Sementara Hamzah Ya’qub (1983: 12) menyatakan etika sebagai ilmu yang
menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan
amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. M.
Amin Abdullah (2002: 15) mengartikan etika sebagai ilmu yang mempelajari
tentang baik dan buruk. Beliau selanjutnya menyatakan bahwa, etika
berfungsi sebagai teori perbuatan baik dan buruk, yang praktiknya dapat
dilakukan dalam disiplin filsafat.
D.TEORI TETEOLOGI
Istilah teleologi berasal dari Bahasa Yunani, “telos”, yang berarti tujuan. Teori
ini menyatakan bahwa baik atau buruknya suatu perbuatan itu tergantung pada
tujuan yang dicapainya. Suatu perbuatan yang memang bermaksud baik, tetapi
tidak menghasilkan sesuatu yang bermakna, menurut aliran ini tidak pantas
disebut baik (Bertens 2000: 67). Berlaku jujur, bijaksana, komited pada janji,
ikhlas, menghormati orang yang lebih tua, adalah baik, karena hasil dari
perbuatan tersebut adalah baik. Bukan karena sifat-sifat interen dari perbuatan
tersebut. Begitu juga dengan perilaku berbohong, sombong, melanggar hak orang
lain, menipu masyarakat, adalah buruk, karena apa yang dihasilkan dari
perbuatan tersebut adalah buruk
Jika perbuatan tersebut memberi akibat baik, maka perbuatan tersebut dianggap
bermoral dan kalau perbuatan tersebut meninggalkan akibat yang buruk maka
perbuatan tersebut dianggap sebagai tidak bermoral. Jadi sekali lagi, teori ini
mementingkan dampak dari suatu perbuatan. Dengan kata lain, sebelum
seseorang itu melakukan sesuatu tindakan atau perbuatan, maka ia perlu
memikirkan terlebih dahulu dampak apa yang ditimbulkan, baik atau buruk.
CONTOH KASUS DARI TEORI TETEOLOGI
Seorang anak mencuri untuk membeli obat ibunya yang sedang sakit.tindakan
ini baik untuk moral dan kemanusiaan tetapi dari aspek hokum tindakan ini
melanggar hukum sehingga etika teteologi lebih bersifat situasional,karena
tujuan dan akibatnya suatu tindakan bisa sangat bergantung pada situasi
khusus tertentu.
E.Teori Deontologi (Deontological
Theory)
Istilah deontologi berasal dari perkataan Yunani, “deon”, yang berarti,
“kewajiban” atau “sesuatu yang diwajibkan”. Tokoh teori deontologi adalah
Immanuel Kant (1724-1804).
Dalam teori ini yang menjadi dasar baik dan buruknya suatu perilaku itu
adalah kewajiban. Suatu perbuatan itu baik, dan karena itu kita wajib
melakukannya. Sementara perbuatan itu buruk, maka dilarang bagi kita.
CONTOH KASUS TEORI DEONTOLOGI
Jika seseorang diberi tugas dan melaksanakannya sesuai dengan tugas maka
itu dianggap benar, sedang dikatakan salah jika tidak melaksanakan tugas.
F. Prinsip-prinsip etik
1. Otonomi (Autonomy)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir
logis dan mampu membuat keputusan sendiri.
Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut
pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat
menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan
dirinya.
Contoh seorang perawat apabila akan menyuntik harus memberitahu untuk
apa obat tersebut, prinsip otonomi ini dilanggar ketika seorang perawat tidak
menjelaskan suatu tindakan.
2. Berbuat baik (Beneficience)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil terhadap orang
lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini
direfleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi
yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk
memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
Contoh dalam keperawatan di ruang penyakit bedah, sebelum operasi pasien
harus mendapatkan penjelasan tentang persiapan pembedahan baik pasien di
ruang VIP aupun kelas III, apabila perawat hanya memberikan kesempatan
salah satunya maka elanggar prinsip justice ini.
4. Tidak merugikan (Nonmaleficience)
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada
klien.
Contoh ketika menghadapi pasien dengan kondisi gawat maka seseorang
perawat harus mempertahankan kehidupan pasien dengan berbagai cara.
5. Kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh
pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap
klien dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti.
Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk
mengatakan kebenaran.
Perinsip ini dilanggar ketika kondisi pasien emungkinkan untuk menerima
jawaban yang sebenarnya tetapi perawat enjawab tidak benar.
6. Menepati janji (Fidelity)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga
privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan
klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada
seorangpun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh
klien dengan bukti persetujuan. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan,
menyampaikan pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga
kesehatan lain harus dihindari.
Contoh perawat tidak boleh menceritakan rahasia klien kepada orang lain,
kecuali seizin klien atau keluarga demi kepentingan hukum.
8. Akuntabilitas (Accountability)