Anda di halaman 1dari 21

STUDI KASUS

PENGELOLAAN SEDIAAN
FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN
BMHP DI RUMAH SAKIT DAN
PUSKESMAS

Program Studi Pendidikan Profesi Apoteker


STIFARM PADANG
2023
KELOMPOK 6
Zawahiru Zakiyah (22021034)
Sintia Emiliana (22021047)
​Fany Andriani (22021054)
​Ramdhan Habib Atsal (22021056)
Rika Andani (22021060)
SOAL 1 3

Pengadaan Metformin di Puskesmas Logue Town dilakukan setiap 6 bulan dengan waktu
tunggu 2 bulan. Penggunaan rata-rata Metformin yaitu sebanyak 9000 tablet setiap bulannya.
Sebagai Apoteker, saudara berperan dalam pengadaan obat di Puskesmas tersebut. Saudara
harus memastikan bahwa tidak terjadi kekosongan obat. Jelaskan bagaimana saudara
menentukan stok minimal yang harus dimiliki Puskesmas saat akan melakukan pengadaan!

JAWABAN :
• Safety Stock
Leding time x Penggunaan Rata-rata

2 x 9.000 = 18.000
• Stock Minimum
2 x Safety Stock

2 x 18.000 = 36.000
SOAL 2 4

Di negeri Wakanda didirikan sebuah RS baru. Sebagai seorang apoteker di RS tersebut,


saudara diminta untuk berperan dalam pengaturan stock persediaan obat pada setiap unit
perawatan/pelayanan. Jelaskan sistem distribusi apa yang akan saudara
terapkan!

JAWABAN :
Sistem distribusi obat yang akan diterapkan ialah Sistem Distribusi Obat Desentralisasi.

Keuntungan (Siregar dan Amalia,2004) :


1. Obat dapat segera tersedia untuk dikonsumsikan pada pasien.
2. Pengendalian obat dan akuntabilitas semakin baik.
3. Apoteker dapat berkomunikasi langsung dengan dokter dan perawat.
4. Sistem distribusi obat berorientasi penderita sangat berpeluang diterapkan untuk
penyerahan obat kepada penderita melalui perawat.
5. Apoteker dapat mengkaji kartu pengobatan dan dapat berbicara dengan penderita secara
efisien.
5

6. Informasi obat dari apoteker segera tersedia bagi dokter da perawat.


7. Waktu kerja perawat dalam distribusi dan penyiapan obat untuk digunakan penderita berkurang,
karena tugas itu lebih banyak dilakukan oleh personel IFRS desentralisasi.
8. Spesialisasi terapi obat bagi apoteker dalam bidang perawatan penderita dicapai lebih efektif.
9. Pelayanan klinik apoteker yang terspesialisasi dapat dikembangkan dan diberikan secara efisien.
10.Apoteker lebih mudah melakukan penelitian klinik obat dan studi assesment mutu
terapi obat penderita

Keterbatasan (Siregar dan Amalia, 2004) :


1. Semua Apoteker praktik klinik harus cakap bekerja secara efektif dengan asisten apoteker dan
teknisi
2. Apoteker biasanya bertanggungjawab untuk pelayanan distribusi dan pelayanan klinik.
3. Waktu yang digunakan untuk bukan distribusi obat tergantung pada ketersediaan asisten apoteker
bermutu dan berkemampuan teknisi.
4. Pengendalian inventori obat dalam IFRS keseluruhan lebih sulit karena anggota staf berpraktik
dalam lokasi fisik yang banyak.
5. Lebih banyak alat yang diperlukan, misalnya acuan pustaka informasi obat, ” laminar air flow”,
lemari pendingin, rak obat dan alat untuk meracik.
6. Jumlah dan ketakutan penderita menyebabkan beban kerja distribusi obat dapat melebihi kapasitas
ruangan dan personil dalam unit IFRS desentralisasi yg kecil
SOAL 3 6

Sebagai apoteker di RS Khusus Kanker, saudara diminta untuk menangani


pengelolaan/pemusnahan produk/limbah sitotoksik di RS tersebut. Bagaimana teknik
pengelolaan/ pemusnahan produk/limbah sitotoksik yang akan saudara terapkan?

