Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN HASIL DISKUSI (revisi) DESKRIPSI TEMPAT (ALAM) DAN KLASIFIKASINYA BERDASARKAN PENDEKATAN YANG DIGUNAKAN PADA NOVEL

LASKAR PELANGI KARYA ANDREA HIRATA

Oleh: Febry Wicaksono Nurhandayani Silvia Agustin NPM 0613041027 NPM 0613041040 NPM 0613041044

Mata Kuliah Dosen

: Apresiasi Fiksi dan Drama : Drs. Kahfie Nazaruddin, M.Hum.

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN JURUSAN BAHASA DAN SENI PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS LAMPUNG 2011

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Deskripsi atau pemerian merupakan sebuah bentuk tulisan yang bertalian dengan usaha para penulis untuk memberikan perincian-perincian dari obyek yang sedang dibicarakan. Kata deskripsi berasal dari kata Latin describe yang berarti menulis tentang atau membeberkan sesuatu hal. Sebaliknya, kata deskripsi dapat diterjemahkan menjadi pemerian, yang berasal dari kata peri-memerikan yang berarti melukiskan sesuatu hal. Pengertian menulis tentang sesuatu atau membeberkan sesuatu sebenarnya dapat pula berlaku bagi bentuk-bentuk tulisan lainnya, yaitu eksposisi atau pemaparan, argumentasi atau pembuktian, dan narasi atau pengisahan, karena memaparkan sesuatu atau mengisahkan sesuatu juga berarti membentangkan sesuatu melalui tulisan; sedangkan argumentasi itu yakni menuliskan tentang sesuatu dengan mengajukan pembuktian-pembuktian. Sasaran yang ingin dicapai oleh seorang penulis deskripsi adalah menciptakan atau memungkinkan terciptanya daya khayal (imajinasi) pada para pembaca, seolah-olah mereka melihat sendiri obyek tadi secara keseluruhan sebagai yang dialami secara fisik oleh penulisnya. Berdasarkan tujuannya, sekurang-kurangnya deskripsi harus dibedakan menjadi dua macam deskripsi, yaitu deskripsi sugestif dan deskripsi teknis atau deskripsi ekspositoris. Makalah ini memfokuskan pembahasan mengenai dekripsi sugestif. Dalam deskrispsi sugestif penulis bermaksud menciptakan sebuah pengalaman pada diri pembaca, pengalaman karena perkenalan langsung dengan obyeknya. Dengan kata lain, deskripsi sugestif berusaha untuk menciptakan suatu penghayatan

terhadap obyek tersebut melalui imaginasi pembaca. Lebih fokus lagi, pada makalah ini akan dibahas tentang desripsi tempat. Tempat merupakan gelanggang berlangsungnya peristiwa-peristiwa. Tempat selalu menjadi latar dalam pengisahan-pengisahan. Jalannya suatu peristiwa akan lebih menarik dan lebih hidup bila dikaitkan dengan keadaan tempat, yang mungkin memberi pengaruhnya terhadap jalannya peristiwa itu sendiri. Itulah sebabnya, dalam narasi, penulis-penulis selalu menyertakan deskripsi-deskripsi tempat secara cermat dan menarik. Setiap tulisan dengan mempergunakan corak deskripsi, harus memunyai tujuan tertentu. Dalam seluruh tulisan itu, semua daya upaya dapat dipergunakan semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan karangan itu, atau secara efektif menyampaikan amanat yang terkandung dalam karangan itu. Upaya yang pertamatama dapat digunakan adalah cara penyusunan detail-detail dari obyek itu. Di samping cara penyusunan isi, penulis harus memperlihatkan pula sebuah segi lain, yaitu pendekatan (approach), yaitu bagaimana caranya penulis meneropong atau melihat barang atau hal yang akan dituliskan itu. Adapun pendekatan yang biasa dipergunakan oleh penulis dalam suatu deskripsi dibagi atas tiga pendekatan: pendekatan yang realistis, pendekatan yang impresionistis, dan pendekatan menurut sikap penulis. Dalam pendekatan yang realistis penulis berusaha agar deskripsi yang dibuatnya terhadap obyek yang diamatinya itu harus dapat dilukiskan seobyektif-obyektifnya, juga sesuai dengan keadaan yang nyata dapat dilihatnya (Keraf, 1982:104). Kemudian, pendekatan secara impresionistis yaitu semacam pendekatan yang berusaha menggambarkan sesuatu secara subyektif (Keraf, 1982:108). Sementara itu, pendekatan menurut sikap penulis yakni pendekatan yang bertolak pada bagaimana sikap penulis terhadap obyek yang dideskripsikan itu (Keraf, 1982:110). Pada kesempatan kali ini, penulis mencoba mendata deskripsi-deskripsi tempat yang terdapat dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata tersebut dan mengklasifikasikannya berdasarkan pendekatan yang digunakan pengarang dalam
3

mendeskripsikan suatu tempat. Pendataan dan pengklasifikasian telah penulis lakukan. Selanjutnya diadakan diskusi kelompok untuk membahas hasil pendataan dan pengklasifikasian data tersebut.

B. Tujuan Laporan ini bertujuan melaporkan hasil diskusi kelompok yang beranggotakan Febry Wicaksono, Nurhandayani, dan Silvia Agustin (selanjutnya disebut kelompok 1) yang membahas makalah kelompok yang beranggotakan Marisca, Revi, Cici, dan Nurlena (selanjutnya disebut kelompok 2). Pembahasan yang dilakukan meliputi hal-hal sebagai berikut. 1. Ketepatan dalam menentukan data yang merupakan deskripsi tempat. Yang termasuk data dalam hal ini adalah deskripsi tempat yang objeknya merupakan alam/unsur alam (bukan buatan manusia), seperti gunung, pantai, sungai, dan sebagainya.Tempat-tempat yang dibuat/dimodifikasi/ada campur tangan manusia, seperti jalan raya, gedung sekolah, dsb, tidak bisa dimasukkan/digolongkan ke dalam data. 2. Ketepatan dalam mengklasifikasikan data tersebut. Klasifikasi yang dilakukan berdasarkan pendekatan yang digunakan pengarang dalam mendeskripsikan tempat tersebut: subjektif-objektif.

II. PEMBAHASAN
1. Kelompok 2 memasukkan data nomor 1 (halaman 285) berjudul danau ke

dalam deskripsi tempat, tetapi kelompok 1 tidak memasukkannya. Data tersebut dapat dimasukkan dalam deskripsi tempat karena di dalam data tersebut memang ada bagian yang menjelaskan tentang Danau Merantik. Mereka memagari pekarangannya dengan bambu tali yang ditanam rapat-rapat dan dipangkas rendah-rendah. Kampung kembar ini dipisahkan oleh sebuah lembah yang digenangi air yang tenang. Danau Merantik, demikian namanya. (halaman 285) Namun, data tersebut terlalu sedikit (kurang lengkap). Semestinya data tersebut dikutip sepanjang satu paragraf/dikutip secara utuh.

2. Kelompok 2 memasukkan data nomor 3 (halaman 316, 317, dan 394) ke dalam

deskripsi tempat. Berdasarkan hasil diskusi, data nomor 3 halaman 316 dan halaman 394 yang berjudul gua termasuk dalam deskripsi tempa karena konteksnya menunjukkan latar tempat. Konteks kedua data tersebut adalah seseorang sedang menceritakan gua yang merupakan tempat tinggal Tuk Bayan Tula. Akan tetapi, data nomor 3 halaman 317 bukan deskripsi tempat. "Tuk Bayan Tula tinggal di sebuah gua yang gelap, di jantung Pulau Lanun. Pulau itu berbelok menyimpang dari jalur nelayan, jadi tak seorang pun akan ke sana. Perahuperahu perompak yang telah beliau bakar berserakan di tepi pantai. Tak ada siapa-siapa di pulau itu kecuali beliau sendiri dan tak terlihat ada tanaman kebun atau sumur air tawar, tak tahulah Datuk itu makan minum apa." (halaman 316) "Di depan mulut gua kami melihat empat lembar pelepah pinang raja tempat duduk telah tergelar, seolah beliau telah tahu jauh sebelumnya kalau kami akan datang. Beliau
5

menemui kami, sedikit pun tidak tersenyum, sepatah pun tidak berkata." (halaman 317)
3. Pada data nomor 4 halaman (285) yang berjudul gunung, kelompok 2

mengklasifikasikan data tersebut ke dalam pendekatan objektif. Berdasarkan hasil diskusi, data tersebut memang termasuk dalam pendekatan objektif karena mendeskripsikan Gunung Selumar secara objektif. Gunung Selumar tidak terlalu tinggi tapi puncaknya merupakan tempat tertinggi di Belitong Timur. Jika memasuki kampung kami dari arah utara maka harus melewati bahu kiri gunung ini. Dari kejauhan, gunung ini tampak seperti perahu yang terbalik, kukuh, biru, dan samar-samar. Di sepanjang tanjakan dan turunan menyusuri bahu kiri Gunung Selumar berderet-deret rumah-rumah penduduk Selinsing dan Selumar. Mereka memagari pekarangannya dengan bambu tali yang ditanam rapatrapat dan dipangkas rendah-rendah. Kampung kembar ini dipisahkan oleh sebuah lembah yang digenangi air yang tenang. Danau Merantik, demikian namanya.
4. Pada data nomor 4 (halaman 286) yang berjudul gunung kelompok 2

mengklasifikasikan data tersebut ke dalam pendekatan objektif. Berdasarkan hasil diskusi, data tersebut memang termasuk dalam pendekatan objektif karena mendeskripsikan Gunung Selumar secara objektif. Dari puncak bahu ini tampak rumah-rumah penduduk terurai-urai mengikuti pola anak-anak Sungai Langkang yang berkelak-kelok seperti ular. Kelompok rumah ini tak lagi dipagari oleh bambu tali namun berselang-seling di antara padang ilalang liar tak bertuan. Semakin jauh, jalur pemukiman penduduk semakin menyebar membentuk dua arah. Pemukiman yang berbelok ke arah barat daya terlihat sayup-sayup mengikuti alur jalan raya satu-satunya menuju Tanjong Pandan. Dan yang terdesak terus ke utara terputus oleh aliran sebuah sungai lebar bergelombang yang tersambung ke laut lepas Sungai Lenggang yang melegenda. Di seberang Sungai Lenggang rumah-rumah penduduk semakin rapat mengitari pasar tua kami yang kusam.

5. Kelompok 2 memasukkan data nomor 4 (halaman 288) yang berjudul gunung

ke dalam deskripsi tempat. Namun, menurut kelompok 1 pada data tersebut objek yang dideskripsikan tidak jelas. Dengan kata lain, deskripsi tentang gunung tidak jelas. Deskripsi tentang tumbuhan Callistemon levis atau bunga jarum lebih dominan dalam data tersebut. Tapi aku tak peduli dengan semua pemandangan itu karena aku punya misi rahasia. Rahasia ini menyangkut sebuah pemandangan menakjubkan yang hanya bisa disaksikan dari puncak tertinggi Gunung Selumar. Rahasia ini juga berhubungan dengan bunga-bunga kecil nan rupawan yang hanya tumbuh di puncak tertinggi. Mereka adalah bunga liar Callistemon laevis atau bunga jarum merah, atau kalau beruntung, bunga kecil kuning kelopak empat semacam Diplotaxis muralis.
6. Pada data nomor 4 (halaman 310) yang berjudul gunung kelompok 2

mengklasifikasikan data ini ke dalam pendekatan objektif. Berdasarkan hasil diskusi, data tersebut memang termasuk dalam pendekatan objektif karena mendeskripsikan hutan yang terdapat dalam Gunung Selumar secara objektif. Kontur gunung ini sangat unik. Jika berada di dalam hutannya banyak sekali komposisi pohon dan permukaan tanah yang tampak sama. Maka jika melewati jalur itu seolah seseorang merasa berada di tempat yang telah ia kenal, padahal tanpa disadari langkahnya semakin menjauh tersasar ke dalam rimba. 7. Kelompok 2 memasukkan data nomor 4 (halaman 323) ke dalam deskripsi tempat, tetapi kelompok 1 tidak memasukkannya. Kemudian, kelompok 2 mengklasifikasikannya ke dalam pendekatan objektif. Namun, berdasarkan hasil diskusi, data tersebut termasuk dalam pendekatan subjektif. Pengarang menambahkan sugesti-sugesti subjektifnya tentang Gunung Selumar: Agung, yang dapat membuat siapa pun jatuh cinta, menyembunyikan kekejaman tak kenal ampun . Aku terbaring kelelahan memandangi keseluruhan Gunung Selumar yang biru, agung, dan samar-samar. Aku pernah menulis puisi cinta di puncaknya dan gunung ini pernah memberiku inspirasi keindahan yang lembut. Bahkan di
7

sabana di atas sana tumbuh bunga-bunga liar kuning kecil yang dapat membuat siapa pun jatuh cinta, bukan hanya kepada bunganya, tapi juga kepada orang yang mempersembahkannya. Namun kelembutan gunung ini, seperti kelembutan unsur-unsur alam lainnya, air, angin, api, dan bumi, ternyata menyembunyikan kekejaman tak kenal ampun. (halaman 323)

8.

Kelompok 2 memasukkan data nomor 4 (halaman 404 dan 438) ke dalam deskripsi tempat. Bedasarkan hasil diskusi, data tersebut tidak termasuk data yang menunjukkan deskripsi tempat karena konteksnya tidak menunjukkan latar tempat., melainkan hanya sebuah referensi. Orang sakti ini secara ajaib telah menunjukkan jalan untuk menemukan Flo ketika ia raib ditelan Gunung Selumar tempo hari. (halaman 404) Seharusnya ia masuk kotak Ciawi, tapi aku tak sengaja melemparkannya ke lubang Gunung Sindur. (halaman 438)

9. Kelompok 2 memasukkan data nomor 5 (halaman 45 dan 50) yang berjudul

halaman ke dalam deskipsi tempat. Berdasarkan hasil diskusi, data tersebut tidak termasuk deskripsi tempat dengan objek alam. Halaman merupakan bagian dari rumah. Rumah adalah bangunan yang dibuat oleh manusia. Dengan demikian, halaman juga dibuat oleh manusia. Karena halaman merupakan tempat yang bukan alam (dibuat oleh manusia), ia tidak termasuk dalam data. Memang ada unsur-unsur alam yang disebutkan. Namun, unsur-unsur alam tersebut hanya suatu referensi, bukan deskripsi. Halaman setiap rumah sangat luas dan tak dipagar. Kebanyakan didekorasi dengan karya seni instalasi dari konstruksi logam yang maknanya tak mudah dicerna orang awam. Hamparan rumput manila di halaman menyentuh lembut bibir jalan raya dengan tinggi permukaan yang sama. Ada daya tarik tersendiri di situ. Tak ada parit, karena semua sistem pembuangan diatur di bawah tanah. Pekarangan ditumbuhi pinang raja, bambu Jepang, pisang kipas, dan berjenis-jenis palem yang berselang-seling di antara taman-taman bunga umum, ornamen, galeri, angsaangsa besar yang berkeliaran, kafe members only, patungpatung, snooker bar, sudut-sudut tempat bermain anak8

anak berisi ayam-ayam kalkun yang dibiarkan bebas, trotoar untuk membawa anjing jalan-jalan, kolam-kolam renang, dan lapangan-lapangan golf. Tenang dan tidak berisik, kecuali sedikit bunyi, rupanya anjing pudel sedang mengejar beberapa ekor kucing anggora. (halaman 45) Adapun pekarangan rumah orang Melayu ditumbuhi jarak pagar, beluntas, beledu, kembang sepatu, dan semak belukar yang membosankan. Pagar kayu saling-silang di parit bersemak di mana tergenang air mati berwarna cokelatjuga sangat membosankan. Entok dan ayam kampung berkeliaran seenaknya. Kambing yang tak dijaga melalap tanaman bunga kesayangan sehingga sering menimbulkan keributan kecil. (halaman 50)

10. Pada data nomor 6 (halaman 389) yang berjudul hutan, kelompok 2

mengklasifikasikan data tersebut ke dalam pendekatan objektif. Namun, berdasarkan hasil diskusi, data tersebut diklasifikasikan ke dalam pendekatan subjektif. Pengarang menambahkan sugesti-sugesti subjektifnya tentang Hutan Genting Apit: tempat paling angker di Belitong. Suatu ketika mereka memasuki Hutan Genting Apit, tempat paling angker di Belitong. Hutan ini menyimpan ribuan cerita seram dan yang paling menonjol adalah fenomena ectoplasmic mist yakni kabut yang bercengkerama sendiri dan secara alamiahatau mungkin setaniah membentuk wujud-wujud tertentu seperti manusia, hewan, atau raksasa. Tak jarang bentuk-bentuk ini tertangkap kamera film biasa. Para pengendara yang melalui kawasan ini sangat disarankan untuk tidak melirik kaca spion karena hantu-hantu penghuni lembah ini biasa menumpang sebentar di jok belakang. (halaman 389)

11. Kelompok 2 memasukkan data nomor 7 (halaman 51 dan 54) yang berjudul

jalan ke dalam deskripsi tempat. Namun, berdasarkan hasil diskusi, data tersebut tidak dapat dimasukkan ke dalam deskripsi tempat. Jalan raya dibuat oleh manusia. Karena jalan raya merupakan tempat yang bukan alam (dibuat oleh manusia), ia tidak termasuk dalam deskripsi tempat. Jalan raya di kampung ini panas menggelegak dan ingarbingar oleh suara logam yang saling beradu ketika truk-truk
9

reyot lalu-lalang membawa berbagai peralatan teknik eksplorasi timah. Kawasan kampung ini dapat disebut sebagai urban atau perkotaan. (halaman 51) Di sepanjang jalur pedesaan rumah penduduk berserakan, berhadap-hadapan dipisahkan oleh jalan raya. Dulu nenek moyang mereka berladang di hutan. Belanda menggiring mereka ke pinggir jalan raya, agar mudah dikendalikan tentu saja. (halaman 54)
12. Kelompok 2 memasukkan data nomor 7 (halaman 177) yang berjudul jalan ke

dalam deskripsi tempat, sedangkan kelompok 1 tidak. Namun, berdasarkan hasil diskusi, data tersebut tidak dapat dimasukkan ke dalam deskripsi tempat karena lebih mendeskripsikan suasana jalan raya ketika kemarau. Kemarau masih belum mau pergi. Pohon-pohon angsana menjadi gundul, bambu-bambu kuning meranggas. Jalan berbatu-batu kecil merah, setiap dihempas kendaraan, mengembuskan debu yang melekat pada sirip-sirip daun jendela kayu. Kota kecilku kering dan bau karat. (halaman 177)
13. Pada data nomor 7 (halaman 266) yang berjudul jalan kelompok 2

mengklasifikasikan data tersebut ke dalam pendekatan objektif. Berdasarkan hasil diskusi, data tersebut memang termasuk dalam pendekatan objektif karena dideskripsikan secara objektif. Mataku tak lepas-lepasnya memandang ke arah satu-satunya jalan yang menghubungkan kelenteng dengan pasar ikan. Di sepanjang kiri kanan jalanan ini tumbuh berderet-deret pohon saga. Cabang-cabang atasnya bertemu meneduhi jalan di bawahnya sehingga jalan ini tampak seperti gua. Setelah deretan pohon-pohon saga, jalan ini berkelok ke kanan. Pinggir jalan ini dipagari bekas-bekas tulang bangunan yang terlantar. Tulangtulang bangunan itu dirambati dengan lebat tak beraturan ke sana kemari oleh Bougenvillea spectabilisliar atau kembang kertas dan berakhir pada ujung sebuah jalan buntu. Di ujung jalan ini berdiri Toko Sinar Harapan, rumah A Ling. Maka berdiri dua puluh meter persis di depan Thak Si Ya adalah posisi yang telah kuperhitungkan dengan matang. (halaman 266)

10

14. Kelompok 2 memasukkan data nomor 8 (halaman 194) yang berjudul kebun ke

dalam deskripsi tempat, sedangkan kelompok 1 tidak. Berdasarkan hasil diskusi, data tersebut termasuk dalam deskripsi tempat karena kebun yang dimaksud meskipun buatan manusiabanyak dibangun oleh unsur alam. Aku melihat sekeliling kebun bunga kecil kami. Letaknya persis di depan kantor kepala sekolah. Ada jalan kecil dari batu-batu persegi empat menuju kebun ini. Di sisi kiri kanan jalan itu melimpah ruah Monstera, Nolina, Violces, kacang polong, cemara udang, keladi, begonia, dan aster yang tumbuh tinggi-tinggi serta tak perlu disiram. Bunga-bunga ini tak teratur, kaya raya akan nektar, berdesak-desakan dengan bunga berwarna menyala yang tak dikenal, bermacam-macam rumput liar, kerasak, dan semak ilalang. Secara umum kebun bunga kami mengensankan taman yang dirawat sekaligus kebun yang tak terpelihara, dan hal ini justru secara tak sengaja menghadirkan paduan yang menarik hati. Latar belakang kebun itu adalah sekolah kami yang doyong, seperti bangunan kosong tak dihuni yang dilupakan zaman. Semuanya memperkuat kesan sebuah paradiso liar, keeksotisan tropika. (halaman 194)
15. Kelompok 2 juga memasukkan data nomor 9 (halaman 329) yang berjudul

ladang ke dalam deskripsi tempat, sedangkan kelompok 1 tidak memasukkannya. Berdasarkan hasil diskusi, data tersebut termasuk dalam deskripsi tempat meskipun ladang adalah buatan manusiakarena banyak unsur alam yang membangun ladang itu. Di ladang telantar ini tumbuh subur ilalang setinggi dada dan pohon-pohon singkong yang sudah centang perenang dirampok hewan-hewan liar. Buah-buah sawo yang masih muda, putik-putik jambu bol, dan buah kuini muda juga berserakan di tanah karena dijarah secara sembrono oleh hama hewan-hewan itu. Bahkan buah-buahan ini tak sempat masak. (halaman 329)
16. Kelompok 2 memasukkan data nomor 10 (halaman 103) yang berjudul langit

ke dalam deskripsi tempat, sedangkan kelompok 1 tidak memasukkannya. Berdasarkan hasil diskusi, data ini tidak dapat dikategorikan dalam deskripsi tempat karena tidak menunjukkan latar tempat. Bila melihat konteksnya, data
11

ini berisi tentang pengarang yang menceritakan tentang kebodohan. Dengan demikian, data ini tidak dapat dimasukkan dalam deskripsi tempat. Gapailah gumpalan awan dalam lapisan troposfer, lalu naiklah terus menuju stratosfer, menembus lapisan ozon, ionosfer, dan bulan-bulan di planet yang asing. Meluncurlah terus sampai ketinggian di mana gravitasi bumi sudah tak peduli. Arungi samudra bintang gemintang dalam suhu dingin yang mampu meledakkan benda padat. Lintasi hujan meteor sampai tiba di eksosferlapisan paling luar atmosfer dengan bentangan selebar 1.200 kilometer, dan teruslah melaju menaklukkan langit ketujuh. (halaman 103)
17. Kelompok 2 memasukkan data nomor 11 (halaman 309 dan 326) yang berjudul

lembah, sedangkan kelompok 1 tidak. Berdasarkan hasil diskusi, data ini dapat dimasukkan dalam deskripsi tempat karena mendeskripsikan lembah. Kira-kira satu jam kemudian, tepat tengah hari, kami telah berada di lembah Sungai Buta. Wilayah ini merupakan blank spot untuk frekuensi walky talky sehingga suara kemerosok yang sedikit menghibur dari alat itu sekarang mati dan tempat ini segera jadi mencekam. (halaman 326)
18. Kelompok 2 memasukkan data nomor 12 (halaman 158) yang berjudul pantai,

sedangkan kelompok 1 tidak. Berdasarkan hasil diskusi, data ini dapat dimasukkan dalam deskripsi tempat karena mendeskripsikan pantai di Belitong. Saat ratusan pasang danube clouded yellow berpatroli melingkari lingkaran daun-daun filicium, maka mereka menjelma menjadi pasir kuning di Dermaga Olivir. Sayapsayap yang menyala itu adalah fatamorgana pantulan cahaya matahari, berkilauan di atas butiran-butiran ilmenit yang terangkat abrasi. Sebuah daya tarik Belitong yang lain, pesona pantai dan kekayaan material tambang yang menggoda. (halaman 158)
19. Pada data nomor 14 (halaman 63) yang berjudul pohon, terdapat dua objek

(pohon) yang dideskripsikan, yakni pohon Fillicium dan pohon ganitri. Kelompok 2 mengklasifikasikannya ke dalam pendekatan objektif.

12

Berdasarkan hasil diskusi, data tersebut memang termasuk dalam pendekatan objektif karena didesripsikan secara objektif. Filicium decipiens biasa ditanam botanikus untuk mengundang burung. Daunnya lebat tak kenal musim. Bentuk daunnya cekung sehingga dapat menampung embun untuk burung-burung kecil minum. Dahannya pun mungil, menarik hati burung segala ukuran. Lebih dari itu dalam jarak 50 meter dari pohon ini, di belakang sekolah kami, berdiri kekar menjulang awan sebatang pohon tua ganitri (Elaeocarpus sphaericus schum). Tingginya hampir 20 meter, dua kali lebih tinggi dari filicium. Konfigurasi ini menguntungkan bagi burung-burung kecil cantik nan aduhai yang diciptakan untuk selalu menjaga jarak dengan manusia (sepertinya setiap makhluk yang merasa dirinya cantik memang cenderung menjaga jarak), yaitu red breasted hanging parrots atau tak lain serindit Melayu. (halaman 63)
20. Kelompok 2 memasukkan data nomor 14 (halaman 64, 222, 223, dan 421)

yang berjudul pohon ke dalam deskripsi tempat, sedangkan kelompok 1 tidak. Menurut kelompok 1, data nomor 14 (halaman 64) bisa dimasukkan ke dalam deskripsi tempat karena ia menjelaskan/mendeskripsikan pohon Fillicium yang akar-akarnya menonjol, dsb. Sebelum menyerbu filicium, serindit Melayu terlebih dulu melakukan pengawasan dari dahan-dahan tinggi ganitri sambil jungkir balik seperti pemain trapeze. Melongoklongok ke sana kemari apakah ada saingan atau musuh. Buah ganitri yang biru mampu menyamarkan kehadiran mereka. Kemampuan burung ini berakrobat menyebabkan ahli ornitologi Inggris menambahkan nama hanging pada nama gaulnya itu. Jika keadaan sudah aman kawanan ini akan menukik tajam menuju dahan-dahan filiciumdan tanpa ampun, dengan paruhnya yang mampu memutuskan kawat, secepat kilat, unggas mungil rakus ini menjarah buah-buah kecil filiciumdengan kepala waspada menoleh ke kiri dan kanan. (halaman 64) Namun, berdasarkan hasil diskusi, data nomor 14 (halaman 222, 223, dan 421) tidak bisa dimasukkan ke dalam deskripsi tempat. Bila dilihat dari konteksnya, ketiga data tersebut lebih mendeskripsikan peristiwa daripada latar tempat.

13

Maka sore ini, Pak Harfan, yang berjiwa demokratis, mengadakan rapat terbuka di bawah pohon Fillicium. Rapat ini melibatkan seluruh guru dan murid dan Mujis. (halaman 222) Dia duduk sendirian menabuh tabla, mencari-cari musik, sampai sore di bawah Fillicium. Tak boleh didekati. Ia duduk melalmun menatap langit lalu tiba-tiba berdiri, mereka-reka koreografi, berjingkrak-jingkrak sendiri, meloncat, duduk, berlari berkeliling, diam, berteriak-teriak, seperti orang gila, menjatuhkan tubuhnya, berguling-guling di tanah, lalu dia duduk lagi, melamun berlama-lama, bernyanyi tak jelas, tiba-tiba berdiri kembali, berlari ke sana kemari. Tak ada ombak tak ada angin ia menyeruduknyeruduk seperti hewan kena sampar. (halaman 223) Tengah hari itu banyak orang berkumpul di bawah pohon fillicium. Seluruh teman sekelasku, seluruh anggota Societit termasuk nakhoda yang juga menyatakan minat mendaftar sebagai anggota baru, dan para utusan terdahulu yaitu dua orang dukun, kepala suku Sawang, dan seorang polisi sesnior. (halaman 421)

21. Kelompok 2 memasukkan data nomor 14 (halaman 328) yang berjudul pohon,

sedangkan kelompok 1 tidak memasukkannya. Data ini dapat dimasukkan ke dalam deskripsi tempat karena mendeskripsikan pohon bakau. Kami berjingkat-jingkat tangkas di atas akar-akar bakau yang cembung berselang-seling. Akar-akar ini seperti menopang pohonnya yang rendah. (halaman 328) Namun, data tersebut dirasa masih kurang terperinci, terlalu sedikit.
22. Kelompok 2 memasukkan data nomor 15 (halaman 313) yang berjudul pulau,

sedangkan kelompok 1 tidak. Berdasarkan hasil diskusi, data ini bisa dimasukkan ke dalam deskripsi tempat karena mendeskripsikan Pulau Lanun. Di samping itu, data ini diklasifikasikan ke dalam pendekatan subjektif . Ada sugesti-sugesti subjektif yang mendeskripsikan Pulau Lanun: tak kalah angker. Kini Tuk menyepi di pulau tak berpenghuni. Nama Tuk Bayan Tula sendiri adalah nama yang menciutkan nyali. Tuk adalah nama julukan lama, dari kata datuk untuk menyebut orang sakti di Belitong. Bayan juga panggilan bagi orang berilmu hebat yang selalu memakai nama binatang, dalam hal ini burung bayan. Tula, bahasa Belitong asli, artinya kualat, mungkin jika kurang ajar dengan beliau orang bisa
14

langsung kualat. Sedangkan nama Pulau Lanun tempat tinggal Tuk sekarang juga tak kalah angker. Lanun berarti perompak. Pulau itu tak berani didekati para nelayan karena di sanalah para perompak yang kejam sering merapat. (halaman 313)
23. Pada data nomor 16 (halaman 287) yang berjudul sungai kelompok 2

mengklasifikasikannya ke dalam pendekatan objektif. Berdasarkan hasil diskusi, data tersebut memang termasuk dalam pendekatan objektif karena dideskripsikan secara objektif. Dari puncak bahu ini tampak rumah-rumah penduduk terurai-urai mengikuti pola anak-anak Sungai Langkang yang berkelak-kelok seperti ular. Kelompok rumah ini tak lagi dipagari oleh bambu tali namun berselang-seling di antara padang ilalang liar tak bertuan. Semakin jauh, jalur pemukiman penduduk semakin menyebar membentuk dua arah. Pemukiman yang berbelok ke arah barat daya terlihat sayup-sayup mengikuti alur jalan raya satu-satunya menuju Tanjong Pandan. Dan yang terdesak terus ke utara terputus oleh aliran sebuah sungai lebar bergelombang yang tersambung ke laut lepas Sungai Lenggang yang melegenda. Di seberang Sungai Lenggang rumah-rumah penduduk semakin rapat mengitari pasar tua kami yang kusam.

24. Pada data nomor 16 (halaman 311a) yang berjudul sungai, kelompok 2

mengklasifikasikannya ke dalam pendekatan objektif. Berdasarkan hasil diskusi, data tersebut memang termasuk dalam pendekatan objektif karena dideskripsikan secara objektif. Jika Flo mengalami ini ia akan tersasar jauh ke selatan menuju aliran anak-anak Sungai Lenggang yang sangat deras berjeram-jeram menuju ke muara. Tak sedikit orang yang telah menjadi korban di sana. Pada beberapa bagian di wilayah selatan ini juga terhampar dataran tanah luas yang mengandung jebakan mematikan, yaitu kiumi, semacam pasir hidup yang kelihatan solid tapi jika diinjak langsung menelan tubuh. (halaman 311)

15

25. Pada data nomor 16 (halaman 311b) yang berjudul sungai kelompok dua

mengklasifikasikannya ke dalam pendekatan objektif. Berdasarkan hasil diskusi, data tersebut memang termasuk ke dalam pendekatan objektif karena dideskripsikan secara objektif. Sungai Buta adalah anak Sungai Lenggang tapi alirannya putus hanya sampai di lereng utara Gunung Selumar. Sungai itu seperti sebuah gang sempit yang buntu atau seperti jalan yang berakhir di jurang. Orang kampung menamainya Sungai Buta sebagai representasi keangkerannya. Buta lebih berarti gelap, tak ada petunjuk, terperangkap tanpa jalan keluar, dan mati. Sungai Buta demikian ditakuti karena permukaannya sangat tenang seperti danau, seperti kaca yang diam. Tapi tersembunyi di bawah air yang tenang itu adalah maut yang sesungguhnya, yaitu buaya-buaya besar dan ular-ular dasar air yang anehaneh. Buaya sungai ini berperangai lain dan amat agresif, mereka mengincar kera-kera yang bergelantungan di dahan rendah, bahkan menyambar orang di atas perahu. Pohonpohon tua ruyang tinggi tumbuh dengan akar tertanam di dasar sungai ini, sebagian telah mati menghitam, membentuk pemandangan yang sangat menyeramkan seperti sosok-sosok hantu raksasa yang merenungi permukaan sungai dan menunggu mangsa melintas. (halaman 311)

26. Kelompok 2 memasukkan data nomor 16 (halaman 311-312) yang berjudul

sungai ke dalam deskripsi tempat, sedangkan kelompok 1 tidak. Kelompok 2 mengklasifikasikannya ke dalam pendekatan objektif. Berdasarkan hasil diskusi, data ini bisa dimasukkan ke dalam deskripsi tempat karena mendeskripsikan Sungai Buta. Namun, dari hasil diskusi, data tersebut tidak dapat diklasifikasikan ke dalam pendekatan objektif. Data ini termasuk ke dalam pendekatan subjektif. Pengarang menambahkan sugesti-sugesti subjektifnya tentang Sungai Buta: yang horor. Sungai Buta berbentuk melingkar, mengurung sisi utara Gunung Selumar. Jika Flo tersesat ke sini ia tak mung-kin dapat kembali mundur karena tenaganya pasti tak akan cukup untuk kembali mendaki punggung granit yang curam. Jika ia memaksa, sangat mungkin ia akan terpeleset jatuh dan terhempas di atas batu-batu karang. Pilihan satu16

satunya hanya berenang melintasi Sungai Buta yang horor dengan kelebaran hampir seratus meter. Untuk menyeberangi sungai itu ia terlebih dahulu harus menyibaknyibakkan hamparan bakung setinggi dada dan hampir dapat dipastikan pada langkahlangkah pertama di area bakung itu riwayatnya akan tamat. Di sanalah habitat terbesar buaya-buaya ganas di Belitong. (halaman 311-312)

17

III. PENUTUP

Berdasarkan hasil diskusi, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar tempat-tempat (alam) dalam novel Laskar Pelangi dideskripsikan secara objektif. Di samping itu, ada data yang deskripsinya terlalu sedikit (kurang panjang).

18

DAFTAR PUSTAKA

Hirata, Andrea. 2008. Laskar Pelangi. Jakarta: Bentang Keraf, Gorys. 1982. Eksposisi dan Deskripsi. Flores: Nusa Indah

19

Anda mungkin juga menyukai