Anda di halaman 1dari 13

PENGANTAR GEODESI DAN

GEOMATIKA
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI DI BIDANG SURVEY
TERESTRIS

KELOMPOK 1:
- Sungsang Bagus Nugroho (2225013)
- Alvin Adystian Rizky (2225005)
- Refi Marinda (2225026)
- Agungnanda David Dida Radjah (2225031)
- M. Azzam Al farisi (2225030)
- Pramudya Bagas (2225020)
- Husein Albarri (19255072)
Sejarah Pengukuran Terestris
• Pengukuran di atas permukaan tanah dimulai dengan munculnya peradaban manusia.
Artinya kemunculan keinginan manusia untuk memiliki sesuatu pertama-tama adalah
rumah. Kemudian mulai adanya beberapa langkah dalam hal kepemilikan tanah,
masing-masing berbeda sesuai dengan posisinya di masyarakat.
• Saat itu tidak ada yang menyengketakan ukuran / ekstensi. Hanya pada masa
pemerintahan Mesir kuno pembagian tanah untuk pertanian diketahui berdasarkan
pengukuran tertentu. Ketika Sungai Nil mulai mengering, orang-orang bergegas untuk
menanam di tanah kering tersebut, sehingga langkah-langkah membagi tanah untuk
penanaman mulai dikenal. Pengukuran jarak menggunakan jenis ekstensi tertentu yang
kemudian didefinisikan sebagai meter.
• Di Indonesia tidak jauh berbeda. Di sini dikenal sebagai ekstensi “dipa” yang
merupakan ukuran lebar dada dan panjang tangan orang dewasa. (± 1 meter), digunakan
sejak usia Kerajaan Majapahit. Di sini panjangnya digunakan untuk pembagian tanah
pertanian dan perikanan di sepanjang sungai Bengawan Solo dan sungai Brantas dan
“Siwakan”, yaitu pembagian tanah tambak di daerah sekitar sungai Porong. Dan pada
titik yang berbeda di Pulau Jawa, ukuran ini masih valid. (
https://kabarkan.com/ilmu-ukur-tanah/)
Pada zaman Yunani Kuno, sekitar 220 tahun sebelum masehi.
Sejarah mencatat bahwa Eratosthenes adalah orang pertama yang
mencoba menghitung dimensi bumi
Dia menghitung sudut meredian Syene dan Alexandria di Mesir
dengan mengukur bayangan pada matahari. Dari hasil
pengukurannya diperoleh keliling bumi adalah 25.000 mil (13,5
mil lebih panjang dari pengukuran modern). Baru kemudian pada
sekitar 120 tahun sebelum masehi berkembanglah ilmu geometri
yang dapat dimanfaatkan untuk metode pengukuran sebidang
lapangan. Setelah abad ke 18 dan 19. Seni dari pengukuran mulai
maju sangat pesat oleh karena kebutuhan-kebutuhan peta semakin
dirasakan terutama di Inggris dan Prancis kala itu.
Gambar Alat Pengukuran Tanah Masa Lalu

Surveyor menandai alinyemen menggunakan groma. Theodolite lama yang digunakan sekitar abad ke 19.
Penerapan Bidang Terestris
• Survey terestris merupakan salah satu cabang ilmu Geodesi yang memiliki banyak
aplikasi di berbagai bidang. Geodesi yang dalam bahasa sederhananya merupakan
ilmu pemetaan, di dunia akademis lebih fokus pada bagaimana ‘memodelkan
permukaan bumi’.
• Dalam dunia profesional, Geodesi juga digunakan dalam ‘mengaplikasikan gambar
rencana ke permukaan bumi’. Dengan ketidaksinkronan tersebut, tentunya diperlukan
lebih banyak publikasi yang menjelaskan praktek keilmuan Geodesi di lapangan yang
pada akhirnya dapat menjadi standarisasi pengajaran di dunia akademis, sehingga
lulusan Geodesi dapat mengerti dengan jelas detail pekerjaan di lapangan.
• Dengan berbagai macam perkembangan teknologi di bidang survey dan pemetaan,
publikasi mengenai kemajuan teknologi di bidang survey yang dikorelasikan
langsung dengan penerapan di lapangan masih sedikit. Secara tidak langsung hal itu
tentu memperlambat informasi dan perkembangan ilmu pengetahuan mengenai
teknologi di bidang survey.
APA ITU SURVEY TERESTRIS?
Salah satu metode survey terestris adalah pengukuran bidang tanah secara
langsung di atas permukaan bumi dengan cara mengambil data ukuran sudut dan
jarak, yang dikerjakan dengan teknik-teknik pengambilan data trilaterasi (jarak),
triangulasi (sudut) atau triangulaterasi (sudut dan jarak).

Metode ini memiliki keungulan yaitu
ketelitian yang tinggi dibandingkan
dengan metode fotogrametri, walaupun
akuisisi data lebih lama untuk cakupan
wilayah yang luas

Meteran/pita ukur Theodolit Total Station


Perkembangan Teknologi Terestris
• Terjadi perubahan dari pengukuran yang mengandalkan mata dan
telinga manusia (ear and eye observation) beralih ke sensor
elektronis (digital data Observation)
• Berbagai pabrik alat ukur di berbagai negara, telah menawarkan
berbagai merk dan tipe alat ukur jarak elektronis atau EDM
(Electronic Distance Measurement)
• Perubahan target ukur dari rambu ukur ke prisma reflektor yang
memantulkan gelombang elektromagnetik yang diolah scr digital.
• Pencatatan data ukur secara digital ,tidak lagi dicatat dalam buku
ukur.
• Pengolahan data hingga penyajian menggunakan software yang
tersedia berbagai paket program
KETERBATASAN TEKNOLOGI BARU

• Kehadiran teknologi penginderaan jauh belum


dapat menggantikan peran survei terestris untuk
pemetaan skala sangat besar.
• Penginderaan jauh dengan pesawat
terbang maupun satelit masih menemui
hambatan yang besar untuk daerah tropis
basah seperti Indonesia.
• Pemetaan terestris tetap akan berperan
pada pemetaan lokal dengan lokasi kecil

• Penggunaan alat survey harus ditempatkan


pada posisinya secara proporsional.
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI
SATELIT DALAM BIDANG TERESTRIS
• Dalam penentuan posisi titik dengan teknologi
satelit, pada prinsipnya juga menggunakan
cara pengikatan ke belakang, seperti pada
teknik pemetaan terestris.

• Pada teknologi GNSS, posisi titik-titik yang


diketahui koordinatnya diganti oleh beberapa
posisi satelit yang koordinatnya dapat
diketahui dari data lintas satelit, dan ETS
diganti oleh georeceiver/base.
ILUSTRASI PERSAMAAN PENENTUAN TITIK MENGGUNAKAN TOTAL STATION DAN GNSS
KUALITAS PEMAKAI TEKNOLOGI

• Tanpa kualitas pemakai yang memadai, peralatan


yang betapapun canggihnya tidak akan dapat
dimanfaatkan secara optimal.
• Prinsip kerja teknologi baru biasanya merupakan
pengembangan atau penyempurnaan teknologi
sebelumnya.
• Pentingnya kecermatan dan kreativitas dalam
bekerja dengan alat pemetaan.
KESIMPULAN
• Perkembangan teknologi pemetaan yang akan datang makin pesat, apalagi dengan
dialihkannya teknologi militer untuk keperluan sipil setelah era pasca perang dingin
• Di balik kecanggihan teknologi pemetaan baru, masih mengandung keterbastasan.

• Teknologi canggih menuntut kualitas yang


lebih tinggi pada pemakainya.
• Teknologi yg ada dapat dimanfaatkan sbg
bekal menguasai teknologi baru karena
adanya kesamaan prinsip dasar yang
digunakan.
SEKIAN
&
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai