PARTAI GOLKAR
• Sejarah partai-partai politik di Indonesia, tidak dapat dilepaskan dari kehadiran partai-partai
politik pada era kolonial Belanda, antara lain :
• Indische Partij (IP) 1912
• Sarekat Islam 1912
• ISDV (1914) Partai Komunis Indonesia (PKI) 1924
• Partai Nasional Indonesia (PNI) 1927
Catatan :
- Keberadaan mereka juga sering disebut proto-partai-partai politik mengingat
pemerintah Hindia Belanda tidak mengakui sebagai partai politik yang resmi.
- Pemerintah Hindia Belanda membentuk Volskraad (Dewan Rakyat) yang pesertanya
ditunjuk oleh pemerintah colonial dari para aktivis pergerakan nasional yang
kooperatif.
2
Sejarah Kehadiran Partai-partai Politik
Setelah Proklamasi Kemerdekaan
3
Partai-partai Politik
Menjelang Pemilu 1955
• Melalui Maklumat 3 November 1945, Pemilu akan diselenggarakan pada bulan Januari 1946.
Namun demikian, karena kehadiran tentara Sekutu yang menyebabkan konsentrasi perjuangan
nasional adalah untuk mempertahankan kemerdekaan, maka Pemilu pada bulan Januari 1946
belum dapat dilakukan.
• Sambil menunggu kepastian waktu penyelenggaraan pemilu, partai-partai politik lama maupun
yang baru diberi kesempatan mendaftarkan ulang, antara lain :
1. Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masjumi) terdaftar 7 November 1945
2. Partai Komunis Indonesia (PKI) terdaftar 21 Oktober 1945
3. Partai Kristen Indonesia (Parkindo) terdaftar 18 November 1945
4. Partai Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti) terdaftar 22 November 1945
5. Partai Nasionalis Indonesia (PNI) terdaftar 29 Januari 1946
6. Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) terdaftar 1947
7. Partai Sosialis Indonesia (PSI) terdaftar pada Februari 1948
8. Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba) terdaftar pada 7 Nov 1948.
9. Partai Nahdlatul Ulama (NU ) terdaftar 1952 (sebelumnya NU bergabung dengan Masyumi, tetapi pada
Muktamar NU ke-19 di Palembang pada 1952 memutuskan NU sebagai partai politik sendiri)
4
Pemilu 1955
• Pemilu pertama kali pasca-kemerdekaan akhirnya baru dapat diselenggaraan pada tahun 1955
(berdasarkan UU No. 7 tahun 1953 tentang Pemilu).
Pemilu 1955 memilih anggota DPR/Parlemen (29 September 1955/257 kursi) dan Pemilu
Anggota Konstituante (15 Desember 1955/514 kursi)
Pemilu 1955 bersifat multipartai dan mengakomodasi wakil perseorangan (antara lain
Wongsonegoro, Hazairin, Soedjono Prawirosoedarso).
Kontestan Pemilu 1955 berjumlah 39 (berdasar surat suara/tanda gambar).
Sistem Pemilu 1955 adalah sistem proporsional tetutup (memilih tanda gambar
partai/kontestan pemilu)
• Pada Pemilu 1955 angkatan bersenjata dan kepolisian memiliki hak pilih.
• Para pengamat dalam dan luar negeri menilai Pemilu 1955 sebagai pemilu paling demokratis
dalam sejarah pemilu di Indonesia.
5
Surat Suara atau Tanda
Peserta Pemilu 1955
6
Empat Besar Suara atau
Kursi di DPR Hasil Pemilu 1955
7
Dekrit Presiden
8
PASCA PEMILU 1955
• Sebagai tindak lanjut Pemilu 1955, dalam kenyataannya politik aliran mengemuka pada
sidang-sidang Konstituente, sehingga tidak menghasilkan kesapakatan politik, bahkan
ketidaksepakatan tersebut berdampak luas dalam kehidupansosial yang dapat mengarah
pada terjadinya perpecahan.
• Kondisi demikian, mendorong tokoh-tokoh militer (terutama Jenderal A.H. Nasution)
mendesak Presiden Soekarno agar mengeluarkan dekrit kembali ke UUD 1945 Dekrit
Presiden 5 Juli 1959.
• Setelah Dekrit 5 Juli 1959 Presiden Soekarno membubarkan parlemen (DPR hasil
Pemilu 1955) membentuk DPR Gotong Royong (DPR-GR) dan MPR Sementara yang
memperkuat posisinya sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
• Presiden Soekarno (Bung Karno) yang sejak muda memiliki pemikiran Marhaenisme yang
diinspirasi oleh Marxisme, membentuk Pemerintahan NASAKOM (Nasional, Agama dan
Komunis) dan memberi angin pada PKI.
9
ERA DEMOKRASI TERPIMPIN
• Tanda-tanda menguatnya PKI sangat dirasakan kalangan militer yang pada dasarnya anti terhadap
ideologi Komunis. Itulah yang mendorong terbentuknya Sekber GOLKAR pada 20 Oktober 1964 sebagai
kekuatan poltik baru :
• Militer menggalang kekuatan anti-Komunis melalui badan-badan kerjasama, antara lain :
• Badan Kerjasama Pemuda-Militer (BKSPM); Badan Kerjasama Petani-Militer; Badan Kerjasama
Ulama-Militer (BKSUM); dan Badan Kerjasama Perempuan-Militer
• Pada 20 Oktober 1964 berdirilah Sekber Golkar yang didukung militer merupakan kekuatan politik yang
menghimpun organisasi-organisasi sosial kemasyarakatan yang anti-Komunis. Yang termasuk
organisasi yang mendirikan Golkar adalah :
• SOKSI yang didirikan oleh Suhardiman (SOKSI ingin dibubarkan oleh PKI sebagaimana
organisasi HMI yang juga ingin dibubarkan oleh PKI);
• MKGR yang didirikan oleh Sugandhi;
• KOSGORO yang didirikan oleh Mas Isman.
• Sekber Golkar juga didukung oleh organisasi-organisasi profesi/fungsional, seperti :
• Persatuan Sarjana Hukum Indonesia/Persahi; Ikatan Dokter Indonesia/IDI; dan Ikatan Sarjana
Ekonomi Indonesia/ISEI
10
SEKBER GOLKAR
• Apa yang dilakukan kalangan militer dalam menghadapi menguatnya peran politik PKI, merupakan langkah
yang benar, mengingat pada 30 September 1965 PKI melakukan kudeta/kup yang dikenal sebagai Peristiwa
G30S/PKI yang menyebabkan banyaknya perwira-perwira tinggi militer yang dibunuh (11 bulan sejak kelahiran
Golkar, 20 Oktober 1964).
• Pasca-G30S/PKI, gerakan mahasiswa menguat antara lain ditandai oleh hadirnya Kesatuan Aksi
Mahasiswa Indonesia (KAMI) yang pada tanggal 10 Januari 1966 di halaman Universitas
Indonesia (UI), mengeluarkan tuntutan yang dikenal dengan Tritura (Tiga Tuntutan Rakyat) yaitu :
• (1) Bubarkan PKI;
• (2) Turunkan harga;
• (3) Retool Kabinet 100 Menteri
Catatan : Tritura dicetuskan oleh KAMI Pusat yang dipimpin Cosmas Batubara di UI, di mana saya (Akbar Tandjung)
hadir dalam acara tersebut sebagai eksponen KAMI UI.
• Karena situasi kehidupan masyarakat tidak memperlihatkan adanya kestabilan, maka Bung Karno
mengeluarkan Supersemar (Surat Perintah 11 Maret 1966) kepada Letjen Soeharto selaku
Pangkopkamtib agar mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk mengatasi situasi keamanan.
Satu hari kemudian Soeharto sebagai pengemban Supersemar langsung membubarkan PKI yang sesuai
dengan tuntutan mahasiswa melalui Tritura.
11
SEKBER GOLKAR
• Dengan pembubaran PKI, Soeharto hadir sebagai tokoh baru dalam politik, dan
kemudian ditetapkan sebagai presiden melalui Sidang MPR tanggal 26 Maret
1968.
• Sebagai presiden baru Soeharto bertekad untuk menyelenggarakan pemilu
pertama setelah Pemilu 1955. Untuk itu ditetapkanlah UU No 15 Tahun 1969
tentang Pemilu Anggota-anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat,
di mana pemilu akan diselenggarakan pada tahun 1971.
• Melalui UU tersebut, pemerintah Orde Baru (khususnya Presiden Soeharto)
menetapkan Sekber Golkar untuk turut serta sebagai peserta pemilu dengan
pertimbangan untuk memastikan terwujudnya cita-cita Orde Baru, khususnya
dalam melaksanakan Pancasila dan UUD 1945, serta malaksanakan pembangunan
di berbagai bidang dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat.
12
SEKBER GOLKAR SEBAGAI
KONSTETAN PEMILU 1971
14
Hasil Pemilu 1971
15
Hasil Pemilu 1971
16
Kebijakan Fusi Partai Politik Tahun 1973
17
PRESTASI ELEKTORAL GOLKAR PADA PEMILU-PEMILU
ORDE BARU
• Setelah kebijakan fusi partai-partai politik pada 1973, pemilu-pemilu selanjutnya adalah Pemilu
1977, Pemilu 1982, Pemilu 1987, Pemilu 1992, dan Pemilu 1997. Landasan hukumnya adalah
UU No. 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar, dimana pemilu diikuti oleh tiga
kontestan (Nomor urut 1 PPP, Nomor urut 2 Golkar, dan Nomor urut 3 PDI).
• Dalam setiap pemilu tersebut, Golkar selalu mendapatkan kemenangan dengan prosentase
perolehan suara di atas 60% bahkan pada Pemilu 1987 dan Pemilu 1997 di atas 70%,
sehingga mementapkan posisinya sebagai kekuatan politik mayoritas tunggal (Single
Majority):
• Pemilu 1971 (62,82% ) = 236 kursi Ketua Umum : Suprapto Sukowati
• Pemilu 1977 (62,11%) = 232 kursi Ketua Umum : Amir Moertono
• Pemilu 1982 (64,43%) = 242 kursi Ketua Umum : Amir Moertono
• Pemilu 1987 (73,16%) = 299 kursi Ketua Umum : Sudharmono
• Pemilu 1992 (68,10%) = 282 kursi Ketua Umum : Wahono
• Pemilu 1997 (74,51%) = 325 kursi Ketua Umum : Harmoko
18
MUNASLUB GOLKAR 1998
• Memasuki era baru dengan semangat Reformasi, pada bulan Juli tahun
1998, Golkar menyelenggarakan Munas Luar Biasa (Munaslub) di Jakarta,
melalui pemilihan Ketua Umum secara langsung dengan menetapkan
DPD I sebagai pemilik suara.
• Pada Munas Luar Biasa 1998, saya (Akbar Tandjung) yang sudah cukup
lama berkiprah di organisasi Golkar sejak 1974, pendiri KNPI (1973),
pendiri AMPI (1978 di Pandaan Jatim), menjadi anggota DPR tahun
1977, dan menjadi wakil sekjen DPP Golkar tahun 1983 (pada saat
Bapak Sudharmono terpilih sebagai ketua umum DPP Golkar), terpilih
sebagai ketua umum DPP Golkar melalui Munaslub 1998 yang
berkontestasi dengan Jenderal Edi Sudradjat.
19
MUNASLUB GOLKAR 1998
20
Kebijakan Politik Era Reformasi
• Deklarasi Partai Golkar dilakukan pada 7 Maret 1999 melalui rapat umum di
Gelora Bung Karno (Senayan), dihadiri oleh sekitar 150 ribu peserta kader dan
simpatisan Golkar (salah satu rapat umum terbesar saat itu), sedangkan Pemilu
1999 dilakukan pada bulan April 1999 (sehingga jarak waktu pernyataan sebagai
partai politik dan keikutsertaan sebagai peserta pemilu hanya satu bulan).
• Dengan kehadiran kader dan simpatisan Golkar yang begitu meluap tersebut,
menumbuhkan rasa optimisme dari segenap jajaran Keluarga Besar Partai Golkar
untuk menghadapi Pemilu 1999.
• Dan ternyata terbukti, bahwa kendatipun Partai Golkar menghadapi hujatan dan
tuntutan pembubaran, dapat membuktikan dirinya sebagai kekuatan politik yang eksis
dan survive dalam Pemilu 1999, berhasil menempatkan Partai Golkar sebagai peraih
suara kedua (22,44% suara atau 120 kursi) dan PDIP sebagai pemenang pemilu
dengan 153 kursi (atau 33,74% suara).
21
Kebijakan Politik Era Reformasi
• Menyongsong pemilu 2004 berbagai hujatan, ancaman, dan tuntutan pembubaran Partai Golkar di
beberapa tempat di tanah air khususnya di Jawa (Purbalingga, Jember, dan yang lain) dan di Bali (yang saya
alami sendiri).
• Namun Partai Golkar melakukan langkah-langkah strategis dan tepat antara lain bahwa Partai Golkar yang
berparadigma baru dengan gagasan-gagasan baru menyelenggarakan konvensi dalam menetapkan calon
presiden yang pertama kali di Indonesia yang menghasilkan calon-calon presiden yakni: Akbar Tandjung,
Wiranto, Aburizal Bakrie, Prabowo, dan Surya Paloh.
• Steering Committee Konvensi mengusulkan pemenang konvensi adalah peserta yang mendapatkan suara terbanyak
otomatis terpilih sebagai calon presiden Partai Golkar. Tetapi saya sebagai Ketua Umum sekaligus peserta kovensi
berpendapat bahwa peserta konvensi yang mendapatkan suara terbanyak lebih dari 50% setuju untuk diyryapkan calon
presiden Partai Golkar, tetapi bilama peserta konvensi tidak ada yang mendapat suara di atas 50% maka dilakukan
pemilihan ulang antara pemilik suara terbanyak pertama dan pemilik suara terbanyak kedua. Gagasan ini murni berasal
dari pendapat saya, walaupun oleh SC ditetapkan siapa yang mendapat suara terbanyak langsung ditetapkan sebagai
calon presiden Partai Golkar.
• Karena pada pemilihan putaran pertama saya tidak mendapat dukungan suara di atas 50% pemilih, maka di lakukanlah
pemilihan ulang antara pemilik suara terbanyak pertama dan pemilik suara terbanyak kedua, yang tidak lain adalah
22
saya dan Wiranto. Dalam pemilihan ulang antara saya dan Wiranto, ternyata yang mendapat suara terbanyak adalah
Kebijakan Politik Era Reformasi
• Walaupun saya sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar tidak terpilih dalam konvensi sebagai
calon presiden, tetapi saya tetap konsisten memberikan dukungan kepada calon yang terpilih
sesuai dengan aturan yang telah disepakati. Saya sebagai ketua umum secara tegas
menyampaikan penyataan kepada segenap jajaran Partai Golkar agar memberikan dukungan
sungguh-sungguh kepada Wiranto sebagai pemenang konvensi. Namun dalam kenyataannya
dalam pemilihan Presiden secara langsung tidak berhasil dimenangkan oleh calon presiden Partai
Golkar, namun yang berhasil sebagai pemenang adalah SBY yang calonkan oleh Partai Demokrat
yang baru didirikan menjelang pemilu. Saya berpendapat bahwa penyelenggeraaan konvensi
dalam menetapkan calon presiden dari dari Partai Golkar tersebut ikut mengangkat citra Partai
Golkar sebagai peserta pemilu yang kemudian berhasil menjadi pemenang dalam Pemilu 2004.
Bagi saya itu merupakan kepuasan tersendiri.
• Pada pemilu 2004 Partai Golkar tampil sebagai pemenang pemilu (21,58% suara atau 128
kursi, yang berarti naik 8 kursi dari sebelumnya 120 kursi. Sementara perolehan suara PDIP
adalah 18,53% atau 109 kursi yang berarti turun 44 kursi dari sebelumnya 153 kursi. 23
NILAI-NILAI PARTAI GOLKAR
• Uraian di atas perlu saya kemukakan, untuk mengingatkan bahwa Partai Golkar
merupakan partai politik yang memiliki sejarah panjang dalam sejarah pemilu di
Indonesia sejak 1971 hingga Pemilu 2019 (11 kali pemilu).
• Ke depan (khususnya menyongsong Pemilu 2024) prestasi elektoral Partai Golkar
harus tetap terus dipertahankan, bahkan dinaikkan, melalui langkah-langkah yang
strategis dan tepat, dengan harapan menghasilkan kenaikan perolehan suara dan kursi,
syukur-syukur Partai Golkar kembali menjadi pemenang sebagaimana dicapai 20 tahun
yang lalu (2004).
• Dalam konteks itulah, saya (Akbar Tandjung) telah menyiapkan konsep tertulis dengan
judul “Partai Golkar Menyongsong Pemilu 2024” yang memuat langkah-langkah yang
perlu dilakukan Partai Golkar dalam menghadapi Pemilu 2024 (yang pada waktunya
tulisan tersebut akan saya berikan kepada saudara-saudara semua), dengan harapan
agar Partai Golkar kembali menjadi pemenang sebagaimana pernah dicapai 20 tahun
yang lalu (2004).
25
Menyongsong Pemilu 2024
26
Penutup
Terimakasih