Studi Kasus Bu Fitra Kel. 6
Studi Kasus Bu Fitra Kel. 6
PENGELOLAAN SEDIAAN
FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN
BMHP DI RUMAH SAKIT DAN
PUSKESMAS
Pengadaan Metformin di Puskesmas Logue Town dilakukan setiap 6 bulan dengan waktu
tunggu 2 bulan. Penggunaan rata-rata Metformin yaitu sebanyak 9000 tablet setiap bulannya.
Sebagai Apoteker, saudara berperan dalam pengadaan obat di Puskesmas tersebut. Saudara
harus memastikan bahwa tidak terjadi kekosongan obat. Jelaskan bagaimana saudara
menentukan stok minimal yang harus dimiliki Puskesmas saat akan melakukan pengadaan!
JAWABAN :
• Safety Stock
Leding time x Penggunaan Rata-rata
2 x 9.000 = 18.000
• Stock Minimum
2 x Safety Stock
2 x 18.000 = 36.000
SOAL 2 4
JAWABAN :
Sistem distribusi obat yang akan diterapkan ialah Sistem Distribusi Obat Desentralisasi.
JAWABAN :
1. Limbah sitotoksis disimpan dalam wadah yang kuat, dengan plastik berwana ungu,yang
anti bocor dan diberikan label dan tulisan “ Limbah Sitotoksis “.
2. Dihancurkan di incinerator dengan suhu diatas 1000 C
Presentation title 7
JAWABAN :
9
Presentation title 10
SOAL 5
Presentation title 11
Presentation title 12
PERTANYAAN :
1. Jelaskan permasalahan pengelolaan obat di IFRS di atas!
JAWABAN :
Berikut permasalahan-permasalahan yang terjadi :
2. Item obat yang dipakai lebih besar dari yang direncanakan, artinya banyak obat yang
diluar formularium diresepkan sehingga jumlah item obat menjadi lebih banyak.
3. Ketepatan data jumlah obat belum sesuai antara jumlah fisik obat dengan kartu stok
adalah 33,77%, hal ini dapat dikatakan bahwa administrasi digudang belum
dilaksanakan secara optimal dan efisien karena Sistem Informasi Manajemen (SIM)
yang digunakan belum optimal sehingga petugas gudang membutuhkan waktu yang
lama dapat mencocokkan antara stok dan fisik obat melalui sistem kadang-kadang para
petugas memilih untuk menggunakan metode manual.
4. Nilai ITOR Instalasi Farmasi Rumah Sakit (RS) Swasta Tipe C adalah 6,78 kali/pertahun
masih rendah, dan belum sesuai standar dengan indikator Pudjaningsih (1996) yaitu 10-
23 kali, hal ini dapat diartikan bahwa secara ekonomi jumlah nilai persediaan belum
efisien dan kerugian yang dapat terjadi yaitu dibutuhkannya ruangan penyimpanan obat
yang lebih besar dan resikonya obat dapat tertumpuk dan rusak.
4. Persentase stok mati sebesar 3,13%. Hasil yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan
13
dengan standar Depkes (2008) yaitu 0%. Dari hasil wawancara dengan petugas gudang
hal ini disebabkan karena kurangnya ketelitian para pegawai IFRS dalam mencatat obat
kadaluarsa dan stok opname, dan dalam pengadaan obat pada tahun 2017 tidak
memperhatikan RKO pada tahun sebelumnya, sehingga ada sebagian obat yang
kadaluarsa/rusak, hal ini dapat terjadi juga karena persentase kesesuaian antara
perencanaan obat dengan kenyataan pakai yang besar yaitu melebihi 120,64% melebihi
standar 100-120% sehingga banyak obat yang mengalami stok mati, sama halnya juga
bisa menyebabkan obat rusak dan kadaluarsa.
5. Tingkat ketersediaan obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit (RS) Swasta Tipe C sebesar
10 bulan dan tidak sesuai standar menurut Depkes RI (2008) sebesar 12-18 bulan.
6. Rata-rata waktu pelayanan resep yang digunakan mulai dari resep masuk sampai
penyerahan obat kepada pasien rawat jalan di Rumah Sakit (RS) Swasta Tipe C tidak
sesuai dengan standar indikator Depkes (2008) yaitu resep racikan ≤60 menit dan resep
non racikan ≤30 menit. Sedangkan pada Rumah Sakit (RS) Swasta Tipe C waktu
pelayanan resep racikan 74,15 menit dan waktu pelayanan resep non racikan 39,54
menit.
7. Persentase peresepan antibiotik di Rumah Sakit (RS) Swasta Tipe C sebesar 24,2 %
lebih besar dibandingkan WHO (1993) adalah sebesar 22,7%.
8. Persentase peresapan obat injeksi dirawat inap sebesar 15% lebih rendah dari standar di
Indonesia adalah 17%.
9. Persentase obat dilabeli dengan benar adalah 57,15% artinya nilai tersebut belum
memenuhi standar yang ditetapkan yaitu 100% (WHO,1993). Hal ini menandakan para
pegawai di setiap depo Rumah sakit belum melabeli etiket dengan benar
Presentation title 14
2. Upaya apa yang harus dilakukan IFRS untuk meningkatkan keterjaringan pasien?
JAWABAN :
• Menerapkan sistem pelayanan satu pintu
• Menerapkan e-prescribing
• Lokasi IFRS mendekati pelayanan medik seperti Instalasi Rawat Jalan
dan Instalasi Rawat Inap
JAWABAN :
• Ketersediaan dana untuk pengadaan obat.
• Letak lokasi IFRS di RS tersebut apakah mendekati pusat pelayanan
medik sehingga mudah terjangkau oleh pasien.
• Sumber Daya Manusia, apakah jumlah apoteker dan tenaga teknis
kefarmasian lain cukup untuk melayani seluruh pasien sehingga tidak
over load, apakah mereka merasakan kepuasan kerja.
• Sistem Informasi Manajemen (SIM), dengan adanya SIM masalah
pengelolaan obat berkaitan dengan ketersediaan obat, stok, obat
kadaluarsa, dan obat mati dapat segera diketahui sehingga dapat segera
diatasi atau diminimalkan.
Presentation title 15