Anda di halaman 1dari 19

Pembinaan dan Pengawasan

Penyelenggaraan Perlindungan
Konsumen
Kelompok 2 :

Chintya Veronika B1A121473


Sepriyadi B1A121474
Syai Saladin Usman B1A121475
Daniel Restu B1A121477
Rio Jonatan B1A121478
Materi

01 02
Pembinaan pada Pengawasan pada
Penyelenggaraan Penyelengaraan
Perlindungan Perlindungan
Konsumen Konsumen
Peraturan
Perundang-undangan
Pembinaan dan pengawasan perlindungan konsumen
diatur dalam Pasal 29 dan Pasal 30 Undang-Undang
No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 29 dan Pasal 30
undang-undang ini, kemudian diterbitkan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 58 Tahun 2001
tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Perlindungan Konsumen yang mengatur tentang
mekanisme, tata cara, dan kewenangan pembinaan dan
pengawasan oleh pemerintah, masyarakat, dan LPKSM.
01
Pembinaan pada
Penyelenggaraan
Perlindungan Konsumen
Apa itu Pembinaan Penyelenggaraan
Perlindungan Konsumen?
Pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen
adalah salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah
untuk meningkatkan kualitas barang dan jasa yang
ditawarkan oleh pelaku usaha, serta memberikan
perlindungan hukum kepada konsumen dari praktik
usaha yang tidak adil atau merugikan.
Dalam Pasal 29 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen,
memberi penjelasan bahwa pembinaan penyelenggraan perlindungan konsumen yang
bertanggung jawab adalah pemerintah dalam arti sempit menteri –menteri teknis tertentu

01 Menteri Perindustrian dan Perdagangan

Menteri-menteri 02 Menteri Kesehatan


teknis tersebut
antara lain :
03 Menteri Lingkungan Hidup

Menteri-menteri Lain yang Mengurusi


04 Kesejahteraan Masyarakat
Tujuan Pembinaan Perlindungan Konsumen
Berikut adalah tujuan dari pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang terdapat
dalam Pasal 29 Ayat 4 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dan pada
Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 tentang pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan
perlindungan konsumen, antara lain:
1 2
Terciptanva iklim usaha dan tumbuhnya Berkembangnya lembaga perlidungan
hubungan yang sehat antara pelaku konsumen swadava masvarakat
usaha dan konsumen 3 (LPKSM)

Meningkatkan kualitas sumber dava


manusia serta meningkatkan kegiatan
penelitian dan pengembangan di bidang
perlindungan konsumen.
Tugas menteri dalam menciptakan iklim usaha dan menumbuhkan hubungan yang sehat
antara pelaku usaha dan konsumen dapat dilakukan melalui:

01 03
Penyusunan kebijakan di bidang
perlindungan konsumen Peningkatan kualitas barang dan/atau jasa

02 04
Peningkatan pemberdayaan usaha kecil dan
Peningkatan pemahaman dan kesadaran menengah dalam memenuhi standar mutu
pelaku usaha dan konsumen terhadap hak produksi barang dan/atau jasa serta
dan kewajiban masing-masing pencantuman label dan klausula baku
Kemudian dibentuknya LPKSM, salah satu contoh program yang dilakukan oleh pemerintah adalah Program
Peningkatan Kapasitas LPKSM yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan
Tertib Niaga (Ditjen PKTN) Kementerian Perdagangan. Program ini meliputi kegiatan-kegiatan seperti:

Pelatihan Dasar
LPKSM
Membekali peserta dengan pengetahuan
Pelatihan Lanjutan Bimbingan Teknis
dan keterampilan mengenai konsep,
LPKSM LPKSM
prinsip, dan regulasi perlindungan
Meningkatkan kompetensi peserta konsumen, serta mekanisme penyelesaian Memberikan bantuan dan fasilitasi
dalam hal analisis kebijakan, kepada LPKSM dalam hal
sengketa konsumen.
advokasi, dan kemitraan strategis penyusunan rencana kerja,
terkait dengan isu-isu Forum Komunikasi pengelolaan keuangan,
perlindungan konsumen. LPKSM pengembangan jejaring, dan
peningkatan kualitas layanan.
Menyediakan ruang dialog dan diskusi
antara LPKSM, pemerintah, pelaku usaha,
dan pemangku kepentingan lainnya
mengenai perkembangan dan tantangan
perlindungan konsumen.
Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan meningkatkan kegiatan penelitian dan
pengembangan di bidang perlindungan konsumen dilakukan dalam upaya:

Peningkatan kualitas aparat


penyidik pegawai negeri sipil di
bidang perlindungan konsumen

Peningkatan kualitas tenaga peneliti dan


penguji barang dan/atau jasa

Pengembangan dan pemberdayaan


lembaga pengujian mutu barang
KASUS RANGKA ESSAF PADA KENDARAAN MOTOR HONDA
DIBAWAH NAUNGAN PT. ASTRA HONDA MOTOR

Rangka eSAF merupakan desain struktur bagian depan yang terhubung dengan duduk pengendara pada
sepeda motor, rangka ini dibawah naungan PT Astra Honda Motor (AHM) mulai dijual pada Honda
Genio pada tahun 2019, kemudian diikuti Honda All New BeAT, All New Scoopy, dan Vario 160. Jika
dihitung sejak pertama kali digunakan, motor tanpa gigi pengguna rangka eSAF sangat banyak. Terlebih,
varian terbanyak penjualan Honda kategori kelas 125 cc ke bawah. Berdasarkan data AISI, 70 persen
penjualan Honda dikuasai matic di bawah 125 cc. Kalau ditotal dari Januari 2020 sampai Juli 2023,
motor matic 125 cc Honda yang terjual sebesar 9.823.569 unit.

Beberapa hari belakangan ini viral beredar di berbagai media sosial seperti instagram, facebook dan
tiktok banyak video yang memperlihatkan rangka motor honda yang mulai dari karatan sampai yang
patah rangka ditengah jalan, padahal dari sisi umur pemakaian terbilang masih baru sekitar satu sampai
tiga tahun pemakaian. Kejadian viral ini merupakan sesuatu yang pasti mengejutkan banyak pihak baik
konsumen maupun pihan honda sebagai produsen dan penjual motor rangka eSAF.
KASUS RANGKA ESSAF PADA KENDARAAN MOTOR HONDA
DIBAWAH NAUNGAN PT. ASTRA HONDA MOTOR

Kementerian Perdagangan melalui Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga
berwenang melakukan pembinaan dan edukasi untuk memastikan terpenuhinya kewajiban pelaku
usaha serta perlindungan dan pemulihan hak konsumen yang dirugikan, hal ini dilakukan
berdasarkan Kementerian Perdagangan meminta PT Astra Honda Motor (AHM) untuk selalu
memprioritaskan hak konsumen sebagai penyelenggaraan perlindungan konsumen. Atas desakan
berbagai pihak, AHM mengaku bertanggung jawab terhadap kualitas sepeda motor yang
dipasarkan. AHM menyediakan layanan 24jam melalui contact center Honda 1-500-989 yang
dapat diakses dari seluruh Indonesia.
KASUS RANGKA ESSAF PADA KENDARAAN MOTOR HONDA
DIBAWAH NAUNGAN PT. ASTRA HONDA MOTOR

Dengan hal tersebut, Pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan


perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta
dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha hal ini dilakukan untuk:
1. terciptanya iklim usaha dan tumbuhnya hubungan yang sehat antara pelaku usaha dan
konsumen;
2. berkembangnya lembaga perlidungan konsumen swadaya masyarakat;
3. meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta meningkatnya kegiatan penelitian dan
pengembangan di bidang perlindungan konsumen.
Pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang
menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban
konsumen dan pelaku usaha.
Pengawasan pada
02 Penyelenggaraan
Perlindungan Konsumen
Pengawasan Penyelenggaraan
Perlindungan Konsumen

Pengawasan adalah suatu bentuk pemeriksaan atau


pengontrolan atas suatu kegiatan untuk mengetahui
dan menilai pelaksanaan kegiatan tersebut.
Pengawasan bukan hanya dilakukan oleh
pemerintah saja, tetapi ini merupakan peran
masyarakat, dan lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan UU Nomor 8 Tahun 1999.
Pemerintah Masyarakat & LPKSM

Pemerintah melakukan pengawasan Pengawasan yang dapat dilakukan oleh


dengan melakukan pengawasan pada masyarakat dan LPKSM dengan cara
mekanisme proses pembuatan produk, penelitian, pengujian dan survei pada
penawaran, promosi, pengiklanan, dan barang dan /atau jasa yang beredar dipasar,
penjualan produk hasil dari pengawasan cara tersebut dilakukan terhadap barang
ini dapat disebarluaskan kepada dan/atau jasa yang diduga tidak memenuhi
masyarakat dengan tujuan untuk unsur keamanan, kesehatan, kenyamanan,
memenuhi standar mutu produksi dan keselamatan konsumen. Hasil
barang dan/atau jasa. pengawasan tersebut dapat disebarluaskan
kepada masyarakat dan dapat
disampaikan kepada menteri.
KASUS OBAT HERBAL YANG TIDAK TERDAFTAR

Pada tahun 2020, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan adanya obat herbal yang
beredar di pasaran tanpa terdaftar. Hal ini melanggar ketentuan Pasal 108 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang berbunyi:

"Obat tradisional yang diproduksi dan/atau diperdagangkan wajib memiliki izin edar dari Menteri.“

BPOM kemudian melakukan pembinaan dan pengawasan kepada pelaku usaha yang memproduksi dan
memperdagangkan obat herbal tersebut. BPOM juga melakukan penarikan produk dari peredaran dan
memberikan sanksi administratif kepada pelaku usaha.
Thank
You

Anda mungkin juga menyukai