Anda di halaman 1dari 29

AKUNTANSI PAJAK ATAS SEWA GUNA

USAHA

MARIA PRYANA MEYLANI


WINNI RAHMAYANI
Definisi Sewa Guna Usaha menurut
PSAK No. 30 (Revisi 2007)

Sewa Guna Usaha ( leasing ) adalah suatu perjanjian


dimana lessor memberikan hak kepada lessee untuk
menggunakan suatu aset selama periode waktu yang
disepakati.

Sebagai imbalannya, lessee melakukan pembayaran atau


serangkaian pembayaran kepada lessor.
Klasifikasi Sewa Guna Usaha menurut
PSAK No. 30 (Revisi 2007)

1. Sewa Pembiayaan ( Finance Lease )


Sewa pembiayaan adalah sewa yang mengalihkan
secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang
terkait dengan kepemilikan suatu aset.
Hak milik pada akhirnya dapat dialihkan

2. Sewa Operasi ( Operating Lease )


Sewa operasi adalah sewa selain sewa pembiayaan.
Perusahaan sewa membeli barang modal dan
selanjutnya disewakan kepada penyewa guna usaha.
Kriteria Sewa Guna Usaha Menurut Financial and
Accounting Standard Board (FASB) Statement No. 13, “
Accounting for Leases “
Sewa Pembiayaan Sewa Operasi
1. Penyerahan Kepemilikan 1. Tidak ada Penyerahan
Kepemilikan
2. Opsi Pembelian
2. Tidak ada Opsi
3. Masa Sewa Guna Usaha Pembelian
Sama Dengan atau Lebih
3. Masa Sewa Guna Usaha
Dari 74 % Masa Manfaat Kurang Dari 74 % Masa
4. Nilai Sekarang Manfaat
Pembayaran Sama 4. Nilai Sekarang
Dengan atau Lebih Dari Pembayaran Kurang Dari
90 % Nilai Wajar 90 % Nilai Wajar
Akuntansi Sewa Guna Usaha - Lessor
Menurut PSAK No. 30 (Revisi 2007)
Sewa Pembiayaan Sewa Operasi
1. Aset yang dimiliki dicatat 1. Aset yang dimiliki dicatat
sebagai Piutang Sewa sebagai aset tetap
2. Nilai Piutang Sewa dalam 2. Pembayaran yang diterima
Neraca disajikan sebesar “ dicatat sebagai Pendapatan
investasi sewa neto “ yaitu Sewa yang diakui dengan
nilai investasi sewa bruto dasar Garis Lurus selama
dikurangi penghasilan masa sewa
pembiayaan tangguhan
3. Biaya langsung awal terkait
sewa operasi, ditangguhkan
dan diamortisasi selama
masa sewa
Akuntansi Sewa Guna Usaha - Lessee
Menurut PSAK No. 30 (Revisi 2007)
Sewa Pembiayaan Sewa Operasi
1. Aset sewa pembiayaan di 1. Pengakuan beban sewa
catat sebagai aset tetap selama masa sewa
2. Jumlah yang dikapitalisasi 2. Beban Periodik harus diakui
adalah nilai wajar aset pada dengan dasar Garis Lurus
awal masa sewa
3. Informasi sewa guna usaha
3. Fasilitas pembiayaan di catat diungkapkan dalam catatan
sebagai liabilitas ( utang atas Laporan Keuangan
sewa )
4. Beban yang terkait sewa
adalah Beban Bunga dan
Beban Penyusutan
Pelaksanaan Transaksi Sewa Guna Usaha
Menurut PSAK No.30 (Revisi 2007)

1. Sewa usaha langsung (direct lease)


Dalam transaksi sewa usaha langsung penyewa guna
usaha (lessee) belum pernah memiliki barang
modal yang menjadi objek sewa, sehingga terdapat
pilihan (option) kepada penyewa guna usaha
(Leasee) untuk membeli barang modal.

2. Jual dan sewa-balik (sale and lease-back)


Dalam transaksi jual dan sewa-balik, pihak lessee
terlebih dahulu menjual barang modal yang telah
dimilikinya kepada lessor dan barang modal yang
sama kemudian dilakukan kontrak sewa antara
lesse sebagai pemilik semula dengan lessor.
Kriteria Sewa Guna Usaha
(Keputusan menteri keuangan
No.1169/KMK.01/1991)

• Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi (Finance Lease)


• Sewa Guna Usaha tanpa Hak Opsi (Operating Lease)
Kriteria Sewa Guna Usaha dengan Hak
Opsi (Finance Lease)

1. Jumlah pembayaran selama masa Sewa Guna Usaha pertama


ditambah nilai sisa barang, harus dapat menutup cost barang dan
profit Lessor;
2. Masa Sewa Guna Usaha minimal :
- 2 tahun untuk barang modal Gol. I
- 3 tahun untuk barang modal Gol. II & III
- 7 tahun untuk barang modal Gol. Bangunan;
3. Perjanjian memuat hak opsi bagi Lessee.
Kriteria Sewa Guna Usaha tanpa Hak
Opsi (Operating Lease)
1. Jumlah pembayaran selama masa Sewa Guna Usaha pertama tidak dapat
menutup cost barang ditambah profit Lessor;
2. Perjanjian tidak memuat hak opsi bagi Lessee.
Perlakuan Finance Lease
(Lessor)

• Penghasilan lessor (obyek PPh) adalah imbalan jasa


Sewa Guna Usaha (pendapatan bunga), yaitu dihitung
dari seluruh pembayaran Sewa Guna Usaha dikurangi
angsuran pokok.
• Lessor tidak diperbolehkan menyusutkan aktiva yang
disewakan.
• Lessor dapat membentuk dana cadangan piutang tak
tertagih yang dapat dibiayakan maksimum = 2,5% x
saldo rata-rata piutang Sewa Guna Usaha.
• Angsuran PPh Pasal 25 dihitung berdasarkan Laporan
Keuangan Triwulanan yang disetahunkan.
• Pembayaran Sewa Guna Usaha tidak dikenakan PPN.
Perlakuan Finance Lease
(Lessee)

• Lessee tidak boleh menyusutkan aktiva tetap yang


disewa. Hal ini berbeda dengan perlakuan akuntansi
komersial. Dalam akuntansi komersial aktiva tetap
Sewa Guna Usaha disusutkan oleh lessee.
• Angsuran Sewa Guna Usaha yang dibayar atau
terutang kepada lessor (angsuran pokok maupun
bunga) diakui sebagai biaya (deductible expense). Hal
ini juga berbeda dengan perlakuan akuntansi
komersial. Dalam akuntansi komersial angsuran
pokok Sewa Guna Usaha diperlakukan sebagai
pembayaran (pelunasan) hutang Sewa Guna Usaha,
sedangkan bunganya merupakan biaya (expense).
Perlakuan Operating Lease
(Lessor)

 Seluruh pembayaran yang diterima/diperoleh oleh lessor merupakan


penghasilan (obyek PPh).
 Lessor berhak menyusutkan aset yang disewakan (penyusutan sesuai
ketentuan fiskal)
 Lessor wajib mengenakan PPN atas jasa sewa tersebut.
Perlakuan Operating Lease (Lessee)

 Jumlah sewa yang dibayar atau terutang pada tahun yang bersangkutan
merupakan biaya yang dapat dikurangkan (deductible expense).
 Lessee tidak berhak menyusutkan aktiva yang disewanya.
 Lessee wajib memotong PPh Pasal 23 atas sewa.
Keuntungan dan Kerugian Sewa Guna Usaha

Keuntungan bagi lessor


1.Secara hukum lessor berhak menjual barang yang disewa.
2.Secaraakuntansi lessor masih mempunyai hak untuk
menyusutkan aset tetap yang disewa, karena hak
kepemilikannya masih berada pada lessor.

