BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tanggal 7 Agustus 1953 Komandan Tentara Keamanan Rakyat (TKR)1 di
pasukan dan daerah yarT dikuasainya, ke dalam Negara Islam Indonesia (NII) yang
berada di bawah pimpinan Imam Kartosuwirjo yang berpusat di Jawa Barat. Dengan
lebih 15 tahun; perlawanan bersenjatanya baru dapat ditumpas pada tahun 1965.
Gerakan DI/TII yang digerakkan oleh Kartosuwirjo bertujuan mendirikan NII itu
hanya merupakan salah satu dari sekian banyak peristiwa yang pernah terjadi dalam
periode yang sama. Sekedar sebagai contoh, telah terjadi peristiwa pemberontakan Partai
Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1948; dari pelakunya jelas kelihatan latarbelakang
ideologi komunis. Ada juga pemberontakan yang bersifat kesukuan, yaitu gerakan
kesukuan di daerah Maluku Selatan. Krisis tampaknya masih tetap berlanjut dan salah
satu puncak dari krisis itu ialah lahirnya gerakan Pemerintah Reyolusioner Republik
dan/atau kabinet serta sistem demokrasi yang dipergunakan untuk menata kehidupan
bernegara sebagai bangsa merdeka, memang tidak dalam keadaan yang cukup baik untuk
2
1950) sistem pemerintahan dan bentuk negara telah mengalami empat kali perubahan,
dari sistem presidentil ke sistem Kabinet Parlementer, lalu kembali kembali lagi ke sistem
Demikian pula bentuk negara kita; pada awal kemerdekaan, sesuai dengan Undang-
Undang Dasar Negara yang berlaku ketika itu, UUD 1945, bentuk negara kita adalah
negara kesatuan. Tetapi kemudian, sesuai dengan hasil Konperensi Meja Bundar (KMB)
bentuk negara itu berubah menjadi bentuk negara federasi. Usianya sangat singkat,
Desember 1949-16 Agustus 1950, dengan nama Negara Republik Indonesia Serikat
(RIS). Sistem Demokrasi yang berlaku di dalam periode 20 tahun pertama (1945-1965)
dari kemerdekaan itu juga telah berubah-ubah, dari sistem demokrasi liberal yang
berlangsung pada tahun 1950-1959 untuk kemudian berubah menjadi sistem demokrasi
dengan ciri pemerintahan sistem Kabinet Parlementer dan kEkuasaan partai-partai politik
amat menentukan jalan pemerintahan waktu itu, di samping juga keliberalan yang
negara. Salah satu hal yang nampak dalam persaingan partaipartai itu ialah tiadanya
Kabinet yang berumur panjang dan mampu menjalankan programnya secara teratur,
sebagaimana yang mereka rencanakan. Program partai dari formatur Kabinet yang
menjadi Perdana Menteri sering dianggap lebih penting, walaupun sudah ada program
Pancasila dan Islam. Persaingan ini berlangsung terus, baik sebelum pemilihan umum
maupun sesudah. Sebelum pemilihan umum pernah terjadi polemik yang berkepanjangan,
yaitu pada tahun 1953. Polemik di antara pendukung Pancasila sebagai ideologi dan Islam
sebagai ideologi negara itu berpangkal pada pidato Presiden Soekarno di Amuntai yang
dinyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara nasional dan tidak menghendaki
3
Indonesia sebagai negara berdasarkan Islam, karena banyak daerahdaerah lain akan
memisahkan diri.
Setelah pemilihan umum tahun 1955 ternyata situasi pemerintahan yang didominasi
oleh partai-partai yang saling bersaing, tetap berlanjut walaupun sebenarnya hanya ada
empat partai yang dapat memperoleh suara dari rakyat pemilih dalam jumlah yang cukup
besar. Keempat partai itu ialah Partai Nasional Indonesia (PNI), Masyumi, Nandatul
Ulama (NU) dan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang masing-masing memperoleh 57,
perbedaan pendapat antara golongan pendukung Pancasila dan pendukung Islam di dalam
Badan Konstituante hasil pemilihan umum. Sampai dengan tahun 1958, belum juga
Perdebatan anggota-anggotanya tentang Pancasila atau Islam yang akan menjadi dasar
negara merupakan faktor utama dari keagalan mereka untuk merumuskan suatu undang-
gan di antara golongan yang ada di dalam masyarakat. Dalam situasi demikian Presiden
dengan sebuah demokrasi yang dianggapnya sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia,
Undang Dasar '45, krisis pemerintahan negara akan diselesaikan sekaligus juga akan
Demikianlah, akhirnya usul pimpinan Angkatan Darat itu diterima oleh presiden.
Pada tanggal 5 Juli 1959 diumumkan Dekrit Presiden yang memberlakukan kembali UUD
1945 untuk mengatur kehidupan bernegara bagi bangsa Indonesia. Sejak itu berlaku
4
sistem Demokrasi Terpimpin. Dengan latar belakang seperti yang dikemukakan di atas,
penulis memilih tema yang menyangkut masalah gerakan DI/TII yang berlokasi di daerah
Dari pemaparan di atas manjadi inspirasi historis untuk melakukan suatu pengkajian
B. Rumusan Masalah
Dalam pembahasan ini titik berat pembahasan saya tekankan pada perkembangan
gerakan Kahar Mudzakkar di Sulawesi Selatan tahun 1958 hingga tahun 1965. Adapun
C. Pembatasan Masalah
Penelitian ini berjudul Perkembangan Gerakan Kahar Mudzakkar di Sulawesi
Selatan (1958 – 1965). Pembatasan yang jelas diperlukan karena suatu penelitian akan
bermanfaat jika dilakukan secara terbatas, baik dilihat dari segi geografi maupun dari segi
pembatasan jarak waktu berlangsungnya. Dengan mengambil lokasi tertentu maka kita
akan dapat memperoleh batas-batas geografi dan kebudayaan secara jelas. Dengan
demikian dalam penelitian ini batasannya yakni sekitar pemberontakan DI/TII pimpinan
Kahar Mudzakkar di Sulawesi Selatan dengan temporalnya tahun 1958 hingga tahun
1965.
5
D. Tujuan Penelitian
Secara eksplanatif historis bahwa tujuan penulisan ini tidak hanya berusaha untuk
mengungkapkan apa yang terjadi dan kapan terjadinya suatu penistiwa, melainkan juga
berusaha untuk mengungkapkan bagaimana dan mengapa penistiwa itu terjadi. Persoalan-
persoalan yang terkandung di dalamnya mengacu kepada hal-hal yang berkaitan dengan
sebab-musabab dan faktor-faktor kondisional yang ada dan berkembang pada waktu itu.
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
2. Bagi penulia.
b. Sebagai suatu wujud tanggung jawab penulia sebagai mahasiawa sejarah dan
F. Sistimatika Penulisan
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Pembatasan Masalah
D. Tujuan Penelitian
6
E. Manfaat Penelitian
F. Sistematika Penulisa
A. Penjelasan Istilah
B. Kerangka Teori
C. Kerangka Berpikir
A. Lokasi Penelitian
B. Jenis Penelitian
E. Teknik Penulisan
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka
Glosarium
Lampiran-Lampiran.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Iatilah
Untuk menghindari kesalahan dalam penafsiran terhadap iatilah-iatilah yang
digunakan pada judul penelitian ini maka penulia dengan menggunakan pendekatan
linguiatik akan menguraikan iatilah-iatilah yang ada pada judul penelitian yakni;
1. Perkembangan
Mekar terbuka atau membentang, (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005 . 538). Suatu
2. Gerakan
Dalam konteks literal pegerakan merupakan suatu tindakan terencana yang dilakukan dan
3. Kahar Mudzakkar
Sulawesi Selatan. Ada yang menganggapnya sebagai patriot tetapi juga persepsi sebagian
4. Sulawesi Selatan
Tahun 1958 – 1965 erupakan babakan waktu yang penulis gunakan untuk membatasi
lingkup waktu dalam penelitian ini. Dimana Tahun 1958 merupakan tahun awal
munculnya Gerakan Qahhar Mudzakkar dan tahun 1965 adalah tahun berakhirnya
Gerakan.
8
B. Kerangka Teori
Dari kerangka permasalahan yang telah dikemukakan di atas, terlihat bahwa
menulis suatu gerakan pemberontakan yang merupakan salah satu jenis gerakan sosial
dan kolektif bukanlah pekerjaan mudah. Sebab sebuah gerakan pemberontakan lahir dan
tampil ke permukaan berawal dari adanya pelbagai hal yang terjalin satu dengan lainnya
dan berakumulasi untuk kemudian mendorong peristiwa itu terjadi. Atau dengan kata lain,
sebuah peristiwa sejarah biasanya mengandung di dalam dirinya sifat yang rumit. Tetapi
sebelum hal-hal itu terjalin dan berakumulasi yang menyebabkan adanya sifat rumit, hal-
Namun, menemukan suatu alat pendekatan teori yang dimaksud bukan pula
pekerjaan yang tidak sulit. Itu bermula dari adanya kenyataan bahwa aspek-aspek yang
peristiwa yang terjadi di suatu tempat di Afrika tentu akan berbeda dengan peristiwa yang
terjadi di negeri-negeri Arab atau Asia, walaupun peristiwa itu dapat disebut
hanya itu, bahkan juga suatu pemberontakan di daerah-daerah tertentu di dalam suatu
RMS berbeda dengan PRRI/Permesta. Bahkan bisa juga terjadi terdapat perbedaan-
perbedaan di dalam suatu pemberontakan yang memiliki nama dan tujuan yang sama
dilihat dari latarbelakang peristiwa dan geografinya masing-masing. Ini terlihat pada
Jawa Barat dengan yang berlokasi di Aceh; demikian pula terdapat perbedaan antara
Pilihan terhadap suatu alat pendekatan teori yang akan digunakan untuk menggarap
suatu subyek penelitian tertentu tidak dengan sendirinya dapat digunakan bagi penelitian
9
subyek yang lain. Karena itu peneliti yang bersangkutan perlu memeriksa bahan-bahan
secara seksama agar memperoleh kejelasan untuk menentukan kerangka dan pendekatan
teori yang akan diguriakan. Sehubungan dengan itu, jika kita meneliti suatu subyek yang
yang dimaksud dengan pemberontakan itu. Tentang hal ini telah dikatakan bahwa gerakan
merupakan tingkah laku individu yang bermaksud untuk mencelakakan orang lain yang
dianggap lawannya. Pada umumnya sifat agresif berkaitan dengan kondisi psikologi
seseorang yang disebut frustrasi. Artinya situasi yang dihadapi oleh individu, baik secara
hambatan terhadap tujuan yang hendak dicapainya. Karena itu adalah sebagai berikut:
"The concept of frustration has been the psychological variable most commonly evoked
to account for individual participation in political protest and violence that agression
always results from frustration".
teori yang disebut deprivasi relatif (relative deprivation). Teori ini pada mulanya
dikembangkan dan digunakan oleh sebuah penelitian yang diorganisasikan dan dipimpin
oleh Samuel Stouffer selama Perang Dunia II. Obyek penelitiannya difokuskan pada
lingkungan Angkatan Perang Amerika Serikat. Selama perang, kelompok peneliti pim-
pinan Stouffer ini telah melakukan beberapa penelitian, tetapi umumnya difokuskan pada
efektivitas tentara di dalam pertempuran. Salah satu hal yang telah diteliti secara seksama
ialah aspek morale dalam arti semangat juang dan kebersamaan: Perhatian terhadap aspek
ini nampaknya didorong oleh kepercayaan bahwa morale mempunyai pengaruh yang
di dalam pertempuran. Untuk maksud itu, deprivasi relatif digunakan Stouffer dan
pangkat, pemisahan racial dan tingkat pendidikan di lingkungan tentara Amerika Serikat.
Teori deprivasi relatif bertolak dari perbandingan seseorang atau kelompok dengan
orang atau kelompok lainnya, kemudian dikembangkan oleh beberapa ahli untuk
Sehubungan dengan pemahaman terhadap teori ini, beberapa ahli telah memberikan
kaitannya dengan deprivasi relatif, yaitu value expectations (nilai pengharapan) dan value
capabilities (nilai kemampuan) seseorang. Kedua hal inilah yang menjadi alat pemband-
ing seseorang atau kelompok dalam menilai dirinya dan kelompok lain. Itulah sebabnya
maka di dalam diri seseorang pelaku, bisa berkembang persepsi adanya jarak antara kedua
Ahli lain memberikan pengertian terhadap deprivasi relatif ini dengan mengatakan
bahwa " ...sebuah ketidaksesuaian negatif antara harapan yang wajar dengan
Persepsi atas penyimpangan antara harapan dan kapasitas ini menimbulkan deprivasi
perasaan (sense of deprivation) yang secara relatif dan kolektif telah dialami. Para
individu dan kelompok membandingkan status dan kemampuan mereka satu sama lain,
atau sama pentingnya, terhadap orang-orang yang ada (atau mereka fikir pernah ada) pada
zaman sebelumnya. Dalam proses ini untuk perubahan sangat kritis, karena perubahan itu
sendiri menciptakan penyimpang-an antara pengharapan yang dibenarkan dan kenyataan,
baik dengan memperburuk kondisi kelompok, atau dengan mengliadapkan kelompok itu
dengan standar baru.
Deprivasi berkaitan dengan keadaan psikologi seseorang yaitu perasaan. Di dalam
situasi perasaan yang mungkin serba resah, si pelaku memberikan ukuran-ukuran tertentu
11
lainnya. Karena itu amat penting ditekankan bahwa "deprivasi adalah relatif dan tidak
bersifat mutlak".
Dengan demikian deprivasi "bukanlah sesuatu hal yang obyektif, tetapi perbedaan
Dengan demikian, kita harus memandang harapan itu sebagai standar-standar, bukan
Adanya sifat relatif yang berkaitan dengan keadaan psikologi yang mengacu pada
perasaan; maka lahir suatu hal yang amat sulit dari segi empiris. Karena itu untuk
itu maka:
"Di antara titik-titik referensi ini yang jelas, yang dapat dan sudah dipergunakan dalam
penilaian-penilaian tersebut adalah: (1) Keadaan-keadaan masa lampau dibandingkan
dengan keadaan-keadaan masa sekarang; (2) Keadaan-keadaan masa sekarang
dibandingkan dengan keadaan-keadaan masa menda tang; (3) keadaan-keadaan sesuatu
pihak di masa kini dibandingkan dengan keadaan-keadaan pihak lain di masa kini.
Adanya titik referensi seperti di atas, dapat melahirkan jarak antara nilai
pengharapan dan kemampuan dari seseorang yang membandingkan diri dengan orang
atau kelompok lain. Jika ternyata yang bersangkutan memiliki perasaan adanya perlakuan
yang tidak pantas pada dirinya dan kemudian hal itu melahirkan perasaan frustrasi dan
penderitaan. Jika itu tidak dapat iselesaikan oleh pihak-pihak yang bersangkutan, maka:
"hasrat ini semakin bergolak karena setiap frustrasi, kegelisahan, atau kehinaan tak dapat
diterirna dan tak dapat ditanggulangi, baik dengan peinikiran maupun dengan
kelembagaan. Jika frustrasi, kekhawatiran atau kehinaan ini dialami secara bersama di
tempat yang sarna oleh sejumlah individu, maka terjadilah agitasi emosional kolektif
yang tidak hanya khas di dalam intensitasnya, tetapi juga di dalam ketidakterbatasan
tujuan-tujuannya".
Sebuah pemberontakan tentu memiliki perilaku kolektif atau collective behavior.
Perilaku kolektif sebagaimana yang diartikan oleh H. Ralph Turner dan M. Lewis Killian
di dalam bukunya: Collective Behavior (1957), adalah:
12
Dengan demikian perilaku kolektif bersifat relatif tidak tersusun, spontan dan
emosional, serta dalam suasana yang saling bertentangan. Sebuah perilaku kolektif juga
masyarakat. Perilaku kolektif dapat lahir di dalam kelompok tertentu yang bersifat
emosional. Hal ini bisa juga terjadi bila terdapat perasaan dari kelompok yang
beranggapan bahwa sesuatu dapat dan harus dikerjakan karena menyangkut isu atau
permasalahan tertentu.
Sehubungan dengan teori perilaku ini, Neil Smelser telah berjasa melalui bukunya
Theory of Collective Behavior. Sebuah gejolak sosial yang disebutnya collective behavior
merupakan mobilisasi atas dasar suatu belief, keyakinan, yang mendefinisikan kembali
aksi sosial. Gejolak sosial berwujud perilaku yang tak terlembaga, termasuk revivalisme
agama, pemberontakan dan revolusi 40 Keyakinan yang menjadi pendorong untuk ikut
serta di dalam gejolak sosial itu, oleh Smelser disebut generalized belief yang terdiri atas:
lahirnya suatu gejolak sosial, harus saling mendukung dan terkait satu dengan yang
lainnya. Salah satu faktor yang tampil ke permukaan, tidak dapat melahirkan suatu
gejolak; melainkan merupakan kombinasi dari keenam faktor tersebut yang mampu untuk
Sampai seberapa jauh kedua teori yang dikemukakan di atas, yaitu teori deprivasi
relatif dan perilaku kolektif cukup relevan untuk dijadikan sebagai alat pendekatan teori
terhadap pemberontakan yang pernah terjadi dengan latarbelakang perasaan tertindas atau
Teori deprivasi relatif juga cocok untuk kajian perbandingan protes sosial; teori ini cukup
luas dan fleksibel untuk mencakup keanekaragaman penyebab timbulnya gerakan yang
berbeda. Konteks histroris atau situasi sosio-budaya yang menghasilkan perasaan
deprivasi relatif sangat bervariasi. Tuntutan ekonomi mungkin merupakan pusat dalam
satu kasus, tetapi inasih kurang penting diband ingkan dengan ancaman terhadap
kepercayaan keagamaan atau status sosial pada kasus yang lain.
Peneliti yang telah melakukan penelitian terhadap pelbagai jenis pemberontakan di Asia
ini dengan menggunakan teori relative deprivation, melanjutkan keterangannya dengan,
14
C. Kerangka Pikir
Kontra Pandangan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Penelitian ini di bangun di atas kajian literal yang berarti bahwa seluruh konteks
sumber atau lietaratur, olehnya itu maka lokasi penelitian ini seluruhnya di pusatkan pada
B. Jenis Penelitian
Model atau jenis penelitian yang dipakai penulia adalah penelitian deskripsi yaitu
suatu penelitian yang bertujuan untuk melakukan pencanderaan secara siatematia faktual
dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah-daerah tertentu.
Berdasarkan atas konsep penjelasan mengenai metodologi ilmu sejarah maka dalam
penelitian ini mengikuti prosedur dan kaidah yang berlaku dalam penelitian sejarah, yakni
melalui tahap (1) Heuriatik, (2) Kritik, (3) Interpretasi dan (4) Hiatoriografi. Berdasarkan
tahapan itu maka langka pertama yang dilakukan adalah pengumpulan data. Untuk data
sekunder pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan. Sedangkan untuk data
primer ditempuh melalui studi sumber (arsip / dokumen sejarah) serta wawancara dengan
pelaku sejarah dan atau saksi sejarah yang masih mungkin ditemukan. Pada tahap kedua
dilakukan seleksi data serta pengujian validitas dan reabilitas melalui kritik sumber
(internal dan eksternal). Selanjutnya pada tahap ketiga dilakukan interpretasi data dengan
menggunakan teori collective action dari Chriatopher Lloyd (1993) serta polity model
agar data yang terkumpul dalam penelitian terlebih dahulu diausun dan diklasifikasikan
Adapun dalam analiaa data langkah-langkah yang ditempuh oleh penulia meliputi:
a. Kritik (pengujian);
Kritik terhadap sumber terdiri dari kritik ekstern pengujian terhadap autentitas
sumber, apakah asli, turunan atau palsu serta relevansi iainya suatu sumber. Kritik
intern yaitu pengujian terhadap iai atau kandungan sumber. Tujuan kritik untuk
suatu realita kebudayaan yang ada pada masyarakat kemudian dari padanya akan
E. Teknik Penulisan
Fase terakhir dalam metode sejarah adalah hiatoriografi. Hiatoriografi merupakan
cara penuliaan, pemaparan atau pelaporan hasil penelitian, olehnya penuliaan hasil
penelitian sejarah hendaklah dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai proses
penelitian. Maka melalui hiatoriografi ini penulia dapat menilai apakah penelitian ini
sesuai dengan prosedur atau tidak dan dapat dipaparkan sesuai dengan fakta sejarah yang
ada. Dalam memaparkan hasil penelitian, terutama dalam ilmu sejarah kaidah yang harus
DAFTAR PUSTAKA
Berg van Den, H.J. Kroeskamp,Dr. Dari Panggung Peristiwa Sejarah Dunia I, II,
III, J.B. Wolters Groningen, Jakarta, 1955.
Dekker Njoman I, Drs,S.H. Sejarah Indonesia Baru, 1800 – 1900, Lembaga Penerbitan
IKIP Malang, 1969.
Ekayati, Arnold J. Toynbee’, Ensiklopedia Nasional Indonesia, Jilid 16, PT Cipta Adi
Stapel F.W. Dr. Geschiedenis Van Nederland Indie, Deel II, IV, V, N.V.
Uitgeversmaatschappij, Joost Van Den Vondel, Amsterdam 1938.
Wolf Charles,Jr. The Indonesian Story, The John Day Company, New York 1948.