Anda di halaman 1dari 6

Nama

Taufiq Salman AL-Falah

Kelas

IX.4

Sekolah

SMP Negeri 15 Palembang

Tentang

Perjuangan Bangsa Indonesia Merebut Irian Barat ( Bab XII )

Perjuangan Bangsa Indonesia Merebut Irian Barat


1.

Latar belakang pengembalian Irian Barat


Salah satu keputusan dalam KMB antara lain bahwa masalah Irian Barat akan

dibicarakan antara Indonesia dengan Belanda satu tahun setelah Pengakuan Kedaulatan.
Dalam perjalanan waktu, Belanda tidak mau membicarakan masalah Irian Barat ke dalam
konstitusinya pada tanggal 19 Februari 1952. Dengan demikian Belanda sendiri telah
melanggar isi KMB yang telah disepakati dengan RIS
2.

Perjuangan Diplomasi

a.

Perundingan Bilateral Indonesia Belanda


Pada tanggal 24 Maret 1950 diselenggarakan Konferensi Tingkat Menteri Uni

Belanda-Indonesia. Konferensi memutuskan untuk membentuk suatu komisi yang anggotanya


wakil-wakil Indonesia dan Belanda untuk menyelidiki masalah Irian Barat.

Hasil kerja Komisi ini harus dilaporkan dalam Konferensi Tingkat Menteri II di Den
Haag pada bulan Desember 1950. Ternyata pembicaraan dalam tingkat ini menghasilkan
penyelesaian masalah Irian Barat.
Pertemuan Bilateral Indonesia Belanda berturut-turut diadakan pada tahun 19521954, namun hasilnya tetap sama, yaitu Belanda enggan mengembalikan Irian Barat kepada
Indonesia sesuai hasil KMB.
b.

Melalui Forum PBB

Setelah perundingan bilateral yang dilaksanakan pada tahun 1950, 1952, dan 1954
mengalami kegagalan, Indonesia berupaya mengajukan masalah Irian Barat dalam forum
PBB. Sidang Umum PBB yang pertama kali membahas masalah Irian Barat dilaksanakan
tanggal 10 Desember 1954. Siding ini gagal untuk mendapatkan 2/3 suara dukungan yang
diperlukan untuk mendesak Belanda.
Indonesia secara berturut-turut mengajukan lagi sengketa Irian Barat dalam
Majelis Umum X tahun 1955, Majelis Umum XI tahun 1956, dan Majelis Umum XII tahun
1957. Tetapi hasil pemungutan suara yang diperoleh tidak dapat memperoleh 2/3 suara
yang diperlukan.
c.

Dukungan Negara-Negara Asia Afrika (KAA)


Gagal melalui cara bilateral, Indonesia juga menempuh jalur diplomasi secara

regional dengan mencari dukungan dari negara-negara Asia Afrika. Konferensi Asia Afrika
diadakan di Indonesia tahun 1955 dan dihadiri oleh 29 negara-negara di kawasan Asia
Afrika, secara bulat mendukung upaya bangsa Indonesia untuk memperoleh kembali Irian
sebagai wilayah yang sah di RI.
Namun suara bangsa-bangsa Asia Afrika di dalam forum PBB tetap tidak dapat
menarik dukungan internasional dalam siding Majelis Umum PBB
3.

Perjuangan dengan konfrontasi politik dan ekonomi


Kegagalan pemerintah Indonesia untuk mengembalikan Irian Barat baik secara

bilateral, Forum PBB dan jalur dukungan Asia Afrika, membuat pemerintah RI menempuh
jalan lain pengembalian Irian Barat, yaitu jalur konfrontasi. Berikut ini adalah upaya
Indonesia mengembalikan Irian melalui jalur konfrontasi, yang dilakukan secara bertahap.
a)

Pembatalan Uni Indonesia Belanda


Pada tahun 1956 pemerintahan RI mulai bertindak tegas dengan tidak lagi memakai

Uni Indonesia Belanda dan diikuti pembatalan secara sepihak persetujuan KMB. Tindakan
pemerintah RI ini juga didukung oleh kalangan masyarakat luas, partai-partai dan berbagai
organisasi politik, yang menganggap bahwa kemerdekaan RI belum lengkap/sempurna selama
Indonesia masih menjadi anggota UNI yang dikepalai oleh Ratu Belanda
b)

Pembentukan Pemerintahan Sementara Propinsi Irian Barat di Soasiu (Maluku Utara)


Sesuai dengan Program Kerja Kabinet, Ali Sastroamidjojo membentuk propinsi Irian

Barat dengan ibu kota Soasiu (Tidore). Pembentukan propinsi itu diresmikan tanggal 17

Agustus 1956. Propinsi ini meliputi wilayah Irian Barat yang masih diduduki Belanda dan
daerah Tidore, Oba, Weda, Patrani, serta Wasile di Maluku Utara
c)

Pemogokan Total Buruh Indonesia


Sepuluh tahun menempuh jalan damai, tidak menghasilkan apapun. Maka pada tanggal

18 Nopember 1957 dilancarkan aksi-aksi pembebasan Irian Barat di seluruh Indonesia. Pada
tanggal 2 Desember 1957 dilancarkan aksi pemogokan total oleh buruh-buruh yang bekerja
pada perusahaan-perusahaan milik Belanda, pemerintah RI mengeluarkan larangan bagi
beredarnya semua terbitan dan film yang menggunakan bahasa Belanda. Kemudian KLM
dilarang mendarat dan terbang di seluruh wilayah Indonesia.
d)

Nasionalisasi Perusahaan Milik Belanda


Pada tanggal 3 Desember 1957 semua kegiatan perwakilan konsuler Belanda di

Indonesia diminta untuk dihentikan. Kemudian terjadi serentetan aksi pengambil alihan
modal perusahaan-perusahaan milik Belanda di Indonesia, yang semula dilakukan secara
spontan oleh rakyat dan buruh yang bekerja pada perusahaan-perusahaan Belanda ini.
Namun kemudian ditampung dan dilakukan secara teratur oleh pemerintah
e)

Pemutusan Hubungan Diplomatik


Hubungan Indonesia-Belanda bertambah tegang dan mencapai puncaknya ketika

pemerintah Indonesia memutuskan hubungan diplomatic dengan Belanda. Dalam pidato


Presiden yang berjudul Jalan Revolusi Kita Bagaikan Malaikat Turun Dari Langit (Jarek)
pada peringatan HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke 15, tanggal 17 Agustus 1960, presiden
memaklumkan pemutusan hubungan diplomatik dengan Belanda
4.

Tri Komando Rakyat (TRIKORA)


Tindakan konfrontasi politik dan ekonomi yang dilancarkan Indonesia ternyata belum

mampu memaksa Belanda untuk menyerahkan Irian Barat. Bahkan dalam Sidang umum PBB
September 1961, Belanda mengumumkan berdirinya Negara Papua. Untuk mempertegas
keberadaan Negara Papua, Belanda mendatangkan kapal induk Karel Doorman ke Irian
Barat.
Tindakan Belanda dengan mendirikan negara Boneka Papua itu merupakan sikap
yang menantang kepada bangsa Indonesia untuk bertindak cepat. Oleh karena itu
pemerintah segera mengambil tindakan guna membebaskan Irian Barat. Pada tanggal 19

Desember 1961, Presiden Soekarno dalam suatu rapat raksasa di Yogyakarta mengeluarkan
komando yang terkenal sebagai Tri Komando Rakyat (Trikora) yang isinya sebagai berikut :
Gagalkan berdirinya negara Boneka Papua bentukan Belanda
Kibarkan sang Merah Putih di Irian Jaya tanah air Indonesia
Bersiap melaksanakan mobilisasi umum
Pembentukan Komando Mandala Pembebasan Irian Barat
Sebagai langkah pertama pelaksanaan Trikora adalah pembentukan suatu komando
operasi, yang diberi nama Komando Mandala Pembebasan Irian Barat. Sebagai panglima
komando adalah Brigjend. Soeharto yang kemudian pangkatnya dinaikkan menjadi Mayor
Jenderal.
Komando Mandala yang bermarkas di Makassar ini mempunyai dua tujuan :
1)

Merencanakan, menyiapkan dan melaksanakan operasi militer untuk mengembalikan

Irian Barat ke dalam kekuasaan Republik Indonesia


2) Mngembangkan situasi militer di wilayah Irian Barat sesuai dengan perkembangan
perjuangan di bidang diplomasi supaya dalam waktu singkat diciptakan daerah bebas de
facto atau unsure pemerintah RI di wilayah Irian Barat
Dalam upaya melaksanakan tujuan tersebut, Komando Mandala membuat strategi
dengan membagi operasi pembebasan Irian Barat menjadi tiga fase, yaitu :
1)

Fase infiltrasi

Dimulai pada awal Januari tahun 1962 sampai akhir tahun 1962, dengan memasukkan 10
kompi ke sekitar sasaran tertentu untuk menciptakan daerah bebas de facto
2) Fase eksploitasi
Sampai akhir tahun 1963, dengan mengadakan serangan terbuka terhadap induk
militer lawan, menduduki semua pos pertahanan musuh yang penting
3) Fase konsolidasi
Dilaksanakan pada tanggal Januari 1964, dengan menegakkan kekuasaan RI secara
mutlak di seluruh Irian Barat

Sebelum Komando Mandala bekerja aktif, unsur militer yang tergabung dalam Motor
Boat Torpedo (MTB) telah melakuan penyusupan ke Irian Barat. Namun kedatangan pasukan
ini diketahui oleh Belanda, sehingga pecah pertempuran di Laut Arafura. Dalam
pertempuran yang sangat dahsyat ini, MTB Macan Tutul berhasil ditenggelamkan oleh
Belanda dan mengakibatkan gugurnya komandan MTB Macan Tutul Yoshafat Sudarso
(Pahlawan Trikora).
Sementara itu Presiden Amerika Serikat yang baru saja terpilih John Fitzgerald
Kennedy merasa risau dengan perkembangan yang terjadi di Irian Barat. Dukungan Uni
Sovyiet kepada perjuangan RI untuk mengembalikan Irian Barat dari tangan Belanda, akan
sangat membahayakan posisi Amerika Serikat di Asia dan dikhawatirkan Indonesia akan
jatuh dalam pengaruh Uni Soviet. Untuk itu, dengan meminjam tangan Sejend PBB U Than,
Kennedy mengirim diplomatnya yang bernama Elsworth Bunker untuk mngadakan pendekatan
kepada Indonesia-Belanda. Elsworth Bunker mengajukan usulan yang dikenal dengan
Proposal Bunker. Adapun isi Proposal Bunker adalah Belanda harus menyerahkan
kedaulatan atas Irian Barat kepada Indonesia melalui PBB dalam jangka waktu paling lambat
dua tahun.
Usaha ini menimbulkan aksi :
Dari Indonesia : meminta supaya waktu penyerahan diperpendek
Dari Belanda : setuju melalui PBB, tetapi tetap diserahkan kepada Negara Papua
Merdeka
5.

Persetujuan New York


Setelah operasi-operasi infiltrasi mulai mengepung beberapa kota penting di Irian

Barat, sadarlah Belanda dan sekutu-sekutunya, bahwa Indonesia tidak main-main untuk
merebut kembali Irian Barat. Atas desakan Amerika Serikat, Belanda bersedia
menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia melalui Persetujuan New York/New York
Agreement.
Isi pokok persetujuan :

Paling lambat 1 Oktober 1962 pemerintahan sementara PBB (UNTEA) akan menerima
serah terima pemerintahan dari tangan Belanda dan sejak saat itu bendera merah

putih diperbolehkan berkibar di Irian Barat


Pada tanggal 31 Desember 1962 bendera merah putih berkibar disamping bendera
PBB

Pemulangan anggota-anggota sipil dan militer Belanda sudah harus selesai tanggal 1

Mei 1963
Selambat-lambatnya tanggal 1 Mei 1963 pemerintah RI secara resmi menerima

penyerahan pemerintahan Irian Barat dari tangan PBB


Indonesia harus menerima kewajiban untuk mengadakan Penentuan Pendapat rakyat
di Irian Barat, paling lambat sebelum akhir 1969

Sesuai dengan perjanjian New York, pada tanggal 1 Mei 1963 berlangsung upacara serah
terima Irian Barat dari UNTEA kepada pemerintah RI. Upacara berlangsung di Hollandia
(Jayapura). Dalam peristiwa itu bendera PBB diturunkan dan berkibarlah bendera merah
putih yang menandai resminya Irian Barat menjadi propinsi ke 26. Nama Irian Barat diubah
menjadi Irian Jaya (sekarang Papua)
6.

Arti penting Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA)


Sebagai salah satu kewajiban pemerintah Republik Indonesia menurut persetujuan

New York, adalah pemerintah RI harus mengadakan penentuan pendapat rakyat di Irian
Barat paling lambat akhir tahun 1969. Pepera ini untuk menentukan apakah rakyat Irian
Barat memilih, ikut RI atau merdeka sendiri. Penentuan pendapat rakyat akhirnya
dilaksanakan pada tanggal 24 Maret sampai dengan 4 Agustus 1969. Mereka diberi dua opsi,
yaitu : bergabung dengan RI atau merdeka sendiri.
Setelah Pepera dilaksanakan, Dewan Musyawarah Pepera mengumumkan bahwa
rakyat Irian dengan suara bulat memutuskan Irian Jaya tetap merupakan bagian dari
Republik Indonesia. Hasil ini dibawa Duta Besar Ortiz Sanz untuk dilaporkan dalam siding
umum PBB ke 24 bulan November 1969. Sejak saat itu secara de yure Irian Jaya sah
menjadi milik RI.
Pepera mempunyai arti yang sangat penting bagi pemerintah Indonesia, yaitu :
I.

Bukti bahwa pemerintah Indonesia dengan merebut Irian Barat melalui

konfrontasi bukan merupakan sebuah tindakan aneksasi/penjajahan kepada bangsa lain,


karena secara sah dipandang dari sgi de facto dan de jure Irian Barat merupakan bagian
dari wilayah RI
II.

Upaya keras pemerintah RI merebut kembali Irian Barat bukan

merupakan tindakan sepihak, tetapi juga mendapat dukungan dari masyarakat Irian Barat.
Terbukti hasil Pepera menyatakan rakyat Irian ingin bergabung dengan Republik Indonesia

Anda mungkin juga menyukai