Anda di halaman 1dari 35

Ginjal

Kronik
Disusun oleh kelompok 2 :

Tri Wahyu Cahyantini 18334011


Anggit Melvina 18334012
Winda Lorenza 18334014
Sri Rahayu 18334015
Fajrinnisa 18334016
Devi Putri Rosmawati 18334017
Rachmadina Fahira 18334020
Ira Rianty 18334021
Ade Putra 18334022
Gagal Ginjal ?
Gagal Ginjal adalah suatu
penyakit dimana fungsi organ
ginjal mengalami penurunan hingga
akhirnya tidak lagi mampu bekerja
sama sekali dalam hal penyaringan
pembuangan elektrolit tubuh,
menjaga keseimbangan cairan dan
zat kimia tubuh seperti sodium dan
kalium didalam darah atau produksi
urin.
Gagal Ginjal Kronik??
Gagal Ginjal Kronik (GGK) didefinisikan sebagai suatu
keadaan dimana Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)
berada dibawah batas normal selama lebih darii 3
bulan. Pada keadaan ini fungsi ginjal mengalami
penurunan secara perlahan-lahan (menahun) yang
bersifat progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah).
Etiologi Gagal
Ginjal Kronik
 Gagal ginjal terminal disebabkan oleh berbagai hal,
terutama kelainan kongenital, glomerulonefritis, dan
penyakit multisistem.

 Kelainan kongenital , yang lebih banyak diumpai pada


anak laki-laki di usia muda, menempati porsi terbanyak
dari keselruhan kelinan kongenital , berkisar antara 13,3
% - 35%.
Klasifikasi
PGK
Patofisiologi
Patofisiologi GGK tergantung dari etiologi diagnosisnya, pada awalnya
keseimbangan cairan dan sisa-sisa metabolisme masih bergantung
pada ginjal yang sakit, hingga fungsi ginjal menurun kurang dari 25%.
Mulai muncul manifestasi klinis GGK namun kecil, hal ini dikarenakan
nefron-nefron yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak.
Akibat dari nefron yang rusak laju filtrasi, reabsorbsi dan sekresinya
mengalami peningkatan serta hipertrofi. Seiring dengan bertambahnya
nefron yang mati, maka nefron yang masih sehat menghadapi tugas
yang semakin berat. Akibatnya nefron-nefron tersebut mengalami
kerusakan dan akhirnya mati. Seiring dengan semakin parahnya
penyusutan dari nefron, maka terjadinya pembentukan jaringan parut
dan penurunan aliran darah ke ginjal
Manifestasi Klinis
Patofisiologi
Selanjutnya gagal ginjal masuk ke tahap insufisiensi ginjal. Sisa-sisa
metabolisme mulai terakumulasi dalam darah dan akan mengakibatkan
tertimbunnya produk buangan di dalam darah yang tidak dapat
dikeluarkan oleh ginjal. Hal ini dapat mengganggu kerja dari sistem
tubuh lainnya.
Sistem kerja tubuh yang terganggu akibat gagal ginjal meliputi sistem
gastrointestinal, integumen, hematologi, saraf dan otot, kardiovaskuler
serta endokrin. Pasien GGK sering mengalami manifestasi klinis yang
disebabkan oleh penyakit primer (diabetes mellitus) dan efek patologis
intrinsik uremia.
Dari urutan kejadian tersebut dapat menimbulkan tanda-tanda gejala
dan komplikasi pada seluruh sistem tubuh. Akibat semakin banyaknya
sisa-sisa metabolisme yang tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal, maka
gejala akan semakin berat. Pasien akan merasa kesulitan menjalani
aktivitas sehari-hari dan berdampak pada kualitas hidup pasien
Penyebab Gagal
1.
Ginjal Kronik
Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)
2. Penyakit peradangan (glomerulonefritis)
3. Penyakit vaskuler hipertensif
(nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)
4. Gangguan jaringan penyambung (SLE,
poliarteritis nodusa, sklerosis sitemik)
5. Penyakit kongenital dan herediter
(penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus
ginjal)
6. Penyakit metabolik (DM, gout,
hiperparatiroidisme)
7. Nefropati toksik
8. Nefropati obstruktif (batu saluran kemih)
Manifestasi Klinis

Gejala yang
Gejala Dini
lebih lanjut
Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual
Gejala dini : lethargi, sakit
disertai muntah, nafas dangkal atau sesak
kepala, kelelahan fisik dan nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak,
mental, berat badan udem yang disertai lekukan, pruritis
berkurang, mudah mungkin tidak ada tapi mungkin juga
tersinggung, depresi sangat parah.
Klasifikasi GGK Berdasarkan
Nilai GFR
Klasifikasi gagal ginjal kronik
dibagi menjadi 5 stadium
0
STADIUM 1Bila kadar gula tidak terkontrol, maka glukosa
1 akan dikeluarkan lewat ginjal secara berlebihan.
Keadaan ini membuat ginjal hipertrofi dan
hiperfiltrasi. Pasien akan mengalami poliuria.
Perubahan ini diyakini dapat menyebabkan
glomerulusklerosis fokal, terdiri dari penebalan
difus matriks mesangeal dengan bahan
eosinofilik disertai penebalan membran basalin
kapiler.

0 Insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75 %


STADIUM 2 jaringan telah rusak, blood urea nitrogen
2 ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum
meningkat.
Klasifikasi gagal ginjal kronik
dibagi menjadi 5 stadium
0
STADIUM 3Glomerulus dan tubulus sudah mengalami
3 beberapa kerusakan. Tanda khas stadium ini
adalah mikroalbuminuria yang menetap, dan
terjadi hipertensi
0
STADIUM 4Ditandai dengan proteinuria dan penurunan
4 GFR. Retinopati dan hipertensi hampir selalu
ditemui.

0
STADIUM 5Adalah stadium akhir, ditandai dengan
5 peningkatan BUN dan kreatinin plasma
disebabkan oleh penurunan GFR yang cepat.
Pemeriksaan Diagnostik
0 Biopsy ginjal 0
Laboratorium
1 Laboratorium: urinalisa, urem, 3
creatinin, darah lengkap,
elektrolit, protein (albumin),
CCT,analisa gas darah, gula
darah

0 0
Radiology ECG
2 ECG untuk mengetahui 4
Radiology: foto polos adanya perubahan irama
abdomen, USG ginjal, IVP, jantung.
RPG, foto thoraks dan tulang
Pencegahan
Obstruksi dan infeksi saluran kemih dan penyakit hipertensi
sangat lumrah dan sering kali tidak menimbulkan gejala yang
membawa kerusakan dan kegagalan ginjal. Penurunan kejadian
yang sangat mencolok adalah berkat peningkatan perhatian
terhadap peningkatan kesehatan. Pemeriksaan tahunan termasuk
tekanan darah dan pemeriksaan urinalisis.

Pemeriksaan kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu


yang menjadi insufisiensi sampai menjadi kegagalan ginjal.
Perawatan ditujukan kepada pengobatan masalah medis dengan
sempurna dan mengawasi status kesehatan orang pada waktu
mengalami stress (infeksi, kehamilan).
Pengobatan Gagal Ginjal Kronik
Terapi non farmakologi 4. Pengaturan asupan karbohidrat: 50-
1. Pengaturan asupan protein: mulai 60% dari kalori total.
dilakukan pada LFG ≤60 ml/mnt, 5. Garam (NaCl): 2-3gram/hari
sedangkan di atas nilai tersebut 6. Kalium: 40-70 mEq/kgBB/hari
pembatasan asupan protein tidak 7. Fosfor: 5-10 mg/kgBB/hari (pasien
selalu dianjurkan. Protein diberikan HD: 17 mg/hari)
0,6-0,8 kgBB/hari 8. Kalsium: 1400-1600 mg/hari
2. Pengaturan asupan kalori: 30-35 9. Besi: 10-18 mg/hari
kkal/kgBB/hari 10. Magnesium: 200-300 mg/hari
3. Pengaturan asupan lemak: 30-40% 11. Asam folat pasien HD: 5 mg
dari kalori total dan mengandung 12. Air: jumlah urin 24 jam + 500 ml
jumlah yang sama antara asam lemak (insensible water loss)
bebas jenuh dan tidak jenuh.
PENGOBATAN
Terapi farmakologi

1. Kontrol tekanan darah

a. Penghambat Enzim Konverting Angiotensin (ACE inhibitor) dapat memperlambat proses


pemburukan fungsi ginjal, bila terdapat peningkatan kreatinin >35% atau timbul
hiperkalemia harus dihentikan.

b. Penghambat kalsium

c. Diuretik
2. Untuk pasien diabetes melitus, kontrol gula darah, hindari pemakaian metformin dan obat-obat
sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk diabetes melitus tipe 1 yaitu 0,2
diatas nilai normal tertinggi, untuk diabetes melitus tipe 2 yaitu 6%.
PENGOBATAN
Terapi farmakologi

3. Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl


4. Kontrol hiperfosfatemia: polimer kationik (Renagel), kalsitrol
5. Koreksi asidosis metabolik dengan target HC03 20-22 mEq/l
6. Koreksi hiperkalemia
7. Kontrol dislipidemia dengan target LDL 100 mg/dl dianjurkan golongan
statin
8. Terapi ginjal pengganti
PENGOBATAN
1. Pengobatan pada pasien dengan gagal ginjal kronik

• Pasien tanpa diabetes


 Bagi pasien dengan gagal ginjal kronik proteinuria (rasio albumin urin dengan
kreatinin≥ 30mg/mmol), terapi antihipertensi seharusnya termasuk ACE inhibitor
(derajat A) atau angiotensin- receptor blocker pada kasus yang tidak toleran
terhadap ACE inhibitor (derajat D).
 Tekanan darah seharusnya ditargetkan kurang dari 130/80 mm Hg (derajat C)
 Bagi pasien dengan gagal ginjal kronik nonproteinuria (rasio albumin dengan
kreatinin <30mg/mmol), terapi antihipertensi seharusnya termasuk baik ACE
inhibitor (derajat B), angiotensin-receptor blocker (derajat B), diuretik tiazid
(derajat B), beta bloker (pasien yang berusia 60 tahun atau kurang, derajat B) atau
long acting calcium channel blocker (derajat B).
PENGOBATAN
• Pasien dengan diabetes
 Terapi antihipertensi seharusnya termasuk ACE inhibitor (derajat A) atau angiotensin-
receptor blocker (derajat A).
 Tekanan darah seharusnya ditargetkan kurang dari 130mm Hg sistolik (derajat C) dan
kurang dari 80 mmHg diastolic (derajat B).
 Penggunaan metformin pada diabetes mellitus tipe 2
 Metformin direkomendasi untuk kebanyakan pasien dengan tipe diabetes 2 dengan gagal
ginjal kronik stadium 1 atau 2 yang memiliki fungsi renal stabil yang tidak berubah
selama 3 bulan terakhir (derajat A).
 Metformin mungkin dilanjutkan pada pasien dengan gagal ginjal kronik stabil stadium 3
(derajat B).
PENGOBATAN
2. Pasien dengan penyakit vaskular renal pembuluh darah besar

 Pasien dengan penyakit vaskular renal pembuluh darah besar


 Hipertensi renovaskular seharusnya diobati dengan cara yang sama
seperti untuk nondiabetik, gagal ginjal kronik non-proteinuria. Harus
hati-hati dengan penggunaan ACE inhibitor atau angiotensin-receptor
blocker karena risiko gagal ginjal akut (derajat D)..
PENGOBATAN
3. Pengobatan dislipidemia pada pasien dengan gagal ginjal kronik

 Terapi statin seharusnya dimulai untuk pasien dengan gagal ginjal


kronik stadium 1-3 berdasarkan pedoman lipid yang ada untuk populasi
umum (derajat A).
 Pada pasien dengan gagal ginjal kronik stadium 1-3, para klinisi
seharusnya mempertimbangkan mengtitrasi dosis statin berdasarkan
pedoman lipid untuk populasi umum (derajat B).
 Para klinisi seharusnya mempertimbangkan untuk memulai terapi statin
untuk pasien dengan gagal ginjal kronik stadium 4 dan mentitrasi dosis
untuk mencapai kadar kolesterol LDL <2 mmol/L dan rasio total
kolesterol dengan kolesterol HDL < 4mmol/L (derajat B).
PENGOBATAN
4. Pengobatan Proteinuria Pada Pasien Dengan Gagal Ginjal Kronik

Pengukuran proteinuria:
 Skrining untuk proteinuria dilakukan untuk semua pasien yang berisiko tinggi
terjadinya penyakit ginjal (pasien dengan diabetes, hipertensi, penyakit vaskular,
penyakit autoimun, diperkirakan kecepatan filtrasi glomerulus <60ml/menit/ 1.73 m2
atau edema (derajat D).
 Skrining dilakukan dengan sampel urin acak untuk mengukur rasio protein dengan
kreatinin atau albumin dengan kreatinin. Untuk pasien dengan diabetes, pemeriksaan
rasio albumin dengan kreatinin seharusnya dilakukan untuk mengskrining penyakit
ginjal (derajat B).
 Rasio protein dengan kreatinin >100mg/mmol atau rasio albumin dengan
kreatinin>60mg/mmol seharusnya dianggap sebagai ambang untuk mengindikasikan
PENGOBATAN
 Orang dewasa dengan diabetes dan albuminuria persisten (rasio albumin
dengan kreatinin >2mg/mmol untuk laki-laki, >2.8 mg/mmol untuk wanita)
seharusnya menerima ACE inhibitor atau angiotensin receptor blocker untuk
memperlambat perkembangan gagal ginjal kronik (derajat A).
 ACE inhibitor dan angiotensin receptor blocker merupakan obat pilihan untuk
mengurangi proteinuria (derajat A).
 Pada pasien yang dipilih dengan hati-hati, antagonis reseptor aldosteron
mungkin mengurangi proteinuria (derajat D)
 Diet terkontrol protein, serta berkurangnya berat badan (untuk pasien yang
meningkat indeks massa tubuh), mungkin memberikan sebagian manfaat
dalam mengurangi proteinuria (derajat D).
PENGOBATAN
5. Pengobatan anemia pada gagal ginjal kronik

a. Menggunakan terapi besi

 Untuk pasien yang tidak menerima agen yang menstimulasi eritropoiesis dan yang
kadar hemoglobin <119g/L, besi seharusnya diberikan untuk mempertahankan kadar
feritin >100ng/mL dan saturasi transferin>20% (derajat D).
 Bentuk besi oral merupaakn terapi lini pertama yang dipilih untuk pasien dnegan
gagal ginjal kronik derajat D)
 Pasien yang tidak mencapai target serum feritin atau saturasi transferin atau
keduanya ketika mengonsumsi bentuk besi oral atau yang tidak menolerir bentuk
oral seharuanya menerima bentuk besi intravena (derajat D).
PENGOBATAN
5. Pengobatan anemia pada gagal ginjal kronik

b. Pilihan pengobatan

 Restrisi fosfat seharusnya digunakan terus menerus untuk mengobati hiperfosfatemia


(derajat D).
 Terapi dengan pengikat fosfat yang mengandung kalsium (kalsium karbonat atau
kalsium asetat) seharusnya dimulai jika restriksi makanan gagal untuk mengontrol
hiperfosfatemia dan jika tidak ditemukan hiperkalsemia (derajat D).
 Jika terbentuk hiperkalsemia, dosis pengikat fosfat yang mengandung kalsium atau
analog vitamin D seharusnya dikurangi (derajat D).
 Hipokalsemia seharusnya dikoreksi jika pasien memiliki gejala klinis atau jika terkait
dengan meningkatnya kadar hormone paratiroid (derajat D).
Pendekatan Diagnostik
1.Gambaran Klinis

Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi

a) Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus, infeksi traktus
urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemia,SLE,dll.

b) Sindroma Uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual,muntah,


nokturia, kelebihan volume cairan ( volume overload ), neuropati perifer, pruritus,
uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.

c) Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah


jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,
klorida)
Pendekatan Diagnostik
2.Gambaran Gambaran Laboratoris

Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi :

a) Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya

b) Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan
penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft – Gault. Kadar kreatinin
serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.

c) Kelainan biokomiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam
urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia,
hipokalsemia, asidosis metabolik.

d) Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast, isosteinuria.


Pendekatan Diagnostik
3.Gambaran Radiologis

Gambaran radiologis penyakit ginjal kronik meliputi :

a) Foto polos abdomen.


b) Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa melewati filter glomerulus,
di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah
mengalami kerusakan.
c) Pielografi antegrad atau retrograde dilakukan sesuai dengan indikasi.
d) Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks menipis, adanya
hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi
Penatalaksanaan penyakit ginjal
kronik
1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid ( comorbid condition )
3. Memperlambat perburukkan fungsi ginjal.
4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
5. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
6. Terapi pengganti ginjal berupa dialysis atau transplantasi ginjal.
Rekomendasi Klinis
 Tersedia pedoman untuk pemberi pelayanan primer dan para spesialis
untuk merujuk pasien dengan gagal ginjal kronik ke spesialis nefrologi.
Kebanyakan kasus gagal ginjal kronik nonprogresif dapat diobati tanpa
perlu merujuk ke spesialis nefrologi.
 Merujuk ke spesialis nefrologi biasanya direkomendasi pada pasien dengan
gagal ginjal akut, kecepatan filtrasi glomerulus persisten kira-kira kurang
dari 30mL/menit/ 1.73m2, berkurang fungsi ginjal secara progresif, rasio
protein urin dengan kreatinin lebih besar dari 100mg/mmol (sekitar
900mg/24 jam) atau rasio albumin urin dengan kreatinin lebih besar dari
60mg/mmol (sekitar 500mg/24 jam), ketidakmampuan untuk mencapai
target pengobatan, atau cepatnya perubahan fungsi ginjal.
Pedoman untuk gaya hidup pasien
dengan gagal ginjal kronik
• Berhenti merokok
• Mengurangi berat badan
• Kontrol protein diet
• Membatasi konsumsi
alkohol
• Olahraga
• Membatasi Asupan garam
Kesimpulan
 Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan irreversible. Sebagai catatan, batas penurunan
fungsi ginjal dimana sudah mulai menyebabkan timbulnya
gejala adalah sebesar 75-85%, artinya keluhan/gejala akan
muncul/elas bila fungsi ginjal sudah dibawah 25%.

 Pengelolaan penyakit ginjal kronik lebih mengutamakan


diagnosis dan pengobatan terhadap penyakit ginjal spesilik
yang merupakan penyebab penyakit ginjal kronik serta dialisis
atau transplantasi ginjal jika sudah terjadi gagal ginjal permanen.

Anda mungkin juga menyukai