Kerugian bagi lessor


1.Mempunyai risiko yang besar, apabila barang yang disewa
mendapat tuntutan dari pihak ketiga.
2.Tidak dapat melakukan tuntutan (complaint lessor) kepada
pabrik atau langsung kepada pemasok (seharusnya lessee
sebagai pengguna barang).
Keuntungan bagi lessee

1. Lessee dapat menghindarkan diri dari


kebutuhan dana besar dengan bunga yang
tinggi.
2. Risiko keuangan dapat dihindari atau dikurangi
karena lessee dapat menukarkan kepada lessor
setelah pemakaian.
3. Perjanjian kontrak leasing lebih fleksibel.
4. Biaya perusahaan lebih rendah atau murah.
5. Utang di laporan keuangan tidak berubah
sehingga rasio leverage tidak terpengaruh.
Kerugian bagi lessee

1. Pihak lessee harus memenuhi berbagai persyaratan yang ditetapkan


lessor untuk melindungi barang dalam bentuk pembatasan
pengoperasian asuransi, dan sebagainya.
2. Kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan pada saat akhir
sewa.
3. Barang yang diterima tidak dapat dijadikan jaminan kredit karena
tidak dicatat sebagai aset.
4. Hak penggunaan atas barang sewa merupakan aset tak berwujud
yang tidak dapat disajikan sebagai aset tetap.
5. Dalam hal menggunakan khususnya sewa pembiayaan akan
menjadi kurang tepat apabila lesse hanya membutuhkan aset jangka
pendek. Hal ini dapat menjadi biaya besar, apabila terjadi
pembatasan sebelum perjanjian selesai.
Aspek perpajakan Sewa Guna Usaha
1. Pajak Penghasilan (PPh)

Berdasarkan Undang-undang no 17 tahun 2000 dan surat Keputusan Menteri Keuangan


RI No. 1169/KMK.01/1991 Pasal 16 ayat 2 menyatakan: “Lessee tidak
memotong pajak penghasilan pasal 23 atas pembayaran sewa guna usaha yang
dibayar atau terutang berdasarkan perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi”.
Dalam pasal tersebut dengan jelas menyatakan bahwa angsuran-angsuran atau
pembayaran yang diterima lessor dari lessee untuk jenis transaksi finance lease
tidak dikenakan pemotongan pajak penghasilan.
Pasal 17 ayat 2 menyatakan:

a. Pembayaran sewa guna usaha tanpa hak opsi


yang dibayar atau terutang oleh lessee adalah
biaya yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto.
b. Lessee wajib memotong pajak penghasilan
pasal 23 atas pembayaran sewa guna usaha
tanpa hak opsi yang dibayarkan atau terutang
kepada lessor.
c. Pasal 17 ayat 2a mengatur tentang perlakuan
pembayaran leasing oleh lessee. Di sini
dijelaskan bahwa pembayaran leasing dari
lessee kepada lessor untuk transaksi
operational lease diperlukan pemotongan
pajak penghasilan pasal 23 karena menurut
pajak diperlakukan sebagi sewa-menyewa
biasa.
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
a. Perlakuan PPN atas transaksi finance lease:
1)Berdasarkan ketentuan pasal 13 Peraturan Pemerintah nomor 50 tahun
1994 huruf d dan e dan Pasal 1 angka 4 Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Nomor Kep 05/PJ/1994, penyerahan jasa dalam transaksi capital lease dari
lessor kepada lessee adalah penyerahan jasa yang terutang PPN, karena
lessor sebagai perusahaan jasa persewaan barang dengan demikian adalah
pengusaha kena pajak.
2)Pengalihanbarang dalam transaksi operating lease bukan merupakan
penyerahan barang kena pajak karena pengalihan barang tersebut adalah
dalam rangka persewaan biasa.
3)Besarnya PPN yang terutang adalah 10% dari Nilai Penggantian.
4)PPN sebagaimana dimaksud dalam angka 3) merupakan PPN Keluaran
bagi lessor dan merupakan PPN Masukan bagi lessee dalam hal lessee
adalah Pengusaha Kena Pajak. PPN yang dibayar atas perolehan barang
kena pajak (BKP) yang dilease merupakan PPN Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan dengan PPN Pajak Keluaran lessor.
b. Dalam hal transaksi sale and lease back
tanpa hak opsi, PPN masukan atas
perolehan barang tidak boleh dikreditkan
oleh lessee. Dalam hal lessee kemudian
melease kembali barang tersebut, maka
lessor harus mengenakan PPN yang
terutang atas jasa persewaan barang yang
dilakukan.
Contoh Kasus

