Anda di halaman 1dari 25

Paradigma Baru Kepemimpinan (Kepemimpinan

Kontemporer) Aparatur Negara pada abad 21


ditinjau dari Administrasi Publik.
TANTANGAN ADM. PUBLIK SAAT INI (ABAD 21)

(1) globalisasi ekonomi, (2) pendidikan, (3) pengangguran, (4)


tanggung jawab sosial, (5) pelestarian lingkungan hidup, (6)
peningkatan kualitas hidup, (7) penerapan norma-norma moral dan
etika, (8) keanekaragaman tenaga kerja, (9) pergeseran konfigurasi
demografi, (10) penguasaan dan pemanfaatan IPTEK, (11) tantangan
di bidang politik, (12) bencana alam (tsunami, gempa, banjir-
(disaster management), (13) pemanasan global, (14) kesenjangan
sosial, (15) manajemen multikultural, (16) paperless bureaucracy,
(17) global competition, (18) customer loyalty problem, (19)
knowledge base economy; (20) time to market, dan (21) kualitas
kepemimpinan.
Prof. Dr. J. Basuki, M. Psi.
Guru Besar Tetap STIA LAN Jakarta,
Ketua STIA LAN Jakarta, dan Ketua V
Pimpinan Pusat Persadi
Pada hakikatnya, setiap Pada awal abad 21, berdasarkan hasil
negara bangsa dalam kajian dan data-data statistik, Indonesia
Abad ke-21 dihadapkan masih terpuruk dalam krisis multi
pada kondisi dimensi
lingkungan stratejik
yang berbeda dengan
Abad 20
Di antara faktor penyebab terjadinya
krisis multi dimensi, masalah yang
sangat mendasar adalah terletak pada
kelemahan dalam pengembangan
“sistem dan proses administrasi
publik”.

Salah satunya adalah rendahnya komitmen kepemimpinan


aparatur negara, antara lain berupa penyimpangan
terhadap berbagai dimensi nilai yang seharusnya menjadi
acuan perilaku individu dan institusi yang berperan dalam
penyelenggaraan negara.
Ginandjar Kartasamita (Orasi Ilmiah: 2007)

tantangan besar yang dihadapi administrasi publik


dihampir semua negara, adalah, prevalensi dari
patologi birokrasi, yaitu kecenderungan
mengutamakan kepentingan sendiri (self-serving),
mempertahankan status- quo dan resisten terhadap
perubahan, cenderung terpusat (centralized), dan
dengan kewenangannya yang besar, sering kali
memanfaatkan kewenangan itu untuk kepentingan
sendiri.
Patologi birokrasi tersebut, dapat ditambahkan 9 (sembilan)
patologi birokrasi, yakni; (1) kekurangmampuan pimpinan
menerapkan gaya kepemimpinan yang tepat; (2) orientasi
kekuasaan dan bukan pada pelayanan (3) rendahnya
profesionalisme birokrasi pemerintah; (4) primordialisme,
kronisme, dan nepotisme; (5) sikap mengabaikan norma-norma
moral dan etika; (6) tidak taat azas (7) perilaku disfungsional
para birokrasi, dan (8) budaya organisasi yang tidak kondusif
dalam penciptaan, penumbuhan, dan pemeliharaan etos kerja
yang tercermin dalam loyalitas kepada negara, disiplin kerja,
kepatuhan, dan ketekunan, serta (9) inkonsistensi kebijakan
yang berdampak pada makin menurunnya tingkat kepercayaan
masyarakat dan dunia usaha terhadap pemerintah.
Dilihat dari perspektif administrasi publik, bahwa tantangan Abad ke-21
menuntut paradigma baru manajemen, pemimpin perubahan dan
kemampuan mengelola informasi serta produktivitas pegawai berbasis
ilmu pengetahuan.

Tuntutan ini sebagai konsekuensi logis tuntutan masyarakat terhadap


pemerintah yang cenderung makin tinggi baik kuantitas maupun
kualitasnya. Kecenderungan ini harus diikuti suatu pelayanan aparatur
negara yang makin berkualitas

Paradigma lama yang menempatkan masyarakat yang melayani aparatur


negara harus dilakukan perubahan secara mendasar dan tuntas.

Para pemimpin di lingkungan aparatur negara yang hakikatnya merupakan


aktor utama dan panutan harus melakukan perubahan-perubahan
khususnya dalam mindset-nya.
Dari perspektif teoretis, para pakar administrasi
publik sepakat bahwa kepemimpinan merupakan inti
administrasi dan manajemen. Sebagai inti yang
memiliki peran sentral, menunjukkan bahwa
kepemimpinan didudukan pada tataran organisasi di
posisi yang sangat stratejik.
Dalam berbagai kajian dan pengalaman empirik,
membuktikan bahwa peran kepemimpinan organisasi
menjadi penggerak, pengungkit, pendorong, pelindung,
pelayan dan penanggungjawab berbagai aktivitas
organisasional
pemikiran mengenai paradigma baru kepemimpinan aparatur
negara pada hakikatnya beranjak dari pandangan bahwa
pemimpin publik harus mengenali secara tepat dan utuh baik
mengenai dirinya maupun kondisi dan aspirasi masyarakat yang
dipimpinnya, perkembangan dan permasalahan lingkungan
stratejik yang dihadapi dalam berbagai bidang kehidupan serta
paradigma dan sistem administrasi di mana ia berperan
para pemimpin yang dapat
bertahan di abad sekarang ini,
adalah jika mereka berkembang
seiring perubahan Para pakar memandang perubahan
waktu. Abad ini menuntut merupakan akibat dari globalisasi,
paradigma baru kepemimpinan, persaingan, dan menurunnya
mengikuti puncak perubahan, tingkat hierarki
bukan terombang-ambing
dalam perubahan itu.

Melahirkan teori2
kepemimpinan yg
terbaru
Salah satu teori kepemimpinan saat ini yg banyak
mendapat perhatian para pakar maupun praktisi
Pola kepemimpinan transformasional, kepemimpinan
transaksional, dan kepemimpinan primal.

berdasarkan hasil kajian seorang ilmuwan di


bidang politik yang bernama James
McGregor Burns (1978) dalam bukunya yang
Pola kepemimpinan berjudul “Leadership”. Selanjutnya Bass
Transformasional dan (1985) meneliti dan mengkaji lebih dalam,
kepemimpinan transaksional mengenai kedua pola kepemimpinan dan
kemudian mengumumkan
secara resmi sebagai teori, lengkap dengan
model dan pengukurannya.

Dikembangkan oleh Goleman, Boyatzis dan


McKee (2002) dalam karyanya ”Primal
Pola kepemimpinan primal Leadership: Realizing the Power of Emotional
Intelligence”, yang ide dasarnya dari David
McClelland.
Kepemimpinan Transformasional
Secara konsep, kepemimpinan transformasional di definisikan (Bass, 1985, 1993: 541-
554), sebagai kemampuan pemimpin mengubah lingkungan kerja, motivasi kerja, dan
pola kerja, dan nilai-nilai kerja yang dipersepsikan bawahan sehingga mereka lebih
mampu mengoptimalkan kinerja untuk mencapai tujuan organisasi

Burns, menjelaskan bahwa kepemimpinan transformasional sebagai proses “para


pemimpin dan pengikut saling menaikkan diri ke tingkat moralitas dan motivasi yang
lebih tinggi”, seperti kemerdekaan, keadilan, dan kemanusiaan, dan bukan di dasarkan
atas emosi, seperti keserakahan, kecemburuan sosial, atau kebencian.
(James McGregor Burns, 1978: 20)

hakikatnya, menunjuk pada proses membangun komitmen terhadap sasaran


organisasi dan memberi kepercayaan kepada para pengikut untuk mencapai sasaran-
sasaran tersebut
manakala pemimpin
PROSES TRANSFORMASIONAL
membangun
PROSES TRANSFORMASIONAL
kesadaran bawahan akan tumbuh
tentang pentingnya kepercayaan,
Antar pimpinan
nilai kerja, kebanggaan,
dan bawahan
memperluas dan komitmen, rasa
terjadi kesamaan
meningkatkan hormat, dan loyal
persepsi dengan
kebutuhan yang kepada atasan
tujuan dapat
melampaui minat sehingga mereka
mengoptimalkan
pribadi serta mampu
usaha mereka ke
mendorong mengoptimalkan
arah tujuan yang
perubahan tersebut ke usaha dan kinerja
ingin dicapai
arah kepentingan mereka
organisasi
bersama termasuk lebih baik dari
kepentingan organisasi biasanya

Pemimpin transformasional berupaya melakukan


transforming of visionary menjadi visi bersama sehingga
mereka (bawahan plus pemimpin) bekerja untuk
mewujudkan visi menjadi kenyataan
Proses transformasional dapat terlihat melalui
sejumlah perilaku kepemimpinan seperti

Attributed charisma

Idealized influence
Inspirational motivation
Intelectual stimulation

Individualized consideration
Attributed charisma
kharisma secara tradisional dipandang sebagai hal yang bersifat inheren dan
hanya dimiliki oleh pemimpin-pemimpin kelas dunia. Ciri2nya : memperlihatkan
visi, kemampuan, dan keahliannya serta tindakan yang lebih mendahulukan
kepentingan organisasi dan kepentingan orang lain (masyarakat) daripada
kepentingan pribadi. Dampaknya : pemimpin kharismatik dijadikan suri
tauladan, idola, dan model panutan oleh bawahannya

Idealized influence
berupaya mempengaruhi bawahannya melalui komunikasi langsung dengan
menekankan pentingnya nilai-nilai, asumsi-asumsi, komitmen dan keyakinan,
serta memiliki tekad untuk mencapai tujuan dengan senantiasa
mempertimbangkan akibat-akibat moral dan etik dari setiap keputusan yang
dibuat. Dampaknya adalah dikagumi, dipercaya, dihargai, dan bawahan berusaha
mengidentikkan diri dengannya. Hal ini disebabkan perilaku yang menomor
satukan kebutuhan bawahan, membagi resiko dengan bawahan secara konsisten,
dan menghindari peng-gunaan kuasa untuk kepentingan pribadi.
Inspirational motivation
Bertindak dengan cara memotivasi dan memberikan inspirasi kepada bawahan
melalui pemberian arti dan tantangan terhadap tugas bawahan. Bawahan
diberi untuk berpartisipasi secara optimal dalam hal gagasangagasan, memberi
visi mengenai keadaan organisasi masa depan yang menjanjikan harapan yang
jelas dan Transparan. Dampaknya dapat meningkatkan semangat kelompok,
antusiasisme dan optimisme dikobarkan sehingga harapanharapan itu menjadi
penting dan bernilai bagi mereka dan perlu direalisasikan melalui komitmen
yang tinggi

Intelectual stimulation
mendorong bawahan untuk memikirkan kembali cara kerja dan mencari cara-
cara kerja baru dalam menyelesaikan tugasnya. Pengaruhnya diharapkan,
bawahan merasa pimpinan menerima dan mendukung mereka untuk
memikirkan cara-cara kerja mereka, mencari cara-cara baru dalam
menyelesaikan tugas, dan merasa menemukan cara-cara kerja baru dalam
mempercepat tugas-tugas mereka. Pengaruh positif lebih jauh adalah
menimbulkan semangat belajar yang tinggi . oleh Peter Senge, hal ini disebut
sebagai “learning organization”
Individualized consideration

memberikan perhatian pribadi kepada bawahannya, seperti memperlakukan


mereka sebagai pribadi yang utuh dan menghargai sikap peduli mereka terhadap
organisasi. Pengaruh terhadap bawahan antara lain, merasa diperhatian dan
diperlakukan manusiawi dari atasannya.

Kelima perilaku tersebut diharapkan mampu berinteraksi


mempengaruhi terjadinya perubahan perilaku bawahan
untuk mengoptimalkan usaha dan performance kerja yang
lebih memuaskan ke arah tercapainya visi dan misi
organisasi
Kepemimpinan Transaksional
Pengertian Umum :
Pengertian kepemimpinan transaksional merupakan salah satu gaya
kepemimpinan yang intinya menekankan transaksi di antara pemimpin dan
bawahan. Kepemimpinan transaksional memungkinkan pemimpin memotivasi
dan mempengaruhi bawahan dengan cara mempertukarkan reward dengan
kinerja tertentu.

Dalam sebuah transaksi bawahan dijanjikan untuk diberi reward bila


bawahan mampu menyelesaikan tugasnya sesuai dengan kesepakatan yang
telah dibuat bersama

Pengertian Menurut Burns.


kepemimpinan transaksional sebagai bentuk hubungan yang mempertukarkan
jabatan atau tugas tertentu jika bawahan mampu menyelesaikan dengan baik
tugas tersebut.
Kepemimpinan transaksional dapat ditunjukkan melalui sejumlah dimensi
perilaku kepemimpinan, yakni; contingent reward, active management by
exception, dan passive management by exception

Contingent reward terjadi apabila pimpinan menawarkan dan menyediakan


sejumlah imbalan jika hasil kerja bawahan memenuhi kesepakatan.

Active management by exception, terjadi jika pimpinan menetapkan sejumlah


aturan yang perlu ditaati dan secara ketat ia melakukan kontrol agar bawahan
terhindar dari berbagai kesalahan, kegagalan, dan melakukan intervensi dan
koreksi untuk perbaikan.

Passive management by exception, memung-kinkan pemimpin hanya dapat


melakukan intervensi dan koreksi apabila masalahnya makin memburuk atau
bertambah serius
Kepemimpinan Primal
Pada dasarnya, kepemimpinan primal atau yang utama adalah kepemimpinan yang
memiliki resonansi
Menurut Goleman dkk. (2006: 67). Resonansi adalah penguatan atau pemanjangan
suara melalui pemantulan atau melalui getaran yang selaras
Analogi getaran yang selaras untuk manusia terjadi apabila dua orang secara
emosional berada di panjang gelombang yang sama / adanya keselerasan emosional
Resonansi pada dasarnya dapat mengurangi gangguan suara pada suatu sistem.
Suatu mantra bisnis menyatakan, “suatu tim berarti lebih banyak sinyal, lebih
sedikit gangguan suara”. Perekat yang melekatkan orang-orang di dalam sebuah
tim dan yang mengikat orang kepada sebuah organisasi adalah emosi yang
mereka rasakan
Seberapa baik pemimpin mengelola dan mengarahkan perasaan-perasaan itu,
untuk membantu kelompok mencapai tujuannya akan sangat tergantung pada
tingkat kecerdasan emosinya
Dibawah bimbingan pemimpin yang cerdas secara emosi, anggota organisasi
akan merasakan tingkat kenyamanan yang saling menguntungkan dan hal ini
akan meningkatkan kinerja organisasi tsb.

Mereka saling membagi ide, dan saling belajar satu sama lain, membuat
keputusan bersama dan menyelesaikan tugas bersama. Mereka membentuk
ikatan emosi yang membantu mereka untuk tetap terfokus, bahkan di tengah-
tengah perubahan besar dan ketidakpastian

Keterikatan emosi,
membuat pekerjaan terasa
lebih bermakna
Kepemimpinan
Berbasis
Pelayanan
Dalam konteks administrasi publik, paradigma baru kepemimpinan aparatur
negara yang perlu dikembangkan adalah kepemimpinan berdasarkan pelayanan

Pelayanan sebagai sebuah konsep dasar paradigma baru kepemimpin, berangkat


dari pemikiran bahwa, nilai dasar dari ajaran administrasi publik adalah
”memberikan pelayanan kepada masyarakat tanpa membedakan siapa yang
dilayani”.

Nasib sebuah pemerintahan, baik pusat maupun daerah, akan sangat


dipengaruhi oleh keberhasilan para pemimpin dalam mewujudkan pelayanan
publik. Keberhasilan sebuah rezim dan penguasa dalam membangun legitimasi
kekuasaan sering ipengaruhi oleh kemampuan mereka dalam menyelenggarakan

Kepemimpinan berbasis pelayanan hakikatnya adalah sikap


kepemimpinan yang selalu berpihak kepada kepentingan
masyarakat/publik
Paradigma baru kepemimpinan
aparatur negara
Kombinasi dari konsep kepemimpinan transformasional,
transaksional, resonan, memiliki jiwa pelayanan kepada
masyarakat serta keberanian untuk hidup berdasarkan
visi yang kuat yang dilengkapi keunggulan prima
(superleadership) dan mampu mengelola beragam
budaya (multicultural leadership), yang diharapkan mampu
hidup dan berkembang serta eksis dalam lingkungan yang
hiperkompetisi
SEKIAN &
TERIMA KASIH .........

Anda mungkin juga menyukai