SAMPAH
ANALISIS ASPEK HUKUM, KELEMBAGAAN, DAN
PEMBIAYAAN PERATURAN PERSAMPAHAN DAERAH
hello@yourwebsite.com
OUR TEAM
hello@yourwebsite.com
1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 140 Tambahan Lembaran
Pembentukan Daerah Kota Besar dalam Lingkungan Propinsi Negara Nomor 5059);
Jawa Timur/Jawa Tengah/Jawa Barat dan Daerah Istimewa
Yogyakarta sebagaimana telah diubah dengan Undang- 7. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Undang Nomor 2 Tahun 1965 (Lembaran Negara Tahun 1965 Tahun 2009 Nomor 144 Tambahan Lembaran Negara Nomor 5063);
Nomor 19 Tambahan Lembaran Negara Nomor 2730);
8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 82 Tambahan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor Lembaran Negara Nomor 5234);
125 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana
telah diubah kedua kali dengan Undang-Undang Nomor 12 9. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem
Tahun 2008 (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 59 Penyediaan Air Minum (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 33 Tambahan
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844); Lembaran Negara Nomor 4490);
4. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Penataan 10. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Ruang (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 68 Tambahan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 48
Lembaran Negara Nomor 4725); Tambahan Lembaran Negara Nomor 4502) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 (Lembaran Negara Tahun 2012 Nomor
5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang 171 Tambahan Lembaran Negara Nomor 5340);
Pengelolaan Sampah ( Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor
69 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4851);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 tahun 2010 tentang Pedoman
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Pengelolaan Sampah;
(Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 165 Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4593);
17. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2011 tentang Pedoman
Materi Muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Sampah Rumah
12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga.
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi
dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007
18. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03/PRT/M/2013 tentang
Nomor 82 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);
Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah
Rumah tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga;
13. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Kerjasama Daerah (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 112
19. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4761);
Produk Hukum Daerah (Berita Negara Tahun 2014 Nomor 32);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan
20. Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 8 Tahun 2008 tentang Organisasi
Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kota Surabaya Tahun 2008 Nomor 8
(Lembaran Negara Tahun 2012 Nomor 188 Tambahan Lembaran Negara
Tambahan Lembaran Daerah Kota Surabaya Nomor 8) sebagaimana telah diubah
Nomor 5347);
dengan Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 12 Tahun 2009 (Lembaran Daerah
Kota Surabaya Tahun 2009 Nomor 12 Tambahan Lembaran Daerah Kota Surabaya
15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang
Nomor 12).
Pedoman teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah;
ASPEK HUKUM
S A N K S I A D M I N I S T R AT I F
hello@yourwebsite.com
Setiap orang yang melanggar ketentuan larangan yang tercantum dalam Pasal 28 dan
Pasal 33 dapat dikenakan sanksi administratif, berupa:
TEGURAN
UANG PAKSA
PERINGATAN TERTULIS
PENCABUTAN IZIN
PAKSAAN
PEMERINTAH
PENUTUPAN
USAHA/KEGIATAN
teguran
Teguran secara lisan adalah dengan memberikan
pengertian terhadap yang menyalahi izin yang
diberikan, agar berbuat sesuatu sesuai dengan
peruntukan izin dimaksud. Apabila teguran secara
lisan belum memberikan hasil yang optimal, karena
penerapan sanksi administrasi masih lemah dan
belum berat dan tegas, dapat diikuti pula dengan
pemberian sanksi administrasi yang berupa
peringatan secara tertulis.
hello@yourwebsite.com
peringatan tertulis
Peringatan secara tertulis biasanya diberikan dalam
batas waktu sebanyak 3 kali, dengan
memperhatikan tenggang waktu di antara
peringatan yang satu dengan yang lainnya, minimal
1 minggu. Tujuan peringatan secara tertulis supaya
perorangan atau badan usaha dapat memperbaiki
dan atau mempergunakan izin sesuai dengan
peruntukannya dengan baik dan benar.
hello@yourwebsite.com
paksaan pemerintah
Sanksi paksaan administrasi ini sebagai paksaan
pemeliharaan hokum tidak diselesaikan melalui
pengadilan. Apabila suatu izin yang diberikan telah
ditarik atau dicabut karena melakukan suatu
pelanggaran hukum atau menyalahi dari
penggunaan izin yang telah diberikan, maka
dengan paksaan administrasi dapat diadakan
tindakan lanjutan yang berupa penyegelan dan
sebagainya.
hello@yourwebsite.com
uang paksa
Uang paksa adalah uang yang harus dibayarkan
dalam jumlah tertentu oleh pengelola sampah
yang melanggar ketentuan dalam peraturan
perundangundangan sebagai pengganti dari
pelaksanaan
• sanksi paksaan pemerintahan
• pencabutan izin
• penutupan usaha/kegiatan
hello@yourwebsite.com
uang paksa
Uang paksa dapat diberlakukan pada perorangan
ataupun badan usaha yang menyalahi izin yang
diberikan dan yang telah menimbulkan kerugian
pada masyarakat setempat. Uang paksa diberikan
dalam rangka digunakan membiayai kerugian
untuk memulihkan lingkungan yang telah
tercermar.
hello@yourwebsite.com
pencabutan izin
Pencabutan izin dapat dilakukan pejabat
administrasi, apabila menurut pertimbangan telah
terjadi penyimpangan dalam penggunaan izin yang
telah diberikan, setelah penerima izin tidak
memperhatikan teguran dan peringatan secara
terlutis
hello@yourwebsite.com
penutupan usaha
Penutupan usaha, apabila dalam menjalankan
kegiatan operasional usaha tidak sesuai dengan
peruntukan izin yang telah diberikan, penutupan
usaha dapat berupa penutupan tempat kerja
dengan cara menyegel mesin-mesin pabrik beserta
peralatan oprasional lainnya
hello@yourwebsite.com
ASPEK HUKUM
PENYIDIKAN TINDAK
PELANGGARAN
hello@yourwebsite.com
Click icon to add picture
PASAL 42 AYAT
1-4
Terdapat pemberian wewenang untuk melakukan
penyidikan terhadap tindak pidana pelanggaran
Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Sampah dan Kebersihan di Kota Surabaya
kepada penyidik pegawai negeri sipil tertentu di
lingkungan Pemerintah Daerah Kota Surabaya dan
penyidik dari POLRI
hello@yourwebsite.com
ASPEK HUKUM
KETENTUAN PIDANA
PELANGGARAN
hello@yourwebsite.com
Click icon to add picture
PASAL 43 AYAT
1 DAN 2
Terdapat sanksi pidana berupa kurungan paling lama 6
bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 kepada
setiap orang atau badan usaha yang melanggar Peraturan
Daerah Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Sampah dan Kebersihan di Kota Surabaya khususnya
melanggar ketentuan Pasal 28 dan Pasal 33.
hello@yourwebsite.com
ASPEK KELEMBAGAAN
PA SAL 2 5, 26 , DA N 2 7
hello@yourwebsite.com
“
Pemerintah Daerah dalam melakukan penanganan sampah dapat membentuk Badan Layanan Umum Daerah
(BLUD) sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemerintah Daerah juga memfasilitasi pembentukan
lembaga pengelola sampah yang dibentuk oleh masyarakat dan lembaga pengelola sampah di kawasan
komersial, kawasan industri, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya, sesuai dengan kebutuhan.
Click icon to add picture
BLUD
hello@yourwebsite.com
Rukun Tetangga (RT)
Lembaga pengelola sampah tingkat Rukun
Tetangga (RT) mempunyai tugas yaitu:
• Menyediakan fasililias berupa tempat
sampah rumah tangga di masing-masing
rumah beserta alat angkut dari tempat
sampah rumah tangga ke TPS
• Menjamin terwujudnya tertib pemilahan
sampah di masing-masing rumah tangga
hello@yourwebsite.com
Rukun Warga (RW)
Lembaga pengelola sampah tingkat
Rukun Warga (RW) mempunyai tugas:
• Berkoordiasi dengan lembaga
pengelolaan sampah tingkat rukun
tetengga terkait pengelolaan
sampah;
• Mengusulkan kebutuhan tempat
penampungan sementara ke lurah
hello@yourwebsite.com
kelurahan
Lembaga pengelola sampah tingkat Kelurahan
mempunyai tugas, yaitu:
• Mengkoordinasikan lembaga pengelolaan
sampah tingkat rukun warga;
• Mengawasi terselenggaranya tertib pengelolaan
sampah mulai dari tingkat rukun tetangga
sampai rukun warga; dan
• Mengusulkan kebutuhan tempat penampungan
sementara dan tempat pengolahan sampah
terpadu ke camat
hello@yourwebsite.com
kecamatan
Lembaga pengelola sampah tingkat Kecamatan
mempunyai tugas, yaitu:
• Mengkoordinasikan lembaga pengelolaan
sampah tingkat kelurahan;
• Mengawasi terselenggaranya tertib pengelolaan
sampah mulai dari tingkat rukun warga sampai
kelurahan dan lingkungan kawasan; dan
• Mengusulkan kebutuhan tempat penampungan
sementara dan tempat pengolahan sampah
terpadu ke SKPD atau BLUD yang membidangi
persampahan.
hello@yourwebsite.com
Lembaga kawasan
dan fasilitas
Lembaga pengelola sampah pada kawasan
komersil, kawasan industri, fasilitas umum, fasilitas
social, dan fasilitas lainnya mempunyai tugas, yaitu:
• Menyiapkan tempat sampah rumah tangga di
masing-masing kawasan;
• Mengangkut sampah dari sumber sampah ke
TPS/TPST atau ke TPA;
• Menjamin terwujudnya tertib pemilahan
sampah
hello@yourwebsite.com
INSENTIF
hello@yourwebsite.com
DISINSENTIF
hello@yourwebsite.com
ASPEK PEMBIAYAAN
hello@yourwebsite.com
Dijelaskan dalam Peraturan Daerah Kota Surabaya
No. 5 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Sampah dan
Kebersihan Di Kota Surabaya Pasal 40 Ayat 1 yaitu
Pembiayaan penyelenggaraan pengelolaan sampah
rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah
tangga bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah dan/atau sumber lain yang sah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam penerapannya pembiayaan bersumber dari
DKP /Dinas Kebersihan dan Pertamanan dan APBD.
Pemeintah menanggung dana retribusi dari TPS ke
TPA. Untuk pembiayaan dari RT atau badan usaha ke
TPS menggunakan dana swadaya dari masyarakat.
hello@yourwebsite.com
I R I N A S L I D E S
Thank You
N e t u s n i b h a l i q u e t p o r tti t o r l i g u l a j u s t o l i b e r o v i v a m u s
LAMPIRAN
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 18 TAHUN
2008 TENTANG
PENGELOLAAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SAMPAH
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
b. bahwa pengelolaan sampah selama ini belum sesuai dengan metode dan
teknik pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan sehingga
menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan
lingkungan;
Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 33 ayat (3) dan
ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan . .
.
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
-2-
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagia
n Kesatu
Definisi
P
asal 1
Dalam Undang-Undang
ini yang dimaksud dengan:
1. Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam
yang berbentuk padat.
2. Sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi,
dan/atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus.
3. Sumber sampah adalah asal timbulan sampah.
4. Penghasil sampah adalah setiap orang dan/atau akibat proses alam
yang menghasilkan timbulan sampah.
5. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan
berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan
sampah.
6. Tempat penampungan sementara adalah tempat sebelum sampah
diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat
pengolahan sampah terpadu.
8. Tempat . . .
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
-3-
Bagian Kedua
Ruang
Lingkup
Pasal 2
(3) Sampah . .
.
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
-4-
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 3
Pasal 4
BAB
III . . .
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
-5-
BAB III
TUGAS DAN WEWENANG PEMERINTAHAN
Bagian Kesatu
Tugas
Pasal 5
Pasal 6
Bagian
Kedua . . .
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
-6-
Bagian Kedua
Wewenang Pemerintah
Pasal 7
Bagian Ketiga
Wewenang Pemerintah Provinsi
Pasal 8
Dalam menyelenggarakanpengelolaan
sampah, pemerintahan provinsi mempunyai kewenangan:
a. menetapkan kebijakan dan strategi dalam pengelolaan sampah sesuai
b. dengan kebijakan Pemerintah;
memfasilitasi sama antardaerah dalam satu provinsi,
kemitraan, dan jejaring dalam pengelolaan sampah;
kerja
c. menyelenggarakan koordinasi, pembinaan, dan pengawasan
kinerja kabupaten/kota dalam pengelolaan sampah; dan
d. memfasilitasi penyelesaian perselisihan pengelolaan
antarkabupaten/antarkota dalam 1 (satu) provinsi. sampah
Bagian
Keempat . . .
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
-7-
Bagian Keempat
Wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota
Pasal 9
Bagian
Kelima . . .
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
-8-
Bagian Kelima
Pembagian Kewenangan
Pasal 10
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Hak
Pasal 11
c. memperoleh
dalam
informasi yang benar, akurat, dan
tepat waktu mengenai penyelenggaraan pengelolaan sampah;
penyelenggaraan, pengawasan di bidang
d. mendapatkan pelindungan dan kompensasi karena
dampak negatif dari kegiatan tempat pemrosesan akhir
pengelolaan
sampah; dan
dan
e. memperoleh pembinaan agar dapat melaksanakan pengelolaan
sampah secara baik dan berwawasan lingkungan.
sampah;
Bagian
Kedua . . .
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
-9-
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 12
(1) Setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah
sejenis sampah rumah tangga wajib mengurangi dan menangani
sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan.
Pasal 13
Pasal 14
Pasal 16
BAB V . . .
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
- 10 -
BAB V
PERIZINAN
Pasal 17
(1) Setiap orang yang melakukan usaha pengelolaan
sampah
kegiatan wajib memiliki izin dari kepala daerah sesuai
dengan kewenangannya.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan Pemerintah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
peraturan daerah sesuai dengan dengan
kewenangannya.
Pasal 18
(1) Keputusan mengenai pemberian pengelolaan sampah harus
izin diumumkan kepada
masyarakat.
(2) Ketentuan lebih lanjut jenis
sampah yang mendapatkan izin
mengenai usaha
sebagaimana
dan dimaksud pada (1) pengelolaan
diatur dengantata
peraturan
ayat daerah. cara
pengumuman
BAB VI
PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN SAMPAH
Pasal
19
Paragraf Kesatu . . .
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
- 11 -
Paragraf Kesatu
Pengurangan Sampah
Pasal 20
Pasal 21 . . .
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
- 12 -
Pasal 21
Paragraf Kedua
Penanganan
Sampah
Pasal 22
Bagian Kedua . . .
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
- 13 -
Bagian Kedua
Pengelolaan Sampah Spesifik
Pasal 23
BAB VII
PEMBIAYAAN DAN KOMPENSASI
B
agian Kesatu
Pembiayaan
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membiayai
penyelenggaraan pengelolaan P
sampah. asal 24
(2) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dari anggaran pendapatan belanja bersumber negara
pendapatan
dan dan belanja serta anggaran
daerah.
(3) Ketentuan lanjut mengenai pembiayaan sebagaimana
lebih dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
peraturan pemerintah dan/atau peraturan daerah.
Bagian Kedua
Kompensasi
Pasal 25
(2) Kompensasi . . .
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
- 14 -
BAB VIII
KERJA SAMA DAN KEMITRAAN
Pasal 26
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diwujudkan
dalam bentuk kerja sama dan/atau pembuatan usaha bersama
pengelolaan sampah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman kerja sama dan bentuk
usaha bersama antardaerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan dalam negeri.
Bagian
Kedua . . .
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
- 15 -
Bagian
Kedua
Kemitraan
Pasal 27
(1) Pemerintah daerah kabupaten/kota sendiri- sendiri atau
secarabersama-sama dapat bermitra dengan badan usaha
sampah dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah.
pengelolaan
BAB IX
PERAN MASYARAKAT
Pasal 28
(2) Peran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui:
a. pemberian usul, pertimbangan, dan saran kepada Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah;
b. perumusan kebijakan pengelolaan sampah; dan/atau
c. pemberian saran dan pendapat dalam penyelesaian
sengketa persampahan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara peran
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dengan peraturan pemerintah dan/atau peraturan daerah.
BAB X . . .
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
- 16 -
BAB X
LARANGAN
Pasal 29
BAB XI
PENGAWASAN
Pasal 30
(2) Pengawasan . . .
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
- 17 -
Pasal 31
BAB XII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 32
Bab XIII . . .
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
- 18 -
BAB XIII
PENYELESAIAN SENGKETA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 33
Pasal
35
(2) Gugatan . .
.
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
- 19 -
Pasal 36
Pasal 37
BAB XIV . . .
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
- 20 -
BAB XIV
PENYIDIKAN
Pasal 38
(2) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan
berkenaan dengan tindak pidana di bidang pengelolaan sampah;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan
tindak pidana di bidang pengelolaan sampah;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang berkenaan dengan
peristiwa tindak pidana di bidang pengelolaan sampah;
d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen
lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang pengelolaan
sampah;
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat
bahan bukti, pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta
melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil
kejahatan yang dapat dijadikan bukti
dalam perkara tindak pidana di bidang pengelolaan sampah; dan
f. meminta bantuan ahli dalam pelaksanaan tugas penyidikan tindak
pidana di bidang pengelolaan sampah.
(3) Penyidik pejabat pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil
penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia.
(4) Penyidik . .
.
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
- 21 -
(4) Penyidik pejabat pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui
Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
BAB XV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 39
Pasal 40
(1) Pengelola sampah yang secara melawan hukum dan dengan sengaja
melakukan kegiatan pengelolaan sampah dengan tidak memperhatikan
norma, standar, prosedur, atau kriteria yang dapat mengakibatkan
gangguan kesehatan masyarakat, gangguan keamanan, pencemaran
lingkungan, dan/atau perusakan lingkungan diancam dengan pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Jika . . .
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
- 22 -
Pasal 41
dapat
lingkungan diancam
gangguan dengan pencemaran
keamanan, pidana penjara paling lama
lingkungan, 3 (tiga)
dan/atau
tahun dan denda paling
mengakibatkan
perusakan banyak
gangguan Rp100.000.000,00
kesehatan (seratus juta
masyarak
rupiah).
at,
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan orang mati atau luka berat, pengelola sampah diancam
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 42
(1) Tindak dianggap sebagai pidana korporasi
pidanaapabila tindak pidana dimaksud dilakukan dalam
tindak mencapai
tujuan korporasi dan dilakukan oleh pengurus yang
rangka
mengambil keputusan atas nama korporasi berwenang
korporasi untuk melakukan perbuatan hukum
atau mewakili
kewenangan
atau guna mengendalikan dan/ mengawasi korporasi
memiliki
atau tersebut.
(3) Jika . . .
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
- 23 -
Pasal 43
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, Pasal 40, Pasal
41, dan Pasal 42 adalah kejahatan.
BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 44
Pasal 45
BAB XVII . . .
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
- 24 -
BAB XVII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 46
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 47
Pasal 48
Pasal 49
Agar . . .
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
- 25 -
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 7 Mei 2008
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO
BAMBANG
Diundangkan di Jakarta YUDHOYONO
ttd.
ANDI MATTALATTA
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
PENJELASAN
ATAS
TENTANG
PENGELOLAAN SAMPAH
I. UMUM
Paradigma pengelolaan sampah yang bertumpu pada pendekatan akhir sudah saatnya
ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru pengelolaan sampah. Paradigma baru
memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat
dimanfaatkan, misalnya, untuk energi, kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku industri.
Pengelolaan sampah dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif dari hulu, sejak
sebelum dihasilkan suatu produk yang berpotensi menjadi sampah, sampai ke hilir, yaitu
pada fase produk sudah digunakan sehingga menjadi sampah, yang kemudian dikembalikan
ke media lingkungan secara aman. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut
dilakukan dengan kegiatan pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan sampah
meliputi kegiatan pembatasan, penggunaan kembali, dan pendauran ulang,
Pasal 28H . . .