• PTABC melakukan Leasing mobil truk


dari PT XYZ Finance, dengan persyaratan
sbb:
 Periode lease 5 Tahun dimulai tanggal 1 Januari 2007
 Jumlah sewa Rp 60.000.000 pertahun dibayar dimuka setiap tahun
 Taksiran umur ekonomis truk 5 tahun
 Taksiran nilai residual truk pada akhir periode leasing tidak ada
Tabel Pembayaran Lease

Tanggal Keterangan Jumlah Beban Bunga Pembayaran Pokok Kewajiban Lease


01-01-2007 Saldo awal 250.191.927
01-01-2007 Pembayaran 60.000.000 60.000.000 190.191.927
01-01-2008 Pembayaran 60.000.000 19.019.193 40.980.807 149.211.119
01-01-2009 Pembayaran 60.000.000 14.921.112 45.078.888 104.132.231
01-01-2010 Pembayaran 60.000.000 10.413.223 49.586.777 54.545.455
01-01-2011 Pembayaran 60.000.000 5.454.545 54.545.455 0
Jumlah 300.000.000 49.808.073 250.191.927
Financial Lease
Jurnal Akuntansi Lessee
• Pencatatan lease pada awal periode

Truk Leasing 250.191.927

Kewajiban menurut Capital Lease


190.191.927

Kas
60.000.000

• Penyusutan/Amortisasi GL

Beban Amortisasi atas Truk Leasing 50.038.385

Akumulasi Amortisasi atas Truk Leasing 50.038.385

• Pencatatan Pembayaran Leasing

Kewajiban menurut Capital Lease 40.980.807

Beban Bunga 19.019.193

Kas
60.000.000
Financial Lease
Jurnal Akuntansi Lessor
• Pencatatan lease pada awal periode

Kas 60.000.000

Piutang Pembayaran Leasing 240.000.000

Truk yang dibeli untuk Leasing 250.191.927

Pendapatan bunga diterima dimuka 49.808.073

• Pencatatan Pembayaran Leasing

Kas 60.000.000

Piutang Pembayaran Leasing 60.000.000

• Pencatatan Pendapatan Bunga

Pendapatan bunga diterima dimuka 19.019.192

Pendapatan bunga
19.019.192
Operating Lease
Jurnal Akuntansi Lessee

Beban Sewa 60.000.000

PPN – PM 6.000.000

Hutang PPh pasal 23 1.200.000

Kas 64.800.000
Operating Lease
Jurnal Akuntansi Lessor

Kas 64.800.000

PPh pasal 23 dibayar dimuka 1.200.000

Pendapatan Sewa 60.000.000

PPN – PK 6.000.000
Kesimpulan

Perjanjian Sewa Guna Usaha yang lahir pada prosedur


mekanisme leasing terdiri dari ketentuan-ketentuan yang
salah satunya adalah ketentuan mengenai tanggung jawab
para pihak terhadap obyek leasing. Pembagian dan
pengaturan mengenai tanggung jawab para pihak terhadap
obyek leasing tersebut pada umumnya dipengaruhi dan
ditentukan oleh jenis pembiayaan yang terdapat dalam
perjanjian leasing itu sendiri, namun secara khusus
pembagian dan pengaturan tersebut pada dasarnya harus
didasarkan pada kesepakatan para pihak dalam perjanjian.
sedangkan untuk pelaksanaannya harus dilakukan
berdasarkan undang-undang.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai