Anda di halaman 1dari 259

METODE NUMERIK

By Muhamad Iqbal ST
Email : claudluciffer@gmail.com
Telp : 08986452813
KONTRAK KULIAH

No Penilaian bobot Nilai subtotal


1 Kehadiran 10.00% 0

2 Tugas, quiz, keaktifan 20.00% 0


3
UTS 30.00% 0
4 UAS 40.00% 0
100.00% 0.00%

Nilai Angka Nilai Keterangan


>85 A 4 Good good goood!!
71-85 B 3 great
51-70 C 2 Lumayan lah…
45-50 D 1 Yah!
<45 E 0 Whaaaaaat!!!!
PENDAHULUAN
 Persoalan yang melibatkan model matematika banyak
muncul dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan,
seperti dalam bidang fisika, kimia, ekonomi, atau pada
persoalan rekayasa (engineering) pada Teknik Sipil,
Teknik Mesin, Elektro, dan sebagainya
 Permasalahan model matematika sering muncul dalam
bentuk yang tidak ideal alias rumit.
 Model matematika yang rumit ini adakalanya tidak dapat
diselesaikan dengan metode analitik yang sudah umum
untuk mendapatkan solusi sejatinya (exact solution)
 metode analitik adalah metode penyelesaian model
matematika dengan rumus-rumus aljabar yang sudah
baku (lazim)
CONTOH PERMASALAHAN
MATEMATIS/MODEL MATEMATIS
 Define X….??
Tentukan harga x yang memenuhi persamaan:
 Selesaikan sistem persamaaan lanjar (linear):
Tentukan nilai maksimum fungsi tiga matra (dimension):
 Bila diperoleh tabulasi titik-titik (x,y) sebagai berikut (yang dalam hal ini
rumus fungsi y = f(x) tidak diketahui secara eksplisit):

 Hitung taksiran nilai y untuk x = 3.8!


 Berdasarkan titik-titik data pada tabel persoalan di atas,
 berapa nilai f '(3.5) dan nilai f "(3.5) ?
 Hitung nilai integral-tentu berikut:
 Diberikan persamaan differensial biasa (PDB) dengan nilai awal:
 Hitung nilai y pada t = 1.8!
METODE ANALITIK VERSUS METODE
NUMERIK
 Metode analitik disebut juga metode sejati, memiliki
galat (error) sama dengan nol
 Bila metode analitik tidak dapat lagi diterapkan, maka
solusi persoalan sebenarnya masih dapat dicari dengan
menggunakan metode numerik
 Metode numerik adalah teknik yang digunakan untuk
memformulasikan persoalan matematik sehingga dapat
dipecahkan dengan operasi perhitungan/aritmetika biasa
(tambah, kurang, kali, dan bagi)
METODE ANALITIK
galat = ÷ 7.25 – 22/3 ÷ = ÷ 7.25 – 7.33…÷ = 0.08333...
METODE NUMERIK DALAM BIDANG
REKAYASA
 Contoh:
 Sebuah bola logam dipanaskan sampai pada suhu 100°C.
Kemudian, pada saat t = 0, bola itu dimasukkan ke dalam
air yang bersuhu 30°C. Setelah 3 menit, suhu bola
berkurang menjadi 70°C. Tentukan suhu bola setelah
22.78 menit menit. Diketahui tetapan pendinginan bola
logam itu adalah 0.1865.
 hukum pendinginan Newton, laju pendinginan bola
setiap detiknya adalah

 k adalah tetapan pendinginan bola logam yang harganya


0.1865.
 Nilai awal yang diberikan adalah T(0)=100. Dengan
menggunakan nilai awal ini, solusi
 khusus persamaan diferensial adalah

 Dengan menyulihkan t = 22.78 ke dalam persamaan T,


diperoleh
PERANAN KOMPUTER DALAM METODE
NUMERIK
 Penggunaan komputer dalam metode numerik antara lain untuk
memprogram.
 Langkah-langkah metode numerik diformulasikan menjadi program
komputer.
 Program ditulis dengan bahasa pemrograman tertentu, seperti
FORTRAN, PASCAL, C, C++, BASIC, dan sebagainya
 Program komputasi populer seperti Matlab, labview, MathCad, Maple,
Mathematica, Eureka.
 terdapat juga library yang berisi
 rutin-rutin yang siap digabung dengan program utama yang ditulis
pengguna, misalnya IMSL (International Mathematical and Statistical
Library) Math/Library yang berisi ratusan rutin-rutin metode numerik
 perhitungan "waktu nyata" (real time computing)
 kecepatan tinggi, keandalan, dan fleksibilitas komputer memberikan
akses untuk penyelesaian masalah praktek
WHY WE LEARN NUMERIK?
 Metode numerik mampu menangani sistem persamaan
besar, kenirlanjaran, dan geometri yang rumit yang
dalam praktek rekayasa seringkali tidak mungkin
dipecahkan secara analitik.
 banyak tersedia program aplikasi numerik komersil

 Dapat membuat sendiri program komputer tanpa harus


membeli paket programnya
 Metode numerik menyediakan sarana untuk memperkuat
kembali pemahaman matematika
TAHAP-TAHAP MEMECAHKAN PERSOALAN
SECARA NUMERIK

Pemodelan

Penyederhana
Evaluasi
an model

Formulasi
Operasional
numerik

Pemrograman
 Pemodelan
 Ini adalah tahap pertama. Persoalan dunia nyata
dimodelkan ke dalampersamaan matematika
 Penyederhanaan model

 Model matematika yang dihasilkan dari tahap 1 mungkin


saja terlalu kompleks, yaitu memasukkan banyak peubah
(variable) atau parameter. Semakin kompleks model
matematikanya, semakin rumit penyelesaiannya.
Mungkin beberapa andaian dibuat sehingga beberapa
parameter dapat diabaikan
 Formulasi numerik
 menentukan metode numerik yang akan dipakai
bersama-sama dengan analisis galat awal (yaitu taksiran
galat, penentuan ukuran langkah, dan sebagainya,
Pemilihan metode didasari pada pertimbangan:
 Ketelitian
metode
 Kemudahan untuk diprogram
 waktu pemrograman cepat?
 Kepekaan metode terhadap perubahan data yang cukup kecil?

 menyusun algoritma dari metode numerik yang dipilih.


 Pemrograman
 menerjemahkan algoritma ke dalam program komputer
dengan menggunakan salah satu bahasa pemrograman
yang dikuasai.
 Operasional

 program komputer dijalankan dengan data uji coba

 Evaluasi

 Bila program sudah selesai dijalankan dengan data yang


sesungguhnya, maka hasil yang diperoleh diinterpretasi
Solusi persamaan non linier Solusi persamaan linier

Interpolasi polinom Turunan numerik


Integrasi numerik

Solusi persamaan diferensial biasa


PERTEMUA II
 Galat hampiran numerik:
 galat mutlak dan galat relatif
 galat pembulatan dan pemotongan

 angka signifikan
 bilangan titik mengambang

 perambatan galat
 Galat mutlak

 Galat relatif
GALAT NUMERIK
 Besaran yang merupakan selisih antara nilai hampiran
dengan nilai eksak.

Ea : galat absolut (galat mutlak)


X : nilai eksak
nilai hampiran.
 Galat bawaan (inherent error) adalah galat dari data
yang diberikan, misalnya karena kesalahan pengukuran
atau ketidaktelitian alat ukur.
 Galat proses adalah galat yang terjadi karena proses
komputasi
GALAT PROSES
 Galat pembulatan (round-off error)
 Contoh : x = 0,3333333…. Dan = 0.33333
 Maka galat pembulatannya E = 0,00000333333….
 Galat Pemotongan (truncation error)
 Contoh : fungsi sin x dapat dituliskan dalam bentuk
penjumlahan deret taylor

 Jika deret tersebut dipotong sampai suku orde n = 3

Galat pemotongannya menjadi


REPRESENTASI BILANGAN PADA
KOMPUTASI
 Sistem titik tetap (fixed-point).
 bilangan dinyatakan dengan sejumlah tetap posisi
desimal di ujung kanan
 sistem bilangan titik tetap tidak praktis dalam pekerjaan
ilmiah karena keterbatasan rentangnya,
 contoh : 62,358
REPRESENTASI BILANGAN PADA
KOMPUTASI
 Sistem titik kambang (floating point)

• m = mantis (riil)
• b = basis sistem bilangan yang dipakai (2, 8,
10, 16, dan sebagainya);
• p = pangkat (berupa bilangan bulat tak
negatif).

Contoh 0,6238 x 103 dalam sistem titik


kambang dengan basis 10
ANGKA SIGNIFIKAN
 Angka-angka yang terdapat dalam bilangan pecahan
yang berpengaruh dalam perhitungan
 1. Merupakan angka 1 s/d 9.

 2. Angka 0 dibelakang koma sebelum ada angka 1 s/d 9


di abaikan.

 Contoh:
 0.0005813 memiliki 4(empat) angka signifikan,
sedangkan 0.700124 mempunyai 6(enam) angka
signifikan.
RAMBATAN ‘ERROR’
 Ditentukan semua operasi aritmatik digantikan dengan tanda
ω. Jadi ω: + - × / dan ŵ: + - × / → versi komputer
 Misalkan xA dan yA adalah bilangan yang akan digunakan
dan kesalahannya terhadap xT dan yT adalah
 ε = xT − xA dan η = yT − yA
 Jika dilakukan hitungan xA ŵ yA, maka kesalahannya adalah

 I = kesalahan karena rambatan (‘propagated error’)


 II = kesalahan karena ‘rounding’ ataupun ‘choping’
‘PROPAGATED ERROR’ PADA
PERKALIAN

Jika

maka
‘PROPAGATED ERROR’ PADA
PEMBAGIAN

Tampak bahwa pada perkalian dan pembagian ‘kesalahan relatif’ tidak


membesar secara cepat.
‘PROPAGATED ERROR’ PADA
PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN

 Contoh

Jadi meskipun kesalahan pada (xA − yA) adalah kecil, tetapi ‘kesalahan relatif’nya
cukup besar melebihi Rel(xA) ataupun Rel(yA).
PERTEMUAN III
ELIMINASI GAUSS
ELIMINASI GAUSS

 Persamaan diatas dalam bentuk matrik dapat ditulis


sebagai berikut:
 Untuk menjelaskan eliminasi Gauss, maka dibentuk
suatu matrik sebagai berikut:
 Kita kalikan baris 1 dengan 1/2, tambahkan (-1 x baris 1 yang baru) kepada
baris 2, dan tambahkan (3x baris 1 yang baru) kepada baris 3.

 Perhatikan bahwa operasi di atas jika ditulis dalam bentuk matrik adalah
 Selanjutnya dilakukan operasi sebagai berikut: kalikan baris 2 dengan 2/25 dan
tambahkan (5/2 x baris 2 yang baru) kepada baris 3

 Operasi terakhir mengubah sistem persamaan menjadi:


 Kalikan baris 3 dengan 5/47. Tambahkan ke baris 2:
(16/25 x baris 3 yang baru). Tambahkan ke baris 1: (-2 x
baris 3 yang baru)

 Akhirnya tambahkan ke baris 1: (7/2 x baris 2)


 Jadi sistem persamaan menjadi x1 = 4, x2 = 1, x3 = 2 dan
inverse matrik [B] adalah
ELIMINASI GAUSS–JORDAN
 Pada eliminasi Gauss di atas secara garis besar terdiri dari beberapa
langkah:
1. operasi normalisasi: elemen diagonal diubah menjadi bernilai 1
2. operasi reduksi: elemen non-diagonal diubah menjadi bernilai 0
 Pada eleminasi Gauss – Jordan operasi a & b dikerjakan bersamaan.
 Normalisasi baris 1 dengan membaginya dengan elemen
‘pivot’ = 2
 baris 2 - baris 1 yang baru
 baris 3 + 3x baris 1 yang baru
 Normalisasi baris 2 dengan membaginya dengan elemen
‘pivot’ = 25/2,
 kurangi (-7/2 x baris 2 yang baru) dari baris 1
 kurangi (-5/2 x baris 2 yang baru) dari baris 3
 Normalisasi baris 3 dengan membaginya dengan elemen
‘pivot’ = 47/5,
 kurangi (-6/25 x baris 3 yang baru) dari baris 1
 kurangi (-16/25 x baris 3 yang baru) dari baris 2
 n buah persamaan dengan n buah variabel x
 Konstanta a dan b diketahui
ELIMINASI GAUSS–JORDAN DENGAN ‘PIVOT’
MAKSIMUM
 Jika matrik [B] mempunyai salah satu elemen yang
mempunyai nilai kecil sekali dibandingkan elemen yang
lain, maka cara’pivoting’ yang sebelumnya dapat
memberikan hasil yang tidak akurat. Oleh karena itu
dipilih elemen ‘pivot’ yang mempunyai nilai terbesar
Dipilih elemen b32 = 9 sebagai ‘pivot’
butir yang sangat penting dari hasil diatas:
 Akar dari [B]{x}={u} dapat dicari tanpa menghitung [B]-
1
.
 Hitungan inverse suatu matrik lebih baik dihindari
karena mahal beayanya.

 Untuk menghemat memori komputer, maka pada cara


terakhir (eliminasi Gauss–Jordan dengan ‘pivot’
maksimum) hasil dari inverse dimasukan kedalam matrik
[B].
METODE JACOBI
METODA JACOBI

Metoda Jacobi membentuk persamaan untuk mendekati persamaan di atas:

atau

jika terjadi bii = 0 atau nilainya kecil, maka harus diadakan pengaturan
sehingga bii ≠ 0
CONTOH:

Persamaan di atas ditulis lagi:

Vektor awal {x0} = [1, 1, 1]t


 Jadi

Dalam metoda ini hitungan elemen vektor yang baru menggunakan elemen
vektor yang lama.
 Gunakan Literasi jacobi untuk persamaan berikut ini,
dimulai dengan x0 = [1 1 1], iterasikan 5 kali
METODE BISECTION
Akar fungsi
BISECTION
a b c d e d
 Prinsip: Kurung akar fungsi di antara
dua batas, lalu paruh batas itu terus
menerus sampai batas itu sedemikian
sempit dan dengan demikian lokasi akar
fungsi diketahui dengan keakuratan
tertentu. Batas b, c atau
 Langkah: nilai di
1. Perkirakan akar fungsi (bisa dengan
Tengahnya bisa
cara memplot fungsi). dipilih sebagai
akar fungsi.
2. Tentukan batas awal yang mengurung
akar fungsi.
3. Belah dua daerah berisi akar fungsi itu.
4. Tentukan daerah yang berisi akar
fungsi.
5. Ulangi langkah 3 dan 4 sampai
dianggap cukup.
6. Tentukan akar fungsi.
MENENTUKAN DAERAH YANG BERISI
AKAR FUNGSI:
 Jika z merupakan akar fungsi, maka f(x < z) dan f(x > z)
saling berbeda tanda.
 f(a)*f(c) negatif, berarti di antara a & c ada akar fungsi.

 f(b)*f(c) positif, berarti di antara b & c tidak ada akar


fungsi

f(x) a b
c

z
MENENTUKAN KAPAN PROSES
PENCARIAN AKAR FUNGSI BERHENTI
 Proses pencarian akar fungsi dihentikan setelah
keakuratan yang diinginkan dicapai, yang dapat
diketahui dari kesalahan relatif semu.

|
Kesalahan Relatif Semu=
perkiraan berikut - perkiraan sebelum
perkiraan sebelum |
CONTOH

 Tentukan akar-akarnya
 Ambil range antara -8 dan -7; range antara -2 dan -1,
range antara 0 dan 1
 Tinjau range -8 s/d -7,

 Lihat excell

 range antara -2 dan -1


 Lihat excell

 range antara 0 dan 1


 Lihat excell
METODE FALSE POSITION
FALSE POSITION
 Prinsip: Di sekitar akar fungsi yang diperkirakan, anggap
fungsi merupakan garis lurus. Titik tempat garis lurus itu
memotong garis nol ditentukan sebagai akar fungsi.

f(x)

Akar fungsi yang sebenarnya

Akar fungsi yang diperoleh

Garis lurus sebagai pengganti f(x)


f(x)
b

x
a c

p(x)

𝑝 ( 𝑥 )= ( 𝑥 −𝑏
𝑎 −𝑏 )
𝑓 ( 𝑎) +
𝑥 −𝑎
𝑏 −𝑎 (
𝑓 (𝑏) )

𝑝 ( 𝑐 ) =0 𝑐=
( 𝑎. 𝑓 ( 𝑏 ) −𝑏 . 𝑓 (𝑎)
𝑓 (𝑏)− 𝑓 (𝑎) )
LANGKAH METODE FALSE POSITION
f(x)
 Perkirakan akar fungsi (bisa
dengan cara memplot fungsi). b
Akar fungsi
 Tentukan batas awal yang
mengurung akar fungsi. x
a c
 Tarik garis lurus penghubung nilai
fungsi pada kedua batas, lalu cari
titik potongnya dengan garis nol. p(x)
f(x)
 Geser salah satu batas ke titik
potong itu, sementara batas lain b
tidak berubah. Ulangi langkah 3.
 Ulangi langkah 4 sampai x
dianggap cukup. a
c
 Titik potong garis nol dan garis
lurus yang terakhir dinyatakan
sebagai akar fungsi. 𝑐=
( 𝑓 (𝑏)− 𝑓 (𝑎) )
𝑎. 𝑓 ( 𝑏 ) −𝑏 . 𝑓 (𝑎) p(x)
𝑐=
(
𝑎. 𝑓 ( 𝑏 ) −𝑏 . 𝑓 (𝑎)
𝑓 (𝑏)− 𝑓 (𝑎) )
f(x)
 Metode false position
juga menggunakan dua
batas seperti metode c b
bisection. Namun, x
a
berbeda dari metode
bisection, pada metoda
false position hanya satu p(x)
f(x)
batas yang berubah.

 Pada contoh sebelum c x


a b
ini, batas a berubah
sementara batas b tetap.
Pada contoh berikut
terjadi sebaliknya
MENGHITUNG AKAR FUNGSI DENGAN
METODE FALSE POSITION,
menggunakan a dan b sebagai batas awal:
 jika batas a tetap, batas b berubah:

 jika batas b tetap, batas a berubah:

 kesalahan relatif semu:

 Penghitungan dihentikan jika kesalahan relatif semu sudah


 mencapai / melampaui batas yang diinginkan.
NEWTON-RAPHSON
 Prinsip: Buat garis singgung kurva f(x) di titik di sekitar
akar fungsi. Titik tempat garis singgung itu memotong
garis nol ditentukan sebagai akar fungsi.
 Diperoleh: p(x) = f(a) + (x − a)f'(a)
 (f’(a) turunan pertama f(x) pada x = a)

 p(c) = 0 
Langkah:
1. Perkirakan akar fungsi.
2. Buat garis singgung pada titik
sesuai akar fungsi yang
diperkirakan itu, lalu cari titik
potongnya dengan garis nol.
3. Titik potong itu merupakan
perkiraan akar fungsi baru.
4. Ulangi langkah 2 dan 3
sampai dianggap cukup.
5. Titik potong garis nol dan
garis singgung kurva yang
terakhir dinyatakan sebagai
akar fungsi.
Contoh perkiraan akar
fungsi awal yang baik
 perkiraan akar fungsi
makin mendekati akar
fungsi sebenarnya.

Contoh perkiraan akar


fungsi awal yang buruk
 perkiraan akar fungsi
makin menjauhi akar
fungsi sebenarnya.
MENGHITUNG AKAR FUNGSI DENGAN
METODE NEWTON-RAPHSON:

 kesalahan relatif semu:

 Penghitungan dihentikan jika kesalahan relatif semu


sudah mencapai / melampaui batas yang diinginkan.
SECANT
 Kembali ke metode False Position, untuk contoh batas b tetap, akar fungsi dicari
sebagai berikut:

 Pada metode Secant, batas tidak dijaga tetap, melainkan berubah. Akar fungsi dicari
sebagai berikut:

 Jadi, mulai dari i = 3, akar fungsi dihitung dengan:


 Akar fungsi pada metode Secant untuk i = 1, 2 bisa dihitung dengan metode yang lain atau
ditebak. Mulai i = 3, akar fungsi dihitung dengan rumus:

 Yang menarik, jika i makin besar, maka beda antar dua akar fungsi yang berturutan semakin
kecil, sehingga

 Dengan begitu, metode Secant menyerupai metode Newton-Raphson. Jika turunan fungsi
f(x) sulit diperoleh / dihitung, maka metode Secant menjadi alternatif yang baik bagi metode
Newton-Raphson.

 Kesalahan relatif semu dihitung sama seperti pada metode False Position atau Newton-
Raphson.
KECEPATAN KONVERGENSI
 Pencarian akar fungsi dimulai dengan perkiraan akar fungsi
yang pertama, lalu diikuti oleh perkiraan berikutnya dan
seterusnya sampai perkiraan yang terakhir, yang kemudian
dinyatakan sebagai akar fungsi hasil perhitungan tersebut.
Proses itu harus bersifat konvergen yaitu, selisih perkiraan
sebelum dari yang setelahnya makin lama makin kecil. Setelah
dianggap cukup, proses pencarian akar fungsi berhenti.

 Kecepatan konvergensi sebuah proses yaitu, kecepatan proses


itu untuk sampai pada hasil akhir.
 Contoh pencarian akar fungsi dengan metode Bisection:
akar fungsi

 Jika , maka dari gambar diperoleh:


 ,
 ,

Kecepatan konvergensi bersifat linear :


 Pada metode False Position, Newton-Raphson dan Secant akar fungsi dicari
dengan rumus yang bentuknya serupa:
(atau a diganti b)
False Position

Newton-Raphson:

Secant:

Mengingat dengan berjalannya proses pencarian akar fungsi rumus pada


metode False Position dan terlebih lagi Secant semakin mendekati rumus
pada metode Newton-Raphson, maka akan dibahas kecepatan konvergen
pada metode Newton-Raphson.
 ekspansi deret Taylor:

Kecepatan konvergensi pada metode Newton- Raphson


(kira-kira demikian juga False Position dan Secant) bersifat
kurang lebih kuadratik:
Dengan begitu, metode metode Newton-Raphson, False Position dan
Secant lebih cepat dari metode Bisection.
CONTOH HASIL PENCARIAN AKAR FUNGSI UNTUK SOAL

 Bisection
 False Position

 Newton-Raphson

 Secant

akar (xi) f((xi)akar) jumlah literasi


bisection -7,215091705 3,46527E-05 18
False Position -7,215092353 5,68636E-06 9
Newton-Raphson -7,21509248 -3,908E-14 4
Secant -7,21509248 -2,5512E-11 5
TUGAS

 Carilah root dengan metode :


 Bisection
 FalsePosition
 Newton-Raphson
 Secant
GAUSS ELIMINATIO PART 2
CONTOH SOAL
JAWAB
… (1) 3 persamaan dan
… (2) 3 Variabel
... (3)

… (1) Eliminasi variabel x :


… (2) pers (2) + 0.5 * pers (1)
.. (3) pers (3) - 0.5 * pers (1)

… (1)
… (2) Eliminasi variabel y :
.. (3) pers (3) - 5 * pers (2)

substitusi mundur:
𝑧=− 0 , 4 pers. (3) mencari z

−1 −3 𝑧
𝑦= =0 , 4 pers. (2) mencari y
0,5
−6+ 3 𝑦 − 8 𝑧 pers. (1) mencari x
𝑥= =− 0 , 8
2
DALAM BENTUK MATRIKS

( )( ) ( )
 Pertanyaan 2 −3 8 𝑥 −6
−1 2 −1 𝑦 = 2
1 1 −1 𝑧 0

( )( ) ( )
 Jawab : 2 −3 8 𝑥 −6
0 0 ,5 3 𝑦 = −1
0 2 ,5 −5 𝑧 3

( )( ) ( )
2 −3 8 𝑥 −6
0 0 ,5 3 𝑦 = −1
0 0 20 𝑧 −8

substitusi mundur:
𝑧=− 0 , 4
−1 −3 𝑧
𝑦= =0 , 4
0,5
−6+ 3 𝑦 − 8 𝑧
𝑥= =− 0 , 8
2
ELIMINASI GAUSS  ,

( )( ) ( )
𝑎 11 𝑎 12 𝑎1 3 ⋯ 𝑎 1𝑛 𝑥 1 𝑏1  -
𝑎 2 1 𝑎 22 𝑎 23 ⋯ 𝑎 11 𝑥 2 𝑏2
𝑎 11 𝑎 11 𝑎 11 ⋯ 𝑎 11 𝑥 3 = 𝑏 3  -
⋮ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮ ⋮ ⋮
𝑎 11 𝑎 11 𝑎 11 ⋯ 𝑎 11 𝑥 𝑛 𝑏𝑛
 k = 1, ...,n - 1;
 i = k+1, ...,n;
 j = k,...,n

( )( ) ( )
( 0) ( 0) (0 ) ( 0) ( 0)
𝑎11 𝑎 11 𝑎 11 ⋯ 𝑎1 𝑛
𝑥1
𝑏1
( 1) (1 ) ( 1) ( 1)
0 𝑎22 𝑎23 ⋯ 𝑎 2𝑛 𝑥2 𝑏2
0 0 𝑎
(0 )
⋯ 𝑎
( 2)
𝑥3 = 𝑏3
( 2) ,
33 3𝑛
⋮ Pada langkah ke m
⋮ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮ ⋮
0 0 0 ⋯ 𝑛 −1)
𝑎(𝑛𝑛 𝑥𝑛 𝑏(𝑛 −1)
𝑛
 Substitusi mundur:

( )( ) ( )
( 0) ( 0) (0 ) ( 0) ( 0)
𝑎11 𝑎 11 𝑎 11 ⋯ 𝑎1 𝑛
𝑥1
𝑏1
( 1) (1 ) ( 1) ( 1)
0 𝑎22 𝑎23 ⋯ 𝑎 2𝑛 𝑥2 𝑏2
0 0 𝑎
(0 )
33 ⋯ 𝑎
( 2)
3𝑛
𝑥3 = 𝑏3
( 2)

⋮ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮ ⋮ ⋮
( 𝑛 −1) 𝑥𝑛 (𝑛 −1)
0 0 0 ⋯ 𝑎𝑛𝑛 𝑏𝑛
=
atau AX = B

Jadi, metode Eliminasi Gauss terdiri dari dua tahap:


 1. triangulasi: mengubah matriks A menjadi matriks segitiga (matriks
B dengan begitu juga berubah)

= =

 2. substitusi mundur: menghitung x mengikuti urutan terbalik, dari


yang terakhir ( xn) sampai yang pertama ( x1)
LU DECOMPOSITION

 Pada metode LU Decomposition, matriks A ditulis ulang sebagai


perkalian matriks L dan U (matriks A diurai menjadi matriks L dan U).
 Matriks L dan U merupakan matriks segitiga.
 Matriks B tidak berubah, karena matriks A tidak berubah, melainkan
hanya ditulis ulang.

= =U
L
MENCARI MATRIKS L DAN U:

Diperoleh:
 Jadi, elemen matriks L dan U dicari menurut:

secara bergantian:
1. matriks L kolom 1, matriks U baris 1
2. matriks L kolom 2, matriks U baris 2
3. …
4. matriks L kolom (n-1), matriks U baris (n-1)
5. matriks L kolom n
 Substitusi maju untuk menghitung y:

 Substitusi mundur untuk menghitung x:


CONTOH SOAL

( )( ) ( )
2 −3 8 𝑥 −6
−1 2 −1 𝑦 = 2
1 1 −1 𝑧 0

( ) ( )
2 0 0 1 1, 5 4
A= LU L= − 1 0 ,5 0 ;U = 0 1 −10
1 2, 5 20 0 0 1

( )
−3
Y =UX, LY = B Y = −2
− 2/ 5

( )
− 4/5
UX = Y X = 2/ 5
− 2/ 5
KASUS BEBERAPA SISTEM
PERSAMAAN LINEAR
 Pada kasus yang lebih umum bisa saja terdapat beberapa sistem persamaan linear dengan nilai B
yang berlainan, namun memiliki nilai A yang sama.
 Dalam bentuk matriks sistem seperti ini dituliskan sebagai:

=
atau AX = B

 Keterangan:
 A matriks n x n, X dan B matriks n x m, dengan m = jumlah sistem persamaan linear, n = jumlah
persamaan / variabel dalam tiap sistem persamaan tersebut
 Tiap kolom matriks X merupakan solusi untuk kolom yang sama pada matriks B.

 Langkah dan rumus pada metode Eliminasi Gauss dan LU Decomposition berlaku sama untuk
kasus ini. Hanya saja, di sini matriks X dan B terdiri dari beberapa kolom, bukan hanya satu.
 Contoh dua sistem persamaan linear yang memiliki nilai
A sama tapi B berbeda.
METODE ELIMINASI GAUSS:
 rumus triangulasi:

 ,
 Pada langkah ke
m

 rumus substitusi mundur:


DATA FITTING
DATA FITTING DENGAN METODE
REGRESI LINIER
 Metode paling sederhana untuk data fitting adalah
aproksimasinya ke dalam persamaan garis lurus, apabila
diketahui data terdiri dari (x1,y1), (x2,y2),….(xn,yn), dan
persamaan garis lurus dinyatakan dgn persamaan
KRITERIA UNTUK “BEST FIT”
 Idea : mengurangi jumlah residual error untuk semua
data yang ada

 N= jumlah data
 Untuk menentukan nilai a0 dan a1, kita turunkan persamaan 1 terhadap masing
masing koefisien

 Ditentukan hasil turunan Sr = 0 untuk memperoleh nilai Sr minimum

 i= 1 s/d n
 Karena , persamaan diatas dapat dinyatakan sebagai
berikut :

 Sehingga
CONTOH
 Diketahui data sebagai berikut, tentukan persamaan
linear “best fit”nya, dan hitung error linear fit tersebut
JAWAB
 Sehingga persamaan linear fitnya

 Analisis errornya
Standard deviasi

Estimasi Standard Error

Koefisien determinasi
 Koefisien korelasi
CONTOH SOAL
 Hitunglah standard deviasi, standard error estimasi dan koefisien
korelasi dari soal di atas

 Jawab :
 Standard deviasi :

 Standard Error estimasi :

 Karena Sy/x < Sy maka regressi linearnya dianggap masih wajar, se


 Kesimpulannya, 86,8% data original tersebut
dipresentasikan oleh model linearnya.
DATA FITTING DENGAN METODE
LEAST SQUARE
 Keterangan:
 f(i) mewakili data; i = 1, …, N;

 N=Jumlah data

 p(x) merupakan fungsi yang


dicocokkan (fitted) terhadap data
f(Xi)

Catatn : Sifat fitting: tidak selalu p(x i) = f(xi)


untuk semua xi
TITIK MINIMUM
 g(a) merupakan titik
minimum jika :
FUNGSI KUADRATIK
 Misal

g(x) memiliki satu titik minimun jika a > 0 atau


sebaliknya satu titik maksimum jika a < 0.
 S merupakan fungsi kuadratik dalam aj(j=0,1,2,...,m)

S memiliki satu titik minimum pada nilai a j(j = 0, 1, …, m) tertentu


 Mencari aj(j = 0,1,2,…,m)

Definisikan

maka diperoleh sebuah sistem persamaan linear


 Misal : polinom orde 2
 dalam bentuk matrik

atau
CONTOH:
 Terdapat tiga data f(x) yaitu, f(1) = 30, f(2) = 70 dan f(3)
= 120. Cari fungsi p(x) yang dapat melukiskan data itu.

 Jawab :
 Dari data itu jelas p(x) bukan fungsi linear
 dicoba fungsi kuadratik

Sistem persamaan linier untuk mencari a j


INTERPOLASI
 Keterangan:
 f(xi) mewakili data; i = 1,

…, N; N = jumlah data
 p(x) merupakan fungsi
interpolasi berdasarkan
data f(xi)

 Sifat interpolasi: p(xi) =


f(xi) untuk semua xi
INTERPOLASI LAGRANGE
 Digunakan p(x), suatu polinomial berorde m = N – 1,
dengan N = jumlah data

 Nilai ai = (i = 0, …, N-1) ditetukan dengan menetapkan


bahwa untuk semua titik data:
 Jadi, diperoleh persamaan linear:

 dan ai =(i = 0, …, N-1) diperoleh sebagai solusi dari


persamaan linear itu.
 N=4

++
 Secara umum, untuk N data rumus interpolasi Lagrange

 Untuk x = xk (k = 1, …, N):
CONTOH SOAL
 Evaluasilah nilai ln 2 dengan cara Interpolasi Polinomial
Lagrange orde satu dan orde dua apabila diberikan data
sebagai berikut :
SOLUSI
 Dari rumus interpolasi lagrange orde 1 dapat diperoleh :

 Untuk Orde 2 dapat diperoleh :


INTERPOLASI LAGRANGE KUBIK
 Interpolasi Lagrange Kubik menggunakan polinomial p(x) berorde 3
sebagai fungsi interpolasi

 Untuk mencari aj nilai (j = 0, 1, 2, 3) diperlukan 4 data f( x i) di sekitar x:

 untuk membentuk sistem persamaan linear

 Langkah pertama dengan begitu, menentukan x j(j = 0, 1, 2, 3) dengan


melihat posisi x di antara titik data x i (i = 1, …, N).

 Diperoleh
CATATAN:
 Karena fungsi interpolasi p(x) dicocokkan dengan data f(x0= xi-1 ),
… , f(x3= xi+2 ) maka p(x) berlaku hanya untuk daerah xi-1≤x ≤ xi+2.
Untuk daerah x yang lain berlaku fungsi interpolasi p(x) yang lain.
 Pada batas antara dua daerah yang bersebelahan, masing-masing
fungsi interpolasi p(x) dari kedua daerah berbeda itu menunjukan
nilai yang sama, karena dalam menentukan p(x) selalu dibuat agar
p(x) cocok dengan setiap titik data dalam daerah itu.

Dengan kata lain, p(x) bersifat kontinyu. Tetapi, tidak begitu dengan turunannya: p’(x)
bersifat diskontinyu pada batas dua daerah yang bersebelahan.
INTERPOLASI HERMITE KUBIK
 Dengan menggunakan polinomial p(x) berorde 3 (kubik), interpolasi dilakukan
di antara dua titik data yang berurutan, yaitu dalam interval : xi≤x≤xi+1

 Jadi, yang pertama dilakukan yaitu, menentukan posisi x di antara titik data x i
(i = 1, …, N).

 mencari aj (j = 0, 1, 2, 3) diperlukan 4 persamaan

 Jadi, pada interpolasi Hermite diperlukan sebagai data bukan saja f(x) namun
juga turunannya f’(x).
 aj (j = 0, 1, 2, 3) sebagai berikut
 aj (j = 0, 1, 2, 3) yang sudah diperoleh, didapat fungsi interpolasi p(x)

 Pada interpolasi Hermite bukan saja p(x) yang dicocokkan dengan data f(x)
namun juga turunannya p’(x) dicocokkan dengan data f’(x). Karena itu,
baik p(x) maupun p’(x) bersifat kontinyu. Ini berbeda dari yang ditemui
pada interpolasi Lagrange
INTERPOLASI HERMITE ORDE LEBIH
TINGGI
 Interpolasi Hermite tidak terbatas hanya menggunakan polinomial p(x)
berorde 3 (kubik), namun dapat juga yang berorde lebih tinggi. Untuk itu
diperlukan lebih banyak data, bukan hanya f(x) dan f’(x) pada titik x i dan
xi+1
 Secara umum fungsi interpolasi Hermite p(x) berupa polinomial berorde (2n
- 1) memerlukan n data f(x) dan n data f’(x)

 dengan
INTERPOLASI HERMITE KUBIK TANPA
DATA F’(X)
 Interpolasi Hermite memerlukan sebagai data selain f(x) juga f’(x). Pada
beberapa kasus bisa saja data f’(x) tidak tersedia, melainkan hanya data f(x).
 Pada kasus ini sebenarnya interpolasi Hermite tidak bisa dipakai. Tetapi, jika
f’(x) bisa diperoleh melalui pendekatan (approximation) maka, interpolasi
Hermite bisa dipakai.
 f’(xi) dapat dihitung sebagai turunan sebuah fungsi kuadratik g(x), yang
dicocokkan dengan data f(x) pada titik-titik xi-1, xi, xi+1:

Dapat dilihat bahwa, proses pencarian f’(x) ini berdiri sendiri, berada di luar atau
bukan bagian dari proses interpolasi Hermite. Dengan begitu, sifat kontinyu fungsi
interpolasi Hermite p(x) dan turunannya p’(x) tidak berubah.
 Dari sistem persamaan linear

 diperoleh:

 sehingga:
 Jika diaplikasikan pada interpolasi Hermite kubik

 maka diperoleh fungsi interpolasi Hermite kubik p(x) sebagai berikut


INTERPOLASI SPLINE KUBIK
 Seperti interpolasi Lagrange, interpolasi Spline kubik juga memerlukan hanya f(x)
sebagai data. Namun, turunan fungsi interpolasi Spline kubik p’(x) dibuat bersifat
kontinyu.
 Interpolasi Spline kubik menggunakan polinomial p(x) orde 3, untuk x i≤x ≤xi+1

 Turunan pertama dan kedua p(x)

 Evaluasi pada titik x = xi menghasilkan

 dan pada titik x =xi+1


sehingga

p(x) telah dicocokkan dengan data f(x) di titik-titik batas interval, sehingga
bersifat kontinyu. Untuk membuat p’(x) kontinyu maka dicari ekspresi p’(x) untuk
daerah sebelumnya xi-1≤x ≤xi

dan disamakan dengan p’(x) untuk daerah xi-1≤x ≤xi di titik x = xi


 Untuk N = jumlah data, diperoleh

 Untuk menghitung p(x) diperlukan p’’(x) di semua N titik data. (N-2) buah persamaan di atas
tidak cukup untuk mendapatkan p’’(x) di semua titik data. Masih diperlukan 2 persamaan lagi,
yang diperoleh dengan mengevaluasi p’(x) di titik awal x = x1 (memakai ekspresi p’(x) untuk
x1≤x ≤x2 ) dan akhir x=xN (memakai ekspresi p’(x) untuk xN-1≤x ≤xN ). Didapat

 Masalah: p’(x) di titik awal x=x1 dan akhir x=xN tidak diketahui ??

 Ada dua cara. Pertama yang disebut spline alamiah yaitu, menetapkan p’’(x) di titik awal x=x1
dan akhir x=xN sama dengan nol. Kedua, menebak nilai p’(x) di titik awal x=x1 dan akhir
x=xN.
INTERPOLASI MULTIDIMENSI
 Jika data bergantung pada lebih dari satu variabel, maka
dilakukan interpolasi multidimensi. Metode interpolasi yang
telah disampaikan bisa dipakai untuk melakukan interpolasi
multidimensi. Sebagai contoh di sini ditunjukkan interpolasi 2
dimensi. Untuk dimensi lebih tinggi berlaku cara yang sama

 Pada contoh di atas, interpolasi menggunakan (n x m) data


f(x,y). Interpolasi dilakukan per dimensi: Untuk satu titik data
x tertentu dilakukan interpolasi di sepanjang sumbu y, hal
yang sama dilakukan untuk semua titik data x yang lain.
Prinsip yang sama berlaku untuk interpolasi berdimensi lebih
tinggi
 Contoh, interpolasi Lagrange kubik
INTEGRASI NUMERIK
INTEGRASI NUMERIK

 Di dalam kalkulus, terdapat dua hal penting yaitu


integral dan turunan(derivative)
 Pengintegralan numerik merupakan alat atau cara
yang digunakan oleh ilmuwan untuk memperoleh
jawaban hampiran (aproksimasi) dari
pengintegralan yang tidak dapat diselesaikan
secara analitik.
INTEGRASI NUMERIK
 Fungsi yang dapat dihitung integralnya :
ax n 1
 ax dx  n  1  C
n

ax
e
 dx  a  C
ax
e

 sin( ax  b)dx   1 a cos(a  b)  C


 Fungsi yang rumit misal :
 cos(ax  b)dx  1 a sin( a  b)  C
3 1
2
2  cos(1  x 2 )  xdx  ln | x | C
 1  0.5 sin x
e 0.5 x dx
0  ln | x |dx  x ln | x |  x  C
INTEGRASI NUMERIK

 Perhitungan integral adalah perhitungan dasar


yang digunakan dalam kalkulus, dalam banyak
keperluan.
 digunakan untuk menghitung luas daerah yang
dibatasi oleh fungsi y = f(x) dan sumbu x.
 Penerapan integral : menghitung luas dan
volume-volume benda putar
DASAR PENGINTEGRALAN
NUMERIK
 Penjumlahan berbobot dari nilai fungsi
n
f ( x)dx   ci f ( xi )
b
a
i 0
f(x)  c0 f ( x0 )  c1 f ( x1 )  ...  cn f ( xn )

x0 x1 xn-1 xn x
DASAR PENGINTEGRALAN NUMERIK
 Melakukan penginteralan pada bagian-bagian kecil, seperti saat
awal belajar integral – penjumlahan bagian-bagian.
 Metode Numerik hanya mencoba untuk lebih cepat dan lebih
mendekati jawaban eksak.
12

10

0
3 5 7 9 11 13 15
Dasar Pengintegralan Numerik
Formula Newton-Cotes
- Berdasarkan pada
b b
I  a
f ( x )dx  
a
f n ( x )dx

 Nilai hampiran f(x) dengan polinomial

f n ( x )  a0  a1 x    an 1 x n 1  an x n
 fn (x) bisa fungsi linear
 fn (x) bisa fungsi kuadrat
 fn (x) bisa juga fungsi kubik atau
polinomial yang lebih tinggi
 Polinomial dapat didasarkan pada data
INTEGRASI NUMERIK

 Luas daerah yang


diarsir L dapat dihitung
dengan :
b
L =  f x dx
a
METODE INTEGRAL REIMANN
0.5
x*cos(3*x)*exp(-2*x)+0.35
x*cos(3*x)*exp(-2*x)+0.35
0.45

0.4

0.35

0.3

0.25

0.2
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
METODE INTEGRAL REIMANN
 Luasan yang dibatasi y = f(x) dan sumbu x
 Luasan dibagi menjadi N bagian pada range x = [a,b]

 Kemudian dihitung Li : luas setiap persegi panjang


dimana Li=f(xi).

xi
METODE INTEGRAL REIMANN
 Luas keseluruhan adalah jumlah Li dan
dituliskan :

L  L0  L1  L2  ..  Ln
 f x0 x0  f x1 x1  f x 2 x 2  ...  f x n x3
n
  f xi xi
 Dimana i 0

 Didapat x0  x1  x 2  ...  x n  h


b n
 f x dx  h f xi 
a i 0
1
L =  x 2 dx
CONTOH 0

 Hitungluas yang dibatasi y = x2 dan sumbu x


untuk range x = [0,1]
1
x**2

0.8

0.6

0.4

0.2

0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
CONTOH
 Dengan mengambil h=0.1 maka diperoleh tabel :

10
L  h. f ( xi )
i 0

 0.10  0.01  0.04  0.09  0.16  0.25  0.36  0.49  0.64  0.81  1.00 
 0.13,85  0,385 1
1
 Secara kalkulus : L   x 2 dx  x 3 |10  0,3333.....
0 3
 Terdapat kesalahan e = 0,385-0,333
 = 0,052
ALGORITMA METODE INTEGRAL
REIMANN:
 Definisikan fungsi f(x)
 Tentukan batas bawah dan batas ata integrasi

 Tentukan jumlah pembagi area N

 Hitung h=(b-a)/N

 Hitung

N
L  h. f ( xi )
i 0
METODE INTEGRASI
TRAPEZOIDA
 Aproksimasi garis lurus (linier)
b 1

 f ( x )dx   c i f ( x i )  c0 f ( x0 )  c 1 f ( x 1 )
a
i 0

h
  f ( x0 )  f ( x 1 )
2
f(x)

L(x)

x0 x1 x
ATURAN KOMPOSISI TRAPESIUM
b x1 x2 xn
a
f ( x )dx  
x0
f ( x )dx   f ( x )dx    
x1 xn  1
f ( x )dx
h
  f ( x0 )  f ( x 1 )   h  f ( x 1 )  f ( x 2 )     h  f ( x n 1 )  f ( x n ) 
2 2 2
h
  f ( x0 )  2 f ( x 1 )    2f ( x i )    2 f ( x n 1 )  f ( x n )
2

f(x)

ba
h
n
x0 h x1 h x2 h x3 h x4 x
METODE INTEGRASI TRAPEZOIDA

1
Li   f xi   f xi 1 .xi
2
atau  1
1
Li   f i  f i 1 .xi L   Li
2 i 0

n 1
1 h
L   h f i  f i 1    f 0  2 f1  2 f 2  ...  2 f n 1  f n 
i 0 2 2

h n 1 
L   f 0  2 f i  f n 
2 i 1 
ALGORITMA METODE INTEGRASI
TRAPEZOIDA
 Definisikan y=f(x)
 Tentukan batas bawah (a) dan batas atas integrasi (b)

 Tentukan jumlah pembagi n

 Hitung h=(b-a)/n

 Hitung

h n 1 
L   f 0  2 f i  f n 
2 i 1 
ATURAN SIMPSON 1/3
 Aproksimasi dengan fungsi parabola
b 2

 f ( x )dx   c i f ( x i )  c0 f ( x0 )  c 1 f ( x 1 )  c 2 f ( x 2 )
a
i 0

h
  f ( x0 )  4 f ( x 1 )  f ( x 2 )
3
L(x)
f(x)

x0 h x1 h x2 x
ATURAN SIMPSON 1/3
( x  x 1 )( x  x 2 ) ( x  x0 )( x  x 2 )
L( x )  f ( x0 )  f ( x1 )
( x0  x 1 )( x0  x 2 ) ( x 1  x0 )( x 1  x 2 )
( x  x0 )( x  x 1 )
 f ( x2 )
( x 2  x0 )( x 2  x 1 )
ab
let x0  a, x 2  b, x 1 
2
ba x  x1 dx
h ,  , d 
2 h h
 x  x0    1

 x  x1    0
x  x    1
 2

 (  1)  (  1)
L( )  f ( x0 )  ( 1   2 ) f ( x 1 )  f ( x2 )
2 2
ATURAN SIMPSON 1/3
 (  1)  (  1)
L( )  f ( x0 )  ( 1   ) f ( x 1 ) 
2
f ( x2 )
2 2
b 1 h 1
a
f ( x)dx  h  L( )dξ  f ( x0 )  ξ (ξ  1)dξ
1 2 1
1 h 1
 f ( x1 )h  ( 1  ξ )dξ  f ( x2 )  ξ (ξ  1)dξ
2
0 2 1
3 2 1 3 1
h ξ ξ ξ
 f ( x0 ) (  )  f ( x1 )h(ξ  )
2 3 2 1 3 1
3 2 1
h ξ ξ
 f ( x2 ) (  )
2 3 2 1

h
f ( x )dx   f ( x0 )  4 f ( x 1 )  f ( x 2 )
b
a 3
ATURAN KOMPOSISI SIMPSON

ba
h
n
f(x)

…...

x0 h x1 h x2 h x3 h x4 xn-2 xn-1 xn x
METODE INTEGRASI SIMPSON
 Dengan menggunakan aturan simpson, luas dari
daerah yang dibatasi fungsi y=f(x) dan sumbu X
dapat dihitung sebagai berikut:

N=0–n
L = L1 + L3 + L5 + . . . + Ln

h h h h h h
L   f 0  2 f1   2 f1  f 2    f 2  2 f 3   2 f 3  f 4   ...   f n2  2 f n1   2 f n1  f n 
3 atau dapat 3 dituliskan 3 dengan: 3 3 3

h  
L   f 0  4  f i  2  f i  f n 
3 i ganjil i genap 
CARA II
(BUKU RINALDI MUNIR)

 Polinom interpolasi Newton-Gregory derajat 2


yang melalui ketiga titik tsb

x x ( x  h) 2 x x ( x  h) 2
p 2 x  f ( x0 )  f ( x 0 )  2
 f ( x 0 )  f 0  f 0  2
 f0
h 2!h h 2!h
CARA II
(BUKU RINALDI MUNIR)

 Integrasikan p2(x) pd selang [0,2h]


2h 2h
L  f ( x)dx   p
0 0
2 xdx

2h
 x x ( x  h) 2 
L    f 0  f 0  2
 f 0 dx
0
h 2!h 
x2  x3 x2  2
L  f0 x  f 0   2  2  f 0 | xx 02 h
2h  6h 4h 
4h 2  8h 3 4 h 2  2
L  2hf 0 x  f 0   2   f 0
2h  6h 4h 
 4h 
L  2hf 0 x  2hf 0    h 2 f 0
 3 
h
L  2hf 0 x  2hf 0  2 f 0
3
CARA II
(BUKU RINALDI MUNIR)
 Mengingat
f 0  f 1  f 0
2 f 0  f 1  f 0  ( f 2  f 1 )  ( f 1  f 0 )  f 2  2 f 1  f 0
 Maka selanjutnya

h
L  2hf 0 x  2h( f1  f 0 )  ( f 2  2 f1  f 0 )
3
h 2h h
L  2hf 0 x  2hf1  2hf 0  f 2  f1  f 0
3 3 3
h 4h h
L  f0  f1  f 2
3 3 3
h
L  ( f 0  4 f1  f 2 )
3
ATURAN SIMPSON 3/8
 Aproksimasi dengan fungsi kubik
b 3

 f ( x )dx   c i f ( x i )  c0 f ( x0 )  c 1 f ( x 1 )  c 2 f ( x 2 )  c 3 f ( x 3 )
a
i 0

3h
  f ( x0 )  3 f ( x 1 )  3 f ( x 2 )  f ( x 3 )
8

L(x) f(x)

x0 h x1 h x2 h x3 x
ATURAN SIMPSON 3/8
( x  x 1 )( x  x 2 )( x  x 3 ) ( x  x0 )( x  x 2 )( x  x 3 )
L( x )  f ( x0 )  f ( x1 )
( x0  x 1 )( x0  x 2 )( x0  x 3 ) ( x 1  x0 )( x 1  x 2 )( x 1  x 3 )
( x  x0 )( x  x 1 )( x  x 3 ) ( x  x0 )( x  x 1 )( x  x 2 )
 f ( x2 )  f ( x3 )
( x 2  x0 )( x 2  x 1 )( x 2  x 3 ) ( x 3  x0 )( x 3  x 1 )( x 3  x 2 )

b b ba
a
f(x)dx  
a
L(x)dx ; h 
3
3h
  f ( x0 )  3 f ( x 1 )  3 f ( x 2 )  f ( x 3 ) 
8
 Error Pemenggalan

3 5 (4) (b  a) 5 ( 4 ) ba
Et   h f ( )   f ( ) ; h 
80 6480 3
METODE INTEGRASI GAUSS
 Metode Newton Code (Trapezoida, Simpson) 
berdasarkan titik2 data diskrit. Dengan batasan :
H sama
 Luas dihitung dari a sampai b

 Mengakibatkan error yang dihasilkan cukup besar.


METODE INTEGRASI GAUSS

 Misal menghitung Luas dengan metode trapezoida dengan selang [-1,1]


1
h
I   f ( x)dx   f (1)  f (1)   f (1)  f (1)
1
2
h2
 Persamaan ini dapat ditulis (disebut pers Kuadratur Gauss)
1
I  f ( x)dx c
1
1 f ( x1 )  c 2 f ( x 2 )

 Misal x1=-1, x2=1 dan c1=c2=1  menjadi m. trapezoida


 Karena x1, x2,,c1 dan c2 sembarang maka kita harus memilih nilai tersebut
sehingga error integrasinya min
METODE INTEGRASI GAUSS
 Bagaimana mencari x1, x2,,c1 dan c2 Persamaan dibawah ini dianggap
memenuhi secara tepat bila empat polinom berikut dijadikan fungsi
integral pada interval integrasi [-1, 1]
 f(x) = 1 ; f(x) = x ; f(x) = x2 ; f(x) = x3
1 1

c1  c 2   1dx  2
1
I  f ( x)dx c
1
1 f ( x1 )  c 2 f ( x 2 )
1
c1 x1  c 2 x 2   xdx  0
1
Didapat
1
c1  c 2  1
c1 x12  c 2 x 22   x 2 dx  2
3 1 1
1 x1  x2 
1 3 3
c x  c 2 x   x dx  0
3
1 1
3
2
3

1
METODE INTEGRASI GAUSS
 Persamaan dibawah ini dinamakan metode Gauss
Legendre 2 titik

1
1 1
 f ( x)dx 
1
f(
3
) f(
3
)
TRANSFORMASI
b 1
Li   f ( x)dx Li   g (u )du
a 1
 Range [a,b]  [-1,1]
 X  u f(x)  g(u) dx du
TRANSFORMASI

x  a u 1

ba 2
2 x  2a  (u  1)(b  a ) a x b
2 x  (u  1)(b  a )  2a
a  b  bu  au
x
2
-1 u 1
(a  b)  (b  a )u
x
2
ba
dx   du
 2 
TRANSFORMASI
1
Li   g (u )du
1

1
g (u )  (b  a ) f 12 (b  a)u  12 (b  a) 
2
1 1
1  ( a  b)  (b  a )u 
1 g (u ) du 
2
(b  a ) 
1
f 
 2
du

ANALISA
 Dibandingkan dengan metode Newton-Cotes
(Trapezoida, Simpson 1/3, 3/8) metode Gauss-
Legendre 2 titik lebih sederhana dan efisien dalam
operasi aritmatika, karena hanya membutuhkan dua
buah evaluasi fungsi.
 Lebih teliti dibandingkan dengan metode Newton-
Cotes.
 Namun kaidah ini harus mentransformasi terlebih
dahulu menjadi
1

 g (u )du
1
ALGORITMA INTEGRASI KUADRATUR
GAUSS DENGAN PENDEKATAN 2 TITIK
 Definisikan fungsi f(x)
 Tentukan batas bawah (a) dan batas atas
integrasi (b)
 Hitung nilai konversi variabel :
1 1
x  b  a u  (b  a )
2 2
 Tentukan fungsi g(u) dengan:
(b  a ) f 12 (b  a )u  12 (b  a ) 
1
g (u ) 
2
 Hitung
 1   1 
L  g     g  
 3  3
CONTOH SOAL
METODE GAUSS
1
LEGENDRE 3 TITIK
I  f ( x)dx c
1
1 f ( x1 )  c 2 f ( x 2 )  c3 f ( x3 )

 Parameter x1, x2 , x3 ,c1 ,c2 dan c3 dapat dicari dengan membuat


penalaran bahwa kuadratur Gauss bernilai tepat untuk 6
buah fungsi berikut :

f ( x)  1; f ( x)  x; f ( x)  x 2
f ( x)  x 3 ; f ( x)  x 4 ; f ( x)  x 5
 Dengan cara yang sama didapat

5 8 5
c1  ; c 2  ; c3 
9 9 9
x1   3 5 ; x 2  0; x3  3 5
METODE GAUSS LEGENDRE 3 TITIK

5  3 8 5  3
1

1 g (u ) du  g     g 0   g  
9  5  9 9  5 
ALGORITMA METODE INTEGRASI
GAUSS DENGAN PENDEKATAN 3 TITIK
METODE GAUSS N-TITIK
BEBERAPA PENERAPAN
INTEGRASI NUMERIK
 Menghitung Luas Daerah Berdasarkan Gambar
 Menghitung Luas dan Volume Benda Putar
MENGHITUNG LUAS DAERAH
BERDASARKAN GAMBAR
9

Skala 1:100000

0 5 10 15
MENGHITUNG LUAS DAERAH
BERDASARKAN GAMBAR
9

3
Skala 1:100000

0 5 10 15
 Untuk menghitung luas integral di peta di atas, yang perlu dilakukan adalah menandai atau
membuat garis grid pada setiap step satuan h yang dinyatakan dalam satu kotak. Bila satu kotak
mewakili 1 mm, dengan skala yang tertera maka berarti panjangnya adalah 100.000 mm atau 100
m.
 Pada gambar di atas, mulai sisi kiri dengan grid ke 0 dan sisi kanan grid ke n (dalam hal ini n=22).
Tinggi pada setiap grid adalah sebagai berikut:
MENGHITUNG LUAS DAERAH
BERDASARKAN GAMBAR
 Dari tabel di atas, luas area dapat dihitung
dengan menggunakan 3 macam metode:
 Dengan menggunakan metode integrasi Reimann

16
L  h y i  73.5
 Dengan menggunakan metodei 0integrasi trapezoida

h 15 
L   y 0  y16  2 y i   73.5
 Dengan menggunakan 2metode
 integrasi
i 1  Simpson

h 
L   y 0  y16  4  y i  2  y i   74
3 i  ganjil i  genap 
MENGHITUNG LUAS DAN
VOLUME BENDA PUTAR
b
 Luas benda putar: L p  2  f ( x)dx
a

 Volume benda putar: b


V p     f ( x)2 dx
a
MENGHITUNG LUAS DAN VOLUME
BENDA PUTAR

5 cm

7 cm I II III IV

12 cm 7 cm
6 cm

4 cm
satuan dalam cm
5

CONTOH : cm

7 I II III IV
cm

12 7
6
cm cm
cm
4
cm satuan dalam cm

 Ruang benda putar dapat dibedakan menjadi 4 bagian


 bagian I dan III merupakan bentuk silinder yang tidak perlu
dihitung dengan membagi-bagi kembali ruangnya,
 bagian II dan IV perlu diperhitungkan kembali.
 Bagian I:
LI  2 (4)(7)  56
V I   (4)(7) 2  196
 Bagian II:
LII  2 12 (12)  288
VII   12 12   1728
2
CONTOH :
 Sedangkan untuk menghitung bagian II dan IV diperlukan pembagian area ,
misalkan dengan mengambil h=1 diperoleh:

IIL L V V
 Pada bagian II dan IV: danIV II IV

 Dengan menggunakan integrasi trapezoida dapat diperoleh:

h 4 
LII ( LIV )  2  y 0  y5  2 yi   108
2 i 1 
h 2 4 
V II  V IV     y 0  y5  2 y i2   1187 .5
2
2 i 1 
CONTOH :
 Luas permukaan dari botol adalah:

L  LI  LII  LIII  LIV


 56  108  288  108
 560
 Luas =1758.4 cm2
 Volume botol adalah:  1758.4
V  VI  VII  VIII  VIV
 196  1187.5  1728  1187.5
 4296
 Volume = 4296*pi cm3
MENGHITUNG LUAS DAERAH DI
BAWAH KURVA

Integral numerik sering disebut juga sebagai


quadrature; integrasi numerik disebut sebagai
integrasi dgn menjumlah quadrature
QUADRATURE TRAPEZOID
 Kurva integrand f(x) diinterpolasi dengan sebuah garis
lurus (f(x) diinterpolasi dengan fungsi linier / polinomial
orde 1)
 Untuk menarik garis lurus diperlukan minimal 2 titik,
dipilih titik f(a) dan f(b):

p(a) = f(a), p(b) = f(b)


 Jika diketahui p(a) dan p(b) saja (r dan s tidak dicari),
maka integrasi numerik dikerjakan untuk N = 2
 Rumus quadrature trapezoid
QUADRATURE SIMPSON & BOOLE
 quadrature Simpson memakai p(x) fungsi kuadratik /
polinomial orde 2 untuk menginterpolasi integrand f(x)

Untuk membuat kurva kuadratik diperlukan


minimal 3 titik, dipilih titik
f(a), f(b) dan f(c)
 Integrasi numerik dikerjakan untuk N = 3
 Diperoleh Rumus quadrature Simpson

jarak antar titik xi tempat f(x) dihitung: h = b −


a = c −b

 menggunakan p(x) polinomial orde 3 diperoleh


quadrature Simpson 3/8
 dengan p(x) polinomial orde 4 rumus quadrature Boole
INTEGRASI KOMPOSIT
 Polinomial orde rendah memadai untuk menginterpolasi sebuah fungsi dalam
daerah yang sempit. Untuk daerah yang lebar diperlukan orde yang lebih
tinggi. Alternatif lain yaitu, membagi daerah fungsi yang lebar itu dalam
beberapa daerah yang sempit, lalu di tiap daerah yang sempit itu digunakan
polinomial orde rendah untuk interpolasi.
 Quadrature trapezoid dan Simpson pada dasarnya memadai untuk daerah
integrasi yang sempit, namun dengan membagi daerah integrasi dalam
beberapa daerah yang sempit, maka quadrature trapezoid dan Simpson bisa
dipakai juga untuk daerah integrasi yang lebar. Integral total merupakan
jumlah semua integral untuk daerah yang sempit. Integrasi seperti ini disebut
integrasi komposit.
 Bergantung pada integrand f(x), daerah integrasi yang lebar bisa dibagi
dalam beberapa daerah sempit yang sama atau berbeda panjang. Juga, semua
integral untuk daerah yang sempit bisa dihitung menurut rumus quadrature
yang sama, misal semuanya trapezoid, atau berbeda-beda, sesuai kurva di
tiap daerah sempit itu. Kasus sederhana yaitu, bila daerah integrasi dibagi
sama panjang dan untuk tiap daerah digunakan rumus quadrature yang sama.
 Contoh, daerah integrasi [a,b] dibagi dalam N bagian
sama panjang

 integrasi komposit menggunakan quadrature trapezoid


 integrasi komposit menggunakan quadrature Simpson
 Integrasi komposit trapezoid untuk daerah integrasi [a,b]
yang dibagi 8 sama panjang:
 Integrasi komposit yang menggunakan quadrature
trapezoid dan Simpson; daerah integrasi [a,b] yang
dibagi 3:
QUADRATURE GAUSSIAN
 Quadrature Gaussian memanfaatkan polinomial yang
memiliki sifat orthogonal dan ternormalisasi sebagai
berikut:

 Contoh:

Dengan quadrature Gaussian, dievaluasi integral berbentuk


 Mencari xi : Anggap integrand f(x) merupakan
polinomial orde 2N-1 (atau katakan saja f(x)
diinterpolasi dengan polinomial p(x) orde 2N-1):
TUGAS
TUGAS
 Gunakan metode regresi linier untuk memodelkan data
berikut ini, gambarkan hasil regresinya!
 tentukan juga standard deviasi, standard error estimasi
dan koefisine korelasinya
 Gunakan metode least square polinom orde dua untuk
memodelkan data berikut ini, Gambarkan!
 tentukan standard deviasi, standard error estimasi dan
koefisien korelasinya
 Gunakan metode interpolasi lagrange orde satu sampai
tiga untuk menentukan nilai f (2,8) dari data berikut ini.
 Diketahui fungsi f(x) = 2.e-1,5x digunakan untuk
menghasilkan tabel sebagai berikut, hitunglah luas
daerah yang dibentuk antara grafik persamaan tersebut
dengan sumbu x, menggunakan pendekatan metode
simpson. Hitung juga hasil integrasi eksaknya dan hitung
error mutlaknya
DERET TAYLOR DAN
DIFFERENSIAL NUMERIK
DERET TAYLOR
(PERSAMAAN DERET TAYLOR)

Deret Taylor merupakan dasar untuk menyelesaikan masalah dalam metode


numerik,terutama penyelesaian persamaan diferensial.
Bentuk umum deret Taylor:
x x 2 x 3 n x n
f ( xi 1 )  f ( xi )  f ' ( xi )  f ' ' ( xi )  f ' ' ' ( xi )  .....  f ( xi )  Rn
1! 2! 3! n!
Jika suatu fungsi f(x) diketahui di titik xi dan semua turunan f terhadap x diketahui
pada titik tersebut, maka dengan deret Taylor dapat dinyatakan nilai f pada titik xi+1
yang terletak pada jarak ∆x dari titik xi .

f(x) f(xi ) : fungsi di titik xi


Order 2
f(xi+1 ) : fungsi di titik xi+1
Order 1
f’, f’’,..., f n
: turunan pertama,
kedua, ...., ke n dari
fungsi
∆x : jarak antara xi dan xi+1
xi xi+1 Rn : kesalahan pemotongan
DERET TAYLOR
(Persamaan Deret Taylor)

Dalam praktek sulit memperhitungkan semua suku pada deret Taylor tersebut dan
biasanya hanya diperhitungkan beberapa suku pertama saja.
1. Memperhitungkan satu suku pertama (order nol)

f ( xi 1 )  f ( xi ) Perkiraan order nol


Artinya nilai f pada titik xi+1 sama dengan nilai pada xi . Perkiraan tersebut benar jika
fungsi yang diperkirakan konstan. Jika fungsi tidak konstan, maka harus
diperhitungkan suku-suku berikutnya dari deret Taylor.

2. Memperhitungkan dua suku pertama (order satu)

x Perkiraan order satu


f ( xi 1 )  f ( xi )  f ' ( xi )
1!
3. Memperhitungkan tiga suku pertama (order dua)

x x 2 Perkiraan order dua


f ( xi 1 )  f ( xi )  f ' ( xi )  f ' ' ( xi )
1! 2!
DERET TAYLOR
(PERSAMAAN DERET TAYLOR)

Contoh
Diketahui suatu fungsi f(x) = -2x3 + 12x2 – 20x + 8,5. Dengan menggunakan deret
Taylor order nol, satu, dua dan tiga, perkirakan fungsi tersebut pada titik xi+1 = 0,5
berdasar nilai fungsi pada titik xi = 0.

Solusi:
1. Memperhitungkan satu suku pertama (order nol)

f ( xi 1 )  f (0,5)  f (0)  2(0) 3  12(0) 2  20(0)  8,5  8,5


2. Memperhitungkan dua suku pertama (order satu)
x
f ( xi 1 )  f (0,5)  f ( xi )  f ' ( xi )
1!
0,5  0
 f (0)  f ' (0)
1!
 8,5  (6(0) 2  24(0)  20)(0,5)
 8,5  10
 1,5
DERET TAYLOR
(KESALAHAN PEMOTONGAN)

Deret Taylor akan memberikan perkiraan suatu fungsi yang benar jika semua
suku dari deret tersebut diperhitungkan. Dalam prakteknya hanya beberapa
suku pertama saja yang diperhitungkan sehingga hasilnya tidak tepat seperti
pada penyelesaian analitik. Sehingga terdapat kesalahan (error) yang disebut
dengan kesalahan pemotongan (truncation error, Rn), yang ditulis:

n 1 n 1 x n 1 n 2 x n  2
Rn  O (x ) f ( xi )  f ( xi )  .....
(n  1)! ( n  2) !

O(∆xn+1) berarti kesalahan pemotongan mempunyai order ∆xn+1 atau kesalahan adalah
sebanding dengan langkah ruang pangkat n+1.
Kesalahan pemotongan tersebut adalah kecil apabila:
1. Interval ∆x adalah kecil.
2. Memperhitungkan lebih banyak suku dari deret Taylor
DIFERENSIAL NUMERIK
(DIFERENSIAL TURUNAN PERTAMA)

Diferensial numerik digunakan untuk memperkirakan bentuk diferensial


kontinyu menjadi bentuk diskret.
Untuk menghitung diferensial turunan pertama dapat diturunkan berdasar
deret Taylor, yang dapat dituliskan dalam bentuk:
maju
x
f ( xi 1 )  f ( xi )  f ' ( xi )  O(x 2 ) y terpusat
1! C
i
f f ( xi 1 )  f ( xi ) i ti
t ik
 f ' ( xi )   O(x) gd
x x gg
u n
s i n
ri s
Ga

A B mundur
Turunan pertama dari f terhadap
titik xi didekati oleh kemiringan x
garis yang melalui titik B(xi,f(xi)) i-1 i i+1
dan titik C(xi+1,f(xi+1)).
Bentuk diferensial di atas disebut
diferensial maju order satu.
DIFERENSIAL NUMERIK
(DIFERENSIAL TURUNAN PERTAMA)

maju
y terpusat
C
ti ki
i ti
ngd
u
i n gg
s s
ri
Ga
A B mundur

x
i-1 i i+1
Jika data yang digunakan adalah titik xi dan xi-1 maka disebut diferensial
mundur, dan deret Taylor menjadi:
x x 2 x 3
f ( xi 1 )  f ( xi )  f ' ( xi )  f ' ' ( xi )  f ' ' ' ( xi )  .....
1! 2! 3!
Atau
x
f ( xi 1 )  f ( xi )  f ' ( xi )  O(x 2 )
1!
f f ( xi )  f ( xi 1 )
 f ' ( xi )   O(x)
x x
DIFERENSIAL NUMERIK
(DIFERENSIAL TURUNAN PERTAMA)

maju
y terpusat
C
ti ki
i ti
ngd
u
i n gg
s s
ri
Ga
A B mundur

f ' ( xi ) x
i-1 i i+1
Jika data yang digunakan adalah titik xi-1 dan xi+1 maka disebut diferensial
terpusat. Apabila pers. deretTaylor dikurangi pers. Deret Taylor (untuk
diferensial mundur) didapat :
x x 3
f ( xi 1 )  f ( xi 1 )  2 f ' ( xi )  2 f ' ' ' ( xi )  .....
1! 3!
atau
f f ( xi 1 )  f ( xi 1 ) x 2
 f ' ( xi )   f ' ' ' ( xi )
x 2x 6
atau
f f ( xi 1 )  f ( xi 1 )
 f ' ( xi )   O (x 2 )
x 2x
DIFERENSIAL NUMERIK
(DIFERENSIAL TURUNAN PERTAMA)

maju
y terpusat
C
ti ki
i ti
ngd
u
i n gg
s s
ri
Ga
A B mundur

x
i-1 i i+1
PENGHITUNGAN TURUNAN NUMERIK
 Permasalahan : mencari hampiran nilai turunan fungsi f
yang diberikan dalam bentuk tabel.
 Perhitungan turunan dihindari karena nilai turunan
kurang teliti dibandingkan dengan nilai fungsinya.

240
PENDEKATAN PENGHITUNGAN
TURUNAN NUMERIK

 Pendekatan selisih maju

f1 y = f(x)

f0

x0 x1

f ( x0  h)  f ( x0 ) f1  f 0
f ' ( x0 )   241
h h
PENDEKATAN PENGHITUNGAN
TURUNAN NUMERIK

 Pendekatan selisih mundur

f0 y = f(x)

f-1

x-1 x0

f ( x0 )  f ( x0  h) f 0  f 1
f ' ( x0 )  
h h
242
PENDEKATAN PENGHITUNGAN
TURUNAN NUMERIK

 Pendekatan selisih-pusat

f1 y = f(x)

f-1

2h

x-1 x1

f ( x0  h)  f ( x0  h) f1  f 1
f ' ( x0 )  
2h 2h
243
PENURUNAN RUMUS TURUNAN
DENGAN DERET TAYLOR

 Diberikan titik-titik (xi,fi), i=0,1,2,…,n yang dalam hal ini xi =


x0+ih dan fi = f(xi).
 Kita ingin menghitung f’(x), yang dalam hal ini x = x0+sh, s Є R

244
PENDEKATAN TURUNAN PERTAMA
SELISIH - MAJU

Uraikan f(xi+1) disekitar xi :


( xi 1  xi ) ( xi 1  xi ) 2
f ( xi 1 )  f ( xi )  f ' ( xi )  f ' ' ( xi )  ...
1! 2!
h2
f i 1  f i  hf i ' f i ' '...
2
h2
hfi '  f i 1  f i  f i ' '...
2
f f h
f i '  i 1 i  f i ' '
h 2
f f
f i '  i 1 i  O(h) yang dalam hal ini, O(h) = h/2 f’’(t), xi<t<xi+1
h
Untuk nilai-nilai f di x0 dan x1 persamaan rumusnya :
f1  f 0
f0 '   O ( h) 245
h dalam hal ini, O(h) = h/2 f’’(t), xi<t<xi+1
PENDEKATAN TURUNAN PERTAMA
SELISIH - MUNDUR

Uraikan f(xi-1) disekitar xi :


( xi 1  xi ) ( xi 1  xi ) 2
f ( xi 1 )  f ( xi )  f ' ( xi )  f ' ' ( xi )  ...
1! 2!
h2
f i 1  f i  hf i ' f i ' '...
2
h2
hfi '  f i  f i 1  f i ' '...
2
f  f i 1 h
fi '  i  fi ' '
h 2
yang dalam hal ini, O(h) = -h/2 f’’(t), xi+1<t<xi
f i  f i 1
fi '   O ( h)
h
Untuk nilai-nilai f di x0 dan x1 persamaan rumusnya :
f 0  f 1
f0 '   O ( h) dalam hal ini, O(h) = -h/2 f’’(t), xi+1<t<xi
h
246
PENDEKATAN TURUNAN PERTAMA
SELISIH - PUSAT

Kurangkan dua persamaan :


h3
f i 1  f i 1  2hf i ' f i ' ' '...
3
h3
2hfi '  f i 1  f i 1  f i ' ' '...
3
f i 1  f i 1 h 2
fi '   f i ' ' '...
2h 6
f f
f i '  i 1 i 1  O(h 2 ) yang dalam hal ini, O(h) = -h2/6 f’’’(t), xi-1<t<xi+1
2h

Untuk nilai-nilai f di x0 dan x1 persamaan rumusnya :


f1  f 1 247
f0 '   O(h 2 ) dalam hal ini, O(h2) = -h/6 f’’’(t), xi-1<t<xi+1
2h
PENDEKATAN TURUNAN KEDUA
SELISIH - PUSAT

Tambahkan persamaan (P.8.4) dengan persamaan (P.8.6) di atas :


4
f i 1  f i 1  2 f i  h 2 f i ' ' h
( 4)
f i  ...
12
4
f i 1  2 f i  f i 1  h f i ' '
2 h fi
( 4)
12
f i 1  2 f i  f i 1 h 2 ( 4)
fi ' '   f
h2 12 i
f i 1  2 f i  f i 1
fi ' '  2
 O(h 2 ) dalam hal ini, O(h2) = -h2/12 f(4)(t), xi-1<t<xi+1
h

Untuk nilai-nilai f di x-1 , x0 dan x1 persamaan rumusnya :


f1  2 f 0  f 1
f0 ' '  2
 O(h 2 ) dalam hal ini, O(h2) = -h2/12 f(4)(t), xi-1<t<xi+1
h
248
PENDEKATAN TURUNAN KEDUA
SELISIH - MUNDUR

Dengan cara yang sama seperti di atas, diperoleh :


f i  2  2 f i 1  f i dalam hal ini, O(h) = h f’’(t), xi-2<t<xi
fi ' '   O ( h )
h2
Untuk nilai-nilai f di x-2, x0 dan x1 persamaan rumusnya :

f i  2  2 f 1  f 0 dalam hal ini, O(h) = hf’’(t), xi-2<t<xi


f0 ' '  2
 O ( h)
h

249
PENDEKATAN TURUNAN KEDUA
SELISIH – MAJU

Dengan cara yang sama seperti di atas, diperoleh :


f i  2  2 f i 1  f i dalam hal ini, O(h) = -h f’’(t), xi<t<xi+2
fi ' '  2
 O ( h)
h
Untuk nilai-nilai f di x-2, x0 dan x1 persamaan rumusnya :
f 2  2 f1  f 0
f0 ' '  2
 O ( h) dalam hal ini, O(h) = -hf’’(t), xi<t<xi+2
h

250
RINGKASAN RUMUS-RUMUS
TURUNAN NUMERIK

Turunan Pertama
f1  f 0
selisih _ maju  f 0'   O ( h)
h
f  f 1
selisih _ mundur  f 0'  0  O ( h)
h
f f
selisih _ pusat  f 0'  1 1  O(h 2 )
2h
 3 f 0  4 f1  f 2
selisih _ maju  f 0'   O(h 2 )
2h
 f 2  8 f1  8 f 1  f  2
selisih _ pusat  f 0'   O(h 4 )
12

251
RINGKASAN RUMUS-RUMUS
TURUNAN NUMERIK

Turunan Kedua
f1  2 f 0  f 1
selisih _ pusat  f 0''  2
 O ( h 2
)
h
f  2 f 1  f 0
selisih _ mundur  f 0''   2  O ( h)
h2
f  2 f1  f 0
selisih _ maju  f 0''  2 2
 O ( h)
h
 f 3  4 f 2  5 f1  2 f 0
selisih _ maju  f 0''   O ( h 2
)
h2
 f 2  16 f1  30 f 0  16 f 1  f  2
selisih _ pusat  f 0''  2
 O(h 4 )
12h

252
RINGKASAN RUMUS-RUMUS
TURUNAN NUMERIK

Turunan Ketiga

f 3  3 f 2  3 f1  f 0
selisih _ maju  f 0'''  3
 O ( h)
h
f  2 f1  2 f 1  f  2
selisih _ pusat  f 0'''  2 3
 O ( h 2
)
2h
Turunan Keempat
f 4  4 f 3  6 f 2  4 f1  f 0
selisih _ maju  f 0( 4 )  4
 O ( h)
h
f  4 f1  6 f 0  4 f 1  f  2
selisih _ pusat  f 0( 4 )  2 4
 O(h 2 )
h

253
CONTOH SOAL

 Diberikan data dalam bentuk tabel x f(x)


sebagai berikut :
1.3 3.669
1.5 4.482
a. Hitung f’(1.7) dengan pendekatan
selisih pusat O(h2) dan O(h4) 1.7 5.474
b. Hitung f’(1.4) dengan pendekatan 1.9 6.686
selisih-pusat orde O(h2)? 2.1 8.166
c. Rumus apa yang digunakan untuk 2.3 9.974
menghitung f’(1.3) dan f’(2.5)? 2.5 12.182

254
A
 Orde
 =
 Ambil titik-titik = = 1.9 yang dalam hal ini = 1.7 terletak
ditengah keduanya dengan h=0.2

 Orde ) :

 Ambil titik-titik =1.5, yang dalam hal ini terletak


dipertengahannya.

 = 5.473 (empat angka bena)


B
 Orde
 Ambil titik-titik = = 1.5 yang dalam hal ini = 1.4
terletak ditengah keduanya dengan h=0.1
C
 Untuk menhitung 1.3 i hanya mempunyai titik-titik
sesudahnya(maju), tetapi tidak memiliki titik-titik
sebelumnya.sebaliknya untuk nilai
 Hampiran selisih-maju :

 =
 = 11.04
DAFTAR PUSTAKA
 Steven C.Chapra and Raymond P.Canale, Numerical
Methods For Engineer, 6th Edition Chapra, Mc Graw
Hill, 2010
 Kendall E Atkinson, Introduction to Numerical Analysis,
John Wiley & Sons, 1989
 S=V*t
 S=V*(dt+dt+dt)

 S=v(t)*(dt+dt+ dst)

 S=∑v(t)*dt

 Misal dt mendekati 0

 S=

 Misal diketahui table pengukuran t vs v(t), kita harus

Anda mungkin juga menyukai