Dari semua sifat di atas, CCl4 merupakan pelarut yang ideal yang hampir
memenuhi semua persyaratan, tetapi pelarut ini sangat nonpolar sehingga
mempunyai kapsitas pelarutan yang relatif rendah.
Misalnya tidak dapat melarutkan senyawa-senyawa yang bersifat polar.
Karena hal-hal tersebut maka terdapat beberapa pelarut yang sering
digunakan pada spektrometer NMR yakni pelarut yang
telah terdeuterasi, misalnya
· Deuterokloroform (CDCl3)
· Heksadeterobenzena (C6D6)
· Aseton-d6 (CD3COCD3)
Mengapa digunakan TMS sbg standar?
•Bersifat inert.
•Tingkat simetri yang tinggi, dalam hal ini semua
atom H dan C berada pada lingkungan kimia yang
sama sehingga memberikan puncak absorbsi tunggal
karena semua atom H dan C ekivalen.
•Volatil, memiliki titik didih 27°C.
•Nonpolar sehingga mudah larut dalam pelarut
organik.
•Geseran kimia TMS tidak dipengaruhi oleh
kekompleksan pelarut atau tidak dipengaruhi pelarut
karena tidak mengandung gugus-gugus polar.
Geseran Kimia Dalam Spektroskopi NMR
•Dalam spektroskopi NMR setiap jenis inti yang memiliki sifat yang
khas dinyatakan dengan istilah geseran kimia (chemical
shift) dan kopling spin-spin (Spin-spin coupling). Kedua besaran
atau fenomena ini merefleksikan lingkungan kimia spin inti yang
diamati dalam eksperimen NMR dan ini dapat dipandang sebagai
efek kimia dalam spektroskopi NMR.
•Frekuensi resonansi yang dialami inti bergantung pada besarnya
kuat medan magnet yang diterapkan. Jadi frekuensi resonansi
sebanding dengan medan magnet yang dialami oleh inti yang
diamati. Makin besar spektrometer NMR, maka perpisahan antar
puncak resonansi pada spektrum NMR makin besar dan kondisi
demikian dikenal dengan NMR resolusi tinggi.
• Geseran kimia inti yang terbaca dalam spektrometer
NMR sebagai ppm (part per million) dan
dilambangkan δ.
• Perlu diperhatikan bahwa ppm disini tidak sama
dengan ppm konsentrasi. Nilai ppm tergantung pada
frekuensi alat yang di gunakan yang ditulis denga
persamaan berikut.
ppm = Δv/v x 106