Pekerjaan Kefarmasian
• Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan
Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau
penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan
informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Industri
• Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi adalah sarana yang digunakan untuk
memproduksi obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan kosmetika.
PBF
• Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki
izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran perbekalan farmasi dalam jumlah
besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
PP no. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
Sesudah (Pasal 7)
• Setiap pendirian Industri Farmasi wajib memenuhi
ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan di bidang tata ruang dan
lingkungan hidup
Bagian Kesatu
Pasal 7
BAB II Izin Industri Farmasi
Pasal 8
Industri Farmasi wajib memenuhi:
Bagian persyaratan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik)
1 yang dibuktikan dengan Sertifikat CPOB.
Umum Sertifikat ini dikeluarkan oleh kepala Badan yang berlaku
selama 5 tahun selama industri memenuhi syarat.
18
BAB II Izin Industri Farmasi
Pasal 9
Industri Farmasi wajib:
melakukan farmakovigilans, yaitu : aktifitas deteksi,
Bagian assessment,pencegahan, pemahaman terkait efek samping
1 obat, dan permasalahan lain dalam penggunaan suatu obat.
Umum Jika produk obat atau bahan obat dari indutri tidak
memenuhi standar keamanan, khasiat dan mutu. Maka
indsutri tersebut wajib melaporkan ke kepala Badan.
19
BAB II Izin Industri Farmasi
Pasal 10
Pembuatan sediaan radiofarmaka hanya dapat
Bagian diproduksi oleh industri farmasi dan atau lembaga setelah
1 mendapat izin dari lembaga berwenang di bidang atom
Umum dan harus memenuhi syarat CPOB.
20
BAB II Izin Industri Farmasi
21
Bagian 2 Tata cara
Pemberian Persetujuan
prinsip
Pasal 11
- Permohonan Persetujuan Prinsip di ajukan
kepada Direktur Jendral dengan tebusan ke kepala
badan dan dinkes provinsi .
- Sebelum mengajukan permohonan persetujan prinsip,
pemohon wajib mengajukan permohonan persetujuan
Rencana Induk Pembangunan (RIP) ke kepala
Badan. Persetujuan diberikan paling lama 14 hari setelah
pengjuan permohonan.
22
Bagian 2 Tata cara
Pemberian Persetujuan asli surat pernyataan
prinsip kesediaan bekerja
Pasal 11
penuh dari masing–
masing apoteker
penanggung jawab
- Permohonan persetujuan Prinsip diajukan dengan kelengkapan sbb: produksi, apoteker
penanggung jawab
pengawasan mutu,
persetujuan Rencana
dan apoteker
fotokopi akta fotokopi sertifikat Induk Pembangunan
penanggung jawab
pendirian badan susunan direksi dan tanah/bukti fotokopi Surat Tanda fotokopi Nomor Pokok (RIP) dari Kepala
pemastian mutu;
hukum yang sah komisaris; kepemilikan tanah; Daftar Perusahaan Wajib Pajak Badan;
a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m. n.
fotokopi Kartu Tanda pernyataan direksi fotokopi Surat Izin fotokopi Surat Izin persetujuan lokasi rencana investasi
Penduduk/identitas dan komisaris tidak Tempat Usaha Usaha Perdagangan; dari pemerintah dan kegiatan
direksi dan komisaris pernah terlibat berdasarkan Undang- daerah provinsi; pembuatan obat
perusahaan pelanggaran Undang Gangguan
peraturan perundang- (HO);
undangan di bidang
farmasi
. fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker
penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab
23
pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mu
dari pimpinan perusahaan.
Bagian 2 Tata cara
Pemberian Persetujuan
prinsip
Pasal 11
- Pesetujuan Permohonan - Pemohon izin industri Farmasi
prinsip akan dikeluarkan baik Penanam Modal Asing
paling lama 14 hari kerja oleh ataupun Modal Dalam Negri wajib
mengajukan Permohonan
Direktur Jendral.
Persetujuan Prinsip.
24
Bagian 2 Tata cara
Pemberian Persetujuan
prinsip
Pasal 12
- Selama melaksanakan pembangunan fisik, pemohon wajib
menyampaikan laporan informasi kemajuan pembangunan fisik setiap
6 (enam) bulan sekali kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada
Kepala Badan dan kepala dinas kesehatan provinsi.
- Persetujuan prinsip batal jika dalam jangkan 3 tahun dengan
perpanjangan 1 tahun, pemohon belum menyelesaikan pembangunan
fisik.
25
BAB 2
Bagian 3
Permohonan Izin Industri Farmasi
Pasal 13-14
Permohonan Izin Industri Farmasi
Surat pernyataan komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau
tidak langsung dalam pelanggaran perundang-undangan di bidang kefarmasian.
Permohonan Izin Industri Farmasi
• Apabila permohonan atau persetujuan ditolak, maka biaya yang telah dibayarkan tidak
dapat ditarik kembali.
BAB III
PENYELENGGARAAN
Pasal 15
Industri Farmasi mempunyai fungsí:
a. pembuatan obat dan/atau bahan obat;
b. pendidikan dan pelatihan; dan
c. penelitian dan pengembangan.
Pasal 16
(1) Izin industri farmasi berlaku untuk seterusnya selama Industri Farmasi yang
bersangkutan masih berproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Industri Farmasi yang akan melakukan perubahan bermakna terhadap pemenuhan
persyaratan CPOB, baik untuk perubahan kapasitas dan/atau fasilitas produksi wajib
melapor dan mendapat persetujuan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 17
(1) Setiap perubahan alamat di lokasi yang sama atau perubahan alamat dan pindah lokasi,
perubahan penanggung jawab, atau nama industri harus dilakukan perubahan izin.
(2) Perubahan terhadap akte pendirian perseroan terbatas harus dilaporkan kepada
Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan kepala dinas kesehatan
provinsi.
Pasal 18
(1) Industri Farmasi yang melakukan perubahan alamat dan pindah lokasi wajib
mengajukan permohonan perubahan izin kepada Direktur Jenderal dengan tembusan
kepada Kepala Badan dan kepala dinas kesehatan provinsi setempat dengan
menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 11 terlampir.
(2) Tata cara permohonan perubahan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.
Pasal 19
(1) Industri Farmasi yang melakukan perubahan penanggung jawab, alamat di
lokasi yang sama, atau nama industri, wajib mengajukan permohonan
perubahan izin kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala
Badan dan kepala dinas kesehatan provinsi setempat dengan menggunakan
contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 12 terlampir.
(2) Ketentuan mengenai permohonan perubahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mengikuti tata cara permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (3), ayat (5), ayat (7), dan ayat (8).
(3) Direktur Jenderal setelah menerima rekomendasi dari kepala dinas
kesehatan provinsi mengeluarkan perubahan izin.
Pasal 20
(1) Industri Farmasi yang menghasilkan obat dapat mendistribusikan atau
menyalurkan hasil produksinya langsung kepada pedagang besar farmasi,
apotek, instalasi farmasi rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, klinik,
dan toko obat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Industri Farmasi yang menghasilkan bahan obat dapat mendistribusikan atau
menyalurkan hasil produksinya langsung kepada pedagang besar bahan
baku farmasi, dan instalasi farmasi rumah sakit sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 21
(1) Industri Farmasi dapat membuat obat secara kontrak kepada Industri Farmasi
lain yang telah menerapkan CPOB.
(2) Industri Farmasi pemberi kontrak wajib memiliki izin industri farmasi dan
paling sedikit memiliki 1 (satu) fasilitas produksi sediaan yang telah
memenuhi persyaratan CPOB.
(3) Industri Farmasi pemberi kontrak dan Industri Farmasi penerima kontrak
bertanggung jawab terhadap keamanan, khasiat/kemanfaatan, dan mutu obat.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembuatan obat kontrak ditetapkan oleh
Kepala Badan.
Pasal 22
(1) Industri Farmasi dapat melakukan perjanjian dengan perorangan atau badan
usaha yang memiliki hak kekayaan intelektual di bidang obat dan/atau
bahan obat untuk membuat obat dan/atau bahan obat.
(2) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat ketentuan
bahwa izin edar obat yang diperjanjikan dimiliki oleh Industri Farmasi.
BAB IV
PELAPORAN
Pasal 23
• (1) Industri Farmasi wajib menyampaikan laporan industri
secara berkala mengenai kegiatan usahanya:
• a. sekali dalam 6 (enam) bulan, meliputi jumlah dan nilai
produksi setiap obat atau bahan obat yang dihasilkan dengan
menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir
13 terlampir; dan
• b. sekali dalam 1 (satu) tahun dengan menggunakan contoh
sebagaimana tercantum dalam Formulir 14 terlampir.
• (2) Laporan Industri Farmasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disampaikan kepada Direktur Jenderal dengan
tembusan kepada Kepala Badan.
• (3) Laporan Industri Farmasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a disampaikan paling lambat tanggal 15 Januari
dan tanggal 15 Juli.
• (4) Laporan Industri Farmasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b disampaikan paling lambat tanggal 15 Januari.
• (5) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilaporkan secara elektronik.
• (6) Direktur Jenderal dapat mengubah bentuk dan isi formulir
laporan sesuai kebutuhan.
• Contoh : Industri Farmasi A sedang menyampaikan
pelaporan realisasi produksi obat jadi pada periode
januari-juni 2021. Pelaporan tersebut disampaikan
kepada Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat
Kesehatan melalui Kepala BPOM setempat pada
tanggal 10 Juli 2021.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011
TENTANG
PEDAGANG BESAR FARMASI
BAB II Perizinan
Bagian Ketiga
Tata Cara Pemberian Pengakuan PBF Cabang
Pasal 9
(1) Untuk memperoleh pengakuan sebagai PBF Cabang, pemohon harus mengajukan permohonan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Balai
POM, dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh Formulir 6
sebagaimana terlampir.
(2) Permohonan harus ditandatangani oleh kepala PBF Cabang dan apoteker calon penanggung
jawab PBF Cabang disertai dengan kelengkapan administratif sebagai berikut:
a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas kepala PBF Cabang;
b. fotokopi izin PBF yang dilegalisasi oleh Direktur Jenderal;
c. surat penunjukan sebagai kepala PBF Cabang;
d. pernyataan kepala PBF Cabang tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan
di bidang farmasi;
e. surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker calon penanggung jawab;
f. surat bukti penguasaan bangunan dan gudang;
g. peta lokasi dan denah bangunan; dan
h. fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker calon penanggung jawab.
(3) Untuk permohonan pengakuan sebagai PBF Cabang yang akan menyalurkan Bahan obat
selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus melengkapi
surat bukti penguasaan laboratorium dan daftar peralatan.
Pasal 10
(1) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan permohonan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
melakukan verifikasi kelengkapan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(2) dan ayat (3).
(2) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusanpermohonan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Kepala Balai POM melakukan audit
pemenuhan persyaratan CDOB.
(3) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi kelengkapan
administratif, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengeluarkan rekomendasi
pemenuhan kelengkapan administratif kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan
tembusan kepada Kepala Balai POM dan pemohon dengan menggunakan contoh Formulir 7
sebagaimana terlampir.
(4) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi persyaratan
CDOB, Kepala Balai POM mengeluarkan rekomendasi hasil analisis pemenuhan
persyaratan CDOB kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan kepada
pemohon dengan menggunakan contoh Formulir 8 sebagaimana terlampir.
(5) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima rekomendasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan telah memenuhi kelengkapan administratif,
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi menerbitkan pengakuan PBF Cabang dengan
menggunakan contoh Formulir 9 sebagaimana terlampir.
(6) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dilaksanakan pada
waktunya, pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala
Badan, Kepala Balai POM dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan
menggunakan contoh Formulir 10 sebagaimana terlampir.
(7) Paling lama 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima surat pernyataan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5), Kepala Dinas Kesehatan Provinsi menerbitkan pengakuan PBF
Cabang dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Badan, Kepala Balai POM dan
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Bab II Bagian Empat
Tentang Peraturan Masa Berlaku Perizinan
Pedagang Besar Farmasi (PBF)
Pasal 11
Pasal 15
1) Pelanggaran terhadap semua ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dapat dikenai
sanksi administratif.
2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. peringatan;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. pencabutan pengakuan; atau
d. pencabutan izin.
3) Penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
berlaku paling lama 21 hari kerja dan harus dilaporkan kepada Direktur Jenderal.
Pasal 34 Sanksi
1) Dalam hal PBF atau PBF Cabang diberikan sanksi administratif berupa penghentian
sementara kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf b,
pengaktifan kembali izin atau pengakuan dapat dilakukan jika PBF atau PBF Cabang
telah membuktikan pemenuhan seluruh persyaratan administratif dan teknis sesuai
dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
2) Direktur Jenderal berwenang mencabut Izin PBF berdasarkan rekomendasi Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi dan/atau hasil analisis pengawasan dari Kepala Badan.
3) Kepala Badan berwenang memberi sanksi administratif dalam rangka pengawasan
berupa Peringatan dan Penghentian Sementara Kegiatan PBF dan/atau PBF Cabang.
4) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi berwenang memberi sanksi administratif berupa
peringatan, penghentian sementara kegiatan PBF dan/atau PBF Cabang, dan
pencabutan pengakuan PBF Cabang.
5) Kepala Badan wajib melaporkan pemberian sanksi administratif kepada Direktur
Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
6) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi wajib melaporkan pemberian sanksi administratif
kepada Direktur Jenderal.
PMK No.34 Tahun 2014
Ketentuan 1-3
Perbuhan Peraturan Mentri Kesehatan
No.1148/Menkes/Per/VI/2011
“ Tentang Pedagang Besar Farmasi”
Ketentuan 1 :
Pada pasal 1 PERMENKES RI No.34 Tahun 2014 atas perbuahan Keten- tuan Pasal
4 ayat (1) huruf d Menkes No.1148/ Menkes/Per/ VI/ 2011 :
Sebelum perubahan : komisaris/dewan pengawas dan direksi/ pengurus tidak
pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan
perundang-undangan di bidang farmasi
Sesudah perubahan : komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah
terlibat baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-
undangan di bidang farmasi dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir.
Ketentuan 2 :
Pada pasal 1 PERMENKES RI No.34 Tahun 2014 atas perbuahan
Ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf c Menkes
No.1148/Menkes/Per/VI/2011 :
Sebelum perubahan : pernyataan komisaris/dewan penga -was dan
direksi/pengurus tidak pernah terlibat pelang- garan peraturan
perundang-undangan di bidang farmasi.
Sesudah perubahan : pernyataan komisaris/dewan pengawas dan
direksi/pengurus tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan
perundang-undangan di bidang farmasi dalam kurun waktu 2(dua) tahun
terakhir.
Ketentuan 3
Pada pasal 1 PERMENKES RI No.34 Tahun 2014 atas perbuahan Ketentuan pasal 8 ayat (4)-(6) Menkes
No.1148/Menkes/Per/VI/2011 diubah dan di antara ayat (4) dan ayat (5) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat
(4a) :
Sebelum perubahan :
(4) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi persya- ratan CDOB, Kepala
Balai POM mengeluarkan rekomendasi hasil analisis pemenuhan persyaratan CDOB kepada Direktur
Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan pemohon dengan
menggunakan contoh Formulir 3 sebagaimana terlampir.
(5) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima rekomendasi sebagai -mana dimaksud
pada ayat (3) dan ayat (4) serta persyaratan lainnya yang ditetapkan, Direktur Jenderal menerbitkan izin
PBF dengan menggunakan contoh Formulir 4 sebagaimana terlampir.
(6) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),ayat(4) , dan ayat (5) tidak dilaksanakan
pada waktunya, pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Direktur
Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Balai POM dan Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi dengan menggunakan contoh Formulir 5 sebagaimana terlampir.
Setelah perubahan :
(4) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak melakukan audit pemenuhan
persyaratan CDOB, Kepala Balai POM melaporkan pemohon yang telah memenuhi persyaratan CDOB
kepada Kepala Badan.
(4a) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima laporan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), Kepala Badan POM memberikan reko mendasi pemenuhan persyaratan CDOB kepada Direktur
Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan pemohon dengan menggunakan
contoh Formulir 3 sebagaimana terlampir.
(5) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima rekomen dasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (4a) serta persyaratan lainnya yang ditetapkan, Direktur Jenderal menerbitkan izin PBF dengan
menggunakan contoh Formulir 4 sebagaimana terlampir.
(6) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), ayat 4(a) dan
ayat (5) tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan
kegiatan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Balai POM dan Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi dengan menggunakan contoh Formulir 5 sebagaimana terlampir.
Analisis :
• Pada ketentuan 1 dan 2 terdapat perubahan bahwa komisaris tidak pernah
terlibat pelanggaran undang-undang di bidang farmasi dalam 2 tahun terakhir.
Dimana sebelum perubahan dinyatakan bahwa komisaris tidak pernah terlibat
pelanggaran undang-undang di bidang farmasi tanpa ada pengecualian. Hal
ini menandakan bahwa ada keringanan bagi komisaris di fasilitas distribusi
yang bisa saja atau pernah melakukan pelanggaran terhadap undang-undang
pada tahun-tahun sebelumnya. Dapat juga diinterpretasikan bahwa mantan
pelanggar undang-undang bisa menjadi komisaris apabila sudah lebih 2 tahun
masanya.
• Pada ketentuan 3 atas perubahan pada pasal 8 ayat (4) dengan tambahan
ayat 4(a) bahwa persyaratan CDOB sampai ke Badan POM dimana, Dirjen
BPOM dan kepala Dinkes provinsi
Ketentuan Pasal 9 ayat (2) huruf d diubah sebagai berikut:
Sebelum:
(2). Permohonan harus ditandatangani oleh kepala PBF Cabang dan apoteker calon
penanggung jawab PBF Cabang disertai dengan kelengkapan administratif sebagai
berikut:
a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas kepala PBF Cabang;
b. fotokopi izin PBF yang dilegalisasi oleh Direktur Jenderal;
c. surat penunjukan sebagai kepala PBF Cabang;
d. pernyataan kepala PBF Cabang tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan
perundang-undangan di bidang farmasi;
e. surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker calon penanggung jawab;
f. surat bukti penguasaan bangunan dan gudang;
g. peta lokasi dan denah bangunan; dan
h. fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker calon penanggung jawab.
Sesudah:
(2). Permohonan harus ditandatangani oleh kepala PBF Cabang dan apoteker
calon penanggung jawab PBF Cabang disertai dengan kelengkapan administratif
sebagai berikut:
a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas kepala PBF Cabang;
b. fotokopi izin PBF yang dilegalisasi oleh Direktur Jenderal;
c. surat penunjukan sebagai kepala PBF Cabang;
d. pernyataan kepala PBF Cabang tidak pernah terlibat pelanggaran
peraturan perundang-undangan di bidang farmasi dalam kurun waktu 2
(dua) tahun terakhir;
e. surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker calon penanggung jawab;
f. surat bukti penguasaan bangunan dan gudang;
g. peta lokasi dan denah bangunan; dan
h. fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker calon penanggung jawab.
Contoh:
Dalam memperoleh pengakuan sebagai PBF Cabang,
pemohon harus mengajukan permohonan yang harus
ditandatangani oleh kepala PBF Cabang dan apoteker calon
penanggung jawab PBF Cabang disertai dengan
kelengkapan administratif, salah satunya yaitu pernyataan
kepala PBF Cabang tidak pernah terlibat pelanggaran
peraturan perundang-undangan di bidang farmasi dalam
kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir sesuai dengan
perubahan pasal 9 huruf d.
5. Di antara Pasal 12 dan Bab III disisipkan 1 (satu)
bagian baru, yakni Bagian Kelima:
Pasal 12A
(1) Dalam hal terjadi perubahan nama dan/atau alamat PBF
serta perubahan lingkup kegiatan penyaluran obat atau bahan
obat, wajib dilakukan pembaharuan izin PBF.
(2) Dalam hal terjadi perubahan izin PBF dan/atau alamat PBF
Cabang wajib dilakukan pembaharuan pengakuan PBF Cabang.
(3) Tata cara memperbaharui izin PBF atau pengakuan PBF
Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
sampai dengan Pasal 10.
Contoh no (5) dan (6):
Pada PBF cabang Bypass pindah ke daerah Limau Manis
lalu juga mengganti namanya dan juga melakukan
perubahan lingkup kegiatan penyaluran obat dan juga
bahan obat, maka PBF cabang tersebut wajib untuk
melakukan pembaharuan pengakuan PBF cabang, sesuai
dengan ketentuan dalam Pasal 7 sampai Pasal 10.
7. Ketentuan Pasal 13 ditambahkan ayat (6) baru:
Sebelum Sesudah
Pasal 14 Pasal 14A
• (1) Setiap PBF dan PBF Cabang harus memiliki apoteker
penanggung jawab yang bertanggung jawab terhadap • Dalam hal apoteker penanggung jawab
pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan dan tidak dapat melaksanakan tugas, apoteker
penyaluran obat dan/atau bahan obat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13. yang bersangkutan harus menunjuk
• (2) Apoteker penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada apoteker lain sebagai pengganti
ayat (1) harus memiliki izin sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. sementara yang bertugas paling lama
• (3) Apoteker penanggung jawab dilarang merangkap jabatan untuk waktu 3 (tiga) bulan. (2)
sebagai direksi/pengurus PBF atau PBF Cabang. (4) Setiap
pergantian apoteker penanggung jawab, direksi/pengurus
Penggantian sebagaimana dimaksud pada
PBF atau PBF Cabang wajib melaporkan kepada Direktur ayat (1) harus mendapat persetujuan dari
Jenderal atau Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat- Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
lambatnya dalam jangka waktu 6 (enam) hari kerja.
Ketentuan 9
Sesudah
Sebelum
Pasal 14B
Pasal 15 • (1) Setiap pergantian apoteker penanggung jawab, pergantian
direktur/ketua PBF, wajib memperoleh persetujuan dari Direktur Jenderal
• (1) PBF dan PBF Cabang harus melaksanakan dengan tembusan kepada Kepala Badan dan Kepala Dinas Kesehatan
pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat Provinsi.
• (2) Setiap pergantian apoteker penanggung jawab, pergantian
dan/atau bahan obat sesuai dengan CDOB direktur/ketua PBF Cabang, wajib memperoleh persetujuan dari Kepala
yang ditetapkan oleh Menteri. Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan kepada Direktur Jenderal,
Kepala Badan, dan Kepala Balai POM.
• (2) Penerapan CDOB sebagaimana dimaksud • (3) Untuk memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
pada ayat (1) dilakukan sesuai pedoman teknis dan ayat (2), direksi/pengurus PBF atau PBF Cabang melaporkan kepada
Direktur Jenderal atau Kepala Dinas Kesehatan Provinsi paling lambat
CDOB yang ditetapkan oleh Kepala Badan. dalam jangka waktu 6 (enam) hari kerja sejak terjadi perubahan.
• (3) PBF dan PBF Cabang yang telah • (4) Paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya
laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal atau
menerapkan CDOB diberikan sertifikat Kepala Dinas Kesehatan Provinsi menerbitkan surat persetujuan dengan
CDOB oleh Kepala Badan. tembusan kepada Kepala Badan dan Kepala Balai POM.
Ketentuan 10
Sebelum Sesudah
Pasal 19
Pasal 19 • (1) PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat
• PBF Cabang hanya dapat dan/atau bahan obat di wilayah provinsi sesuai surat
pengakuannya.
menyalurkan obat dan/atau • (2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) PBF Cabang dapat
bahan obat di wilayah menyalurkan obat dan/atau bahan obat di wilayah
provinsi terdekat untuk dan atas nama PBF Pusat
provinsi sesuai surat yang dibuktikan dengan Surat
Penugasan/Penunjukan.
pengakuannya. • (3) Surat Penugasan/Penunjukan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) disahkan oleh Dinas
Kesehatan Provinsi dimaksud.
Ketentuan 11
Sebelum Sesudah
Pasal 20 Pasal 20
• PBF dan PBF Cabang hanya
• PBF dan PBF Cabang hanya
melaksanakan penyaluran obat
melaksanakan penyaluran obat berdasarkan surat pesanan yang
berupa obat keras berdasarkan ditandatangani apoteker pengelola
surat pesanan yang apotek, apoteker penanggung jawab,
atau tenaga teknis kefarmasian
ditandatangani apoteker
penanggung jawab untuk toko obat
pengelola apotek atau apoteker dengan mencantumkan nomor SIPA,
penanggung jawab. SIKA, atau SIKTTK.
Ketentuan 12
Sebelum Sesudah
Pasal 27 ayat (1) Pasal 27 ayat (1)
• (1) Permohonan penambahan gudang • (1) Permohonan penambahan gudang PBF
PBF diajukan secara tertulis kepada diajukan secara tertulis kepada Direktur
Jenderal dengan tembusan Kepala Dinas
Direktur Jenderal dengan
Kesehatan Provinsi, Kepala Badan, dan
mencantumkan : a. alamat kantor PBF
Kepala Balai POM dengan mencantumkan:
pusat; b. alamat gudang pusat dan a. alamat kantor PBF pusat; b. alamat
gudang tambahan; c. nama apoteker gudang pusat dan gudang tambahan; c.
penanggung jawab pusat; dan d. nama nama apoteker penanggung jawab pusat;
apoteker penanggung jawab gudang dan d. nama apoteker penanggung jawab
tambahan. gudang tambahan.
Ketentuan 13
Sebelum Sesudah
Pasal 28 ayat (1) Pasal 28 ayat (1)
• (1) Permohonan perubahan • (1) Permohonan perubahan gudang
PBF diajukan secara tertulis kepada
gudang PBF diajukan secara Direktur Jenderal dengan tembusan
tertulis kepada Direktur Jenderal Kepala Dinas Kesehatan Provinsi,
dengan mencantumkan: a. Kepala Badan, dan Kepala Balai POM
alamat kantor PBF pusat; b. dengan mencantumkan: a. alamat
alamat gudang; dan c. nama kantor PBF pusat; b. alamat gudang;
dan c. nama apoteker penanggung
apoteker penanggung jawab. jawab.
Ketentuan 14
Sebelum Sesudah
• Pasal 34 ayat (6) • Pasal 34 ayat (6)
(6) Kepala Dinas (6) Kepala Dinas Kesehatan
Kesehatan Provinsi wajib Provinsi wajib melaporkan
pemberian sanksi administratif
melaporkan pemberian
kepada Direktur Jenderal
sanksi administratif kepada dengan tembusan Kepala
Direktur Jenderal Badan dan Kepala Balai POM
Ketentuan 15
Sebelum Sesudah
• Pasal 35
• Pasal 35 • 1) Permohonan Izin PBF dan PBF Cabang yang telah diajukan sebelum mulai
berlakunya Peraturan Menteri ini tetap diproses berdasarkan Peraturan Menteri
• (1) PBF dan PBF Cabang yang telah memiliki izin Kesehatan Nomor 918/Menkes/Per/X/1993 tentang Pedagang Besar Farmasi
dan/atau pengakuan sebelum Peraturan Menteri ini sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1191/Menkes/SK/IX/2002 atau Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
diundangkan, wajib menyesuaikan perizinan dan 287/Menkes/SK/X/1976 tentang Pengimporan, Penyimpanan, dan Penyaluran
penyelenggaraan usahanya paling lama 2 (dua) tahun Bahan Baku Obat.
sejak mulai berlakunya Peraturan Menteri ini. • (2) Izin PBF dan PBF Cabang yang dikeluarkan berdasarkan Peraturan Menteri
• Kesehatan Nomor 918/Menkes/Per/X/1993 tentang Pedagang Besar Farmasi
(2) Permohonan Izin PBF dan PBF Cabang yang telah sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
diajukan sebelum mulai berlakunya Peraturan Menteri 1191/Menkes/SK/IX/2002 atau Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
ini tetap diproses berdasarkan Peraturan Menteri 287/Menkes/SK/X/1976 tentang Pengimporan, Penyimpanan, dan Penyaluran
Bahan Baku Obat dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan tanggal 31
Kesehatan Nomor 918/Menkes/Per/X/1993 tentang Desember 2015.
Pedagang Besar Farmasi sebagaimana telah diubah• (3) Izin PBF dan PBF Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor disesuaikan berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini paling lambat
1191/Menkes/SK/IX/2002 atau Keputusan Menteri tanggal 31 Desember 2015.
• (4) Penyesuaian pengakuan PBF Cabang dilakukan setelah memperoleh
Kesehatan Nomor 287/Menkes/SK/X/1976 tentang penyesuaian izin PBF pusat.
Pengimporan, Penyimpanan, dan Penyaluran Bahan• (5) Dalam hal PBF dan PBF Cabang tidak melakukan penyesuaian izin atau
Baku Obat. pengakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), maka PBF dan PBF
Cabang yang bersangkutan harus mengajukan permohonan izin atau pengakuan
sesuai ketentuan dalam Bab II Peraturan Menteri ini.
Sebelum Di antara Pasal 35 dan Pasal 36 disisipkan Ketentuan 16
2 (dua) pasal, yakni Pasal 35A dan Pasal 35B
Sesudah
• Pasal 35B i. surat bukti penguasaan bangunan dan gudang;
j. peta lokasi dan denah bangunan;
• (1) Permohonan penyesuaian pengakuan PBF Cabang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (4) harus diajukan k. surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker
oleh pemohon dengan kelengkapan sebagai berikut: penanggung jawab;
a. surat permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi yang l. fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker penanggung jawab;
ditandatangani oleh direktur utama dan apoteker penanggung jawab; m. rekomendasi pemenuhan persyaratan CDOB dari Kepala
b. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas direktur/ketua; Badan; dan
c. susunan direksi/pengurus; n. rekomendasi pemenuhan persyaratan administratif dari Kepala
d. pernyataan komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
pernah terlibat pelanggaran peraturan perundangundangan di bidang
• (2) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak
farmasi dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir;
diterimanya permohonan penyesuaian pengakuan PBF
e. akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan; Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
f. surat Tanda Daftar Perusahaan; dinyatakan lengkap, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
g. fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan; menerbitkan pengakuan PBF Cabang dengan tembusan
h. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak;
kepada Direktur Jenderal, Kepala Badan, Kepala Balai POM,
dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan
menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam
Formulir 12 terlampir.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 30 TAHUN 2017
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR
1148/MENKES/PER/VI/2011
TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI
Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk
pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan
perundang-undangan. Dimana peranan apoteker sangat besar disini dalam kegiatan pendistribusian ke
beberapa fasilitas pelayanan kefarmasian. Ada beberapa peraturan menteri kesehatan yang mengatur
tentang kegiatan pekerjaan kefarmasian diIndustri dan PBF, salah satunya diatur dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2017 dimana peraturan ini diubah atas pembaruan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 sebagai berikut:
Ketentuan ayat (5) dan ayat (6) Pasal 13 diubah, sehingga Pasal 13 berbunyi bahwa dalam
kegiatan penyaluran dan pengadaan obat atau bahan obat hanya PBF pusat yang memiliki
wewenang untuk dapat menyalurkan obat/bahan obat tersebut ke PBF lainnya serta dalam
kegiatan pendistribusian pesanan obat harus didasarkan pada surat pesanan yang telah ditanda
tangani oleh apoteker penanggung jawab
Ketentuan Pasal 14A diubah sehingga berbunyi bahwa apoteker penanggung jawab
apabila tidak dapat melaksanakan tugasnya PBF harus menunjuk apoteker lain sebagai
pengganti sementara dalam bertugas paling lama untuk 3 bulan, dimana perlunya
adanya pemberitahuan secara tertulis kepada dinas kesehatan provinsi
Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi bahwa PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat
dan/atau bahan obat di daerah provinsi sesuai dengan surat pengakuannya dimana pemberitahuan
atas Surat Penugasan/Penunjukan secara tertulis kepada kepala dinas kesehatan provinsi yang
dituju dengan tembusan kepala dinas kesehatan provinsi asal PBF Cabang, Kepala Balai POM
provinsi asal PBF Cabang dan Kepala Balai POM provinsi yang dituju.
Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi bahwa PBF dan PBF Cabang hanya melaksanakan
penyaluran obat berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker pemegang SIA,
apoteker penanggung jawab, atau tenaga teknis kefarmasian penanggung jawab untuk toko obat
dengan mencantumkan nomor SIPA atau SIPTTK.dan untuk pembelian secara elektronik (E-
Purchasing) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
PMK 16 Tahun 2013
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN
MENTERI KESEHATAN
NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010
TENTANG
INDUSTRI FARMASI
Persyaratan pengurusan izin industri farmasi dalam permenkes ini sama dengan syarat pada permenkes
sebelumnya, hanya saja waktu dan penerbitan surat izinnya lebih cepat dikeluarkan, yakni paling lama
dalam waktu 14 hari kerja sejak diterimanya pembaharuan izin industri farmasi dan telah dinyatakan
lengkap.
Thanks !