Anda di halaman 1dari 24

PROSEDUR TINDAKAN INPARTUM :

- MANAGEMENT NYERI
- OBSERVASI KALA I,II,III,DAN, IV
- OBSERVASI PERDARAHAN

KELOMPOK 3- 2B
KELOMPOK 3 – 2B
Merisa Zuliana Wati (P27820419054)
Nadya Arisya Putri (P27820419060)
Natasyah Adinda F (P27820419063)
Nikmah Miladiyah (P27820419064)
Rico Irwanto (P27820419077)
Salsabil Putri H (P27820419078)
Definisi persalinan
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup
dari dalam uterus melalui vagina kedunia luar.
Persalinan adalah rangkaian proses yang berakhir dengan pengeluaran
hasil konsepsi oleh ibu. Proses ini di mulai dengan kontraksi persalinan
sejati, dan di akhiri dengan pelahiran plasenta. Persalinan dan kelahiran
normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan
cukup bulan (37 – 42 minggu )
Tanda-Tanda Persalinan
1. Adanya kontraksi rahim Secara umum, tanda awal bahwa ibu hamil untuk
melahirkan adalah mengejangnya rahim atau di kenal dengan istilah kontraksi.
Kontraksi tersebut berirama, teratur, dam involuter, umumnya kontraksi
bertujuan untuk menyiapkan mulut lahir untuk membesar dan meningkatkan
aliran darah di dalam plasenta.

2. Keluarnya lendir bercampur darah Lendir disekresi sebagai hasil proliferasi


kelenjar lendir servik pada awal kehamilan. Lendir mulanya menyumbat leher
rahim, sumbatan yang tebal pada mulut rahim terlepas, sehingga menyebabkan
keluarnya lendir yang berwarna kemerahan bercampur darah dan terdorong
keluar oleh kontraksi yang membuka mulut rahim yang menandakan bahwa
mulut rahim menjadi lunak dan membuka. Lendir inilah yang dimaksud sebagai
bloody slim.
3. Keluarnya air-air (ketuban) Proses penting menjelang persalinan adalah
pecahnya air ketuban. Selama sembilan bulan masa gestasi bayi aman
melayang dalam cairan amnion. Keluarnya air-air dan jumlahnya cukup
banyak, berasal dari ketuban yang pecah akibat kontraksi yang makin
sering terjadi.

4. Pembukaan servik Penipisan mendahului dilatasi servik, pertama-


pertama aktivitas uterus dimulai untuk mencapai penipisan, setelah
penipisan kemudian akivitas uterus menghasilkan dilaktasi servik yang
cepat. Membukanya lehar rahim sebagai respon terhadap kontraksi yang
berkembang. Tanda ini tidak dirasakan oleh pasien tetapi dapat diketahui
dengan pemeriksaan dalam.
Faktor Yang Berperan Dalam Persalinan

1. Power (tenaga yang mendorong bayi keluar) Seperti his atau kontraksi uterus kekuatan ibu
mengedan, kontraksi diafragma, dan ligamentum action terutama ligamentum rotundum.

2. Passager (Faktor jalan lahir) Perubahan pada serviks, pendataran serviks, pembukaan servik
dan perubahan pada vagina dan dasar panggul.

3. Passanger Passanger utama lewat jalan lahir adalah janin. Ukuran kepala janin lebih lebar
daripada bagian bahu, kurang lebih seperempat dari panjang ibu. 96% bayi dilahirkan
dengan bagian kepala lahir pertama. Passanger terdiri dari janin, plasenta, dan selaput
ketuban.

4. Psikis ibu Penerimaan klien atas jalannya perawatan antenatal (petunjuk dan persiapan
untuk menghadapi persalinan), kemampuan klien untuk bekerjasama dengan penolong, dan
adaptasi terhadap rasa nyeri persalinan.

5. Penolong Meliputi ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, kesabaran, pengertiannya


dalam menghadapi klien baik primipara dan multipara
Management Nyeri Pada Tindakan Intrapartum
Rasa nyeri pada persalinan adalah manifestasi fisiologis dari adanya kontraksi
(pemendekan) otot rahim, sebagai kontraksi miometrium, merupakan proses fisiologis
dengan intensitas yang berbeda pada masing masing individu. Nyeri persalinan merupakan
bagian dari proses yang normal sedangkan nyeri yang lain mengikuti kondisi patologis.

Pengelolaan nyeri persalinan merupakan salah satu tujuan perawatan bersalin dengan
mengurangi nyeri sebesar- besarnya dengan kemungkinan efek samping dan resiko yang
kecil.
metode terapi non-farmakologi yang dapat dipilih,dalam menangani nyeri diantaranya:

1, Masase dan Sentuhan


Terapi masase merupakan manipulasi dari jaringan lunak tubuh yang bertujuan untuk
menurunkan rasa nyeri dan memberi efek relaksasi. Mekanisme terapi masase dalam
menurunkan nyeri diduga dengan meningkatkan produksi endorfin dalam tubuh. Melalui
peningkatan endorfin, transmisi sinyal antara sel saraf menjadi menurun sehingga dapat
menurunkan ambang batas persepsi terhadap nyeri.
2. Pergerakan Dan Posisi Maternal

Salah satu kunci dalam manajemen nyeri persalinan adalah dengan membuat pasien
merasa nyaman. Pasien sering kali bergerak, berjalan, dan mengubah posisinya untuk
mencapai rasa nyaman saat bersalin. Selain itu, posisi tertentu juga dapat memberikan
keuntungan pada pasien bersalin, seperti mempercepat persalinan dan membantu
memperbaiki masalah kegawatdaruratan persalinan. Posisi-posisi, seperti hand-to-
knee dan squatting sudah dinilai dapat mempengaruhi diameter pelvis sehingga dapat
mempercepat persalinan. 

3. Teknik Bernapas Dengan Relaksasi

Ritme dari bernapas sangat penting untuk mencapai relaksasi saat bersalin. Nyeri
persalinan, terutama saat fase laten, dapat menurun dengan teknik bernapas ini. Teknik
yang digunakan biasanya adalah dengan ritme yang lambat (6 – 12 napas / menit)
sampai sedang (30 – 60 napas / menit), tanpa melakukan hiperventilasi.  Ritme napas
harus beradaptasi dengan intensitas kontraksi pasien. Sebuah studi menunjukkan bahwa
dibandingkan teknik lainnya, teknik bernapas merupakan metode non-farmakologi yang
paling banyak digunakan dalam menurunkan rasa nyeri. Teknik ini juga dianggap pasien
sangat bermanfaat dalam menurunkan rasa nyeri saat persalinan
4. Aplikasi Dingin Atau Panas
Pemberian rasa dingin dan panas secara bergantian merupakan salah satu cara non-farmakologi dalam
menurunkan nyeri persalinan. Rasa dingin dapat menyebabkan rasa baal, menstimulasi reseptor saraf
perifer, dan melambatkan transmisi nyeri ke sistem saraf pusat sehingga intensitas nyeri pada pasien dapat
berkurang. Rasa panas sendiri dapat melambatkan impuls saraf ke otak dengan menstimulasi reseptor
panas pada kulit dan jaringan yang lebih dalam. Aplikasi rasa dingin biasanya diberikan pada lokasi
punggung, abdomen bawah, paha, dan/atau perineum. Sedangkan aplikasi rasa panas biasa diberikan pada
daerah punggung bawah ketika pasien merasa nyeri pada daerah punggung.

5. Musik Dan Audioanalgesik

Stimulasi suara, seperti musik atau suara alam, dapat menjadi suatu distraksi bagi pasien bersalin
sehingga dapat menurunkan rasa nyeri. Selain itu, metode ini juga dilaporkan mungkin dapat
menurunkan rasa anxietas pada pasien. Metode ini dapat dilakukan dengan pemilihan musik yang
pasien pilih sebelum persalinan. Studi terbaru menunjukkan bahwa musik dapat menurunkan rasa
nyeri persalinan pada fase laten, namun pada fase aktif tidak ditemukan adanya manfaat.
OBSERVASI KALA I,II,III,DAN, IV
Tenaga kesehatan harus memastikan asuhan persalinan normal terjadi secara steril dan
aman

1. Persiapan Pasien
Asuhan persalinan normal yang dipersiapkan wanita hamil adalah pikiran dan mental
yang positif, yaitu berkeyakinan bahwa melahirkan adalah proses normal dari seorang
wanita. Wanita hamil yang siap melahirkan juga memerlukan asupan makanan dan
cairan yang cukup. Selain itu, yang juga penting bagi wanita yang hendak menjalani
asuhan persalinan normal adalah mendapat dukungan emosional dari suami dan
keluarga. Saat tanda persalinan telah muncul, maka pasien dipersiapkan pada posisi
nyaman di tempat tidur di dalam ruang persalinan.

2. Peralatan
Peralatan yang diperlukan dalam tindakan asuhan persalinan normal secara
keseluruhan terbagi untuk peralatan untuk persalinan dan peralatan untuk resusitasi
bayi. Secara umum diperlukan sebuah ruang khusus untuk bersalin yang memiliki tirai
pembatas antara pasien dan meja bersalin yang dapat membantu pasien dalam posisi
setengah duduk dan litotomi.
Alat yang perlu disiapkan selama persalinan normal adalah:

1. sarung tangan yang terdiri dari sarung tangan bersih, sarung tangan steril, dan sarung
tangan panjang steril untuk manual plasenta
2. apron panjang dan sepatu boot
3. kateter urin
4. spuit, intravenous catheter, benang jahit
5. cairan antiseptik (iodophors atau chlorhexidine)
6. partus set, terdiri dari klem arteri, gunting, gunting episiotomi, gunting tali pusat, klem tali
pusat, spekulum, forsep
7. kain bersih untuk bayi
8. sanitary pads
9. obat-obatan seperti oxytocin, ergometrin, misoprostol, magnesium sulfat, tetrasiklin 1%
salep mata, cairan normal salin lengkap dengan infus set
10. Selain peralatan untuk proses persalinan, juga perlu disiapkan peralatan untuk resusitasi
bayi baru lahir, seperti laringoskop neonatus, sungkup oksigen neonatus, pipa endotrakeal
dengan stylet dan konektor, epinefrin, spuit 1 cc dan 3 cc, pipa orogastrik, gunting plester,
dan tabung oksigen.
3. Posisi
Pada kala I, kontraksi uterus akan dirasakan semakin sering dan kuat sehingga ibu hamil
dapat dibiarkan di tempat tidur dengan posisi sesuai keinginan ibu agar merasa nyaman.
Namun, dapat disarankan agar ibu berbaring miring ke kiri bila punggung janin ada di
sebelah kiri. Setelah pembukaan lengkap dan memasuki kala II, ibu sebaiknya berada di
meja bersalin agar dapat diposisikan setengah duduk dan litotomi. Posisi ini dipertahankan
hingga janin dan plasenta dilahirkan. Memasuki kala IV, ibu dapat berbaring kembali atau
duduk untuk memulai inisiasi menyusu dini (IMD).
Prosedur Asuhan Persalinan Normal
Pada Setiap Kala I hingga kala IV

Prosedur Kala I
Kala I dimulai dengan kontraksi uterus dan dilatasi serviks, terbagi menjadi dua fase
yaitu fase laten dan fase aktif. Fase laten adalah pembukaan serviks 1–3 cm dan
berlangsung sekitar 8 jam, sedangkan fase aktif adalah pembukaan serviks 4–10 cm
berlangsung sekitar 6 jam.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada kala I adalah:
1. Pemeriksaan tanda vital ibu, yaitu tekanan darah setiap 4 jam serta pemeriksaan
kecepatan nadi dan suhu setiap 1 jam
2. Pemeriksaan kontraksi uterus setiap 30 menit
3. Pemeriksaan denyut jantung janin setiap 1 jam, pemeriksaan denyut jantung bayi
yang dipengaruhi kontraksi uterus dapat dilakukan dengan prosedur 
cardiotocography (CTG)
4. Pemeriksaan dalam dilakukan setiap 4 jam untuk menilai dilatasi serviks,
penurunan kepala janin, dan warna cairan amnion
5. Terdapat beberapa tindakan yang dilakukan pada kala I tetapi kurang memberikan
manfaat, sehingga tidak dilakukan secara rutin, yaitu pemasangan kateter urin dan
prosedur enema. Ibu dilarang mengejan sebelum kala I selesai, karena dapat
menyebabkan kelelahan dan ruptur serviks.
Prosedur Kala II
Kala II merupakan fase dari dilatasi serviks lengkap 10 cm hingga bayi lahir. Pada kala
ini pasien dapat mulai mengejan sesuai instruksi penolong persalinan, yaitu mengejan
bersamaan dengan kontraksi uterus. Proses fase ini normalnya berlangsung maksimal 2
jam pada primipara, dan maksimal 1 jam pada multipara. Tindakan persalinan normal
pada kala II adalah:

Persiapan melahirkan kepala bayi


1. Jaga perineum dengan cara menekannya menggunakan satu tangan yang dilapisi
dengan kain kering dan bersih
2. Jaga kepala bayi dengan tangan sebelahnya agar keluar dalam posisi defleksi, bila
perlu dilakukan episiotomy
3. Periksa apakah ada lilitan tali pusat pada leher, jika terdapat lilitan maka dicoba
untuk melepaskannya melalui kepala janin, jika lilitan terlalu ketat maka klem dan
potong tali pusat
4. Persiapan melahirkan bahu bayi setelah kepala bayi keluar dan terjadi putaran paksi
luarPosisikan kedua tangan biparietal atau di sisi kanan dan kiri kepala bayi
5. Gerakkan kepala secara perlahan ke arah bawah hingga bahu anterior tampak pada
arkus pubis
6. Gerakkan kepala ke arah atas untuk melahirkan bahu posterior
7. Pindahkan tangan kanan ke arah perineum untuk menyanggah bayi bagian kepala,
lengan, dan siku sebelah posterior, sedangkan tangan kiri memegang lengan dan siku
sebelah anterior
8. Pindahkan tangan kiri menelusuri punggung dan bokong, dan kedua tungkai kaki
saat dilahirkan
9. Saat proses melahirkan kala II ini, dilarang mendorong abdomen
Prosedur Kala III
Kala III adalah setelah bayi lahir hingga plasenta keluar. Asuhan
persalinan yang dilakukan adalah:

1. Periksa adakah bayi ke-2


2. Suntikkan oksitosin intramuskular pada lateral paha ibu, atau
intravena bila sudah terpasang infus
3. Pasang klem tali pusat 3 cm dari umbilikus bayi, lalu tali pusat
ditekan dan didorong ke arah distal atau ke sisi plasenta, dan pasang
klem tali pusat ke-2 sekitar 2 cm dari klem pertama
4. Gunting tali pusat di antara kedua klem, hati-hati dengan perut bayi
5. Lalu bayi diberikan kepada petugas kesehatan lain yang merawat
bayi, atau bayi segera diletakkan di dada ibu untuk inisiasi menyusu
dini (IMD)
6. Lakukan peregangan tali pusat saat uterus berkontraksi untuk
mengeluarkan plasenta
7. Cara peregangan tali pusat adalah satu tangan membawa klem ke
arah bawah, sedangkan tangan lainnya memegang uterus sambil
didorong ke arah dorso kranial
8. Jika tali pusat bertambah panjang maka pindahkan klem hingga
jarak 5-10 cm dari vulva ibu, lakukan peregangan tali pusat
berulang dengan perlahan hingga plasenta lahir spontan
9. Jika dalam 30 menit plasenta tidak lahir spontan, atau terjadi 
retensio plasenta, maka lakukan manual plasenta
10. Saat proses melahirkan plasenta, dilarang menarik tali pusat terlalu
keras karena dapat menyebabkan plasenta keluar tidak utuh.
Plasenta yang keluar harus diperiksa apakah keluar utuh. Jaringan
plasenta yang tertinggal di dalam uterus dapat menyebabkan
komplikasi di masa nifas seperti infeksi postpartum atau perdarahan
pervaginam.
Prosedur Kala IV

Kala IV adalah fase setelah plasenta lahir hingga 2 jam postpartum. Pada kala
ini dilakukan penilaian perdarahan pervaginam, bila ditemukan robekan jalan
lahir maka perlu dilakukan hecting. Setelah itu, tenaga medis harus menilai
tanda-tanda vital ibu, memastikan kontraksi uterus baik, dan memastikan tidak
terjadi perdarahan postpartum. Selain itu, ibu sebaiknya dimotivasi untuk
melakukan IMD dalam waktu minimal 1 jam setelah melahirkan. Setelah proses
IMD selesai atau 1 jam setelah lahir, bayi akan diberikan suntikan vitamin K
 intramuskular di anterolateral paha kiri, dan 1 jam setelahnya diberikan 
imunisasi hepatitis B pada anterolateral paha kanan. Memandikan bayi selama
24 jam pertama sebaiknya dihindari untuk mencegah hipotermia.
Observasi Perdarahan Pada Tindakan Intrapartum

Perdarahan pasca persalinan (PPP) > 500 ml yang didapat setelah persalinan pervaginam
atau > 1000ml setelah persalinan per abdominam (cesarean section). Berdasarkan waktu
kejadian, perdarahan pascapersalinan dapat dibagi menjadi tipe dini/primer, yaitu terjadi
pada 24 jam pasca persalinan dan tipe lambat/sekunder, yaitu terjadi pasca 24 jam sampai
dengan 42 hari setelah persalinan.

Faktor Risiko Terdapat 4 penyebab utama terjadinya PPP yaitu :

1. Tone, terjadi karena lemahnya kontraksi (hipotoni) bahkan hilangnya kontraksi


(atonia) uterus pasca persalinan.
2. Tissue yaitu adanya jaringan plasenta yang tertinggal sebagian maupun seluruhnya
(retensio plasenta) di dalam uterus.
3. Trauma, karena adanya perlukaan jalan lahir mulai dari perineum, vagina, serviks
(laserasi) sampai dengan robeknya dinding uterus (ruptura uteri).
4. Thrombin, yaitu adanya gangguan hemostasis yang dapat terjadi sejak sebelum
persalinan maupun setelahnya.
(Faktor Risiko Perdarahan Pasca Persalinan)

Faktor Risiko Antenatal


1 Usia ≥ 35 th 1 1,5x (pervaginam) 1,9x (SC)
2 BMI ≥ 30 1,5x
3 Grandemulti 1,6x
4 Postdate 1,37x
5 Makrosomia 2,01x
6 Gemelli 4,46x
7 Myoma 1,9x (pervaginam 3,6x (SC)
8 APB 12,6x
9 Riwayat HPP 2,2x
10 Riwayat SC 2,2x
Faktor Risiko Intrapartum
1 Induksi Persalinan 1,5x
2 Partus lama:
-Kala I 1,6x
-Kala II 1,6x
- Kala II 2,61x
3 Epidural Analgesia 1,3x
4 Vakum / Forsep 1,66x
5 Episiotomi 2,18x
6 Korioamnitis 1,3x (pervaginam) 2,69x
(SC)
Selain itu didapatkan pula hal-hal yang bersifat non klinis yang dapat mempengaruhi
terjadinya PPP. Faktor non klinis tersebut menjadi suatu tantangan yang hanya dapat
diselesaikan bersama-sama dengan melibatkan kerjasama lintas sektor, di antaranya:
1. sistem rujukan
2. pendidikan
3. budaya dan kultur
4. geografi
5. status ekonomi
6. pembiayaan
7. akses rumah sakit dan lain-lain
Patogenesis

Ketika kehamilan memasuki akhir bulan, aliran darah yang mengalir melalui
low-resistance placental bed uterus dapat mencapai sekitar 500–800
ml/menit. Pembuluh darah yang mensuplai aliran darah ke placental bed
melewati sela-sela serabut miometrium yang berbentuk anyaman. Kontraksi
miometrium setelah terjadi persalinan akan diikuti retraksi miometrium.
Retraksi miometrium merupakan karakteristik unik otot polos uterus yang
ditandai dengan ukuran serabut otot yang lebih pendek dari panjang semula
setelah terjadi kontraksi. Pembuluh darah yang terletak diantara serabut
miometrium akan terjepit dan terbuntu saat terjadi kontraksi dan retraksi
sehingga aliran darah terhenti. Susunan serabut miometrium yang berbentuk
anyaman uterus ini disebut the living ligatures atau physiologic sutures.
Mekanisme penghentian perdarahan pascapersalinan berbeda dengan tempat
lain yang peran faktor vasospasme dan pembekuan darah sangat penting,
pada perdarahan pascapersalinan penghentian perdarahan pada bekas
implantasi plasenta terutama karena adanya kontraksi dan retraksi
miometrium sehingga menyempitkan dan membuntu lumen pembuluh
darah.

Adanya sisa plasenta atau bekuan darah dalam jumlah yang banyak dapat
mengganggu efektivitas kontraksi dan retraksi miometrium sehingga dapat
menyebabkan perdarahan tidak berhenti. Kontraksi dan retraksi miometrium
yang kurang baik dapat mengakibatkan perdarahan walaupun sistem
pembekuan darahnya normal, sebaliknya walaupun sistem pembekuan darah
abnormal asalkan kontraksi dan retraksi miometrium baik dapat
menghentikan perdarahan.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai