Waktu Perubahan Dan Berkelanjutan (Kel 10)
Waktu Perubahan Dan Berkelanjutan (Kel 10)
Dari paparan dan ulasan mengenai peristiwa Trikora dapat dikatakan bahwa upaya pembebasan Iirian Barat
tidak terlepas dari berlalunya upaya diplomasi karena sikap inkonsensistensi Belanda. Para elit politik yang
berjuang di forum internasional telah menunjukkan ketegasan mengenai wilayah irian barat yang merupakan
bagian dari Republik Indoenisa. Masalahnya sikap Belanda enggan menyerahkan irian barat turut didukung
oleh negara lainnya. Hal kemudian mendorong presiden Soekarno membatalkan secara sepihak hasil KMB
pembatalan ini dipicu oleh sikap Belanda yang terus mengulur waktu sehingga Indonesia memperlihatkan
sikap anti kolonialismenya.
Sikap anti kolonialisme dan anti imperialisme sebagai bagian internal politik keamanan diwujudkan dalam
Trikora untuk merebut irian barat dan dwikora untuk menghadapi Neokolonialisme Inggris di Malaysia .
Terdapat beberapa aspek yang digarisbawahi dalam melihat peran dan keterlibatan intelijen dalam politik
konfrontasi Irian Barat.Pertama peran intelijen pada tahap infiltrasi sebetulnya memiliki arti strategis karena
disitulah dimulai peran intelijen yang sesungguhnya, yakni mengumpulkan data dan informasi.
Kedua sikap antipati Soekarno terhadap Belanda yang semakin memuncak karena masalah Irian Barat
menyebabkan dia terdorong ingin segera dilakukan kegiatan provokasi militer. Ada kemungkinan provokasi
ini dijadikan sebagai “pesan politik” kepada Belanda bahwa Indonesia serius dalam upaya pembebasan Irian
Barat. Namun tidak terbaca jelas apakah ada kaitan antara keterlibatan intelijen dan kemauan Soekarno.
Lanjutan .....
Ketiga, intelijen yang terlibat dalam upaya pembebasan Irian Barat dapat dikatakan murni intelijen militer. Hal ini
karena pengerahan intelijen dilakukan untuk menyokong digelarnya operasi militer di Irian Barat dalam bentuk
serangan fisik secara terbuka terhadap Belanda. Kerja intelijen militer ini dilakukan mulai dari tahap persiapan,
penyusupan, hingga membentuk basis-basis kekuatan di daerah-daerah yang berhasil dikuasai.
Keempat, walaupun peran dan fungsi intelijen tidak maksimal hingga akhirnya pertempuran Laut Arafuru yang tidak
seimbang terjadi intelijen kembali menunjukkan perannya saat Komando Mandala. Peran ini terlihat dalam tahap
ilfiltrasi dan terlihat koordinasi dan komunikasi yang baik antara intelijen TNI AL, AU dan AD. Tindakan intelijen
militer saat itu berimplikasi pada persiapan teknis yang matang untuk operasi Jayawijaya. Kematangan persiapan ini
menyebabkan Belanda berpikir ulang bahwa kekuatan fisik Indonesia tidak bisa dianggap sepele. Akhirnya Belanda
mau menyerahkan Irian Barat lewat jalur damai.
TERIMA KASIH