Anda di halaman 1dari 72

Presentasi Kasus

Perdarahan Saluran
Cerna
Oleh : dr. James Rainagle
Pendamping : dr. Nicholas, Sp. PD
RS. Baptis Kediri, 2018
Identitas
• Nama : Tn. S
• No. RM : 801798
• JK :L
• Tgl. lahir : 10/9/1969
• Alamat: Grogol, Kab Kediri
• Waktu datang IGD : 12/4/2018 pukul 20.15 WIB
• Waktu Periksa IGD : 12/4/2018/ pukul 20.20 WIB
Data Dasar
• Pasien datang ke IGD dengan keluhan BAB hitam sejak 1 bulan
yang lalu. Pasien lemas, berkunang-kunang sudah sejak lama
tetapi tidak mengganggu aktivitas keseharian. Nyeri perut -,
mual muntah-, BAK (N)
• RPD: -
• Obat : pasien sering mengkonsumsi obat-obatan stelan dan
jamu yang dibeli sendiri untuk meredakan pegel linu sejak
dahulu.
• Alergi: -
Keadaan umum : Sadar
Kesadaran : CM
Tekanan darah : 140/80 mmHg
Frekuensi nadi : 90 kali/menit
Frekuensi napas : 18 kali/menit
Suhu : 37,2° C
GCS : 4-5-6
Kepala/wajah : N
THT : N
Mata : anemis +/+
Leher: N
Dada : N
Cor-pulmo : N
Abdomen : N
Extremitas : N
Lain-lain : RT: feses hitam+
hematologi nilai Nilai normal

Hb 4.7 13-18
Leukosit 10.1 3.8-10.6
Hct 17.1 40-52

Trombosit 349 150-440


MCV 67.6 80-100

MCH 18.6 26-34


MCHC 27.5 32-36
nilai Nilai normal

GDS 120 <200


Na+ 139 136-146
K+ 3.3 3.5-5.0

Ca++ 1.05 1.15-1.29


BUN 18,2 4,7-23,4

Kreatinin 1,4 0,7-1,4


Albumin 3,7 3,5-5,0
Globulin 2,6 2,6-3,6
EKG: normal sinus, normal axis, 89
kali/mnt
Diagnosa Masuk :
anemia ec susp. gastritis erosiva
Advis dr. Nicholas, Sp.Pd
• Ns 500cc Q12j
• Pasang SL
• Puasa Kecuali Obat
• Bilas lambung Q8j, bila 1x bersih mulai diet cair 6x200cc
• Transufsi PRC 500cc
• Cek CBC ulang 6j pasca transfusi
• Inj pantoprazole 1x1vial dalam NS 100cc habis 30mnt Q24j
Follow up hari 1 (13/4/18)
• S lemas, BAB belum, mual-, muntah-
• O T: 110/70 N:80 RR: 20 S: 36.5 SL: terbuka, jernih
• A anemia
• P
• NS 500cc Q12j
• Diet saring encer 6x200 kal
• Transfusi PRC 2kolf
• CBC 6j pasca transfusi Hb : 6.7
• Inj pantoprazole 1vial dalam NS 100cc habis 30mnt QH
Follow up hari 2 (14/4/18)
• S lemas, BAB belum, mual-, muntah-
• O T: 110/60 N:80 RR: 20 S: 36.8
• A anemia
• P
• NS 500cc Q12j
• Diet lunak 1800 kall
• Inj pantoprazole 1vial dalam NS 100cc habis 30mnt QH
• PO opilax 3 x C1
Follow up hari 3 (15/4/18)
• S BAB campur darah segar 1x, mual-, muntah-
• O T: 110/70 N: 80 RR:20 S:37.3 Hb:9.0
• A anemia
• P
• NS 500cc Q12j
• Diet lunak 1800 kall
• Inj pantoprazole 1vial dalam NS 100cc habis 30mnt QH
• PO opilax 3 x C1
• Besok CBC ulang
Follow up hari 4 (16/4/18)
• S masih BAB campur darah segar
• O T: 110/70 N: 84 RR: 22 S:36.7
• A anemia
• P
• Jam 09.00
• NS 500cc Q12j
• Diet lunak 1800 kall
• Inj pantoprazole 1vial dalam NS 100cc habis 30mnt QH
• PO opilax 3 x C1
• Lapor hasil CBC
• Konsul bedah karna hematokezia
• Jam 12.20
• Hb : 9.3
• Hasil protoscopy bedah : Hemoroid Interna Gr.1 dengan laserasi
• IPD acc KRS
Diagnosa Akhir : ANEMIA
Diagnosa Sekunder : HEMOROID INTERNA gr. 1
Tindakan/operasi : Transfusi PRC
Pengobatan :
- as.tranexamat 3x1
- Boraginol supp. 2x1
- Lanzoprazole 1x1 ac
Perdarahan Saluran Cerna
• Salah sat kegawatdaruratan medis yang paling umum dijumpai
 perhatian khusus dalam bidang gastroenterologi karena
keluhan dapat ringan hingga fatal

Kecurigaan muncul bila salah satu dari 5:


• Muntah darah warna merah segar sampai kecoklatan (hematemesis)
• Feses berwarna hitam (melena)
• Feses dengan darah berwarna segar (hematokezia)
• Perdarahan saluran cerna samar
• Keluhan-keluhan subyektif pasien anemia : lemas, sinkop, dan sesak
• Berdasarkan lokasi: ligamentum Treitz
Proksimal  PSC Atas , Distal PSC Bawah

Aspek Saluran Cerna Atas Saluran Cerna


Bawah
Keluhan Hematemesis dan /atau Melena Hematokezia
Aspirasi Nasogastrik Terdapat perdarahan Jernih
Auskultasi Usus Hiperaktif Normal
Rasio BUN/Kreatinin Meningkat >35 <35
MELENA
• Keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal/kopi yang
menunjukan adanya perdarahan saluran cerna bagian atas serta
dicernanya darah pada usus halus
• Warna merah gelap atau hitam berasal dari konversi Hb
menjadi hematin oleh bakteri setelah kurang lebih 14 jam
PSCA
• Etiologi di Amerika Serikat dan Eropa :
• Tukak peptik akibat penggunaan obat anti-inflamasi non steroid (50-
79%)
• Pecahnya varises esofagus (7-20%).
• Etiologi di Indonesia :
• Varises esofagus ( 70-75%)
• Perdarahan tukak peptik, gastritis erosiva, gastropati hipertensi portal,
esofagitis, tumor, dan angiodisplasia. 3

Berdasarkan klinik PSCA  Varises dan Non-Varises


PSCA - VARISES
• Salah satu komplikasi yang banyak ditemui pada pasien dengan
gangguan hati, terutama sirosis hati.
• 25-35% pasien sirosis hati  varises esofagus sehingga akhirnya rentan
terhadap pecahnya varises.

• Faktor-faktor pecahnya varises esofagus :


(1) tekanan dalam varises (3) ukuran varises
(2) tekanan di dinding varises (4) beratnya penyakit hati.

• 2 aspek utama diagnosis varises esofagus :


• Tanda perdarahan saluran cerna atas berupa hematemesis, hematokezia (pada
perdarahan masif), melena, penurunan tekanan darah, anemia.
• Tanda-tanda sirosis hati
VARISES ESOFAGUS

• adalah dilatasi berlebihan pada vena – vena di lapisan

submukosa pada bagian bawah esofagus.

• Terjadinya varises esofagus dikarenakan sebagai konsekuensi

dari hipertensi porta akibat sirosis hepatis sehingga pasien

dengan varises esofagus sering sekali mengalami perdarahan.


VARISES ESOFAGUS
• Berbagai tindakan telah digunakan untuk segera mengatasi
perdarahan.
• Tamponade dengan alat seperti pipa Sengstaken-Blakemore (triple-
lumen) dan Minnesota (quadruple – lumen) dapat menghentikan
perdarahan untuk sementara waktu
• Vasopresin (Pitressin) telah digunakan untuk mengatasi perdarahan. Obat
ini menurunkan tekanan vena porta dengan mengurangi aliran darah
splangnikus, walaupun efeknya hanya bersifat sementara
PSCA – NON VARISES
• Ulkus peptikum  nyeri khas setelah makan
• Gastritis erosiva riwayat penggunaan OAINS
• Gastropati Kongestif
• Sindrome Mallory-Weiss
• Keganasan
ULCUS PEPTICUM
Faktor agresif: Helicobacter pylori
• Bakteri gram negatif, hidup dalam suasana asam dalam
lambung/duodenum (antrum, korpus, bulbous)
• Prevalensi >50% penduduk dunia, terutama pada lingkungan
kesehatan yang rendah
• Hp melekat pada permukaan epitel dengan bantuan adhesin
sehinga dapat lebih efektif merusak mukosa dan melepas
berbagai macam enzim yang dapat merusak sel epitel seperti
urease, protease, fosfolipase
Faktor agresif: Helicobacter pylori
• Urease memecahkan urea dalam lambung menjadi amonia
yang toksik terhadap sel-sel epitel
• Protease dan fosfolipase A2 menekan sekresi mukus
menyebabkan daya tahan mukosa menurun, merusak lapisan
yang kaya lipid pada apikal sel epitel dan melalui kerusakan
sel-sel ini asam lambung berdifusi balik menyebabkan nekrosis
yang lebih luas sehingga terbentuk tukak
Faktor agresif: Penggunaan OAINS
• Menghambat kerja dari enzim siklooksigenase (COX) pada
asam arakidonat sehingga menekan produksi
prostaglandin/prostasiklin
• Melalui 4 tahap:
• Menurunnya sekresi mukus dan bikarbonat
• Terganggunya sekresi asam dan proliferasi sel-sel mukosa
• Berkurangnya aliran darah mukosa
• Kerusakan mikrovaskuler
Faktor agresif: Penggunaan OAINS
“Tukak yang terjadi karena penggunaan OAINS
seringkali TIDAK BERGEJALA baru dapat
diketahui setelah adanya komplikasi perdarahan
atau perforasi saluran cerna”
-PAPDI UI, edisi VI hal.1794
Faktor agresif: yang lain
• Merokok (sigaret, tembakau) meningkatkan kerentanan
terhadap infeksi HP dengan menurunkan faktor pertahanan dan
menciptakan miliu yang sesuai HP
• Stress, malnutrisi, makanan tinggi garam dan defisiensi
vitamin
• genetik
Faktor defensif: Pre-epitel
• Mukus dan bikarbonat yang berguna untuk menahan pengaruh
asam lambung/pepsin
• Mucoid cap, suatu struktur yang terdiri dari mukus dan fibrin,
yang terbentuk sebagai respon terhadap rangsang inflamasi
• Active surface phospolipid berperan untuk meningkatkan
viskositas mukus
Faktor defensif: Epitel
• Kecepatan perbaikan mukosa yang rusak
• Pertahanan selular, mencegah pengasaman sel
• Kemampuan transporter asam-basa untuk mengangkut
bikarbonat ke dalam lapisan mukus
• Faktor pertumbuhan (GH), prostaglandin, dan nitrit oksida
Faktor defensif: Sub-epitel
• Mikrosirkulasi yang berperan mengangkut nutrisi, oksigen dan
bikarbonat ke epitel sel
• Prostaglandin endogen menekan perlekatan dan ekstravasasi
leukosit yang merangsang reaksi inflamasi jaringan
ULCUS PEPTICUM
• Gejala yang berkaitan dengan perdarahan ulkus bergantung pada
kecepatan kehilangan darah.
• Hematemesis atau melena dengan tanda syok apabila perdarahan
masif dan perdarahan tersembunyi yang kronik sehingga dapat
menyebabkan terjadinya anemia defisiensi besi.
• Hasil pemeriksaan darah samar dari feses dapat memperlihatkan
hasil yang positif (tes guaiac positif) atau feses mungkin
berwarna hitam dan seperti ter (melena)
ULCUS PEPTICUM
• Sebagian besar perdarahan dapat berhenti secara spontan,
sebagian memerlukan tindakan endoskopi terapi, bila gagal
dilanjutkan dengan terapi operasi

• pemberian transfusi dengan memperhatikan tanda – tanda


hemodinamik, yakni:
• Tekanan darah sistol < 100 mmHg 
• Hb < 10 gr%
• Nadi > 100x/menit
• Hematokrit < 30% / jam dianjurkan untuk pemberian transfusi dengan
darah segar hingga hematokrit mencapai > 30%.
GASTRITIS EROSIVA
• Suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosal lambung
yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal
• Manifestasi klinis gastritis erosif ini dapat bervariasi dari
keluhan abodmen yang tidak jelas, seperti anoreksia,
bersendawa, atau mual, sampai gejala yang lebih berat seperti
nyeri epigastrium, muntah, perdarahan, dan hematemesis
GASTRITIS EROSIVA
Terjadinya gastritis erosif dapat disebabkan oleh berbagai hal,
misalnya:
• Penggunaan OAINS yang memiliki efek perusakan mukosa
yang bersifat lokal dan sistemik
• Kejadian iskemia, misalnya vaskulitis atau saat melakukan lari
maraton.
• Stres, yakni kegagalan multi-organ, luka bakar, pembedahan,
trauma sistem saraf pusat
• Penyalahgunaan konsumsi alkohol dan zat kimia korosif.
Gastritis erosif, tampak inflamasi pada lapisan mukosa gaster
(sumber dari : http://odlarmed.com)
GASTROPATI KONGESTIF
• Terjadinya gastropati kongestif dikarenakan akumulasi darah
yang berlebihan pada area gaster akibat dari hipertensi porta
yang menyebabkan penekanan dan pembendungan pada vena –
vena yang memperdarahi area gaster.
Endoskopi pada gastropati kongestif (sumber dari
http://api.ning.com/files)
Sindrome Mallory-Weiss
• Riwayat umum terjadinya Sindrome Mallory-Weiss
dikarenakan oleh muntah, mual, atau batuk yang disertai
hematemesis, terutama pada pasien alkoholik.
• Perdarahan akibat kejadian ini menyebabkan robekan lapisan
mukosa pada area gastrik pada pertautan gastroesofageal,
berhenti secara spontan pada 80% hingga 90% pasien dan
kambuh hanya pada 0% hingga 5%.
Robekan mukosa pada pertautan gastroesofageal pada Sindrome
Mallory-Weiss (sumber dari:http://pds10.egloos.com/pds
KEGANASAN ESOFAGUS

• Salah satu bentuk nidasi keganasan pada esofagus. (sumber


dari: http://www.riversideonline.com/
KEGANASAN GASTER

• Adenokarsinoma ulseratif pada mukosa gaster. (sumber:


http://www.hopkins-gi.org
Tatalaksana Perdarahan SCBA
Prinsipnya adalah mempertahankan stabilitas hemodinamik,
menghentikan perdarahan, dan mencegah terjadinya perdarahan
ulang
• Pemeriksaan awal, penekanan pada evaluasi status hemodinamik.
• Resusitasi, terutama untuk stabilisasi hemodinamik.
• Melanjutkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lain yang
diperlukan.
• Memastikan perdarahan saluran cerna bagian atas atau bagian bawah.
• Menegakkan diangosis pasti penyebab perdarahan. 
• Terapi untuk menghentikan perdarahan, penyembuhan penyebab
perdarahan dan mencegah terjadinya perdarahan ulang.
Pemeriksaan awal, penekanan pada
evaluasi status hemodinamik.
Langkah awal pada semua kasus perdarahan saluran makanan
adalah menentukan beratnya perdarahan dengan memfokuskan
pada status hemodinamik. Pemeriksaannya meliputi:
1. Tekanan darah dan nadi dalam posisi berbaring 
2. Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi.
3. Ada tidaknya vasokonstriksi perifer berupa akral teraba
dingin.
4. Kelayakan nafas.
5. Tingkat kesadaran.
6. Produksi urin.
Pemeriksaan awal, penekanan pada
evaluasi status hemodinamik.
Perdarahan akut dalam jumlah besar melebihi 20% volume
intravaskuler akan mengakibatkan kondisi hemodinamik tidak
stabil, dengan tanda – tanda sebagai berikut:
1. Hipotensi (< 90/60 mmHg atau MAP < 70 mmHg) dengan
frekuensi nadi lebih dari 100x/menit.
2. Tekanan diastolik ortostatik turun lebih dari 10 mmHg atau
sistolik turun lebih dari 20 mmHg.
3. Frekuensi nadi ortostatik meningkat 15x/menit.
4. Akral dingin.
5. Kesadaran menurun.
6. Anuria atau oliguria (produksi urin kurang dari 30 ml/jam).
Pemeriksaan awal, penekanan pada
evaluasi status hemodinamik.
Kecurigaan perdarahan akut dalam jumlah besar selain ditandai
dengan kondisi hemodinamik tidak stabil ialah bila ditemukan:
1. Hematemesis.
2. Hematoskezia.
3. Darah segara pada aspirasi pipa nasogastrik dan dengan
lavase tidak segera jernih.
4. Hipotensi persisten.
5. Dalam waktu 24 jam telah menghabiskan transfusi darah
melebihi 800 – 1000 ml.
Resusitasi Terutama Untuk Stabilisasi
Hemodinamik Pada Perdarahan Saluran Cerna
• Pada kondisi hemodinamik tidak stabil, berikan infus cairan
kristaloid (misalnya cairan garam fisiologis) dengan tetesan
cepat menggunakan dua jarum berdiameter besar (minimal 16
G) dan pasang monitor CVP (central venous pressure);
tujuannya memulihkan tanda – tanda vital dan
mempertahankan tetap stabil.
• Kapan transfusi darah diberikan sifatnya sangat individual,
tergantung dari jumlah darah yang hilang, perdarahan masih
aktif atau sudah berhenti, lamanya perdarahan berlangsung,
dan akibat klinik dari perdarahan tersebut.
Resusitasi Terutama Untuk Stabilisasi
Hemodinamik Pada Perdarahan Saluran Cerna
Pemberian transfusi darah pada perdarahan saluran cerna
dipertimbangkan pada keadaan berikut ini:
1. Perdarahan dalam kondisi hemodinamik tidak stabil.
2. Perdarahan baru atau masih berlangsung dan diperkirakan
jumlahnya 1 liter atau lebih.
3. Perdarahan baru atau masih berlangsung dengan hemoglobin
kurang dari 10 g% atau hematokrit kurang dari 30%.
4. Terdapat tanda – tanda oksigenasi jaringan yang menurun.
Melanjutkan Anamnesis, Pemeriksaan Fisik,
dan Pemeriksaan Lain Yang Diperlukan.
Dalam anamnesis yang perlu ditekankan adalah : 
1. Sejak kapan terjadinya perdarahan dan berapa perkiraan darah yang
keluar.
2. Riwayat perdarahan sebelumnya.
3. Riwayat perdarahan dalam keluarga.
4. Ada tidaknya perdarahan di bagian tubuh lain.
5. Penggunaan obat – obatan terutama anti inflamasi non-steroid dan anti
koagulan.
6. Kebiasaan minum alkohol.
7. Mencari kemungkinan adanya penyakit hati kronik, demam berdarah,
demam tifoid, gagal ginjal kronik, diabetes melitus, hipertensi dan alergi
obat – obatan.
8. Riwayat transfusi sebelumnya.
Melanjutkan Anamnesis, Pemeriksaan Fisik,
dan Pemeriksaan Lain Yang Diperlukan.
Pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan: 
1. Stigmata penyakit hati kronik.
2. Suhu badan dan perdarahan di bagian tubuh lain.
3. Tanda – tanda kulit dan mukosa penyakit sistemik yang bisa disertai
perdarahan saluran cerna, misalnya pigmentasi mukokutaneus pada sindrom
Peutz-Jegher.

Kelengkapan pemeriksaan yang perlu diperhatikan: 


4. Elektrokardiogram, terutama pada pasien berusia di atas 40 tahun.
5. BUN dan kadar kreatinin serum karena pada perdarahan saluran cerna bagian
atas, pemecahan darah oleh kuman usus akan mengakibatkan kenaikan BUN,
sedangkan kreatinin serum tetap normal atau sedikit meningkat.
6. Kadar elektrolit (Natrium, Kalium, Clorida) dimana perubahan elektrolit bisa
terjadi karena perdarahan, transfusi, atau kumbah lambung.
Membedakan Perdarahan Saluran Cerna
Bagian Atas atau Bawah
Membedakan Perdarahan Saluran Cerna
Bagian Atas atau Bawah
• Timbulnya melena, berak hitam lengket dengan bau busuk, bila
perdarahannya berlangsung sekaligus sejumlah 50 – 100 ml atau
lebih.
• Untuk lebih memastikan keterangan melena yang diperoleh dari
anamnesis, dapat dilakukan pemeriksaan digital rektum
• Dilakukan bilas lambung dengan air suhu kamar. Sekiranya sejak
awal tidak ditemukan darah pada cairan aspirasi, dianjurkan pipa
nasogastrik tetap terpasang sampai 12 atau 24 jam.
Diagnosis Penyebab Perdarahan Saluran
Cerna Bagian Atas
• Sarana diagnostik yang bisa digunakan pada kasus perdarahan
saluran cerna adalah endoskopi gastrointestinal, radiografi
dengan barium, radionuklid, dan angiografi.
• Tujuan pemeriksaan endoskopi selain menemukan penyebab
serta asal perdarahan, juga untuk menentukan aktivitas
perdarahan.
Terapi Perdarahan Saluran Cerna Bagian
Atas Non-Endoskopis : Bilas Lambung
• Prosedur ini diharapkan mengurangi distensi lambung dan
memperbaiki proses hemostatik, namun demikian manfaatnya
dalam menghentikan perdarahan tidak terbukti.
• Bilas lambung ini sangat diperlukan untuk persiapan
pemeriksaanendoskopi dan dapat dipakai untuk membuat
perkiraan kasar jumlah perdarahan. Berdasar percobaan hewan,
bilas lambung dengan air es kurang menguntungkan, waktu
perdarahan menjadi memanjang, perfusi dinding lambung
menurun, dan bisa timbul ulserasi pada mukosa lambung.
Terapi Perdarahan Saluran Cerna Bagian
Atas Non-Endoskopis : vitamin K
• Pemberian vitamin K pada pasien dengan penyakit hati kronis
yang mengalami perdarahan saluran cerna bagian atas
diperbolehkan, dengan pertimbangan pemberian tersebut tidak
merugikan dan relatif murah
Terapi Perdarahan Saluran Cerna Bagian
Atas Non-Endoskopis : Vasopressin
• Vasopressin dapat menghentikan perdarahan saluran cerna
bagian atas lewat efek vasokonstriksi pembuluh darah
splanknikus, menyebabkan aliran darah dan tekanan vena porta
menurun
• Pernah dicoba pada terapi perdarahan nonvarises, namun
berhentinya perdarahan tidak berbeda dengan plasebo.
Terapi Perdarahan Saluran Cerna Bagian
Atas Non-Endoskopis : Vasopressin
• Terdapat dua bentuk sediaan, yakni pitresin yang mengandung
vasopressin murni dan preparat pituitary gland yang
mengandung vasopressin dan oxytocin.
• Pemberian vasopressin dilakukan dengan mengencerkan
sediaan vasopressin 50 unit dalam 100 ml dekstrose 5%,
diberikan 0.5 – 1 mg/menit/iv selama 20 – 60 menit dan dapat
diulang tiap 3 – 6 jam; atau setelah pemberian pertama
dilanjutkan per infus 0.1 – 0.5 U/menit.
Terapi Perdarahan Saluran Cerna Bagian
Atas Non-Endoskopis : Vasopressin
• Vasopressin dapat menimbulkan efek samping serius berupa
insufisiensi koroner mendadak,
• oleh karena itu pemberiannya disarankan bersamaan dengan
preparat nitrat, misalnya nitrogliserin intravena dengan dosis
awal 40 mcg/menit kemudian secara titrasi dinaikkan sampai
maksimal 400 mcg/menit dengan tetap mempertahankan
tekanan sistolik di atas 90 mmHg.
• `
Terapi Perdarahan Saluran Cerna Bagian
Atas Non-Endoskopis : Somatostatin
• Somatostatin dan analognya (ocreotide) diketahui dapat
menurunkan aliran darah splanknikus, khasiatnya lebih selektif
dibanding vasopressin.
• Somatostatin dapat menghentikan perdarahan akut varises
esofagus pada 70 – 80% kasus, dan dapat pula digunakan pada
perdarahan nonvarises.
• Dosis pemberian somatostatin, diawali dengan bolus 250
mcg/iv, dilanjutkan per infus 250 mcg/jam selama 12 – 24 jam
atau sampai perdarahan berhenti; ocreotide dosis bolus 100
mcg/iv dilanjutkan per infus 25 mcg/jam selama 8 – 24 jam
atau sampai perdarahan berhenti
Terapi Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas
Non-Endoskopis : golongan anti sekresi asam
• Obat-obatan golongan anti sekresi asam yang dilaporkan
bermanfaat untuk mencegah perdarahan ulang saluran cerna
bagian atas karena tukak peptik adalah inhibitor pompa proton
dosis tinggi.
• Diawali bolus omeprazol 80 mg/iv kemudian dilanjutkan per
infus 8 mg/kgBB/jam selama 72 jam
• Pada perdarahan saluran cerna bagian atas ini, obat – obatan
seperti antasida, sukralfat, dan antagonis reseptor H2 masih
boleh diberikan untuk tujuan penyembuhan lesi mukosa
penyebab perdarahan
Terapi Perdarahan Saluran Cerna Bagian
Atas Non-Endoskopis : balon tamponade
• paling populer adalah Sengstaken-Blakemore tube (SB-tube)
yang mempunyai tiga pipa serta dua balon masing-masing
untuk esofagus dan lambung.
• Komplikasi pemasangan SB-tube yang bisa berakibat fatal
ialah pnemonia aspirasi, laserasi sampai perforasi,
Pengembangan balon sebaiknya tidak melebihi 24 jam.
Terapi Perdarahan Saluran Cerna Bagian
Atas Non-Endoskopis : balon tamponade
Terapi Perdarahan Saluran Cerna
Bagian Atas Endoskopis
Terapi endoskopi ditujukan pada perdarahan tukak yang masih aktif atau
tukak dengan pembuluh darah yang tampak. Metode terapinya meliputi:
1. Contact thermal (monopolar atau bipolar elektrokoagulasi, heater
probe).
2. Noncontact thermal (laser).
3. Nonthermal (misalnya suntikan adrenalin, polidokanol, alkohol,
cyanoacrylate, atau pemakaian klip).

Endoskopi terapeutik ini dapat diterapkan pada 90% kasus perdarahan


saluran cerna bagian atas, sedangkan 10% sisanya tidak dapat dikerjakan
karena alasan teknis seperti darah terlalu banyak sehingga pengamatan
terhalang atau letak lesi tidak terjangkau.
Terapi Perdarahan Saluran Cerna
Bagian Atas Endoskopis
• Terapi endoskopi yang relatif mudah dan tanpa banyak
peralatan pendukung ialah penyuntikan submukosa sekitar titik
perdarahan menggunakan adrenalin 1 : 10.000 sebanyak 0,5 –
1 ml tiap kali suntik dengan batas dosis 10 ml atau alkohol
absolut (98%) tidak melebihi 1 ml.
• Keberhasilan terapi endoskopi dalam menghentikan
perdarahan bisa mencapai di atas 95% dan tanpa terapi
tambahan lainnya perdarahan ulang frekuensinya sekitar 15 –
20%.
Terapi Perdarahan Saluran Cerna
Bagian Atas Endoskopis
• Hemostasis endoskopi merupakan terapi pilihan pada
perdarahan karena varises esofagus. Ligasi varises merupakan
pilihan pertama untuk mengatasi perdarahan varises esofagus
• Ligasi dilakukan mulai dari distal mendekati cardia bergerak
spiral setiap 1 – 2 cm. Dilakukan pada varises yang sedang
berdarah atau bila ditemukan tanda baru mengalami
perdarahan seperti bekuan darah yang melekat, bilur – bilur
merah, noda hematokistik
Terapi Perdarahan Saluran Cerna
Bagian Atas Endoskopis
• Skleroterapi endoskopik sebagai alternatif bila ligasi
endoskopik sulit dilakukan karena perdarahan yang masif,
terus berlangsung, atau teknik yang tidak memungkinkan.
• Sklerosan yang bisa digunakan antara lain campuran sama
banyak polidokanol 3%, NaCl 0.9%, dan alkohol absolut.
• Penyuntikan dimulai dari bagian paling distal mendekati kardia
dilanjutkan ke proksimal
Terapi Perdarahan Saluran Cerna
Bagian Atas Radiologi
• Terapi angiografi perlu dipertimbangkan bila perdarahan tetap
berlangsung dan belum bisa ditentukan asal perdarahan, atau
bila terapi endoskopi dinilai gagal dan pembedahan sangat
beresiko.
• Tindakan hemostasis yang bisa dilakukan dengan penyuntikan
vasopressin atau embolisasi arterial.
• Bila dinilai tidak ada kontraindikasi dan fasilitas
dimungkinkan, pada perdarahan varises dapat dipertimbangkan
TIPS (Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunt).
Terapi Perdarahan Saluran Cerna
Bagian Atas Radiologi
Terapi Perdarahan Saluran Cerna
Bagian Atas Pembedahan
• Pembedahan pada dasarnya dilakukan bila terapi medik,
endoskopi dan radiologi dinilai gagal.

Anda mungkin juga menyukai