JAWABAN :
1. Limbah sitotoksis disimpan dalam wadah yang kuat, dengan plastik berwana ungu,yang
anti bocor dan diberikan label dan tulisan “ Limbah Sitotoksis “.
2. Dihancurkan di incinerator dengan suhu diatas 1000 C
Presentation title 7

Berdasarkan Permenkes No. 18 Tahun 2020


SOAL 4
8
Sebagai apoteker di STIFARM PADANG HOSPITAL (SPH), saudara mendapatkan
permintaan untuk membuat larutan irigasi NaCl 0,9% sebanyak 200 L yang dikemas dalam
botol @500 mL. Jelaskan bagaimana saudara mempersiapkan larutan tersebut!

JAWABAN :
9
Presentation title 10

SOAL 5
Presentation title 11
Presentation title 12

PERTANYAAN :
1. Jelaskan permasalahan pengelolaan obat di IFRS di atas!

JAWABAN :
Berikut permasalahan-permasalahan yang terjadi :
2. Item obat yang dipakai lebih besar dari yang direncanakan, artinya banyak obat yang
diluar formularium diresepkan sehingga jumlah item obat menjadi lebih banyak.
3. Ketepatan data jumlah obat belum sesuai antara jumlah fisik obat dengan kartu stok
adalah 33,77%, hal ini dapat dikatakan bahwa administrasi digudang belum
dilaksanakan secara optimal dan efisien karena Sistem Informasi Manajemen (SIM)
yang digunakan belum optimal sehingga petugas gudang membutuhkan waktu yang
lama dapat mencocokkan antara stok dan fisik obat melalui sistem kadang-kadang para
petugas memilih untuk menggunakan metode manual.
4. Nilai ITOR Instalasi Farmasi Rumah Sakit (RS) Swasta Tipe C adalah 6,78 kali/pertahun
masih rendah, dan belum sesuai standar dengan indikator Pudjaningsih (1996) yaitu 10-
23 kali, hal ini dapat diartikan bahwa secara ekonomi jumlah nilai persediaan belum
efisien dan kerugian yang dapat terjadi yaitu dibutuhkannya ruangan penyimpanan obat
yang lebih besar dan resikonya obat dapat tertumpuk dan rusak.
4. Persentase stok mati sebesar 3,13%. Hasil yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan
13
dengan standar Depkes (2008) yaitu 0%. Dari hasil wawancara dengan petugas gudang
hal ini disebabkan karena kurangnya ketelitian para pegawai IFRS dalam mencatat obat
kadaluarsa dan stok opname, dan dalam pengadaan obat pada tahun 2017 tidak
memperhatikan RKO pada tahun sebelumnya, sehingga ada sebagian obat yang
kadaluarsa/rusak, hal ini dapat terjadi juga karena persentase kesesuaian antara
perencanaan obat dengan kenyataan pakai yang besar yaitu melebihi 120,64% melebihi
standar 100-120% sehingga banyak obat yang mengalami stok mati, sama halnya juga
bisa menyebabkan obat rusak dan kadaluarsa.
5. Tingkat ketersediaan obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit (RS) Swasta Tipe C sebesar
10 bulan dan tidak sesuai standar menurut Depkes RI (2008) sebesar 12-18 bulan.
6. Rata-rata waktu pelayanan resep yang digunakan mulai dari resep masuk sampai
penyerahan obat kepada pasien rawat jalan di Rumah Sakit (RS) Swasta Tipe C tidak
sesuai dengan standar indikator Depkes (2008) yaitu resep racikan ≤60 menit dan resep
non racikan ≤30 menit. Sedangkan pada Rumah Sakit (RS) Swasta Tipe C waktu
pelayanan resep racikan 74,15 menit dan waktu pelayanan resep non racikan 39,54
menit.
7. Persentase peresepan antibiotik di Rumah Sakit (RS) Swasta Tipe C sebesar 24,2 %
lebih besar dibandingkan WHO (1993) adalah sebesar 22,7%.
8. Persentase peresapan obat injeksi dirawat inap sebesar 15% lebih rendah dari standar di
Indonesia adalah 17%.
9. Persentase obat dilabeli dengan benar adalah 57,15% artinya nilai tersebut belum
memenuhi standar yang ditetapkan yaitu 100% (WHO,1993). Hal ini menandakan para
pegawai di setiap depo Rumah sakit belum melabeli etiket dengan benar
Presentation title 14

2. Upaya apa yang harus dilakukan IFRS untuk meningkatkan keterjaringan pasien?

JAWABAN :
• Menerapkan sistem pelayanan satu pintu
• Menerapkan e-prescribing
• Lokasi IFRS mendekati pelayanan medik seperti Instalasi Rawat Jalan
dan Instalasi Rawat Inap

3. Faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja IFRS di atas?

JAWABAN :
• Ketersediaan dana untuk pengadaan obat.
• Letak lokasi IFRS di RS tersebut apakah mendekati pusat pelayanan
medik sehingga mudah terjangkau oleh pasien.
• Sumber Daya Manusia, apakah jumlah apoteker dan tenaga teknis
kefarmasian lain cukup untuk melayani seluruh pasien sehingga tidak
over load, apakah mereka merasakan kepuasan kerja.
• Sistem Informasi Manajemen (SIM), dengan adanya SIM masalah
pengelolaan obat berkaitan dengan ketersediaan obat, stok, obat
kadaluarsa, dan obat mati dapat segera diketahui sehingga dapat segera
diatasi atau diminimalkan.
Presentation title 15

4. Bagaimana pengendalian obat yang harus diterapkan di IFRS?


JAWABAN :
• Ketersediaan obat dalam jumlah cukup
• Inventory, jangan sampai berlebih
• Tidak ada obat kadaluarsa
• Tidak ada obat mati
Presentation title 16

5. Bagaimana kinerja pengelolaan obat pada masing-masing tahap IFRS di atas?


JAWABAN :
17
Presentation title 18
6. Bagaimana upaya perbaikan yang akan anda lakukan 19

untuk IFRS di atas?


Tahapan Masalah Solusi
Pengadaan Jumlah item obat yang dipakai Sudah efisien 100% - 120%
dibandingkan yang direncanakan (pudjaningsih, 1996)
Frekuensi kesalahan Harus memilih supplier secara
faktur/ketidakcocokan faktur selektif (pabrikan, distributor) yang
memenuhi aspek mutu produk yang
terjamin, aspek legal dan harga
yang sesuai.
Rata-rata tertundanya pembayaran Mengoptimalkan penggunaan SIM
berbasis IT agar memudahkan
dalam melakukan penjumlahan dan
penjadwalan jatuh tempo
pembayaran. Meningkatkan ITOR
agar profit margin dapat bertambah
sehingga dapat membantu aliran
kas di IFRS.
Distribusi Ketepatan data jumlah obat pada Perlunya dilakukan peningkatan
kartu stok pada sistem informasi manajemen
sehingga dapat mengurangi waktu
untuk pencocokan stok obat dalam
guddang dan fisik obat.
ITOR (InventoryTurn Over Ratio) Mengendalikan jumlah persediaan,
6,78 kali/tahun menyediakan data persediaan dan
dukungan SIM berbasis IT
Persentasi stok mati Melakukan kebijakan sistem
penerapan satu pintu.
Mengoptimalkan peran PFT dan
formularium serta didukung SIM
berbasis IT agar dapat dijadikan
data dan bahan dalam seleksi obat
dan evaluasi serta revisi
formularium oleh PFT
20

penggunaan Rata-rata waktu untuk melayani Menggunakan sistem e-prescribing


resep agar proses pelayanan menjadi lebih
efisien, efektif dan cepat serta
meminimalkan terjadinya medication
error.
Penataan rak obat berdasarkan
kategori obat (fast/slow moving)
Pengkategorian jalur pelayanan
resep (jalur cepat/<2 item obat,
reguler/>2 item obat, dan racikan)
Persentase resep obat antibiotic Meninjau ulang formularium rumah
sakit berdasarkan hasil uji kualitatif
penggunaan antibiotik dari ketegori
0-6
Persentase resep obat injeksi Untuk meminimalisir penggunaan
injeksi
yang terlalu banyak, pasien dari IGD
yang sudah dipindahkan di bangsal
apabila keadaan sudah membaik
tetapi masih harus rawat jalan dapat
diberikan obat oral saja untuk
mengurangi pemakaian injeksi.
Persentase obat yang dilabeli dengan Dilakukan pengecekan kembali oleh
lengkap apoteker sehingga dapat mengurangi
kesalahan memberi label pada etiket
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai