1.1 Penelitian
Memfasilitasi Profesor dengan dana penelitian, setiap tahunnya untuk meneliti dan
sekaligus menulis jurnal internasional, tidak harus dengan scheme Hibah Bersaing.
Standar penelitian jangan hanya pada ilmu pengetahuan namun sampai kepada
implementasi (Link and match)
Fokus penelitian pada beberapa hal :
Penelitian untuk pengembangan IPTEK
Penelitian untuk solusi penyelesaian sektor-sektor unggulan negara (kesehatan,
infrastruktur, kemaritiman dll)
Penelitian yang berbasis kearifan local
Penelitian tentang daya saing bangsa dll
Penelitian dengan kualitas yang tinggi (High impact
research), harusnya dapat menggantikan kewajiban
penulisan jurnal internasional.
Adapun beberapa hal yang menjadi pertimbangan berkaitan dengan kewajian menulis
jurnal nasional terakreditasi, atau jurnal internasional dan atau jurnal internasional
Bereputasi, Pada Permen Kemenristekdikti No. 20 tahun 2017:
Keterbatasan jurnal nasional terakreditasi;
Pemerintah perlu memperbanyak jurnal nasional terakreditasi ;
Pemerintah perlu mnyiapkan/mendorong jurnal nasioanal /yang sudah OJS menjadi
jurnal internasional, sampai pada level terindex Scopus atau Thomson reuter dan
setara.
Secara Umum Asosiasi Dosen Indonesia SANGAT MENDUKUNG Program Pemerintah
dalam meningkatkan kualitas Perguruan Tinggi dan Dosen bahkan sampai pada tingkat
Global Competitiveness
Namun Jika pemerintah belum siap dengan media dan fasilitas tersebut maka
Kewajiban tersebut agar DITUNDA pemberlakuannya, sampai seluruh fasilitas dan
media siap diimplementasikan.
PEMBAHASAN II
SERTIFIKASI DAN TUNJANGAN DOSEN
Adapun beberapa hal yang perlu dikaji kembali pada Permen Kemenristekdikti No.
20 tahun 2017 tentang Pemberian Tunjangan Profesi Dosen dan Tunjangan
Kehormatan yang diundangkan pada tanggal 27 Januari 2017 melalui Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 173 adalah sebagai berikut:
Pasal 5 :
(1) Tunjangan profesi bagi Dosen dihentikan sementara apabila:
menduduki jabatan struktural;
diangkat sebagai pejabat negara; dan/ atau
tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4
khusus bagi Lektor Kepala.
(2) Tunjangan profesi Dosen yang dihentikan sementara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dan huruf b dibayarkan kembali setelah aktif sebagai Dosen pada
perguruan tinggi.
(3) Tunjangan profesi Dosen yang dihentikan sementara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c dibayarkan kembali mulai tahun berikutnya setelah memenuhi syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal3 dan Pasal 4 khusus untuk Lektor Kepala.
Paparan norma Peraturan Menteri yang telah dikemukakan tersebut di atas,
telah menimbulkan diskriminasi terhadap dosen yang telah tersertifikasi
(memiliki sertifikat pendidik) dan berhak menerima tunjangan profesi antara
Dosen yang berjabatan akademik Asisten Ahli dan Lektor dengan dosen yang
berjabatan akademik Lektor Kepala. Dosen yang telah memiliki sertifikat
pendidik diberi tunjangan profesi yang besarnya ditentukan satu kali gaji
pokok dari dosen yang bersangkutan.
Persyaratan untuk menerima tunjangan profesi dosen dinyatakan secara tegas
dalam Pasal 8 PP No. 37 Tahun 2009 tentang Dosen :
(1)Tunjangan profesi diberikan kepada dosen yang memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
1. memiliki sertifikat pendidik yang telah diberi nomor registrasi dosen oleh
2. Departemen;
3. melaksanakan tridharma perguruan tinggi dengan beban kerja paling sedikit
4. sepadan dengan 12 (dua belas) SKS dan paling banyak 16 (enam belas) SKS pada
5. setiap semester sesuai dengan kualifikasi akademiknya dengan ketentuan:
6. beban kerja pendidikan dan penelitian paling sedikit sepadan dengan 9 (sembilan) SKS
yang dilaksanakan di perguruan tinggi yang bersangkutan;
Pada sisi lain Pasal 3 ayat (1) PP No. 41/2009 tentang Tunjangan
Profesi Guru dan Dosen, Tunjangan Khusus Guru dan Dosen dan
Tunjangan Kehormatan Profesor menyatakan “Guru dan dosen
yang telah memiliki sertifikat pendidik dan memenuhi
persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan diberi tunjangan profesi setiap bulan”.
Pada PP No. 37tahun 2009 tentang dosen. Pada Bab II dijelaskan tentang
sertifikasi dosen pada pasal 4
(3) Penilaian portofolio sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan
penilaian pengalaman akademik dan profesional dengan menggunakan
portofolio dosen.
(4) Penilaian portofolio dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan
untuk menentukan pengakuan atas kemampuan profesional dosen, dalam
bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang mendeskripsikan:
kualifikasi akademik dan unjuk kerja tridharma perguruan tinggi;
persepsi dari atasan, sejawat, mahasiswa dan diri sendiri tentang kepemilikan
kompetensi pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian; dan
pernyataan diri tentang kontribusi dosen yang bersangkutan dalam pelaksanaan
dan pengembangan tridharma perguruan tinggi
Dalam implementasinya, dosen yang ingin mendapatkan NIDN, NIDK
atau sertifikasi diharuskan melakukan tes kesehatan dan bebas
narkoba serta WAJIB melampirkan lulus toefl sebagai syarat
administrasi, hal ini menjadi point tambahan dengan tidak
mengacu pada point (a,b,c) pada pasal 4 PP No. 37 tahun 2009.
Selain itu penambahan syarat tersebut membutuhkan biaya
tambahan yang dibebankan kepada masing-masing dosen.
Dari data Dikti, tercatat sekitar 54 persen dari total jumlah dosen
280.000 belum tersertifikasi. Di PT negeri, dosen yang belum
disertifikasi sekitar 21 persen, sedangkan di PT swasta berkisar 62-
92 persen. Untuk mengatasi kekurangan dosen saat ini maka Dosen
seharusnya dapat melakukan multi homebase
PEMBAHASAN III
AKREDITASI
oleh : Prof. Dr. Djoko Wintoro
Dari data Dikti tanggal 22 Januari 2017 tercatat hanya 895 PTN&PTS yang sudah
terakreditasi dan hanya 49 perguruan Tinggi saja yang nilainya “A” dari total
keseluruhan Perguruan Tinggi 4.350. Hal ini menjadi koreksi kita bersama untuk
saling melakukan pembenahan. Kami menganggap salah satu solusi dalam proses
akreditasi tersebut adalah usulan perbaikan Permenristekdikti No. 32 tahun 2016
tentang Akreditasi Program Studi dan Perguruan Tinggi.
Pada Bab II tentang kebijakan akreditasi memuat tentang (a) status akreditasi –
pasal 3 ayat 3 dan (b) peringkat terakreditasi program studi – pasal 3 dan 4
Pasal 3 ayat 4 Permenristekdikti No. 32 tahun 2016
Status akreditasi dinyatakan dengan status sebagaimana dimaksud.....
Terdiri atas :
terakreditasi dan
tidak terakreditasi
PEMBAHASAN III
AKREDITASI
oleh : Prof. Dr. Djoko Wintoro
Usulan ini dikarenakan hal-hal penting yang harus dimuat dalam ijazah sudah
diatur dalam pasal 5 ayat 2 Permendikbud No. 81 tahun 2014
Pasal 3 ayat 4 Permenristeksikti No. 32 tahun 2016
Peringkat terakreditasi program studi dan perguruan tinggi sebagaimana dimaksud
terdiri atas:
Terakreditasi baik
Terakreditasi baik sekali
Terakreditasi unggul
Usulan tambahan ayat dalam pasal 3
Yang memuat tentang tambahan hak-hak penting atau tambahan hak-hak istimewa
bagi yang memperoleh peringkat akreditasi unggul....
Tambahan hak-hak penting tersebut sebagai penghargaan
bagi mereka yng memproleh peringkat akreditasi unggul.
Dengan demikian akan ada kebanggaan memproleh
akreditasi unggul dan sebagai motivasi bagi yang lain
untuk mengejar akreditasi unggul
Dengan tambahan ayat tersebut maka pasal 3 dari
Permenristekdikti No. 32 tahun 2-16 tentang kebijakan
akreditasi menjadi semangkin jelas
PEMBAHASAN III
AKREDITASI
oleh : Prof. Dr. Djoko Wintoro
Dalam Bab II pasal 6 ayat (1) dari permenristekdikti No. 32 tahun 2016 memuat
masa berlaku status akreditasi
Pasal6 ayat (1)
Masa berlaku status akreditasi dan peringkat terakreditasi program studi dan/atau
perguruan tinggi adalah 5 (lima) tahun
Dalam Bab II pasal 7 ayat (1) s.d (5) Permenristekdikti No. 32 tahun 2016
memuat tentang instrumen akreditasi
Pasal 7 ayat (2) – instrumen akreditasi sebagaimana...terdiri atas:
a. Instrumen akreditasi untuk program studi, dan
b. Instrumen akreditasi untuk Perguruan Tinggi