila pertama " Ketuhanan YME mendasari dan menjiwai
keempat sila Pancasila lainnya (Notonegoro, 1975 : 53).
Sila pertama, memberi gambaran bahwa " Tuhan adalah sebagai asal mula segala sesuatu, Tuhan adalah
mutlak, sempurna dan kuasi, tidak berubah, tidak terbatas pula sebagai pengatur tata tertib alam
(Notonegoro, 1975 : 78)

Sila kedua, memberi gambaran bahwa " negara adalah lembaga kemanusiaan, yang diadakan manusia -
Notonegoro 1975 : 55. Pada hakikatnya yang bersatu membentuk suatu negara adalah manusia, dan
manusia yang bersatu dalam suatu negara disebut rakyat sebagai unsur pokok Negara serta terwujudnya
keadilan bersama sebagai makhluk individu dan sosial.

Sila ketiga, memberi gambaran bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan YME yang pertama harus
direalisasikan adalah mewujudkan suatu persatuan dalam suatu persekutuan hidup yang disebut negara.

Sila keempat, memberi gambaran bahwa hakikat rakyat adalah sebagai akibat bersatunya manusia sebagai
makhluk Tuhan YME dalam suatu wilayah negara tertentu. Hal ini berarti bahwa negara itu demi adanya
kesejahteraan rakyatnya atau warganya, maka tujuannya adalah terwujudnya masyarakat yang berkeadilan
dalam hidup maupun sosial.

Sila kelima, memberi gambaran bahwa keadilan adalah sebagai akibat adanya negaea kebangsaan dari
manusia-manusia yang berkebutuhan yang maha esa. Menurut Notonegoro hakikat keadilan yang
terkandung adalah keadilan yang adil terhadap diri sendiri, terhadap sesama dan terhadap Tuhan atau
kuasas prima
2. Dasar
Epistemologis
(pengetahuan)

Dasar Epistomologis pada hakikatnya tidak


dapat dipisahkan dengan dasar sebelumnya,
Pancasila sebagai suatu ideologi bersumber pada
nilai-nilai dasarnya yaitu filsafat Pancasila
(Soeryanto, 1991 : 50). Oleh karena itu dasar
epistemologis Pancasila tidak dapat dipisahkan
dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia.

Terdapat tiga persoalan mendasar, yakni


sumber pengetahuan manusia, teori kebenaran
pengetahuan manusia, watak pengetahuan
manusia (Titus 1984 : 20).
Pancasila sebagaimana sebagai sumber pengetahuan adalah nilai-nilai yang ada pada
bangsa Indonseia sendiri, bukan berasal dari bangsa lain, bukan hanya merupakan
perenungan serta pemikiran seseorang atau bebrapa orang saja namun dirumuskan oleh
wakil-wakil bangsa Indonesia dalam mendirikan negara. Dasar-dasar rasional logis Pancasila
juga menyangkut isi arti Pancasila yang umum (universal), kolektif, dan khusus ( Notonegoro,
1975 : 36, 40)

Pancasila diletakkan dalam kerangka bangunan filsafat manusia, maka konsepsi dasar
Antologis sila-sila Pancasilayaitu hakikat monopluralis yang merupakan dasar pijak
epistemologis Pancasila. Hakikat manusia adalah monopluralis yang berarti unsur-unsur
pokok yaitu susunan kodrat yang terdiri susunan kodrat atas atau raga (jasmani) dan jiwa
(rokhani). Selain itu, manusia memiliki indra sehingga dalam proses reseptif infra merupakan
alat untuk mendapatkan kebenaran pengetahuan yang bersifat empiris. Begitu sebaliknya,
pancasila juga mengakui kebenaran empiris terutama dalam kaitannya dengan pengetahuan
manusia yang bersifat positif yang kedudukannya sebagai makhluk Tuhan YME yang sesuai
dengan sila pertama sebagai hal mutlak dalam tungkatan kebenaran tertinggi.

Pancasila mendasarkan pada pandangannya bahwa ilmu pengetahuan pada


hakikatnya tidak bebas karena harus diletakkan pada kerangka moralitas kodratmanusia serta
moralitas religius dalam upaya untuk mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan yang mutlak
dalam hidup manusia.
3. Dasar Aksiologis (nilai)
Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan yang terdapat berbagai macam teori tentang
nilai-nilai yang tergantung akan sudut pandangnya akan pengertiannya dan hierarkinya. Sebenarnya
juga, segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa saja yang ada serta bagaimana hubungannya
dengan manusia. Misalnya, kalangan materialis memandang bahwa hakikat nilai yang tertinggi adalah
nilai material, kalngan hedonis berpandangan bahwa nilai tertinggi adalah nilai kenikmatan.

Menurut Notonegoro bahwa nilai-nilai Pancasila termasuk nilai kerohkanian, tetapi nilai ini tetap
mengakui adanya nilai material dan nilai vital. Dengan demikian Pancasila mengandung nilai-nilai secara
lengkap dan harmonis yaitu nilai material, nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan atau estetis, nilai
moral atau kebaikan, maupun nilai kesucian yang secara keseluruhan bersifat sistematis dan hierarkis, di
mans sial pertama sebagai basisnya sampai dengan sila kelima (Datmodihardjo, 1978).

Hakikat Pancasila adalah nilai senagai pedoman negara adalah merupakan norma adapun
aktualisasi atau pengalamannya adalah realisasi kongkrit Pancasila. Secara demikian, sesuai dengan isi
yang terkandung dalam Pancasila secara Antropologis memiliki pokok masalah pokok dalam kehidupan
manusia yaitu bagaimana seharusnya manusia itu terhadap Tuhan YME, terhadap dirinya sendiri, serta
yerhadap manusia lain dan masyarakat sehingga dalam Pancasila itu terkandung implikasi moral dalam
substansi Pancasila yang merupakan suatu nilai.
Pancasila Sebagai Nilai Dasar Fundamental
Bagi Bangsa dan Negara Republik Indonesia
A. Dasar Filosof
Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta sebagai
filsafat hidup bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan
suatu nilai yang bersifat sistematis. Oleh karena itu sila-sila
Pancasila merupakan suatu kesatuan yang bulat, hirarkhis dan
sistematis. Dalam pengertian itu maka Pancasila merupakan
suatu sistem filsafat sehingga kelima silanya memiliki esensi
makna yang utuh. Dasar pemikiran filosofisnya adalah sebagai
berikut : Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Republik
Indonesia mempunyai makna bahwa dalam setiap aspek
kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan serta kenegaraan
harus berdasarkan nilai nilai Ketuhanan, Kemanusiaan,
Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan
Nilai-nilai Pancasila terkandung dalam
Pembukaan UUD 1945 secara yuridis memiliki
kedudukan sebagai pokok kaidah negara yang
fundamental. Adapun Pembukaan UUD 1945
yang didalamnya memuat nilai-nilai Pancasila
mengandung empat pokok pikiran yang
merupakan derivasi atau penjabaran dari nilai-
nilai Pancasila itu sendiri.

B. Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Nilai Fundamental


Negara
Pokok pikiran pertama menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara persatuan, yaitu negara yang
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mengatasi segala paham golongan maupun
perseorangan. Hal ini merupakan penjabaran sila ketiga.

Pokok pikiran kedua menyatakan bahwa negara hendak mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Dalam hal ini negara berkewajiban mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan
keadilan sosial. Pokok pikiran ini adalah penjabaran dari sila kelima.

Pokok pikiran ketiga menyatakan bahwa negara berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas kerakyatan dan
permusyawaratan/perwakilan. Pokok pikiran ini menunjukkan bahwa negara Indonesia demokrasi, yaitu
kedaulatan ditangan rakyat. Hal ini sesuai dengan sila keempat.
Pokok pikiran keempat menyatakan bahwa negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab. Pokok pikiran ini sebagai penjabaran dari sila pertama dan kedua.

Pokok pikiran kelima Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang
kehidupan, baik materiil maupun spiritual. Seluruh rakyat Indonesia berarti untuk setiap orang yang menjadi
rakyat Indonesia. Pengertian itu tidak sama dengan pengertian sosialistis atau komunalistis karena keadilan
sosial pada sila kelima mengandung makna pentingnya hubungan antara manusia sebagai pribadi dan manusia
sebagai bagian dari masyarakat.
C. Makna Nilai-Nilai Setiap Sila Pancasila
Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia merupakan nilai yang tidak dapat
dipisah-pisahkan dengan masing-masing silanya. Hal ini dikarenakan apabila dilihat satu per satu dari dan tidak
dapat diputarbalikkan letak dan susunannya.

1. Sila keTuhanan Yang Maha Esa


Menjiwai ke Empat Sila Lainnya dan terkandung nilai bahwa Negara yang didirikan adalah sebagai
pengejawantahan tujuan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Esa ,oleh karena itu segala yang berkaitan dalam
pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara bahkan moral Negara, Moral penyelenggara Negara, kebebasan dan hak
warga Negara harus dijiwai nilai-nilai KeTuhanan Yang Maha Esa.

2. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab


Sila Kemanusiaan yanhg adil dan beradab secara sistimatis didasari dan dijiwai oleh Sila KeTuhanan Yang
Maha Esa dan menjiwai ke tiga sila lainnya. Terkandung nilai nilai bahwa Negara harus menjunjung tinggi harkat
dan martabat manusia sebagai mahluk yang beradab, oleh karena itu dalam kehidupan kenegaraan terutama dalam
peraturan perundang-undangan Negara harus mewujudkan tercapainya Tujuan ketinggian harkat dan martabat
manusia, terutama hak-hak kodrat manusia sebagai hak dasar (hak asasi) untuk mewujudkan nilai kemanusiaan
sebagai mahluk yang berbudaya, bermoral dan beragama.
C. Makna Nilai-Nilai Setiap Sila Pancasila

3. Sila Persatuan Indonesia


Dijiwai oleh Sila KeTuhanan dan Kemanusiaan yang adil dan beradab dan sila kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijkanaan dalam permusyawaran perwakilan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Terkandung nilai bahwa Negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis yaitu sebagai mahluk
individu dan mahluk sosial, Negara adalah merupakan suatu persekutuan hidup berdamai diantara elemen elemen
yang membentuk Negara berupa suku, ras, kelompok, golongan maupun kelompok agama, beraneka ragam tetapi
satu Bhineka Tunggal Ika.
Perbedaan bukannya untuk diruncingkan menjadi konflik dan permusuhan melainkan diarahkan pada suatu
sintesa yang saling menguntungkan yaitu persatuan dalam kehidupan bersama untuk untuk mewujudkan tujuan
bersama.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan

Menjiwai 4 sila lainnya dan nilai Filosofis yang terkandung didalamnya adalah bahwa
Hakikat Negara adalah sebagai penjelmaaan sifat kodrat manusia sebagai mahluk individu
dan makluk sosial, Hakikat Rakyat adalah sekolmpok manusia seagai makluk Tuhan Yang
Maha Esa yang bersatu yang bertujuan mewujudkan Harkat dan martabat manusia dalam
suatu wilayah, Rakyat adalah subyek pendukung pokok Negara, Negara asal adalah dari oleh
dan untuk rakyat, oleh karena itu Rakyat adalah merupakan mula kekuasaan Negara,
sehingga sila kerakyatan terkandung nilai Demokrasi yang secara mutlak harus dilaksanakan
dalam hidup Negara adalah:

a. Adanya kebebasan yang harus disertai dengan tanggung jawab baik terhadap masyarakat
bangsa maupun secara moral terhadap Tuhan Yang Maha Esa
b. Menjamin dan menjujung tinggi harkat dan martabat manusia
c. Menjamin dan memperkokoh persatuan dan kesatuan dalam hidup bersama
d. Mengakui atas perbedaan individu, suku, agama karena perbedaan adalah bawaan kodrat
manusia
e. Mengakui adanya persamaan hak yang melekat pada setiap individu
f. mengarahkan perbedaan dalam suatu kerjasama kemanusiaan yang beradab
g. Menjunjung tinggi azas musyawarah sebagai moral kemanusiaan yang beradab
h. Mewujudkan keadilan untuk tujuan bersama
5. Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Menjiwai ke 4 sila lainnya. Dalam sila kelima tersebut terkandung
nilai keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan bersama
(kehidupan sosial). Keadilan tersebut di dasari dan dijiwai oleh hakikat
keadilan kemanusiaan yaitu keadilan dalam hubungan manusia
dengan dirinya sendiri,manusia dengan manusia lain,manusia dengan
masyarakat,bangsa dan negaranya serta hubungan manusia dengan
TuhanNya.

Nilai yang harus terwujud dlm hidup bersama adalah :


1. Keadilan distributive
Suatu hubungan keadilan antara Negara dan warganya dalam artian
pihak negaralah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk
keadilan membagi dalam hal kesejahtraan ,bantuan subsidi, serta
keempatan dalam hidup bersama yang didasarkan antara hak dan
kewajiban
2. Keadilan Legal
Keadilan bertaat yaitu suatu hubungan keadilan antara warganegara
dengan negara dan dalam masalah ini pihak wargalah yang wajib
memenuhi keadilan dalam bentuk mentaai peraturan perundang
undangan yang berlaku
3. Keadilan Komunikatif
Keadilan komunikatif yaitu suatu hubungan keadilan antara warga satu dengan lainnya secara timbal
balik . Nilai nilai keadilan tersebut haruslah merupakan satu dasar yang harus diwujudkan dalam hidup
bersama kenegaraan untuk mewujudkan tujuan Negara yaitu mewujudkan kesejahteraan seluruh
warganya dan melindunginya serta mencerdaskannya.
Demikianpula nilai nilai keadilan tersebut sebagai dasar dalam pergaulan antara Negara sesama bangsa
didunia dan prinsip ingin menciptakan ketertiban hidup bersama dalam suatu pergaulan antar bangsa
didunia dengan berdasarkan suatu prinsip kemerdekaan bagi setiap bangsa, perdamaian abadi serta
keadilan dalam hidup bersama
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai