Anda di halaman 1dari 33

PERATURAN TENTANG

KLINIK/PBF/INDUSTRI
PERATURAN TENTANG KLINIK/PBF/INDUSTRI
• Permenkes No 9 Tahun 2014 tentang Klinik
• Permenkes No 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi
• Pemenkes No 16 Tahun 2013 tentang Perubahan Permenkes No
1799/Menkes/Per/XII/2010
• PerKBPOM No HK.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 tentang Penerapan
Pedoman CPOB
• Permenkes No 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi
• Permenkes No 34 Tahun 2014 tentang Perubahan Permenkes No
1148/Menkes/Per/VI/2011
• Permenkes No 30 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua Permenkes No
1148/Menkes/Per/VI/2011
• PerKBPOM No.HK 03.1.31.11.12.7542 Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis
CDOB
PP 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian
• PP 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
– Pasal 5
– Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian meliputi:
a. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pengadaan Sediaan
Farmasi;
b. Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi;
c. Pekerjaan Kefarmasian dalam Distribusi atau Penyaluran
Sediaan Farmasi; dan
d. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pelayanan Sediaan
Farmasi.
Permenkes No 9 Tahun 2014
tentang Klinik
• Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau
spesialistik.
• Berdasarkan jenis pelayanan, Klinik dibagi menjadi:
a. Klinik pratama Klinik yang menyelenggarakan
pelayanan medik dasar baik umum maupun khusus
b. Klinik utamaKlinik yang menyelenggarakan
pelayanan medik spesialistik atau pelayanan medik
dasar dan spesialistik.
Permenkes No 9 Tahun 2014
tentang Klinik
Bangunan Klinik paling sedikit terdiri atas:
• a. ruang pendaftaran/ruang tunggu;
• b. ruang konsultasi;
• c. ruang administrasi;
• d. ruang obat dan bahan habis pakai untuk klinik yang
melaksanakan pelayanan farmasi;
• e. ruang tindakan;
• f. ruang/pojok ASI;
• g. kamar mandi/wc; dan
• h. ruangan lainnya sesuai kebutuhan pelayanan.
Permenkes No 9 Tahun 2014
tentang Klinik
• Selain persyaratan sebagaimana di atas, Klinik rawat inap
harus memiliki:
a. ruang rawat inap yang memenuhi persyaratan;
b. ruang farmasi;
c. ruang laboratorium; dan
d. ruang dapur;
• Jumlah tempat tidur pasien pada Klinik rawat inap paling
sedikit 5 (lima) buah dan paling banyak 10 (sepuluh) buah
• Penanggung jawab teknis klinik harus seorang tenaga
medis.
Permenkes No 9 Tahun 2014
tentang Klinik
• Ketenagaan Klinik rawat jalan terdiri atas
tenaga medis, tenaga keperawatan, Tenaga
Kesehatan lain, dan tenaga non kesehatan
sesuai dengan kebutuhan.
• Ketenagaan Klinik rawat inap terdiri atas
tenaga medis, tenaga kefarmasian, tenaga
keperawatan, tenaga gizi, tenaga analis
kesehatan, Tenaga Kesehatan lain dan tenaga
non kesehatan sesuai dengan kebutuhan.
Permenkes No 9 Tahun 2014
tentang Klinik
Kefarmasian  Pasal 21
(1) Klinik rawat jalan tidak wajib melaksanakan
pelayanan farmasi.
(2) Klinik rawat jalan yang menyelenggarakan
pelayanan kefarmasian wajib memiliki
apoteker yang memiliki Surat Izin Praktik
Apoteker (SIPA) sebagai penanggung jawab
atau pendamping.
Permenkes No 9 Tahun 2014
tentang Klinik
• KefarmasianPasal 22
(1) Klinik rawat inap wajib memiliki instalasi farmasi yang
diselenggarakan apoteker.
(2) Instalasi farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
melayani resep dari dokter Klinik yang bersangkutan, serta
dapat melayani resep dari dokter praktik perorangan maupun
Klinik lain.
• Pasal 23
Klinik yang menyelenggarakan pelayanan rehabilitasi medis
pecandu narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya wajib
memiliki instalasi farmasi yang diselenggarakan oleh apoteker.
PP 51 Tahun 2009
• Pasal 7
• Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi
harus memiliki Apoteker penanggung jawab.
• Apoteker penanggung jawab dapat dibantu oleh Apoteker
pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian.
• Pasal 9
• Industri farmasi harus memiliki 3 (tiga) orang Apoteker
sebagai penanggung jawab masing-masing pada bidang
pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu setiap
produksi Sediaan Farmasi.
PP 51 Tahun 2009
• Pasal 10
• Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi
Sediaan Farmasi sebagaimana dimaksud harus
memenuhi ketentuan Cara Pembuatan yang
Baik yang ditetapkan oleh Menteri.
Permenkes No 1799/Menkes/Per/XII/2010
tentang Industri Farmasi (dan perubahannya)

• Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari


Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan
obat atau bahan obat.
• Cara Pembuatan Obat yang Baik, yang selanjutnya disingkat
CPOB adalah cara pembuatan obat yang bertujuan untuk
memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan
persyaratan dan tujuan penggunaannya.
• Farmakovigilans adalah seluruh kegiatan tentang
pendeteksian, penilaian (assessment), pemahaman, dan
pencegahan efek samping atau masalah lainnya terkait
dengan penggunaan obat.
Permenkes No 1799/Menkes/Per/XII/2010
tentang Industri Farmasi (dan perubahannya)

• Proses pembuatan obat dan/atau bahan obat hanya


dapat dilakukan oleh Industri Farmasi.
• Selain Industri Farmasi, Instalasi Farmasi Rumah Sakit
dapat melakukan proses pembuatan obat untuk
keperluan pelaksanaan pelayanan kesehatan di
rumah sakit yang bersangkutan.
• Instalasi Farmasi Rumah Sakit sebagaimana
dimaksud harus terlebih dahulu memenuhi
persyaratan CPOB yang dibuktikan dengan sertifikat
CPOB.
Permenkes No 1799/Menkes/Per/XII/2010
tentang Industri Farmasi (dan perubahannya)

• Industri Farmasi wajib memenuhi persyaratan


CPOB.
• Pemenuhan persyaratan CPOB sebagaimana
dimaksud dibuktikan dengan sertifikat CPOB.
• Sertifikat CPOB berlaku selama 5 (lima) tahun
sepanjang memenuhi persyaratan.
• Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan
teknis dan tata cara sertifikasi CPOB diatur oleh
Kepala Badan.
Permenkes No 1799/Menkes/Per/XII/2010
tentang Industri Farmasi (dan perubahannya)

• Selain wajib memenuhi ketentuan di atas, Industri


Farmasi wajib melakukan farmakovigilans.
• Apabila dalam melakukan farmakovigilans, Industri
Farmasi menemukan obat dan/atau bahan obat hasil
produksinya yang tidak memenuhi standar dan/atau
persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan dan
mutu, Industri Farmasi wajib melaporkan hal tersebut
kepada Kepala Badan.
• Ketentuan lebih lanjut mengenai farmakovigilans
diatur oleh Kepala Badan.
Permenkes No 1799/Menkes/Per/XII/2010
tentang Industri Farmasi (dan perubahannya)

• Industri Farmasi mempunyai fungsí:


a. pembuatan obat dan/atau bahan obat;
b. pendidikan dan pelatihan; dan
c. penelitian dan pengembangan.
• Industri Farmasi yang menghasilkan obat dapat
mendistribusikan atau menyalurkan hasil produksinya
langsung kepada pedagang besar farmasi, apotek,
instalasi farmasi rumah sakit, pusat kesehatan
masyarakat, klinik, dan toko obat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
PerKBPOM No HK.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012
tentang Penerapan Pedoman CPOB

• Sertifikat CPOB adalah dokumen sah yang merupakan


bukti bahwa industri farmasi telah memenuhi
persyaratan CPOB dalam membuat satu jenis bentuk
sediaan obat yang diterbitkan oleh Kepala Badan.
• Sertifikat Cara Pembuatan Bahan Baku Aktif Obat
yang Baik, yang selanjutnya disebut Sertifikat
CPBBAOB, adalah dokumen sah yang merupakan
bukti bahwa industri farmasi telah memenuhi
persyaratan CPBBAOB dalam memproduksi satu jenis
bahan baku aktif obat.
PP 51 Tahun 2009
• Pasal 14
• Setiap Fasilitas Distribusi atau Penyaluran
Sediaan Farmasi berupa obat harus memiliki
seorang Apoteker sebagai penanggung jawab.
• Apoteker sebagai penanggung jawab dapat
dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau
Tenaga Teknis Kefarmasian.
Permenkes No 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang
Pedagang Besar Farmasi (dan perubahannya)
• Pedagang Besar Farmasi, yang selanjutnya disingkat PBF adalah
perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk
pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat
dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
• PBF Cabang adalah cabang PBF yang telah memiliki pengakuan untuk
melakukan pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau
bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
• Cara Distribusi Obat yang Baik, yang selanjutnya disingkat CDOB
adalah cara distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat yang
bertujuan untuk memastikan mutu sepanjang jalur
distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya.
Permenkes No 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang
Pedagang Besar Farmasi (dan perubahannya)
• PBF dan PBF Cabang hanya dapat mengadakan, menyimpan dan menyalurkan
obat dan/atau bahan obat yang memenuhi persyaratan mutu yang
ditetapkan oleh Menteri.
• PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari industri farmasi
dan/atau sesama PBF.
• PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan bahan obat dari industri farmasi,
sesama PBF dan/atau melalui importasi.
• Pengadaan bahan obat melalui importasi dilaksanakan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
• PBF Cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dan/atau bahan
obat dari PBF pusat atau PBF Cabang lain yang ditunjuk oleh PBF pusatnya.
• PBF dan PBF Cabang dalam melaksanakan pengadaan obat atau bahan obat
harus berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker penanggung
jawab dengan mencantumkan nomor SIPA.
Permenkes No 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang
Pedagang Besar Farmasi (dan perubahannya)
• PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat dan/atau bahan obat di daerah
provinsi sesuai dengan surat pengakuannya.
• Dikecualikan PBF Cabang dapat menyalurkan obat dan/atau bahan obat di
daerah provinsi terdekat untuk dan atas nama PBF pusat yang dibuktikan
dengan Surat Penugasan/Penunjukan.
• Setiap Surat Penugasan/Penunjukkan berlaku hanya untuk 1 (satu) daerah
provinsi terdekat yang dituju dengan jangka waktu selama 1 (satu) bulan.
• PBF Cabang yang menyalurkan obat dan/atau bahan obat di daerah
provinsi terdekat menyampaikan pemberitahuan atas Surat
Penugasan/Penunjukan secara tertulis kepada kepala dinas kesehatan
provinsi yang dituju dengan tembusan kepala dinas kesehatan provinsi asal
PBF Cabang, Kepala Balai POM provinsi asal PBF Cabang dan Kepala Balai
POM provinsi yang dituju.
Permenkes No 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang
Pedagang Besar Farmasi (dan perubahannya)

• Setiap PBF dan PBF Cabang harus memiliki apoteker


penanggung jawab yang bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan,
penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan
obat
• Apoteker penanggung jawab harus memiliki izin
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
• Apoteker penanggung jawab dilarang merangkap
jabatan sebagai direksi/pengurus PBF atau PBF
Cabang.
Permenkes No 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang
Pedagang Besar Farmasi (dan perubahannya)

• PBF dan PBF Cabang harus melaksanakan


pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat
dan/atau bahan obat sesuai dengan CDOB yang
ditetapkan oleh Menteri.
• Penerapan CDOB dilakukan sesuai pedoman
teknis CDOB yang ditetapkan oleh Kepala Badan.
• PBF dan PBF Cabang yang telah menerapkan
CDOB diberikan sertifikat CDOB oleh Kepala
Badan.
Permenkes No 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang
Pedagang Besar Farmasi (dan perubahannya)

• Setiap PBF atau PBF Cabang wajib


melaksanakan dokumentasi pengadaan,
penyimpanan, dan penyaluran di tempat
usahanya dengan mengikuti pedoman CDOB.
• Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menjual
obat atau bahan obat secara eceran.
• Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menerima
dan/atau melayani resep dokter.
Permenkes No 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang
Pedagang Besar Farmasi (dan perubahannya)

• PBF dan PBF Cabang hanya melaksanakan


penyaluran obat berdasarkan surat pesanan yang
ditandatangani apoteker pemegang SIA, apoteker
penanggung jawab, atau tenaga teknis kefarmasian
penanggung jawab untuk toko obat dengan
mencantumkan nomor SIPA atau SIPTTK.
• Dikecualikan dari ketentuan di atas, penyaluran obat
berdasarkan pembelian secara elektronik (E-
Purchasing) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
PERKBPOM NO.HK 03.1.31.11.12.7542 TAHUN 2012
TENTANG PEDOMAN TEKNIS CDOB
TUGAS
• Bagaimana pendapat Anda tentang kasus Jeng
Ana dan Kliniknya?
• Terangkan mengenai fenomena medrep
berdasarkan peraturan dan etika kefarmasian?
• Berikan contoh nyata aktivitas PBF yang tidak
sesuai dengan CDOB!

Anda mungkin juga menyukai