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
-2-
Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan
sehat. Amanat Undang-Undang Dasar tersebut memberikan konsekuensi bahwa pemerintah
wajib memberikan pelayanan publik dalam pengelolaan sampah. Hal itu membawa
konsekuensi hukum bahwa pemerintah merupakan pihak yang berwenang dan bertanggung
jawab di bidang pengelolaan sampah meskipun secara operasional pengelolaannya dapat
bermitra dengan badan usaha. Selain itu organisasi persampahan, dan kelompok masyarakat
yang bergerak di bidang persampahan dapat juga diikut sertakan dalam kegiatan
pengelolaan sampah.
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) . . .
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
-3-
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan sampah sejenis sampah rumah tangga adalah sampah
yang tidak berasal dari rumah tangga.
Kawasan komersial berupa, antara lain, pusat perdagangan, pasar, pertokoan, hotel,
perkantoran, restoran, dan tempat hiburan.
Kawasan industri merupakan kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang
dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan
dikelola oleh perusahaan kawasan industri yang telah memiliki izin usaha kawasan
industri.
Kawasan khusus merupakan wilayah yang bersifat khusus yang digunakan untuk
kepentingan nasional/berskala nasional, misalnya, kawasan cagar budaya, taman
nasional, pengembangan industri strategis, dan pengembangan teknologi tinggi.
Fasilitas sosial berupa, antara lain, rumah ibadah, panti asuhan, dan panti
sosial.
Fasilitas umum berupa, antara lain, terminal angkutan umum, stasiun kereta api,
pelabuhan laut, pelabuhan udara, tempat pemberhentian kendaraan umum, taman,
jalan, dan trotoar.
Yang termasuk fasilitas lain yang tidak termasuk kawasan komersial, kawasan
industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum antara lain rumah
tahanan, lembaga pemasyarakatan, rumah sakit, klinik, pusat kesehatan
masyarakat, kawasan pendidikan, kawasan pariwisata, kawasan berikat, dan pusat
kegiatan olah raga.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 3
Yang dimaksud dengan “asas tanggung jawab” adalah bahwa Pemerintah dan
pemerintah daerah mempunyai tanggung jawab pengelolaan sampah dalam
mewujudkan hak masyarakat terhadap lingkungan hidup yang baik dan sehat
sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Yang . . .
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
-4-
Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa dalam pengelolaan sampah,
Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan kesempatan yang sama kepada
masyarakat dan dunia usaha untuk berperan secara aktif dalam pengelolaan sampah.
Yang dimaksud dengan “asas kesadaran” adalah bahwa dalam pengelolaan sampah,
Pemerintah dan pemerintah daerah mendorong setiap orang agar memiliki sikap,
kepedulian, dan kesadaran untuk mengurangi dan menangani sampah yang
dihasilkannya.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b . . .
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
-5-
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Hasil pengolahan sampah, misalnya berupa kompos, pupuk, biogas, potensi
energi, dan hasil daur ulang lainnya.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Huruf a
Cukup
jelas.
Huruf b
Penyelenggaraan sampah, antara lain, berupa penyediaan
tempat penampungan
pengelolaan alat angkut sampah, tempat
penampungan
sampah, sementara, tempat pengolahan sampah terpadu,
dan/atau tempat pemrosesan akhir sampah.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e . . .
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
-6-
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Kawasan permukiman meliputi kawasan permukiman dalam bentuk
klaster, apartemen, kondominium, asrama, dan sejenisnya.
Fasilitas pemilahan yang disediakan diletakkan pada tempat yang mudah
dijangkau oleh masyarakat.
Pasal 14
Untuk produk tertentu yang karena ukuran kemasannya tidak memungkinkan
mencantumkan label atau tanda, penempatan label atau tanda dapat dicantumkan pada
kemasan induknya.
Pasal 15
Yang dimaksud dengan mengelola kemasan berupa penarikan kembali kemasan
untuk didaur ulang dan/atau diguna ulang.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) . . .
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
-7-
Ayat (2)
Lingkup perizinan yang diatur oleh Pemerintah, antara lain,
memuat persyaratan untuk memperoleh izin, jangka waktu
izin, dan berakhirnya izin.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Pemerintah menetapkan agar produsen mengurangi
sampah dengan cara menggunakan bahanpara
kebijakan yang dapat atau mudah diurai oleh
proses alam. Kebijakan tersebut berupa penetapan jumlah dan persentase
pengurangan pemakaian bahan yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses
alam dalam jangka waktu tertentu.
Huruf b
Teknologi ramah lingkungan merupakan teknologi yang dapat mengurangi
timbulan sampah sejak awal proses produksi.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud bahan produksi dalam ketentuan ini berupa bahan baku, bahan
penolong, bahan tambahan, atau kemasan produk.
Ayat (4) . . .
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
-8-
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 21
Ayat (1)
Huruf a
Insentif dapat diberikan misalnya kepada produsen yang menggunakan bahan
produksi yang dapat atau mudah diurai oleh proses alam dan ramah
lingkungan.
Huruf b
Disinsentif dikenakan misalnya kepada produsen yang menggunakan bahan
produksi yang sulit diurai oleh proses alam, diguna ulang, dan/atau didaur
ulang, serta tidak ramah lingkungan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Huruf a
Pemilahan sampah dilakukan dengan metode yang memenuhi
persyaratan keamanan, kesehatan, lingkungan, kenyamanan, dan
kebersihan.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Pengolahan bentuk karakteristik, komposisi, dan
dalam sampah dimaksudkan
jumlah agar sampah dapat
mengubah diproses
lanjut, dimanfaatkan, atau dikembalikan media
lebih
secara aman
ke bagi manusia dan lingkungan. lingkungan
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2) . . .
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
-9-
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Ayat (1)
Kompensasi merupakan bentuk pertanggungjawaban terhadap
pemerintah sampah di tempat pemrosesan akhir yang berdampak negatif terhadap
pengelolaan
orang.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Hal-hal yang diatur dalam peraturan pemerintah memuat antara lain jenis, volume,
dan/atau karakteristik sampah.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4) . . .
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
- 10 -
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Paksaan pemerintahan merupakan suatu tindakan hukum yang dilakukan
oleh pemerintah daerah untuk memulihkan kualitas lingkungan dalam
keadaan semula dengan beban biaya yang ditanggung oleh pengelola sampah
yang tidak mematuhi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
Huruf b
Uang paksa merupakan uang yang harus dibayarkan dalam jumlah tertentu
oleh pengelola sampah yang melanggar ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan sebagai pengganti dari pelaksanaan sanksi paksaan
pemerintahan.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 33
Ayat (1)
Sengketa persampahan merupakan perselisihan antara dua pihak atau lebih yang
ditimbulkan oleh adanya atau diduga adanya gangguan dan/atau kerugian terhadap
kesehatan masyarakat dan/atau lingkungan akibat kegiatan pengelolaan sampah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) . . .
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
- 11 -
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1)
Penyelesaian sengketa persampahan di luar pengadilan diselenggarakan
untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau
mengenai tindakan tertentu guna menjamin tidak akan terjadinya atau terulangnya
dampak negatif dari kegiatan pengelolaan sampah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan tindakan tertentu dalam ayat ini, antara lain, perintah
memasang atau memperbaiki prasarana dan sarana pengelolaan sampah.
Pasal 36
Gugatan perwakilan kelompok dilakukan melalui pengajuan gugatan oleh satu orang
atau lebih yang mewakili diri sendiri atau mewakili kelompok.
Pasal 37
Ayat (1)
Organisasi persampahan merupakan orang yang terbentuk atas
kehendak
kelompok dan keinginan sendiri di tengah masyarakat yang tujuan
dan kegiatannya meliputi bidang pengelolaan sampah.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan biaya atau pengeluaran riil adalah biaya yang secara nyata
dapat dibuktikan telah dikeluarkan oleh organisasi persampahan.
Ayat (3) . . .
www.bphn.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA
- 12 -
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
www.bphn.go.id