Anda di halaman 1dari 19

PEREKONOMIAN INDONESIA

“GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN


INDONESIAPEREKONOMIAN INDONESIA SEBELUM TAHUN 1966
DAN MASA PERALIHAN TAHUN 1966-1968
ERA PEMBANGUNAN ORDE BARU ATAU PEMBANGUNAN JANGKA
PANJANG I DAN MASA REFORMASI S/D SAAT INI”
Kelompok 1 :
Abu Hirzan Fachri ( 21150000330)
Wahyu – 21170000276

Perekonomian Pada Masa Orde Lama
Sejak berdirinya negara Republik Indonesia, sudah banyak tokok-tokoh negara yang saat itu telah merumuskan bentuk perekonomian yang tepat bagi bangsa Indonesia, baik
secara individu maupun diskusi kelompok. Tetapi pada pemerintah orde lama masih belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi negara Republik Indonesia yang memburuk.
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh :
1. Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI
menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang.
2. Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI.
3. Kas negara kosong.
4. Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain:
5. Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh Menteri Keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
6. Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan
tujuan ke Singapura dan Malaysia.
7. Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu :
masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
8. Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
9. Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948
10. Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan
perekonomian akan membaik (mengikuti Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).
Perokonomian Indonesia Pada Masa Demokrasi
Liberal (1950-1957)
Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Padahal pengusaha
pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya
memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
◦ Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) pada tanggal 20 Maret 1950, untuk mengurangi jumlah uang yang
beredar agar tingkat harga turun.
◦ Program Benteng (Kabinet Natsir)
◦ Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank
sentral dan bank sirkulasi.
◦ Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo
◦ Pembatalan sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
Perekonomian Indonesia pada Masa
Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai akibat dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem Demokrasi Terpimpin dan struktur
ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini,
diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik, dan ekonomi. Akan tetapi,
kebijakan - kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi
Indonesia
Perekonomian Indonesia Pada Masa
Orde Baru
Inflasi pada tahun 1966 mencapai 650%,dan defisit APBN lebih besar daripada seluruh jumlah penerimaannya. Neraca pembayaran dengan luar negeri mengalami defisit yang besar, nilai
tukar rupiah tidak stabil” (Gilarso, 1986:221) merupakan gambaran singkat betapa hancurnya perekonomian kala itu yang harus dibangun lagi oleh masa orde baru atau juga bisa dikatakan
sebagi titik balik.

Awal masa orde baru menerima beban berat dari buruknya perekonomian orde lama. Tahun 1966 - 1968 merupakan tahun untuk rehabilitasi ekonomi. Pemerintah orde baru berusaha keras
untuk menurunkan inflasi dan menstabilkan harga. Dengan dikendalikannya inflasi, stabilitas politik tercapai ayng berpengaruh terhadap bantuan luar negeri yang mulai terjamin dengan
adanya IGGI. Maka sejak tahun 1969, Indonesia dapat memulai membentuk rancangan pembangunan yang disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA). Repelita
dilaksanakan mulai tanggal 1 April 1969. Pembangunan ekonomi pada masa orde baru diarahkan pada sektor pertanian. Hal itu dikarenakan kurang lebih 55% dari produksi nasional
berasal dari sektor pertanian dan juga 75% pendudukan Indonesia memperoleh penghidupan dari sektor pertanian. Bidang sasaran pembangunan dalam Repelita, antara lain bidang pangan,
sandang, perbaikan prasarana, rumah rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Jangka waktu pembangunan orde baru dapat dibedakan atas dua macam, yaitu program
pembangunan jangka pendek dan program pembangunan jangka panjang. Program pembangunan jangka pendek sering disebut pelita (pembangunan lima tahun), adapun program
pembangunan jangka panjang terdiri atas pembangunan jangka pendek yang saling berkesinabungan. Masa pembangunan jangka panjang direncanakan selama 25 tahun. Modernitas
memerlukan sarana, salah satunya dengan pengadaan sarana fisik. Pembangunan yang dilaksanakan di realisasikan dalam system pembangunan nasional yang dilaksanakan dengan bentuk
Pembangunan Lima Tahun (PELITA).
PELITA I
Pada 1 April 1969 dimulailah pelaksanaan Pelita 1 yaitu pada periode 1969 - 1974. Pada pelita 1 ini, orde baru menyelesaikan fase stabilitas
dan rehabilitasi sehingga dapat menciptakan keadaan yang stabil. Selama beberapa tahun, sebelum orde baru keadaan ekonomi mengalami
kemerosotan. Pada 1955 - 1960 laju inflasi rata - rata 25% per tahun, dalam periode 1960 - 1965 harga - harga meningkat dengan laju rata -
rata 226% per tahun, dan pada 1966 laju inflasi mencapai puncaknya, yaitu 650% setahun.
Kemerosotan ekonomi tersebut terjadi di segala bidang akibat kepentingan ekonomi dikorbankan demi kepentingan politik. Pada masa orde
baru, kemerosotan ekonomi dapat dikendalikan. Pada 1976, laju inflasi dapat ditekan menjadi 120%, atau seperlima dari tahun sebelumnya.
Pada 1968, inflasi dapat ditekan lagi menjadi 85%. Berdasarkan hasil-hasil yang telah dicapai, kemudian dimulailah pelaksanaan pelita 1
pada tahun 1969.
Adapun titik berat pelita 1 adalah pada sektor pertanian dan industri yang mendukung sektor pertanian. Adapun sasaran pelita 1, yaitu
meningkatkan pangan, sandang, perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Pelaksanaan
pelita 1 termasuk pembiayaannya selalu disetujui DPR dengan membuat undang - undang sesuai ketentuan UUD 1945.
PELITA II
Pelita 1 berakhir pada 31 Maret 1974, yang telah meletakan dasar-dasar yang kuat bagi pelaksanaan pelita I. MPR hasil pemilu 1971 secara aklamasi memilih
dan mengangkat kembali Jendral Soeharto sebagai Presiden RI. Selain itu, MPR hasil pemilu 1971 berhasil pula menyusun GBHN melalui Tap MPR RI No
IV/MPRS/1973.
◦ Di dalam GBHN 1973 terdapat rumusan pelita II, yaitu :
◦ Tersedianya bahan pangan dan sandang yang cukup dan terjangkau oleh daya beli masyarakat;
◦ Tersedianya bahan-bahan bangunan perumahan terutama bagi kepentingan masyarakat;
◦ Perbaikan dan peningkatan prasarana;
◦ Peningkatan kesejahteraan rakyat secara merata;
◦ Memperluas kesempatan kerja.
Untuk melaksanakan pelita II, Presiden Soeharto kemudian membentuk Kabinet Pembangunan II. Program kerja Kabinet Pembangunan II, disebut Sapta Krida
Kabinet Pembangunan II, yang meliputi:
◦ Meningkatkan stabilitas politik;
◦ Meningkatkan stabilitas keamanan;
◦ Melanjutkan pelita 1 dan melaksanakan pelita II;
◦ Meningkatkan kesejahteraan rakyat;
◦ Melaksanakan pemilihan umum.
PELITA III
Pada 31 Maret 1979, Pelita III mulai dilaksanakan. Titik berat pembangunan pada pelita III adalah pembangunan sector pertanian menuju swasembada pangan
yang mengolah bahan baku menjadi bahan jadi. Sasaran pokok pelita III diarahkan pada Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan.
Trilogi pembangunan mencakup:
◦ Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju terwujudnya keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia;
◦ Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi;
◦ Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
 
Delapan jalur pemerataan mencakup:
◦ Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok, yaitu sandang, pangan, dan perumahan bagi rakyat banyak;
◦ Pemerataan kesempatan memperoleh pelayanan pendidikan dan kesehatan;
◦ Pemerataan pembagian pendapatan;
◦ Pemerataan memperoleh kesempatan kerja;
◦ Pemerataan mempreoleh kesempatan berusaha;
◦ Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khusunya bagi generasi muda dan kaum wanita;
◦ Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah Indonesia;
◦ Pemerataan memperoleh keadilan.
Terpilih menjadi presiden RI untuk kedua kalinya MPR hasil pemilu membentuk cabinet pembangunan III. Kabinet ini
dilantik secara resmi pada 31 Maret 1978. Program Kerja Kabinet Pembangunan III, disebut Sapta Krida Pembangunan III,
yang meliputi:
◦ Menciptakan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia dnegan memeratakan hasil pembangunan;
◦ Melaksanakan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi;
◦ Memelihara stabilitas keamanan yang mantap;
◦ Menciptakan aparatur Negara yang bersih dan berwibawa;
◦ Membina persatuan dan kesatuan bangsa yang kukuh dan dilandasi oleh penghayatan dan pengamalan pancasila;
◦ Melaksanakan pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, dan rahasia;
◦ Mengembangkan politik luar negri yang bebas aktif untuk diabdikan kepada kepentingan nasional.
PELITA IV
Pelita III berakhir pada 31 Maret 1989 yang dilanjutkan dengan pelaksanaan Pelita IV yang dimulai 1 April 1989. Untuk
ketiga kalinya Jenderal Soeharto terpilih dan diangkat kembali oleh MPR hasil pemilu. Untuk melaksanakan Pelita IV,
Presiden Soeharto membentuk Kabinet Pembangunan IV. Titik berat Pelita IV adalah pembangunan sektor pertanian untuk
melanjutkan usaha - usaha menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin - mesin
sendiri, baik untuk mesin - mesin industri ringan maupun industri berat. Sasaran pokok Pelita IV yaitu sebagai berikut:
◦ Bidang politik, yaitu berusaha memasyarakatkan P4 (Pedoman, Penghayatan, dan Pengamalan Pancasila).
◦ Bidang pendidikan, menekankan pada pemerataan kesempatan belajar dan meningkatkan mutu pendidikan.
◦ Bidang keluarga berencana (KB), menekankan pada pengendalian laju pertumbuhan penduduk yang dapat menimbulkan masalah
nasional.
PELITA VI
Pelita V berakhir pada 31 Maret 1999yang dilanjutkan oleh pelaksanaan Pelita VI yang dimulai pada 1 April 1999. Pada akhir Pelita V diharapkan akan mampu
menciptakan landasan yang kukuh untuk mengawali pelaksanaan Pelita VI dan memasuki proses tinggal landas menuju pelaksanaan Program Pembangunan
Jangka Panjang Kedua (PPJP II) . Titik berat Pelita VI diarahkan pada pembangunan sektor - sektor ekonomi dengan keterkaitan antara industri dan pertanian
serta bidang pembangunan lainnya dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sasaran pembangunan industri dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun
VI sebagai bagian dari sasaran bidang ekonomi sesuai amanat GBHN 1993 adalah tertata dan mantapnya industri nasional yang mengarah pada penguatan,
pendalaman, peningkatan, perluasan, dan penyebaran industri ke seluruh wilayah Indonesia, dan makin kukuhnya struktur industri dengan peningkatan
keterkaitan antara industri hulu, industri antara, dan industri hilir serta antara industri besar, industri menengah, industri kecil, dan industri rakyat. Serta
keterkaitan antara sektor industri dengan skctor ekonomi lainnya. Pelita VI yang diharapkan menjadi proses lepas landas Indonesia kearah yang lebih baik lagi,
malah menjadi gagal landas, Indonesia dilanda krisis ekonomi yang sulit diatasi pada akhir tahun 1997. Namun, pelaksanaan PPJP II tidak berjalan lancar
akibat krisis ekonomi dan moneter melanda Indonesia. Inflasi yang tinggi akibat krisis ekonomi menyebabkan terjadinya gejolak social yang mengarah pada
pertentangan terhadap pemerintah orde baru. Kenaikan tariff BBM pada 1997 merupakan awal gerakan pengkoreksian rakyat dan mahasiswa terhadap
pemerintahan orde baru. Sejak saat itu terjadilah gelombang demonstrasi, kerusuhan, penjarahan, dan pembakaran di ibu kota Jakarta yag kemudian menyebar
ke seluruh wilayah di tanah air .
Perekonomian Pada Masa Era Reformasi
Pada masa krisis ekonomi, ditandai dengan tumbangnya pemerintahan Orde Baru kemudian disusul dengan era Reformasi
yang dimulai oleh pemerintahan Presiden Habibie. Pada masa ini tidak hanya hal ketatanegaraan yang mengalami
perubahan, namun juga kebijakan ekonomi. Sehingga apa yang telah stabil dijalankan selama 32 tahun, terpaksa mengalami
perubahan guna menyesuaikan dengan keadaan.
Perekonomian Indonesia pada Masa
Kepemimpinan B.J. Habibie
Masa pemerintahan Habibie ditandai dengan dimulainya kerjasama dengan Dana Moneter Internasional untuk membantu dalam proses pemulihan ekonomi.
Selain itu, Habibie juga melonggarkan pengawasan terhadap media massa dan kebebasan berekspresi. Di bidang ekonomi, ia berhasil memotong nilai tukar
rupiah terhadap dollar masih berkisar antara Rp 10.000 – Rp 15.000. Namun pada akhir pemerintahannya, terutama setelah pertanggungjawabannya ditolak
MPR, nilai tukar rupiah meroket naik pada level Rp 6500 per dolar AS nilai yang tidak akan pernah dicapai lagi di era pemerintahan selanjutnya.
Selain itu, ia juga memulai menerapkan independensi Bank Indonesia agar lebih fokus mengurusi perekonomian. Untuk menyelesaikan krisis moneter dan
perbaikan ekonomi Indonesia, BJ Habibie melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
◦ Melakukan restrukturisasi dan rekapitulasi perbankan melalui pembentukan BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) dan unit Pengelola Aset Negara
◦ Melikuidasi beberapa bank yang bermasalah
◦ Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar hingga di bawah Rp. 10.000,00
◦ Membentuk lembaga pemantau dan penyelesaian masalah utang luar negeri
◦ Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang disyaratkan IMF
◦ Mengesahkan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan yang Tidak Sehat
◦ Mengesahkan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Perekonomian Indonesia pada Masa Kepemimpinan
K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
Dalam hal ekonomi, dibandingkan tahun sebelumnya, pada tahun 1999 kondisi perekonomian Indonesia mulai menunjukkan adanya perbaikan. Laju
pertumbuhan PDB mulai positif walaupun tidak jauh dari 0% dan pada tahun 2000 proses pemulihan perekonomian Indonesia jauh lebih baik lagi dengan laju
pertumbuhan hampir mencapai 5%. Selain pertumbuhan PDB, laju inflasi dan tingkat suku bunga (SBI) juga rendah yang mencerminkan bahwa kondisi
moneter di dalam negeri sudah mulai stabil.
pemerintahan Abdurrahman Wahid menaikkan tingkat country risk Indonesia. Ditambah lagi dengan memburuknya hubungan antara pemerintah Indonesia dan
IMF. Hal ini membuat pelaku-pelaku bisnis, termasuk investor asing, menjadi enggan melakukan kegiatan bisnis atau menanamkan modalnya di Indonesia.
Akibatnya, kondisi perekonomian nasional pada masa pemerintahan reformasi cenderung lebih buruk daripada saat pemerintahan transisi. Kalau kondisi
seperti ini terus berlangsung, tidak mustahil tahun 2002 ekonomi Indonesia akan mengalami pertumbuhan jauh lebih kecil dari tahun sebelumnya, bahkan bisa
kembali negatif. Pemerintah tidak menunjukkan keinginan yang sungguh-sungguh (political will) untuk menyelesaikan krisis ekonomi hingga tuntas dengan
prinsip once and for all. Pemerintah cenderung menyederhanakan krisis ekonomi dewasa ini dengan menganggap persoalannya hanya terbatas pada agenda
masalah amandemen UU Bank Indonesia, desentralisasi fiskal, restrukturisasi utang, dan divestasi BCA dan Bank Niaga. Munculnya berbagai kebijakan
pemerintah yang controversial dan inkonsistens, termasuk pengenaan bea masuk impor mobil mewah untuk kegiatan KTT G-15 yang hanya 5% (nominalnya
75%) dan pembebasan pajak atas pinjaman luar negeri dan hibah, menunjukkan tidak adanya sense of crisis terhadap kondisi riil perekonomian negara saat ini.
Perekonomian Indonesia Masa
Kepemimpinan Ibu Megawati (23 Juli 2001-
20 Oktober 2004)
Masa kepemimpinan Megawati mengalami masalah - masalah yang mendesak yang harus diselesaikan yaitu pemulihan ekonomi dan
penegakan hukum. Kebijakan - kebijakan yang ditempuh untuk mengatasai persoalan - persoalan ekonomi antara lain :
◦ Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran
utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun

◦ Kebijakan privatisasi BUMN.


Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-
kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %.
Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing. Megawati bermaksud
mengambil jalan tengah dengan menjual beberapa asset Negara untuk membayar hutang luar negeri. Akan tetapi, hutang Negara tetap saja
menggelembung karena pemasukan Negara dari berbagai asset telah hilang dan pendapatan Negara menjadi sangat berkurang.
Masa Pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) (2004-2009)
◦ Pemerintahan Indonesia Bersatu Jilid I Era SBY - JK 2004 - 2009
Kabinet Indonesia Bersatu adalah kabinet pemerintahan Indonesia diatas kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil
Presiden Muhammad Jusuf Kalla.
Pada periode ini, pemerintah melaksanakan beberapa program baru yang dimaksudkan untuk membantu ekonomi masyarakat kecil
diantaranya Bantuan Langsung Tunai (BLT), PNPM Mandiri dan Jamkesmas. Pada prakteknya, program - program ini berjalan sesuai
dengan yang ditargetkan meskipun masih banyak kekurangan disana-sini.
◦ Pemerintahan Indonesia Bersatu Jilid II era SBY – BOEDIONO 2009 - 2014
Pada periode ini, pemerintah khususnya melalui Bank Indonesia menetapkan empat kebijakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional
negara yaitu :
1. BI rate
2. Nilai tukar
3. Operasi moneter
4. Kebijakan makroprudensial untuk pengelolaan likuiditas dan makroprudensial lalu lintas modal.
Dengan kebijakan - kebijakan ekonomi diatas, diharapkan pemerintah dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara yang akan berpengaruh pula
pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Diplomasi Ekonomi Indonesia Era
Pemerintahan Jokowi.
Sepanjang tahun 2014, pertumbuhan ekonomi Indonesia melemah menjadi 5.1 % jauh di bawah pertumbuhan ekonomi pada tahun sebelumnya yaitu 5.8 %. Nilai ekspor Indonesia hingga
periode November 2014 dengan niai sebesar US$ 161.67 milyar mengalami penurunan sebesar 2.36 % jika dilihat dari periode yang sama tahun 2013. Turunnya nilai ekspor tersebut turut
dipengaruhi oleh turunnya permintaan dan harga komoditas global serta pembatasan ekspor mineral mentah. Indonesia dengan kepemimpinan yang baru di bawah Presiden Joko Widodo,
tentu saja diharapkan dapat membawa perubahan khususnya pertumbuhan ekonomi yang lebih baik yang tidak hanya dirasakan oleh kelompok/golongan tertentu tetapi juga dirasakan oleh
seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Presiden Jokowi secara tegas menyatakan akan merealisasikan ideologi Trisakti yaitu untuk menjadikan Indonesia negara yang berdaulat dalam
politik berdikari dalam ekonomi; serta berkepribadian dalam kebudayaan. Guna mencapai suatu perekonomian yang berbasis kerakyatan tersebut,tentu diperlukan suatu terobosan dalam
hal diplomasi ekonomi Indonesia dengan mitranya baik secara bilateral, regional maupun multilateral. Hal ini sejalan dengan 9 (sembilan) agenda prioritas (NAWACITA) pemerintah
periode 2015 –2019 yang salah satunya adalah untuk mewujudkan suatu negara yang berdikari dalam ekonomi dengan cara menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik sesuai
dengan percerminan dari ideology Trisakti. Presiden Joko Widodo menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2015 sebesar 5.6% hingga 5.8%. Secara keseluruhan, ekspor
nonmigas Indonesia lebih unggul dibandingkan sektor migas. Sepanjang Januari-November.
KESIMPULAN
Perekonomian Indonesia sejak pemerintahan masa orde lama hingga masa reformasi masih mengalami beberapa gejolak.
Perekonomian Indonesia masih jatuh bangun. Hal itu dapat dilihat dari kemiskinan yang masih mengalami peningkata
dari tahun ke tahun, pengangguran berada pada tingkat tinggi dikarenakan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia tidak
sebanding dengan jumlah angkatan kerja yang ada, maraknya para koruptor karena hukuman yang berlaku di negeri ini
kurang tegas, masih terlihatnya kesenjangan ekonomi antara penduduk yang miskin dan yang kaya, nilai tukar rupiah
sudah menembus angka sekitar Rp 14.000,- , dan masih memiliki hutang ke luar negeri.

Anda mungkin juga menyukai