Anda di halaman 1dari 27

MENGGAGAS GERAKAN ANTI KEKERASAN SEKSUAL dan PERUNDUNGAN di PERGURUAN TINGGI

Dr. Lucky Endrawati, SH., MH.


PSIKOEDUKASI PENCEGAHAN KEKERASAN SEKSUAL dan PERUNDUNGAN

FISIP UB
5 MARET 2022
PERTIMBANGAN-PERTIMBANGAN dalam PERTOR NOMOR 70 TAHUN 2020
tentang PPKS&P

 Dasar Filsafati:
Perguruan tinggi sebagai satuan pendidikan penyelenggara pendidikan
tinggi wajib memberikan perlindungan diri pribadi, kehormatan, martabat,
dan hak atas rasa aman bagi sivitas akademika dan tenaga kependidikan
dari ancaman dan praktik kekerasan seksual dan/atau perundungan.
 Dasar Sosiologis:
Kasus kekerasan seksual dan/atau perundungan di Perguruan Tinggi
sudah pada tahap yang sangat memprihatinkan.
 Dasar Yuridis:
KUHP, KUHAP, UU SISDIKNAS, UU PerSAK, UU ITE, UU DIKTI, UU ASN
PERMENDIKBUDRISTEK NOMOR 30 TAHUN 2021
TENTANG
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL DI LINGKUNGAN
PERGURUAN TINGGI

 Dasar filofofis:
setiap warga negara berhak mendapatkan pelindungan dari segala bentuk
kekerasan termasuk kekerasan seksual sesuai dengan Pancasila dan Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
 Dasar sosiologis:
semakin meningkatnya kekerasan seksual yang terjadi pada ranah komunitas
termasuk perguruan tinggi secara langsung atau tidak langsung akan
berdampak pada kurang optimalnya penyelenggaraan Tridharma Perguruan
Tinggi dan menurunkan kualitaspendidikan tinggi;
PERBANDINGAN DASAR YURIDIS:
PERMENDIKBUDRISTEK 30 Tahun 2021 PERTOR 70 Tahun 2020
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
Tahun 1945; 3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi 4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi
(Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against dan Korban;
Women); 5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
3. Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia; sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang
4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik;
Nasional;
6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi;
5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara; 7. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara;
6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan
7. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi;
Disabilitas; 9. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 4 Tahun 2016
tentang Organisasi dan Tata Kerja Universitas Brawijaya sebagaimana telah diubah
8. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin dengan Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 34 Tahun
Pegawai Negeri Sipil ; 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan
9. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang Tinggi Nomor 4 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Universitas Brawijaya;
Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan 10. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 58 Tahun 2018
tentang Statuta Universitas Brawijaya;
Tinggi ;
11. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun
10. Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2021 tentang Kementerian 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi;
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi; 12. Peraturan Rektor Universitas Brawijaya Nomor 24 Tahun 2016 tentang Tata Naskah
11. Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Dinas sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Rektor Nomor 22 Tahun 2019
Nomor 28 Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja tentang Perubahan Atas Peraturan Rektor Nomor 24 Tahun 2016 tentang Tata
Naskah Dinas;
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi .
13. Peraturan Rektor Universitas Brawijaya Nomor 25 Tahun 2020 tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja
MAKNA KEKERASAN SEKSUAL:
PERMENDIKBUDRISTEK 30 PERTOR 70 Tahun 2020
Tahun 2021
setiap perbuatan yang merendahkan dan/atau
menyerang terhadap tubuh, keinginan seksual,
dan/atau fungsi reproduksi seseorang, dengan
setiap perbuatan merendahkan, menghina, kekerasan atau ancaman kekerasan, baik secara
melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, fisik maupun psikis, atau bertentangan dengan
dan/atau fungsi reproduksi seseorang, kehendak seseorang serta dalam kondisi
karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau seseorang itu serta tidak mampu memberikan
gender, yang berakibat atau dapat persetujuan dalam keadaan bebas yang
berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan, atau
termasuk yang mengganggu kesehatan ketergantungan seseorang berdasarkan jenis
reproduksi seseorang dan hilang kelamin yang dapat disertai dengan status sosial
lainnya, berakibat atau dapat mengakibatkan
kesempatan melaksanakan pendidikan
penderitaan atau kesengsaraan fisik, psikis,
tinggi dengan aman dan optimal seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, dan/atau
budaya terhadap Sivitas Akademika dan Tenaga
Kependidikan UB.
APA ITU PERUNDUNGAN?

 Pasal 1 Angka 7:
proses, cara, perbuatan seseorang yang menggunakan
kekuatan untuk menyakiti atau mengintimidasi orang yang
lebih lemah darinya secara berulang-ulang dengan
memaksanya untuk melakukan apa yang diinginkan oleh
pelaku yang memiliki kekuasaan.
JENIS-JENIS PERUNDUNGAN
(PASAL 6 PERTOR):
a. perundungan fisik; penindasan yang dilakukan dengan cara melibatkan fisik seperti
melukai tubuh seseorang yang dapat menyebabkan efek jangka pendek dan jangka
panjang.
b. perundungan verbal; intimidasi yang melibatkan kata-kata baik secara tertulis atau
terucap. Perundungan secara verbal meliputi menggoda, memanggil nama yang tidak
pantas, mengejek, menghina, dan mengancam.
c. perundungan sosial;penindasan yang mengakibatkan merusak reputasi atau hubungan
seseorang. Intimidasi sosial ini mencakup berbohong, menyebarkan rumor negatif,
mempermalukan seseorang, dan mengucilkan seseorang.
d. perundungan siber; perilaku intimidasi yang dilakukan menggunakan teknologi digital.
Perundungan di dunia maya ini meliputi mengunggah gambar atau video yang tidak
pantas, menyebar gosip secara online, dan menggunakan informasi orang lain di
media sosial.dan
e. perundungan seksual, tindakan yang berbahaya dan memalukan seseorang secara
seksual. Intimidasi seksual ini termasuk pemanggilan nama seksual atau cat-calling,
gerakan vulgar, menyentuh, dan materi pornografi.
PRINSIP PENCEGAHAN dan PENANGANAN
KEKERASAN SEKSUAL---PASAL 3

1. kepentingan terbaik bagi Korban;


2. keadilan dan kesetaraan gender;
3. kesetaraan hak dan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas;
4. akuntabilitas;
5. independen;
6. kehati-hatian;
7. konsisten; dan
8. jaminan ketidakberulangan.
RUANG LINGKUP---PASAL 4:

1. Mahasiswa adalah peserta didik pada jenjang Pendidikan Tinggi.


2. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi
sebagai dosen, instruktur, dan tutor yang berpartisipasi dalam
menyelenggarakan pendidikan tinggi.
3. Tenaga Kependidikan adalah anggota masyarakat yang
mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang
penyelenggaraan pendidikan tinggi.
4. Warga Kampus adalah masyarakat yang beraktivitas dan/atau
bekerja di kampus.
CAKUPAN KEKERASAN SEKSUAL---
PASAL 5 AYAT (1):

1. verbal, nonfisik,
2. fisik, dan/atau
3. melalui teknologi informasi dan komunikasi.
BENTUK-BENTUK KEKERASAN SEKSUAL---
PASAL 5 AYAT (2):

1. menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan


fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender Korban;
2. memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan
Korban;
3. menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang
bernuansa seksual pada Korban;
4. menatap Korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman;
5. mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa
seksual kepada Korban meskipun sudah dilarang Korban;
BENTUK-BENTUK KEKERASAN SEKSUAL:
6. mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau
rekaman audio dan/atau visual Korban yang bernuansa seksual
tanpa persetujuan Korban;
7. mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi Korban yang
bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;
8. menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi Korban
yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;
9. mengintip atau dengan sengaja melihat Korban yang sedang
melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang
bersifat pribadi;
BENTUK-BENTUK KEKERASAN SEKSUAL:

10.membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau


mengancam Korban untuk melakukan transaksi atau
kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh Korban;
11.memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual;
12.menyentuh, mengusap, meraba, memegang,memeluk,
mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya
pada tubuh Korban tanpa persetujuan Korban;
13.membuka pakaian Korban tanpa persetujuan Korban;
BENTUK-BENTUK KEKERASAN SEKSUAL:

14.memaksa Korban untuk melakukan transaksi atau


kegiatan seksual;
15.mempraktikkan budaya komunitas Mahasiswa, Pendidik,
dan Tenaga Kependidikan yang bernuansa Kekerasan
Seksual;
16.melakukan percobaan perkosaan, namun penetrasi tidak
terjadi;
17.melakukan perkosaan termasuk penetrasi dengan
benda atau bagian tubuh selain alat kelamin;
BENTUK-BENTUK KEKERASAN SEKSUAL:

18.memaksa atau memperdayai Korban untuk melakukan


aborsi;
19.memaksa atau memperdayai Korban untuk hamil;
20.membiarkan terjadinya Kekerasan Seksual dengan
sengaja; dan/atau
21.melakukan perbuatan Kekerasan Seksual lainnya.
TIDAK SAHNYA PERSETUJUAN KORBAN---
PASAL 5 AYAT (3):
1. memiliki usia belum dewasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. mengalami situasi dimana pelaku mengancam, memaksa, dan/atau menyalahgunakan
kedudukannya;
3. mengalami kondisi di bawah pengaruh obat-obatan, alkohol, dan/atau narkoba;
4. mengalami sakit, tidak sadar, atau tertidur;
5. memiliki kondisi fisik dan/atau psikologis yang
6. rentan;
7. mengalami kelumpuhan sementara (tonic immobility);dan/atau
8. mengalami kondisi terguncang.
PENANGANAN---PASAL 10:

1. pendampingan;
2. pelindungan;
3. pengenaan sanksi administratif; dan
4. pemulihan Korban
PENDAMPINGAN --- PASAL 11 MELIPUTI:

1. konseling;
2. layanan kesehatan;
3. bantuan hukum;
4. advokasi; dan/atau
5. bimbingan sosial dan rohani.
PELINDUNGAN---PASAL 12--- MELIPUTI:
1. jaminan keberlanjutan untuk menyelesaikan pendidikan bagi
Mahasiswa;
2. jaminan keberlanjutan pekerjaan sebagai Pendidik dan/atau
Tenaga Kependidikan pada Perguruan Tinggi yang
bersangkutan;
3. jaminan pelindungan dari ancaman fisik dan nonfisik dari pelaku
atau pihak lain atau keberulangan Kekerasan Seksual dalam
bentuk memfasilitasi pelaporan terjadinya ancaman fisik dan
nonfisik kepada aparat penegak hukum;
4. pelindungan atas kerahasiaan identitas;
PELINDUNGAN MELIPUTI:
5. penyediaan informasi mengenai hak dan fasilitas pelindungan;
6. penyediaan akses terhadap informasi penyelenggaraan pelindungan;
7. pelindungan dari sikap dan perilaku aparat penegak hukum yang
merendahkan dan/atau menguatkan stigma terhadap Korban;
8. pelindungan Korban dan/atau pelapor dari tuntutan pidana;
9. gugatan perdata atas peristiwa Kekerasan Seksual yang dilaporkan;
10. penyediaan rumah aman; dan/atau
11. pelindungan atas keamanan dan bebas dari ancaman yang berkenaan
dengan kesaksian yang diberikan.
BAGAIMANA SANKSI UNTUK PELAKU KS?

SANKSI ADMINISTRATIF---PASAL 13 AYAT (1)


BENTUK SANKSI ADMINISTRATIF----PASAL 14 AYAT
(1):
1.sanksi administratif ringan;
2.sanksi administratif sedang; atau
3.sanksi administratif berat.
BENTUK SANKSI ADMINISTRASI RINGAN---
PASAL 14 AYAT (2)

1. teguran tertulis; atau


2. pernyataan permohonan maaf secara tertulis yang
dipublikasikan di internal kampus atau media massa.
BENTUK SANKSI ADMINISTRATIF SEDANG---
PASAL 14 AYAT (3):

a. pemberhentian sementara dari jabatan tanpa


memperoleh hak jabatan; atau
b. pengurangan hak sebagai Mahasiswa meliputi:
1. penundaan mengikuti perkuliahan (skors);
2. pencabutan beasiswa; atau
3. pengurangan hak lain.
BENTUK SANKSI ADMINISTRATIF BERAT---PASAL
14 AYAT (4)

a. pemberhentian tetap sebagai Mahasiswa; atau


b. pemberhentian tetap dari jabatan sebagai Pendidik
Tenaga Kependidikan, atau Warga Kampus sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,dari
Perguruan Tinggi yang bersangkutan.
PEMULIHAN KORBAN---PASAL 20:
1. tindakan medis;
2. terapi fisik;
3. terapi psikologis; dan/atau d
4. bimbingan sosial dan rohani.
Para Pihak:
a. dokter/tenaga kesehatan lain;
b. konselor;
c. psikolog;
d. tokoh masyarakat;
e. pemuka agama; dan/atau
f. pendamping lain sesuai kebutuhan termasuk kebutuhan Korban
penyandang disabilitas.
HAK-HAK KORBAN dan SAKSI---PASAL 54:
1. mendapatkan jaminan atas kerahasiaan identitas diri;
2. meminta pendampingan, pelindungan, dan/atau pemulihan dari
Perguruan Tinggi melalui Satuan Tugas;
3. meminta informasi perkembangan Penanganan laporan
Kekerasan Seksual dari Satuan Tugas.

a.mendapatkan jaminan atas kerahasiaan identitas diri; dan/atau


b.meminta pendampingan, pelindungan, dan/atau pemulihan.
BERSAMA KITA BISA….KENALI HUKUM JAUHI HUKUMAN

Anda mungkin juga menyukai