Anda di halaman 1dari 22

BAB 7​

PAJAK
PENGHASILAN
PASAL 23
2

KELOMPOK 5

NI KADEK DWI AYUNDARI NI WAYAN DEVITASARI NI WAYAN EKA AFRILIA


2112120084 2112120085 2112120040
Yan Eka 3

PENGERTIAN
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang
dipotong atas penghasilan dengan nama dan dalam
bentuk apapun yang berasal dari modal, penyerahan
jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah
dipotong PPh Pasal 21.
Yan Eka

Pemotong PPh
Pasal 23
 Badan Pemerintah
 Subjek Pajak Badan dalam Negeri
 Penyelenggara Kegiatan
 Bentuk Usaha Tetap (BUT)
 Perwakilan perusahaan Luar Negeri
lainnya
Yan Eka

Pemotong PPh
Pasal 23
 Orang Pribadi sebagai Wajib Pajak dalam
negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Kepala
Kantor Pelayanan Pajak sebagai
Pemotong PPH Pasal 23.
Yan Eka 6

Penerima Penghasilan yang


dikenai (Subjek) PPh Pasal 23
1. Wajib pajak dalam negeri (orang pribadi dan Badan)

2. Bentuk Usaha Tetap (BUT)


Yan Eka 7

Sebagaimana disebut dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a UU


PPh (Tarif 15% x jumlah Bruto, tidak bersifat final)
 Deviden dengan nama dan dalam bentuk apapun,
termasuk deviden dari perusahaan asuransi kepada
Penghasilan pemegang polis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
yang ayat (1) huruf g UU PPh. Selain deviden yang diterima
oleh orang pribadi.
Dikenakan  Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena
(Objek) PPh jaminan pengembalian utang sebagaimana dimaksud
Pasal 4 ayat (1) huruf f UU PPh.
Pasal 23  Royalty.
 Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh
Pasal 21 ayat (1) huruf e UU PPh.
Yan Eka 8

Jenis jasa yang menjadi objek PPh 23 dengan tarif 2% x


penghasilan bruto tidak final (141/PMK.03/2015)
 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
Penghasilan penggunaan harta selain yang dikenakan PPh Pasal 4
yang ayat (2).
Dikenakan  Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa
manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultasi, selain jasa
(Objek) PPh yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Pasal 23  Jasa lain.
9
Kdk Dwi

Penghasilan yang dikecualikan


dari pemotongan PPh Pasal 23
Sesuai dengan Pasal 23 ayat (4) UU No. 36 Tahun 2008, yaitu :
1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan sewa guna usaha
dengan hak opsi;
3. Deviden atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN, BUMD, dari dari
penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia dengan syarat:
• deviden berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
• bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha
milik daerah yang menerima deviden kepemilikan saham pada badan
yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal
yang disetor.
10
Kdk Dwi

Penghasilan yang dikecualikan


dari pemotongan PPh Pasal 23
4. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham persekutuan,
perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan
kontrak investasi kolektif;
5. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggotanya;
6. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa
keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan atau
pembiayaan.
Menghitung PPh
Pasal 23
PPh Pasal 23 dihitung dengan mengalikan tarif dan jumlah bruto penghasilan,
yang diformulasikan sbg berikut :
PPh Pasal 23 = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak
Dasar Pengenaan Pajak = Jumlah Bruto Penghasilan

Tarif PPh Pasal 23 sbg berikut.


1. Tarif 15% dikenakan atas penghasilan berupa :
a) Deviden,
b) Bunga,
c) Royalty,
d) Hadiah, bonus, penghargaan lain yg tidak dipotong
PPh Pasal 21.
2. Tarif 2% dikenakan atas penghasilan berupa :
a) Sewa,
Kdk Dwi
b) Imbalan jasa yang tidak dipotong PPh Pasal 21.
Kdk Dwi 12

Dasar Pengenaan Pajak


Dasar pengenaan pajak dalam PPh Pasal 23 adalah jumlah bruto penghasilan. Jumlah bruto penghasilan adalah jumlah
dividen, bunga, royalti, hadiah penghargaan bonus, sewa, dan imbalan jasa lain. Berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 141/ PMK.03/2015, jumlah bruto imbalan jasa lain tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai. Selain
itu, jumlah bruto untuk imbalan lain ditentukan sebagai berikut.
1. Untuk jasa katering, jumlah bruto penghasilan adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk
apa pun yang dibayarkan disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya.
2. Untuk jasa selain jasa katering, jumlah bruto penghasilan adalah seluruh jumlahpenghasilan dengan nama dan
dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan atau telah jatuh tempo pembayarannya, tidak
termasuk poin-poin berikut.
a) Pembayaran gaji, upah honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan berdasarkan kontrak
dengan pengguna jasa. Hal ini berlaku sepanjang disertai kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji, upah, dan pembayaran
lain berkaitan dengan pekerjaan.
b) Pembayaran kepada penyedia jasa atas pengadaan/pembelian barang atau material yang terkait dengan jasa yang diberikan.
c) Pembayaran kepada pihak ketiga yang dibayarkan melalui penyedia jasa terkait jasa yang diberikan oleh penyedia jasa.
d) Pembayaran kepada penyedia jasa yang merupakan penggantian (reimbursement) atas biaya yang telah dibayarkan penyedia
jasa kepada pihak ketiga dalam rangkapemberian jasa bersangkutan.
Kdk Dwi 13

Contoh Perhitungan

Contoh 1.a
CV Andi merupakan salah satu pemegang saham PT Angkasa. Pada bulan Maret
2019 PT Angkasa membagi dividen tunai Rp 1.000 per lembar CV Andi memiliki
saham pada PT Angkasa sebanyak 5.000 lembar PPh Pasal 23 dihitung sebagai
berikut

Dasar pengenaan pajak= jumlah bruto dividen Rp 1.000 x 5.000 Rp5.000.000


PPh Pasal 23 = 15% x Rp5.000.000 = Rp750.000
Kdk Dwi PPH atas Deviden, Bunga, 14

Sewa, dan Hadiah


PPh atas Deviden
Pengenaan PPh atas Deviden dibedaka menjadi :
a) Dividen yang diterima Wajib Pajak Luar Negeri dikenakan tarif 20% (dua puluh persen) bersifat
final.
b) Dividen yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri dikenakan tarif 10%
(sepuluh persen) bersifat final (dibahas dalam Bab 4 PPh Pasal 17 ayat (2c)).
c) Dividen yang diterima oleh Wajib Pajak berbentuk Koperasi yang dividen tersebut berasaldari
cadangan laba tidak dibagi dikecualikan dari pengenaan PPh (bukan objek pajak).
d) Dividen yang diterima oleh Wajib Pajak berbentuk Perseroan Terbatas (PT) dan BadanUsaha
Milik Negara (BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan syarat
1. dividen tersebut berasal dari cadangan laba tidak dibagi, dan
2. PT dan BUMN/BUMD tersebut mempunyai kepemilikan saham pada pemberi dividen paling rendah 25%
(dua puluh lima persen) dari jumlah modal saham disetor, dikecualikan dari pengenaan PPh (bukan objek
pajak)
e) Dividen selain memenuhi ketentuan huruf a sampai d dikenakan tarif 15% (lima belaspersen)
(PPh Pasal 23 bersifat tidak final)
Wayan Devita PPH atas Deviden, Bunga, 15

Sewa, dan Hadiah


PPh atas Bunga
Pengenaan PPh atas bunga dibedakan sebagai berikut.
a) Bunga yang diterima oleh Wajib Pajak Luar Negeri dikenakan tarif 20% (dua puluhpersen)
bersifat final.
b) Bunga berupa bunga obligasi atau diskonto obligasi yang diperdagangan di bursa efek Indonesia
dikenakan tarif 15% (lima belas persen) bersifat final (dibahas dalam Bab4-PPh Pasal 4 ayat (2)).
c) Bunga yang dibayarkan oleh nasabah kepada bank dikecualikan dari pengenaan PPh (bukan
objek pajak).
d) Bunga yang dibayarkan oleh bank kepada nasabah dikenakan tarif 20% (dua puluhpersen)
bersifat final (dibahas dalam Bab 4-PPh Pasal 4 ayat (2)).
e) Bunga yang diterima oleh anggota koperasi atas simpanan di koperasi dengan jumlah tidak
melebihi Rp240.000 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) sebulan dikecualikandari pengenaan
PPh (bukan objek pajak).
f) Bunga yang diterima oleh anggota koperasi atas simpanan di koperasi dengan jumlah melebihi
Rp240.000 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) sebulan dikenakan tarif 10%(sepuluh persen)
bersifat final (dibahas dalam Bab 4-PPh pasal 4 ayat (2)).
g) Bunga pinjaman selain memenuhi ketentuan huruf a sampai dengan fdikenakan tarif15% (lima
belas persen) (PPh Pasal 23 bersifat tidak final).
Wayan Devita PPH atas Deviden, Bunga, 16

Sewa, dan Hadiah


PPh atas Sewa
Pengenaan PPh atas sewa dibedakan sebagai berikut :
a) Sewa tanah dan/atau bangunan dikenakan tarif 10% (sepuluh persen) bersifat final(dibahas dalam
Bab 4-PPh Pasal 4 ayat (2)).
b) Sewa selain tanah dan/atau bangunan, misalnya sewa kendaraan, alat-alat berat, mesin mesin, dan
lain-lain dikenakan tarif 15% (lima belas persen) (PPh Pasal 23 bersifattidak final)
Wayan Devita PPH atas Deviden, Bunga, 17

Sewa, dan Hadiah


PPh atas Hadiah
Pengenaan PPh atas hadiah dibedakan sebagai berikut :
a) Hadiah penghargaan yang diterima oleh Wajib Pajak luar negeri selain Bentuk UsahaTetap
dikenakan tarif 20% (dua puluh persen) bersifat final.
b) Hadiah undian dikenakan tarif 25% bersifat final (dibahas dalam Bab 4-PPh Pasal 4 ayat (2)).
c) Hadiah penghargaan yang diterima Wajib Pajak orang pribadi dikenakan tarif Pasal 17 UU PPh
sesuai ketentuan PPh Pasal 21 (dibahas dalam Bab 5).
d) Hadiah penghargaan yang diterima Wajib Pajak badan dikenakan tarif 15% (lima belas persen)
PPh Pasal 23.
Wayan Devita 18

Perbedaan Pengenaan PPh atas Deviden, Bunga, Sewa, dan Hadiah


Jenis Penerima penghasilan Jenis PPh PPh terutang
Penghasilan
Deviden 1. Wajib pajak luar negeri 1. PPh pasal 26 (final) 1. 20% x jumlah bruto
2. Wajib pajak orang pribadi 2. PPh pasal 17 ayat (2) huruf c 2. 10% x jumlah bruto
3. Koperasi dengan syarat tertentu*) 3. Bukan objek pajak 3. -
4. PT, BUMN/BUMD dengan syarat 4. Bukan objek pajak 4. -
tertentu*) 5. PPh pasal 23 (tidak final) 5. 15% x jumlah bruto
5. Selain penerima no. 1 sd 4

Bunga 1. Wajib pajak luar negeri 1. PPh pasal 26 (final) 1. 20% x jumlah bruto
2. Wajib pajak dalam negeri atas bunga 2. PPh pasal 4 ayat (2) (final) 2. 15% x jumlah bruto
obligasi dan/atau diskonto obligasi 3. Bukan objek pajak 3. -
3. Bank penerima bunga dari nasabah 4. PPh pasal 4 ayat (2) final 4. 20% x jumlah bruto
4. Wajib pajak dalam negeri atas bunga 5. Bukan objek pajak 5. -
deposito, tabungan, dan simpanan lain 6. PPh pasal 4 ayat (2) 6. 10% x jumlah bruto
di bank
5. Anggota koperasi penerima simpanan
(<Rp 240.000 sebulan)
6. Anggota koperasi penerima bunga
simpanan (>Rp 240.000 sebulan)
Wayan Devita 19

Perbedaan Pengenaan PPh atas Deviden, Bunga, Sewa, dan Hadiah


Jenis Penerima penghasilan Jenis PPh PPh terutang
Penghasilan
Sewa 1. Wajib pajak luar negeri 1. PPh pasal 26 (final) 1. 20% x jumlah bruto
2. Wajib pajak dalam negeri (atas sewa 2. PPh pasal 4 ayat (2) 2. 10% x jumlah bruto
tanah/bangunan) 3. PPh pasal 23 (tidak final) 3. 2% x jumlah bruto
3. Wajib pajak dalam negeri (atas sewa
selain tanah dan bangunan)

Hadiah 1. Wajib pajak luar negeri selain BUT 1. PPh pasal 26 (final) 1. 20% x jumlah bruto
2. Wajib pajak dalam negeri penerima 2. PPh pasal 4 ayat (2) 2. 25% x jumlah bruto
hadiah undian 3. PPh pasal 21 (tidak final) 3. Tarif pasal 17 x penghasilan
3. Wajib pajak orang pribadi dalam negeri 4. PPh pasal 23 (tidak final) kena pajak
penerima hadiah penghargaan 4. 15% x jumlah bruto
4. Wajib pajak badan dalam negeri
penerima hadiah penghargaan
Wayan Devita 20

Saat Terutang, Penyetoran, dan


Pelaporan PPh Pasal 23
1. Pajak Penghasilan Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan
terutangnya penghasilan yang bersangkutan. Hal yang dimaksud dengan saat terutangnya penghasilan
yang bersangkutan adalah saat pembebanan sebagai biaya oleh pemotong pajak sesuai dengan metode
pembukuan yang dianutnya.
2. Pajak Penghasilan Pasal 23 harus disetorkan oleh Pemotong Pajak selambat-lambatnya tanggal 10
(sepuluh) bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak kebank persepsi atau Kantor Pos
Indonesia.
3. Pemotong PPh Pasal 23 diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masaselambat lambatnya 20
(dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
4. Pemotong PPh Pasal 23 harus memberikan tanda bukti pemotongan kepada orang pribadi atau badan
yang dibebani Pajak Penghasilan yang dipotong.
5. Pelaksanaan pemotongan penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 23 dilakukan secara desentralisasi, artinya
dilakukan di tempat terjadinya pembayaran atau terutangnya penghasilan yang merupakan Objek PPh
Pasal 23. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pengawasan terhadap pelaksanaan pemotongan PPh
Pasal 23 tersebut. Transaksi transaksi yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23 yang
pembayarannya dilakukan oleh kantor pusat PPh Pasal 23 dipotong, disetor, dan dilaporkan oleh kantor
pusat, sedangkan objek PPh Pasal 23 yang pembayarannya dilakukan oleh kantor cabang, misalnya sewa
kantor cabang, PPh Pasal 23 dipotong, disetor dan dilaporkan oleh kantor cabang yang bersangkutan.
21

THANK YOU ALL!!


Pertanyaan
1. one

Anda mungkin juga menyukai