Anda di halaman 1dari 30

ANALISIS STRUKTURAL

NOVEL BEKISAR MERAH KARYA AHMAD TOHARI

Di Susun Sebagai Tugas Mata Kuliah Apresiasi Prosa

Dosen Pengampu:
Ririe Rengganis, S.S., M.Hum.

Disusun oleh:
Kelompok 2 - PB 2016
1. Wegig Yhusa Tanaya (16020074038)
2. Kevin Dewanda Moudizka (16020074107)
3. Erfin Nikmatus Sofiyah (16020074131)

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2017
ABSTRAK
Novel merupakan prosa fiksi yang berbentuk cerita cukup panjang dan
meninjau kehidupan sehari-hari, juga lebih panjang dari cerpen. Dalam Novel
“Bekisar Merah” karya Ahmad Tohari memiliki enam bab dan dianalisis
menggunakan pendekatan struktural yang bertujuan untuk menemukan unsur-
unsur intrinsiknya. Seperti tema, alur cerita, plot, tokoh, penokohan, latar, gaya
bahasa, sudut pandang dan amanat. Tema keseluruhan dari novel tersebut
adalah kesengsaraan karena banyaknya kesengsaraan yang dialami oleh Lasi.
Kemudian alur dari Novel Bekisar merah adalah alur campuran, karena pada
novel juga diceritakan kejadian masa lalu tokoh. Latar cerita dari novel yaitu
latar waktu seperti siang hari, latar tempat seperti di desa Karangsoga, dan latar
sosial. adapun gaya bahasa dalam novel Bekisar merah adalah personifikasi,
hiperbola, metafora, dll. Sudut pandang dari Novel Bekisar Merah yaitu sudut
pandang orang ketiga. Berdasarkan pendekatan struktural dapat diketahui sebab
diberikannya judul “Bekisar Merah”.
Kata kunci: Novel, Pendekatan Struktural, Unsur Intrinsik
Menurut (Nurgiyantoro, 2015:11) mengemukakan bahwa novel
merupakan bentuk karya sastra yang disebut fiksi. Novel berarti sebuah karya
prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang namun juga tidak
terlalu pendek. Dari segi panjang cerita, novel dapat mengemukakan sesuatu
secara bebas, menyajikan sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detail dan
lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan yang kompleks. Kelebihan novel
yang khas adalah kemampuannya menyampaikan permasalahan yang kompleks
secara penuh, mengreasikan sebuah dunia yang jadi (Nurgiyantoro, 2015:13).
Menurut Abrams dalam (Nurgiyantoro, 2015:57) mengemukakan struktur karya
sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan
dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk
kebulatan yang indah. Analisis struktural karya sastra, dalam hal ini fiksi
memfokuskan pada unsur-unsur intrinsik pembangunnya. Ia dapat dilakukan
dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan
antar unsur intrinsik fiksi yang bersangkutan (Nurgiyantoro, 2015:60). Fakta
(facts) dalam sebuah cerita meliputi karakter (tokoh cerita), plot, latar. Ketiganya
merupakan unsur fiksi yang secara faktual dapat dibayangkan peristiwanya,
eksistensinya, dalam sebuah novel. Oleh karena itu, ketiganya dapat pula disebut
sebagai struktur faktual (factual structure) dan tingkatan faktual (factual level)
sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2015:31-32).
Sarana cerita adalah hal-hal yang dimanfaatkan oleh pengarang dalam
memilih dan menata detil-detil cerita. Sarana cerita pada prosa fiksi meliputi
judul, sudut pandang, serta gaya bahasa dan nada. Di pihak lain, struktur karya
sastra juga menyaran pada pengertian hubungan antarunsur (intrinsik) yang
bersifat timbal-balik, saling menentukan, saling memengaruhi, yang secara
bersama membentuk satu kesatuan yang utuh (Najid, 2009:31). Dengan demikian,
pada dasarnya analisis struktural bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi
dan keterkaitan berbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan
sebuah kemenyeluruhan (Nurgiyantoro, 2015:60).
Dilihat dari penyajiannya, Novel Bekisar Merah karya Ahmad Tohari
terdiri dari 6 Bab. Berikut ini pemaparan mengenai struktur pembangun Novel
Bekisar Merah karya Ahmad Tohari sebagai berikut :

Fakta Cerita

Fakta cerita ialah hal-hal yang diceritakan dalam sebuah prosa fiksi.
Terdapat tiga hal penting yang dibicarakan dalam bahasan ini. Ketiga hal tersebut
adalah alur, tokoh, dan latar (Najid, 2009:24).
ALUR
Menurut Stanton dalam (Nurgiyantoro, 2015:167) mengemukakan bahwa plot
adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya
dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau
menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Alur pada Novel “Bekisar Merah”
dapat diidentifikasi pada kutipan berikut:

Jika digambarkan, maka gambaran alur Novel “Bekisar Merah” sebagai


berikut:

Bab 1

(maju mundur )

Bab 2

(maju)

Bab 3

(maju mundur)

Bab 4

(maju mundur)

Bab 5

(maju mundur)
Bab 6

(maju )

Paragraf 27
26 Dalam novel “ Bekisar Merah ” mempunyai alur campuran atau maju-mundur.
Paragur)
Paragraf 28-31 Sebab dalam penyajian peristiwa, konflik, klimaks, dan penyelesaian dalam novel
(mundur)
(maju) tersebut, bagian penyelesaian terbagi menjadi 2 judul yakni “Belantik“. Dalam hal
(maju) ini pengarang melibatkan masa lalu si tokoh dalam memandang masa depan.
Urutan alur atau plot dalam cerpen “Bekisar Merah” dapat diuraikan sebagai
berikut:

1. Peristiwa

Menurut Luxemburg dkk mengemukakan peristiwa dapat diartikan


sebagai peralihan dari suatu keadaan ke keadaan yang lain (Nurgiyantoro,
2015:173). Penjelasan alur maju – mundur serta peristiwa, dapat diuraikan
pada kutipan novel “Bekisar Merah” berikut:
Bab 1
“Tergeletak tanpa daya, Darsa sesekali mengerang. Tetapi Mukri terus
bercerita kepada semua orang ihwal temannya yang naas itu. Dikatakan, ia
sedang sama – sama menyadap kelapa yang berdekatan ketika musibah itu
terjadi“ (Tohari, 2013:18 ). Pada kutipan ini merupakan awal terjadinya
peristiwa yang paling berpengaruh dari jalan cerita. Dimana tokoh utama
Darsa mengalami musibah yaitu terjatuh dari pohon. Ini merupakan tanda
bahwa kejadian awal cerita dimulai dan menandakan alur maju.

“Karangsoga, 1961, jam satu siang … “ (Tohari, 2013:24). Pada bagian


kutipan paragraf ini menjelaskan tentang kehidupan sejarah daerah
Karangsoga pada tahun 1961 dan menandakan alur mundur.

2. Konflik

Menurut Stanton mengemukakan konflik dan klimaks adalah saat konflik


telah mencapai tingkat intensitas tertinggi dan saat (hal) itu merupakan sesuatu
yang tidak dapat dihindari terjadinya (Nurgiyantoro, 2015:184). Pada tahap ini,
penjelasan konflik dan alur dijabarkan. Mulai terjadi berbagai masalah yang
disajikan oleh pengarang serta keadaan mulai memuncak pada titik
permasalahan. Konflik pada novel “ Bekisar Merah “ dapat diuraikan pada
kutipan berikut :
Bab 2
“Gusti. Jadi kamu belum tahu? Darsa, suamimu, tengik! Dia bacin! Dia
kurang ajar. Sipah sedang menuntutnya agar dikawin. Kamu tidak usah
pulang ke rumahmu. Kamu harus minta cerai “ (Tohari, 2013:54). Pada bagian
kutipan tersebut merupakan awal dari konflik jalan cerita novel ini dimana
tokoh Lasi baru menyadari bahwa suaminya telah disuruh menikah dengan
Sipah yang merupakan anak dari Bunek. Alasannya karena Bunek telah
mengobati sakit Darsa dan meminta imbalannya. Dan disinilah permasalahan
muncul yang mengakibatkan Lasi mulai meninggalkan Darsa. Dan kutipan ini
menandakan bahwa hanya adanya alur maju.
Bab 3
“Di sana pula, dekat Darsa kini duduk menyendiri, ada sebuah batu besar dan
perpunggung rata“ (Tohari, 2013:76-77). Pada kutipan ini menjelaskan
keberadaan sang tokoh Darsa yang saat itu sedang berada daerah Kalirong pada
waktu itu. Serta menandakan alur maju.
“Dalam kenangan Kanjat, Lasi adalah anak kelinci putih yang cantik dan dulu
sering digoda oleh anak – anak lelaki “(Tohari, 2013: 96). Dalam kutipan ini
terlihat penjelasan masa lalu Lasi ketika kecil pada kata “kenangan” yang
menandakan alur mundur.
Bab 4
“Dan hanya tiga bulan sejak pembicaraan itu, pagi ini Bu Lanting
mengirimkan potret Lasi kepada Pak Han melalui si kacamata“ (Tohari,
2013:118). Pada kutipan ini menjelaskan bahwa tokoh pembantu Bu Lanting
sedang mengirimkan sebuah foto kepada Pak Han terjadi pada waktu itu dan
menandakan alur maju pada bab ini.
“Dalam pelupuk matanya yang terbuka lebar tiba – tiba Lasi melihat dirinya
masih seorang bocah sedang berlari“ (Tohari, 2013:124). Pada kutipan ini
menjelaskan bahwa pada saat itu Lasi kembali berandai – andai tentang masa
kecilnya dan menandakan adanya alur mundur.
Bab 5
“Dentang jam menunjukkan pukul setengah empat pagi. Meski kamarnya tetap
gelap, Lasi mencoba menatap langit–langit“ (Tohari, 2013:148). Pada kutipan
ini menjelaskan keadaan Lasi yang sedang menatap langit di waktu pagi hari
dan menandakan alur maju pada bab ini.
“Di Karangsoga juga pernah ada Pak Talab. Dengan bantuan saudaranya
yang konon jadi orang penting, Pak Talab menjadi pemborong karbitan yang
selalu memenangkan tender untuk proyek – proyek inpres“ (Tohari, 2013
149). Pada kutipan menjelaskan tentang bagaimana alur mundur terjadi pada
potongan kata dalam kutipan itu. Yaitu pada kata “Di Karangsoga juga pernah
ada”. Kata yang menunjukkan terdapatnya alur mundur.
3. Klimaks

Klimaks merupakan titik pertemuan antara dua (atau lebih) hal (keadaan)
yang dipertentangkan dan menentukan bagaimana permasalahan (konflik itu)
akan diselesaikan (Nurgiyantoro, 2015:184-185). Pada tahap ini,
permasalahan dalam cerpen tersebut mencapai titik puncak. Tahap klimaks
serta penjelasan alur pada novel “Bekisar Merah” dapat diuraikan pada
kutipan berikut:

Bab 6

“Las, aku memang sudah tua. Aku tak lagi bisa memberi dengan cukup.
Maka, bila kamu kehendaki, kamu aku izinkan meminta kepada lelaki lain. Dan
syaratnya hanya satu: kamu jaga mulut dan tetap tinggal di sini menjadi
istriku“ ( Tohari, 2013:192).

“Kanjat melihat pada kedalaman mata Lasi masih tersimpan pesona yang
membuat dadanya berdebar. Tetapi pada mata Lasi pula melihat kenyataan
lain: Lasi masih punya suami“ (Tohari: 2013:220).

“Apabila ada peluang untuk mencapai jalan yang sah dan terhormat,
memperistri Lasi akan menjadi pertimbangan pertama Kanjat“ (Tohari,
2013:221). Pada beberapa kutipan di atas adalah bukti yang menjadi poin
klimaks serta menandakan alur maju.

Dari uraian alur novel “Bekisar Merah”, dapat kita gambarkan dalam
diagram seperti gambar dibawah ini:

Peristiwa Konflik Klimaks


Keterangan :
0
1. Tahap pengenalan merupakan tahap pembukaan cerita.
2. Tahap konflik dimunculkan dan merujuk pada hal-hal yang
meningkatkan konflik sehingga mencapai klimaks.
3. Tahap klimaks merupakan konflik atau pertentangan yang terjadi
mencapai puncak.

PENOKOHAN

Menurut Abrams dalam (Nurgiyantoro, 2015:247) mengemukakan bahwa


tokoh cerita (character) adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif,
atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan
kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang
dilakukan dalam tindakan. Para tokoh yang terdapat dalam suatu cerita memiliki
peranan yang berbeda-beda. Seorang tokoh yang memiliki peranan penting dalam
suatu cerita disebut dengan tokoh inti atau tokoh utama. Sedangkan tokoh yang
memiliki peranan tidak penting karena pemunculannya hanya melengkapi,
melayani, mendukung pelaku utama disebut tokoh tambahan atau tokoh pembantu
(Aminuddin, 2011:79-80).
Dalam prosa fiksi, tokoh dihadirkan dengan keterkaitan yang kuat dengan
konflik. Ada tokoh yang membawa ide prinsipil, ada tokoh yang memiliki
kecenderungan menentang, dan ada pula tokoh yang cenderung sebagai pendamai.
Tokoh yang membawa ide prinsipil atau gagasan pokok disebut sebagai tokoh
protagonis. Tokoh yang selalu melawan ide prinsipil disebut sebagai tokoh
antagonis. Sedangkan tokoh yang berfungsi sebagai pendamai atau perantara
antara protagonis dan antagonis disebut tokoh tritagonis (Najid, 2009:28-29).
Penokohan dalam novel “Bekisar Merah” dapat diidentifikasi melalui kutipan
berikut:

Tokoh Utama
Tokoh utama (central character) adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya
dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak
diceritakan. Baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian
(Nurgiyantoro, 2015:259). Dalam novel “Bekisar Merah” memiliki tokoh utama
yakni sebagai berikut:

1. Darsa, dapat diidentifikasi pada kutipan berikut:


Bab 1

”Darsa sejak lama memandangi pohon-pohon kelapanya diseberang lembah itu,


hampir putus harapan” (Tohari, 1993:4). Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan
bahwa karakter dari tokoh Darsa yaitu memiliki sifat cepat putus asa.

”Darsa kembali menatap ke timur, menatap pohon-pohon kelapannya yang masih


diguyur hujan nun diseberang lembah. Darsa gelisah” (Tohari, 1993:5). Dari
kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa karakter dari tokoh Darsa yaitu gelisah.

”Hati Darsa makin kecut, Mungkin sore ini Darsa harus merelakan nirana
berubah menjadi cairan asam karena tidak terangkat pada waktunya. Darsa
hampir putus asa” (Tohari, 1993:6). Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan
bahwa karakter dari tokoh Darsa yaitu memiliki sifat cepat putus asa.

”Semangat penyadap sejati membangunkan Darsa. Ia segera bangkit dan keluar


dari bilik tidur” (Tohari, 1993:12). Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan
bahwa karakter dari tokoh Darsa yaitu bersemangat.

”Darsa terus memanjat dengan semangat yang hanya ada pada seorang
penyadap” (Tohari, 1993:15). Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa
karakter dari tokoh Darsa yaitu bersemangat.

”Keraguan Darsa datang karena banyak celoteh mengatakan bahwa Lasi yang
berkulit putih dengan mata dan lekuk pipi yang khas itu sesungguhnya lebih
pantas menjadi istri Lurah daripada menjadi istri seorang penyadap” (Tohari,
1993:17). Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa karakter dari tokoh
Darsa yaitu memiliki sifat ragu.

”Karena anak-anak burung itu, Darsa lebih sering berkhayal, kapan Lasi punya
bayi?” (Tohari, 1993:18). Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa
karakter dari tokoh Darsa yaitu suka berkhayal.

Bab 2

”Darsa hanya mengeluh” (Tohari, 1993:144). Dari kutipan tersebut dapat


disimpulkan bahwa karakter dari tokoh Darsa yaitu mengeluh.

Bab 3

”Darsa mendesah panjang”(Tohari, 1993:240). Dari kutipan tersebut dapat


disimpulkan bahwa karakter dari tokoh Darsa yaitu mendesah.

”Darsa masih termenung diatas batu, tak tahu apa yang hendak dilakukannya”
(Tohari, 1993:250). Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa karakter dari
tokoh Darsa yaitu melamun.
”Eyang Mus saya bingung, ucap Darsa sambil menunduk Lesu” (Darsah,
1993:255). Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa karakter dari tokoh
Darsa yaitu bingung.

”Saya merasa telah membuat kesalahan yang besar. Saya menyesal” (Darsah,
1993:1257). Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa karakter dari tokoh
Darsa yaitu menyesal atas kesalahan yang telah ia perbuat.

”Sejak semula saya tidak ingin melakukan kesalahan ini” (Darsah, 1993:264).
Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa karakter dari tokoh Darsa yaitu
merasa bersalah dan kecewa.

”Jadi sebaiknya apa yang harus saya lakukan” (Darsah, 1993:270). Dari kutipan
tersebut dapat disimpulkan bahwa karakter dari tokoh Darsa yaitu bingung.

Bab 5

“Tetapi ketika Darsa sadar bahwa kehadiran Lasi hanya sebuang angan-angan“
(Tohari, 1993). Dalam kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa sifat dari tokoh
Darsa yakni sifat yang suka berangan-angan.

2. Lasi, dapat diidentifikasi pada kutipan berikut:

Bab 1

”Lasi menyiapkan perkakas suaminya, arit penyadap, pongkor-pongkor dan


pikulannya serta caping bamboo”(Tohari, 1993:12). Dari kutipan tersebut dapat
disimpulkan bahwa karakter dari tokoh Lasi yaitu memiliki sifat tanggap dan
penolong.

”Lasi sering mengeluh karena jarang tersedia kayu bakar untuk benar-benar
kering” (Tohari, 1993:21). Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa
karakter dari tokoh Lasi yaitu cepat mengeluh.

”Lasi menangis, dan menelungkup sering mengeluh karena jarang tersedia kayu
bakar untuk benar-benar kering” (Tohari, 1993:21). Dari kutipan tersebut dapat
disimpulkan bahwa karakter dari tokoh Lasi yaitu cepat mengeluh.

”Lasi mencabut kayu penggaris dari ketiaknya, lari menyebrang titian dan siap
melampiaskan kemarahan kepada para penggoda” (Tohari, 1993:60). Dari
kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa karakter dari tokoh Lasi yaitu marah.
Bab 2

”Lasi menunduk. Wajahnya memerah” (Tohari, 1993:151). Dari kutipan tersebut


dapat disimpulkan bahwa karakter dari tokoh Lasi yaitu tersipu malu.

”Lasi terus melangkah. Menyeberang titian pinang sebatang, tersenyum sendiri”


(Tohari, 1993:158). Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa karakter dari
tokoh Lasi yaitu pantang menyerah.

”Lasi kadang merasa ragu dan takut” (Tohari, 1993:194). Dari kutipan tersebut
dapat disimpulkan bahwa karakter dari tokoh Lasi yaitu ragu.

Bab 4

“Lasi merasa kerusuhan besar dihatinya“ (Tohari, 1993:384). Dalam kutipan


tersebut dapat disimpulkan bahwa sifat dari tokoh Darsa yakni sifat yang gelisah.

“Lasi bergegas menuju ruang depan, menenangkan diri sejenak, lalu memutar
tombol pintu“ (Tohari, 1993:385). Dalam kutipan tersebut dapat disimpulkan
bahwa sifat dari tokoh Darsa yakni sifat yang mudah tenang.

“Air matanya terbit karena luka lama yang tak sengaja tergesek keras“ (Tohari,
1993:392). Dalam kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa sifat dari tokoh
Darsa yakni sifat yang mudah menangis.

Bab 5

“Lasi yang makin gelisah bangkit untuk mematikan lampu kecil itu“ (Tohari,
1993). Dalam kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa sifat dari tokoh Darsa
yakni sifat yang gelisah

“Lasi sangat ingin bertanya mengapa potret dirinya bisa terpajang disana“
(Tohari, 1993). Dalam kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa sifat dari tokoh
Darsa yakni sifat yang ingin mengerti.

“Lasi gagap dan makin gelisah“ (Tohari, 1993). Dalam kutipan tersebut dapat
disimpulkan bahwa sifat dari tokoh Darsa yakni sifat yang takut.

“Air mata yang kembali deras membuat lidahnya kelu“ (Tohari, 1993). Dalam
kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa sifat dari tokoh Darsa yakni sifat yang
mudah menangis.

“Saya pasrah“ (Tohari, 1993). Dalam kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa
sifat dari tokoh Darsa yakni sifat pasrah
Tokoh Tambahan

Tokoh tambahan atau tokoh periferal (peripheral character) adalah tokoh


yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itu pun
mungkin dalam porsi penceritan yang relatif pendek (Nurgiyantoro, 2015: 258).
Dalam novel “Bekisar Merah” memiliki tokoh tambahan yakni sebagai berikut:

1. Mukri, dapat diidentifikasi pada kutipan berikut:

Bab 1

”Katakan, ada kodok lompat! Ujar Mukri dalam napas megap-megap karena ada
beban berat digendongnya” (Tohari, 1993:29). Dari kutipan tersebut dapat
disimpulkan bahwa karakter dari tokoh Mukri yaitu panik.

”Mukri lenyap dalam kegelapan meski langkahnya masih terdengar untuk


beberapa saat” (Tohari, 1993:39). Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa
karakter dari tokoh Mukri yaitu lenyap.

2. Eyang Mus, dapat diidentifikasi pada kutipan berikut:

Bab 1

”Keputusan berada ditanganmu. Namun aku setuju Darsa dibawa kerumah sakit”
(Eyang Mus, 1993:42). Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa karakter
dari tokoh Eyang Mus yaitu perhatian.

Bab 2

”Eyang Mus bangkit setelah selesai dengan beberapa pupuh suluk lalu duduk di
bangku panjang” (Tohari, 1993:125). Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan
bahwa karakter dari tokoh Eyang Mus yaitu berusaha bangkit.

”Aku tak pangling akan suaramu. Bersama siapa? Tanya Eyang Mus sambal
membukakan pintu (Eyang Mus, 1993:125). Dari kutipan tersebut dapat
disimpulkan bahwa karakter dari tokoh Eyang Mus yaitu berusaha bangkit.

”Jangan tergesa-gesa. Sebelum mendapat kecelakaan Darsa adalah suami yang


baik. Kini Darsa tak berdaya karena sesuatu yang berasal dari luar kehendaknya.
Lalu, apakah kamu tega?” (Eyang Mus, 1993:132). Dari kutipan tersebut dapat
disimpulkan bahwa karakter dari tokoh Eyang Mus yaitu berusaha meyakinkan
seseorang.
Bab 3

”Benar, katamu. Ku kira kamu memang salah” (Eyang Mus, 1993:258). Dari
kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa karakter dari tokoh Eyang Mus yaitu
menasehati.

3. Wiryaji, dapat diidentifikasi pada kutipan berikut:

Bab 1

”Wiryaji berangkat dengan keyakinan apa yang sedang menimpa Darsa bukan
hal biasa” (Tohari, 1993:45). Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa
karakter dari tokoh Wiryaji yaitu yakin akan apa yang diperbuat.

Bab 2

”Eyang Mus, Lasi masih muda. Apa iya, seumur-umur ia harus ngewulani suami
yang hanya bisa ngompol?” (Wiryaji, 1993:131). Dari kutipan tersebut dapat
disimpulkan bahwa karakter dari tokoh Wiryaji yaitu mengejek.

”Mbok Wiryaji kelihatan ragu” (Tohari, 1993:134). Dari kutipan tersebut dapat
disimpulkan bahwa karakter dari tokoh Wiryaji yaitu ragu.

4. Bunek, dapat diidentifikasi pada kutipan berikut:

Bab 2

”Tahun lalu kamu bersumpah demi bapa-biyung, sekarang kamu bersumpah


demi langit dan bumi” (Tohari, 1993:134). Dari kutipan tersebut dapat
disimpulkan bahwa karakter dari tokoh Bunek yaitu mengingatkan.

”Pantas, bocahmu mati. Urat-urat diselangkanganmu dingin seperti bantal


kebocoran” (Bunek, 1993:144). Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa
karakter dari tokoh Bunek yaitu mengejek.

5. Pak Tir, dapat diidentifikasi pada kutipan berikut:

Bab 2

”Oalah, Las, buruk amat peruntunganmu. Kamu harus bisa sabar. Puluh-puluh
Las, barangkali sudah jadi garis nasibmu” (Pak Tir, 1993:164). Dari kutipan
tersebut dapat disimpulkan bahwa karakter dari tokoh Pak Tir yaitu mengejek.

”Pak Tir kembali menggelengkan kepala. Terasa ada yang aneh dan muskil”
(Tohari, 1993:164). Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa karakter dari
tokoh Pak Tir yaitu bingung.
”Las, aku tak ingin mengatakan sampai kamu tahu sendiri apa yang kumaksud.
Memang aneh, Las. Aneh” (Pak Tir, 1993:165). Dari kutipan tersebut dapat
disimpulkan bahwa karakter dari tokoh Pak Tir yaitu tak tega.

6. Kanjat, dapat diidentifikasi pada kutipan berikut:

Bab 3

”Kanjat diam. Tangannya meremas daun keladi yang masih tersisa dalam
genggaman” (Kanjat, 1993:323). Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa
karakter dari tokoh Kanjit yaitu marah.

Bab 4

“Kanjat tidak bisa menjawab. Dan menunduk ketika pandangannya tersambar


mata Lasi yang bercahaya“. (Tohari, 1993:389). Dalam kutipan tersebut dapat
disimpulkan bahwa sifat dari tokoh Darsa yakni sifat yang gugup.

“Tetapi kadang Kanjat mencuri pandang“ (Tohari, 1993:390). Dalam kutipan


tersebut dapat disimpulkan bahwa sifat dari tokoh Darsa yakni sifat yang ragu
untuk melihat Lasi.

7. Pak Han Haruko, dapat diidentifikasi pada kutipan berikut:

Bab 4

“Bagi pak Han Haruko adalah khayalan romantis, bahkan kadang mimpi berahi
yang paling indah“ (Tohari, 1993:365). Dalam kutipan tersebut dapat
disimpulkan bahwa sifat dari tokoh Darsa yakni sifat yang suka mengkhayal.

8. Bu Lanting, dapat diidentifikasi pada kutipan berikut:

Bab 4

“Demikian Bu Lanting pernah bergurau dengan Pak Han“ (Tohari, 1993:370).


Dalam kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa sifat dari tokoh Darsa yakni
sifat yang suka bergurau.

“Dalam pengantarnya Bu Lanting menulis, apabila suka dengan calon yang


disodorkan, Pak Han harus lebih dulu menepati janji” (Tohari, 1993:371). Dalam
kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa sifat dari tokoh Darsa yakni sifat yang
tegas.
Bab 5

“Bu lanting tak ambil peduli“ (Tohari, 1993). Dalam kutipan tersebut dapat
disimpulkan bahwa sifat dari tokoh Darsa yakni sifat yang tidak memiliki rasa
kepedulian.

“Bu Lanting tetap tenang“ (Tohari, 1993). Dalam kutipan tersebut dapat
disimpulkan bahwa sifat dari tokoh Darsa yakni sifat yang tenang.

“Wajah Bu Lanting berubah beku dan dingin“ (Tohari, 1993). Dalam kutipan
tersebut dapat disimpulkan bahwa sifat dari tokoh Darsa yakni sifat yang dingin.

9. Handarbeni, dapat diidentifikasi pada kutipan berikut:

Bab 5

“Kini Handarbeni datang karena ingin berbicara sendiri dengan bekisarnya“


(Tohari, 1993). Dalam kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa sifat dari tokoh
Darsa yakni sifat yang tidak sabar.

“Handarbeni juga hendak tertawa tetapi karena Lusi muncul“ (Tohari, 1993).
Dalam kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa sifat dari tokoh Darsa yakni
sifat yang gengsi.

“Menurutku kesempurnaan Tuhan meliputi segalanya. Manusia tak punya tingkah


atau maksut.“ (Tohari, 1993). Dalam kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa
sifat dari tokoh Darsa yakni sifat yang bersyukur.

“Handarbeni bingung, seperti kehilangan acara“ (Tohari, 1993). Dalam kutipan


tersebut dapat disimpulkan bahwa sifat dari tokoh Darsa yakni sifat yang bingung.

“Handarbeni adalah laki-laki yang hampir impoten“ (Tohari, 1993). Dalam


kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa sifat dari tokoh Darsa yakni sifat yang
impoten.

LATAR

Menurut Abrams dalam (Nurgiyantoro, 2015:302) mengemukakan latar atau


setting yang disebut juga sebagai landasan tumpu, menunjuk pada pengertian
tempat, hubungan waktu sejarah, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Unsur latar dapat dibedakan ke dalam 3
unsur pokok yaitu tempat, waktu, dan sosial budaya. Unsur latar dalam novel
“Bekisar Merah” dapat diuraikan sebagai berikut:
Latar Tempat

Latar tempat menunjuk pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam
sebuah karya fiksi (Nurgiyantoro, 2015:314). Latar tempat pada novel “Bekisar
Merah” dapat diuraikan dalam kutipan cerpen berikut:

Bab 1
“Kemiringan lereng membuat pemandangan seberang lembah itu seperti lukisan
alam gaya klasik Bali yang terpapar di dinding langit.” (Tohari, 2013:3) dalam
kutipan tersebut memperlihatkan bahwa latar tempat berada di lembah.
“Sambil menjatuhkan pundak karena merasa hampir kehilangan harapan, Darsa
membalikkan badan lalu masuk kerumah.” (Tohari, 2013:4) latar tempatnya yakni
rumah. Selain itu, kutipan yang menunjukkan bahwa latar tempat di rumah yakni
“Rumah bamboo yang kecil itu terasa sepi dan dingin.” (Tohari, 2013:5).
“Bahkan Lasi hanya memutar tubuh dengan mulut tetap ternganga ketika Mukri
menyerobot masuk dan menurunkan Darsa ke lincak bambu di ruang tengah.”
(Tohari, 2013:11) latar tempat dalam kutipan tersebut berada di ruang tengah
ketika Mukri meletakkan Darsa yang digendongnya karena terjatuh dari atas
pohon kelapa.
“Pada sebuah simpang tiga, seorang diantara ketiga gadis kecil itu memisahkan
diri.” (Tohari, 2013:19). Pada sebuang simpang tiga itulah latar tempatnya.
Disitulah saat Lasi dan teman-temannya berpisah untuk kembali pulang.
“Menyeberang titian terakhir, naik tatar yang dipahat pada tanjakan batu cadas,
lalu sampailah Lasi ke sebuah rumah bambu dengan pekarangan bertepi
rumpun-rumpun salak.” (Tohari, 2013:22) dalam kutipan tersebut dapat
dibuktikan bahwa latar tempat yang ada dalam cerpen “Bekisar Merah” yakni
berada pada rumah bambu.
“Lasi bangkit dan pergi ke sumur. Di sana Lasi mencuci pakaian suaminya yang
bau sengak.” (Tohari, 2013:37). Dalam kutipan tersebut dapat dibuktikan bahwa
latar tempat yang ada dalam cerpen “Bekisar Merah” yakni berada disumur.
Bab 2
“Eyang Mus bangkit setelah selesai dengan beberapa pupuh suluk lalu duduk di
bangku panjang.” (Tohari, 2103:41) kutipan tersebut membuktikan bahwa latar
tempat berada di bangku panjang yang diduduki Eyang Mus menggulung rokok
dengan ditemani istrinya.
“Di pekarangan yang penuh pepohonan Darsi sedang mengumpulkan ranting-
ranting mati untuk kayu bakar.” (Tohari, 2013:49). Pekarangan juga menjadi latar
tempat yang dibuktikan dalam kutipan novel tersebut.
“Beberapa bagian lantai tanah rumah Lasi tampak basah karena genting di
atasnya bocor.” (Tohari, 2013:51) dimana kutipan novel tersebut membuktikan
bahwa latar tempatnya berada di rumah Lasi yang dimana menceritakan bahwa
hujan telah membuat lantai rumah Lasi basah karena atap rumahnya yang bocor.
“Memasuki jalan besar truk membelok ke barat dan meluncur beriringan dengan
kendaraan lain yang datang dari timur.” (Tohari, 2013:61). Latar tempatnya
yakin di jalanan yang terbukti dalam kutipan tersebut. Pengarang menggambarkan
latar tempat di jalanan tersebut dengan kendaraan yang meluncur secara
beriringan.
“Dan mana Pardi serta Sapon? Salam kebimbangannya, untung, Lasi dapat
menemukan Pardi masih tergeletak di emper warung.” (Tohari, 2013:66) dalam
kutipan tersebut membuktikan bahwa latar tempat berada di warung. Di warung
situlah Pardi dan Sapon tergelatak.
Selain itu, latar tempatnya juga ada yang berada di pasar dan dibuktikan dalam
kutipan novel “Lasi gagap lagi, kali ini oleh keadaan pasar yang kumuh, sumpek,
dan luar biasa becek.” (Tohari, 2013:75).
Bab 3
“Batu yang terbaring di tengah kali itu kelihatan lebih kelimis karena sering
tersentuh tangan manusia.” (Tohari, 2013:80). Latar tempatnya yakni di tengah
kali yang dimana digambarkan oleh pengarang dan dibuktikan dalam kutipan
tersebut.
“Darsa membasuh kaki di kolam yang berdindng batu-batu kali lalu naik ke
surau.” (Tohari, 2013:92) kutipan tersebut membuktikan bahwa latar tempatnya
yakni di sebuah kolam yang digunakan Darsa untuk membasuh kakinya. Selain itu
juga latar tempat di kolam ini juga dapat dibuktikan dalam kutipan
“Pandangannya jatuh ke permukaan kolam tetapi Kanjat tidak melihat ikan-ikan
yang ramai berebut makanan. Jongkok menghadapkolam.” (Tohari, 2013:105)
“Pardi pergi ke sumur untuk membersihkan tangan lalu berjalan melingkar ke
belakang rumah.” (Tohari, 2013:103). Kutipan tersebut menjadi bukti latar tempat
juga berada di sumur yang dimana sumur tersebut menjadi tujuan Pardi untuk
membersihkan tangannya.
“Apa kamu bisa tenang tingga di warung yang penuh orang? Apa kamu senang
tinggal bersama perempuan-perempuan jajanan? Lho, salah-salah kamu
disangka orang sama seperti mereka.” (Tohari, 2013:115) latar tempat untuk
kutipan novel tersebut yakni berada di warung.
“Ya, betul, Haruko Wanibuchi. Hanya saying, gigimu tak gingsul. Nah, kalau
sudah cantik demikian, kamu masih mau tinggal di warung ini apa mau ikut
aku?” (Tohari, 2013:118). Kutipan tersebut juga membuktikan bahwa latar
tempatnya yakni berada di warung yang dimana Lasi berbincang dengan Bu
Lanting.
“Pada malam-malam pertama menghuni kamar itu lasi tidak bisa tidur.” (Tohari,
2013:119). Pada kutipan tersebut juga membuktikan bahwa latar tempatnya
berada dalam kamar. Yang dimana terlihat bahwa Lasi tidak dapat tidur pada
malam pertama di dalam kamar tersebut.
Bab 4
“Di ruang kerjanya, Handarbeni mengamati tiga foto yang baru diterimanya.”
(Tohari, 2013:127) dalam kutipan novel tersebut diketauhi bahwa latar tempatnya
berada di ruang kerja Handarbeni.
“Tak lama kemudian Bu Lanting pun ikut masuk, membantu Lasi merias wajah
dan menata rambut.” (Tohari, 2013:133). Latar tempat dalam kutipan tersebut
yakni berada di dalam kamar yang dimana ruang rias atau tempat Lasi berdandan
berada di dalamnya. Selain itu, latar tempat berada di kamar juga dapat dibuktikan
pada kutipan sebagai berikut “Duduk di kamar seorang diri, Lasi merasa ada
kerusuhan besar dalam hatinya. Takut tak mampu mewakili Bu Lanting menerima
tamunya.” (Tohari, 2013:135)
“Eh, Jat, maaf. Ayo masuk. Kamu bertamu di rumah ini dan aku, anggaplah yang
punya rumah, karena Ibu kebetulan belum lama keluar.” (Tohari, 2013:137).
Dalam kutipan novel tersebut latar tempatnya yakni di dalam rumah. Dimana Lasi
sedang menerima tamu yakni Kanjat yang dipersilahkan masuk ke dalam rumah
Bu Lintang.
“Ayolah masuk. Atau kamu lebih suka duduk di teras ini? Kanjat mengangguk
lalu mengamil kursi rotan yang ada di dekatnya. Lasi pun duduk berseberangan
meja yang kecil dan lonjong.” (Tohari, 2013:138) kutipan novel tersebut
pengarang menggambarkan latar tempat di teras yang dimana Lasi dan Kanjat asik
berbincang-bincang.
“Angan-angan Lasi bubar ketika sebuah mobil biru tua masuk ke halaman.”
(Tohati, 2013:145) Latar tempatnya yakni berada di halaman. Di situlah tempat
mobil tamu Lasi yang ditunggu-tunggu kedatangannya.
“Pardi membuang rokoknya lalu memutar kunci kontak. Truk itu menderum dan
roda0rodanya mulai bergulir kian cepat. Pardi beralih ke gigi tiga, empat, dan
truk Karangsogo itu melesat ke timur.” (Tohari, 2013:159) dapat dibuktikan
dengan kutipan novel tersebut bahwa latar tempat dalam novel “Bekisar Merah”
ialah di dalam truk.
Bab 5
“Lampu utama di kamar Lasi sudah lama padam. Yang tinggal menyala adalah
lampu kecil bertudung plastic biru yang berada di pojok ruangan.” (Tohari,
2013:160) latar tempat tersebut berada di dalam kamar Lasi yang terbukti dalam
kutipan novel tersebut.
“Tanpa maksud tertentu Lasi duduk di depan kaca rias. Lasi berhadap-hadapan
dengan dirinya sendiri.” (Tohari, 2013:170) latar tempatnya berada di depan kaca
rias.
“Dalam kamar setelah menarik baju hangat dari gantungan, Lasi melihat isi
bungkusan yang tergenggam di tangannya.” (Tohari, 2013:179). Kamar yakni
latar tempat yang dapat dibuktikan dari kutipan novel tersebut.
“Seorang gentleman tua mengepit tangan pacarnya yang belia lalu dengan
anggun membukakan pintu kiri mobil, memutar untuk mencapai pintu kanan dan
sesaat kemudian mesin pun mendesing lembut.” (Tohari, 2013:180) kutipan novel
tersebut membuktikan bahwa atar tempatnya juga berada didalam mobil. Dimana
Lasi dan Pak Han memasuki mobil kemudian mengendarainya.
“Pardi cengar-cengir lagi. Lalu merogoh saku baju dan meletakkan sebuah surat
di atas meja tepa di hadapan Lasi.” (Tohari, 2013:208). Pengarang
menggambarkan latar tempat tersebut berada di sebuah ruangan yang dimana
Pardi memberikan surat tersebut kepada Lasi dengan meletakkan surat tersebut di
atas meja yang tentunya berada di dalam ruangan.
Selain itu, dalam novel “Bekisar Merah” juga terdapat bukti yang dimana
pengarang menggambarkan Lasi sedang berada di dalam ruangan yang menjadi
latar tempat. Kutipan novel tersebut yakni “ Lasi menelengkupkan wajah di atas
daun meja. Mengisak. Kanjat terpana. Hening.” (Tohari, 2013:215)
Bab 6
“Di warung Bu Koneng , Lasi mendapat pelajaran lebih banyak. Di sana Lasi
mendapat pengetahuan baru bahwa perintimin antara lelaki dan perempuan tak
dibungkus dengan berbagai aturan.” (Tohari, 2013:20). Di sini latar tempatnya
yakni di warung Bu Koneng.
“Tetapi ini Jakarta, Las. Di sini, banyak perempuan atau istri yang saleh. Itu, aku
percaya. Tapi istri yang tak saleh pun banyak juga.” (Tohari, 2013:224). Pada
bukti kutipan novel tersebut diketahui bahwa Lasi dan suaminya Pak han tinggal
di kota Jakarta.
“Kamu boleh minta kepuasan kepada lelaki lain. Yang penting kamu jaga mulut
dan tetap tingal jadi istriku di rumah ini.” (Tohari, 2013:226). Latar tempatnya
yakni di rumah. Dimana Pak han mengatakan seperti kutipan tersebut kepada
Lasi.
“Lasi masih berdiri di samping mobil sambil memandang sekeliling, memandang
Karangsogo yang kuyup.” (Tohari, 2013:227) pada kutipan novel tersebut dapat
diketahui bahwa latar tempatnya yakni di samping mobil. Disitulah Lasi berdiri
sambil memandangi Karangsoga.
“Lasi mengantarnya sampai ke pintu dan berdiri di sana. Matanya menerawang.
Terasa ada sesuatu yang tertinggal dan masih menggumpal dalam hati.” (Tohari,
2013:254). Ambang pintulah yang menjadi latar tempat dalam kutipan novel
tersebut.
“Ah, kalian datang ke rumah buruk ini. Terima kasih, tetapi kami tak punya
kursi.” (Tohari, 2013:258). Dalam penggalan atau kutipan novel tersebut
dapat diketahui bahwa latar tempat berada di rumah darsa yang sedang
dikunjungi oleh Lasi dan Kanjat.

Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa


peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut
biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat
dikaitkan dengan peristiwa sejarah (Nurgiyantoro, 2015:318). Latar waktu pada
novel “Bekisar Merah” dapat diuraikan dalam kutipan berikut:

Bab 1
“Dari balik tirai hujan sore hari pohon-pohon kelapa di seberang lembah itu
seperti perawan mandi basah; segar, penuh gairah, dan daya hidup.” (Tohari,
2013:1) selain itu ada juga kutipan novel seperti “Lihatlah, sementara hujan tetap
turun dan angin makin kencang bertiup tiba-tiba awan tersibak dan sinar
matahari langsung menerpa dari barat.” (Tohari, :3). Dimana dalam kutipan-
kutipan cerpen tersebut membuktikan bahwa latar waktunya sore hari yakni
dilihat dari penulis menggambarkan saat hujan pada waktu sore hari dan matahari
langsung menerpa dari barat.
“Malam itu, ada usungan dipikul dua orang keluar dari salah satu sudut
Karangsoga.” (Tohari, 2013:17) dalam kutipan novel tersebut diketahui bahwa
latar waktunya adalah malam hari.
“Pagi-pagi Lasi mempunyai pekerjaan tetap: menyiapkan tungku dan kawah
besar.” (Tohari, 2013: 29). Pagi yakni latar waktu yang terdapat dalam kutipan
novel tersebut.
“Sudah dua minggu Darsa dirawat di sana dan luka-luka kulitnya berangsur
pulih.” (Tohari, 2013:31) latar waktu dalam kutipan novel tersebut yakni dimana
pengarang menceritakan bahwa selama dua minggu Darsa diraat dan kini telah
pulih.
“Matahari hampir mencapai pucuk langit dan angin yang lembut menggoyang
pohon-pohon kelapa di Karangsoga.” (Tohari, 2013:37). Pengarang
menggambarkan matahari mencapai pucuk langit dan latar waktunya yakni siang
hari.
Bab 2
“Musim pancaroba telah lewat dan kemarau tiba. Udara Karangsoga yang sejuk
berubah dingin dan acap berkabut pada malam hari.” (Tohari, 2013:38) latar
waktunya yakni waktu pada saat musim kemarau.
“Apalagi ketika tengah malam cahaya bulan membuat bayang-bayang pepohonan
di halaman dan udara musim kemarau terasa sangat dingin…” (Tohari, 2013:40).
Latar waktunya yakni tengah malam.
“Ketika matahari naik ratusan kupu dari berbagai jenis dan warna berterbangan
mengelilingi bunga-bunga liar atau berkerjaran dengan pasangannya. Pagi hari
ribuan laron keluar, terbang berhaburan mengundang burung-burung dan
serangga pemangsa.” (Tohari, 2013: 49). Dalam kutipan novel tersebut diketahui
bahwa latar waktunya yakni pagi hari.
“Jam sebelas malam truk pengangkut gula itu masuk Tegal dan berhenti mengisi
bahan bakar.” (Tohari, 2013:66) Latar waktunya yakni tengah malam yang
terbukti dalam kutipan tersebut pada pukul sebelas truk tersebut masuk Tegal.
“Jam dua siang ketika Lasi sedang bercakap-cakap dengan Bu Koneng di emper
depan, Sapon datang seorang diri.” (Tohari, 2013:75) latar waktunya yakni siang
hari.
Bab 3
“Matahari yang hampir tenggelam hanya menyisakan mega kuning kemerahan di
langit barat.” (Tohari, 2013:80) kutipan novel tersebut membuktikan bahwa latar
waktu pada novel tersebut yakni pada saat petang atau sore hari.
“Beduk magrib telah terdengar bergema dari seru Eyang Mus. Hari mulai gelap,
namun Darsa tidak beranjak dari atas batu besar itu, malah sujud lagi dan sujud
lagi.” (Tohari, 2013:82) penggalan novel atau kutipan membuktikan bahwa latar
waktunya pada saat malam yang ditandai dengan adanya beduk magrib.
“Keesokan harinya pasangan Lanting dan si Kacamata muncul lagi di warung Bu
Koneng.” (Tohari, 2013:111) latar waktunya yakni keesokan harinya.
“Maaf, tadi malam ngobrol sampai larut bersama Lasi. Kamu juga salah, pagi-
pagi sudah datang. Tak tahu warungku memang buka malam? Maka jangan
datang kemari terlalu pagi.” (Tohari, 2013:112) dapat diketahui dari kutipan
novel tersebut latar waktunya yakni pada saat pagi-pagi sekali.
Kemudian terdapat latar waktu pada malam hari yang dibuktikan dalam kutipan
novel sebagai berikut “Karena sulit memejamkan mata seorang diri di tengah
malam Lasi sering merenung dan bertanya tentang lakon yang sedang
dialaminya.” (Tohari, 2013:119)
Bab 4
“Telepon pun diangkat untuk memberitahu Handarbeni bahwa lelaki itu boleh
bertemu Lasi nanti sore di rumah Bu Lanting sendiri.” (Tohari, 2013:130) kutipan
tersebut membuktikan bahwa latar waktunya yakni sore hari yang dimana
Handarbeni akan menemui Lasi yang tinggal dirumah Bu Lanting.
“Ya, sudah. Dan, Las, sekarang jam empat kurang. Kamu tinggal dan menunggu
tamu itu. Aku mau keluar sebentar. Sebentar..” (Tohari, 2013:134). Sore hari
merupakan latar yang telah digambarkan seorang pengarang dengan bukti seperti
itu.
Bab 5
“Dari jauh terdengar penjual sekoteng mendetingkan magkuknya. Dentang jam
pukul dua tengah malam.” (Tohari, 2013:160) kutipan tersebut membuktikan
bahwa latar waktunya yakni pada saat tengah malam yang digambarkan oleh
pengarang dengan penjual sekoteng mendetingkan mangkuk dan dentang jam
mengarah pukul dua tengah malam.
“Keesokan hari Bu Lanting mengajak Lasi duduk-duduk di teras depan. Dengan
jemari sibuk pada benang dan jarum renda.” (Tohari, 2013:161) dalam kutipan
tersebut trbukti bahwa latar waktunya yakni keesokan hari.
“Dan Lasi tersentak mendengar bunyi jam tiga dini hari. Sambil mengeliat
gelisah lasi mengeluh, “Besok aku harus member jawaban. Tetapi apa?” (Tohari,
2013:166) pukul tiga dini hari merupakan latar waktu yang terbukti dari kutipan
novel tersebut.
“Jam tujuh malam Handarbeni muncul di rumah Bu Lanting. Necis dengan baju
kaus kuning muda dan celana hijau tua.” (Tohari, 2013:174) dapat diketahui dari
kutipan tersebut bahwa latar waktunya yakni pukul tiga dini hari.
“Kemudian terbukti sore ini Pardi-lah orang pertama yang melangkah menuju
rumah Mbok Wiryaji untuk bertemu Lasi.” (Tohari, 2013:2016) latar waktunya
yakni sore hari dimana pardi akan menemui Lasi.
Bab 6
“Semula Lasi merasa sedih karena tak seorang kerabat pun, bahkan juga
emaknya, hadir pada upacara di suatu pagi hari minggu itu.” (Tohari, 2013:219)
dalam kutipan novel tersebut terbukti bahwa latar waktunya yakni pagi hari
minggu itu.
“Ingatannya melayang pada suatu malam ketika ia dalam kamar bersama
Handarbeni. Malam yang menjengkelkan.” (Tohari, 2013:222) dalam kutipan
tersebut terbukti bahwa latar waktunya yakni malam hari.
“Kemarin Lasi berjalan-jalan, sekadar mengenang kembali lorong-lorong
kampong yang dulu dilaluinya setiap hari.” (Tohari, 2013:228) latar waktunya
yakni pada saat kemarin.
Latar Sosial Budaya

Latar sosial budaya menunjuk pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi
(Nurgiyantoro, 2015:322). Latar sosial budaya pada Novel “Bekisar Merah”
dapat diuraikan dalam kutipan berikut:

“Aku tidak lupa apa yang semestinya kulakukan. Melihat ada kodok lompat, aku
segera turun. Aku tak berkata apa-apa. Aku kemudian melepas celana yang
kupakai sampai telanjang bulat. Aku menari menirukan monyet sambil
mengelilingi kodok yang lompat itu.” (Tohari, 2013:13). Dalam kutipan tersebut
dapat diketahui bahwa di Karangsoga merupakan hal biasa seperti tradisi jika
melihat orang jatuh dari pohon kelapa maka akan dikencingi.
“Bagi siapa saja di Karangsoga berita tentang orang dirawat karena jatuh dari
pohon kelapa sungguh bukan hal luar biasa.” (Tohari, 2013:18) kutipan tersebut
merupakan bukti dari latar sosial dan budaya karena di Karangsoga seperti hal
biasa jika mengalami kejadian seperti itu.
“Di Karangsoga belum pernah terdengar cerita seorang penyadap jera karena
jatuh.” (Tohari, 2013:51). Dalam kutipan tersebut merupakan bukti untuk latar
sosial-budaya karena masyarakat Karangsoga sebagian besar adalah penyadap
nira.
Sarana Cerita
Sarana cerita adalah hal-hal yang dimanfaatkan oleh pengarang dalam
memilih dan menata detil-detil cerita. Sarana cerita pada prosa fiksi meliputi
judul, sudut pandang, serta gaya bahasa dan nada (Najid, 2009:31).
JUDUL

Judul adalah elemen atau lapisan luar dari prosa fiksi. Ia adalah sesuatu yang
pertama dibaca oleh pembaca (Najid, 2009:31). Judul pada novel “Bekisar
Merah” dapat diidentifikasi pada kutipan berikut:

Novel Bekisar Merah karya Ahmad Tohari menceritakan bahwa novel ini
merupakan campuran hasil perkawinan unggas antara ayam hutan dan ayam kota.
Pada novel ini tokoh Lasi diibaratkan sebagai bekisar karena Lasi merupakan
anak dari hasil pernikahan antara Jepang dan Melayu. Kata merah pada judul
novel ini dikarenakan tokoh Lasi benar-benar menyerupai aktris jepang ketika
menggunakan Kimono merah.
SUDUT PANDANG

Abrams dalam (Nurgiyantoro, 2015:338) mengatakan bahwa sudut pandang,


point of view, menunjuk pada cara sebuah cerita dikisahkan. Ia merupakan cara
dan atau pandangan yang digunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajiakan
cerita sebuah karya fiksi kepada pembaca. Sudut pandang yang terdapat pada
novel “Bekisar Merah” adalah sudut pandang orang ketiga. Dalam hal ini
pengarang menggunakan tokoh “dia”. Sudut pandang dalam kutipan novel
“Bekisar Merah” dapat diuraikan sebagai berikut:

“Tetapi aneh, Lasi masih sering bertanya dalam hati: orang kok bisa sebaik
itu bu Lanting? Apakah karena dia, seperti pernah dikatakannya, sudah
menganggap lasi anak sendiri? Mungkin. Bu Lanting pernah bilang dirinya
kesepian karena kelima anaknya memisahkan diri dan tak pernah datang lagi. Bu
Lanting bilang terus terang, anak-anak itu marah karena hubungan ibu mereka
dengan si kacamata. Ya, si kacamata itu. Sejak kali pertama melihatnya Lasi pun
sudah tidak menyukainya. Takut. Untung, ternyata si kacamata tidak tinggal di
rumah itu. Jadi benar kata ibu Koneng dulu bahwa si kacamata itu sopir atau
pacar atau suami bu Lanting. Tidak jelas.”

GAYA BAHASA

Pemajasan (figure of thought) merupakan teknik pengungkapan bahasa,


penggaya bahasaan yang maknanya tidak menunjuk pada makna harfiah kata-kata
yang mendukungnya, melainkan pada makna yang ditambahkan atau makna yang
tersirat (Nurgiyantoro, 2015:398). Majas pada novel “Bekisar Merah” dapat
diuraikan dalam kutipan berikut:

1. Majas Personifikasi

Majas Personifikasi adalah majas yang membandingkan benda mati seolah-


olah menjadi hidup seperti manusia.

“Batang-batang yang ramping dan meliuk-liuk oleh embusan angin seperti


tubuh semampai yang melenggang tenang dan penuh pesona” (Tohari, 2013:7)

“Menjelang matahari tergelincir Lasi sudah selesai mengolah niranya”


(Tohari, 2013:52)

“Lasi sendiri heran mengapa hati dan jiwanya tidak ikut menikah” (Tohari,
2013:188)

“Sinar matahari membuat bayang dedaunan bermain pada punggung


mereka” (Tohari, 2013:220)
2. Majas Hiperbola

Majas Hiperbola adalah majas yang mengandung pernyataan yang berlebih-


lebihan.

“Kilat makin sering tampak membelah langit.” (Tohari, 2013:23)

“Lasi masih mendengar emaknya terus nyapnyap dengan ledakan kata-kata


yang sangat pedas dan tajam.” (Tohari, 2013:55)

“Kalimat terakhir yang diucapkan Eyang Mus membuat dada Darsa, merasa
tertusuk dan wajahnya tiba-tiba tampak sengsara.” (Tohari, 2013:85)

“Dan Kanjat tidak tahu perlahan-lahan Pardi menyingkir karena merasa


anak majikannya tiba-tiba seperti terputus lidahnya.” (Tohari, 2013:99)

“Lasi merasa tatapan tamu itu sekilas menyambar mata dan menyapu
sekujur tubuhnya.” (Tohari, 2013:131)

“Dalam tatapan matanya yang kosong Kanjat melihat ada pipi putih
transparan sehingga jaringan urat darahnya tampak.” (Tohari, 2013:140)

“Ada yang terasa terinjak-injak dalam jiwanya.” (Tohari, 2013:164)

“Ada pusaran yang membuat hati Lasi serasa terberai.” (Tohari, 2013:184)

“Ada ironi sangat tajam terasa menusuk dada.” (Tohari, 2013:187)

“Alisnya yang tebal dan sorot matanya yang tajam.” (Tohari, 2013:201)

3. Majas Alegori

Majas Alegori adalah majas yang mempertautkan satu hal atau kejadiaan
dengan hal atau kejadian lain dalam kesatuan yang utuh.

“Kemiringan lereng membuat pemandangan seberang lembah itu seperti


lukisan alam gaya klasiik bali yang terpapar di dinding langit.” (Tohari, 2013:7)

“Dalam sapuan hujan panorama di seberang lembah itu terlihat agak


samar.” (Tohari, 2013:8)

“Matahari yang hampir tenggelam hanya menyisakan mega kuning


kemerahan di langit barat.” (Tohari, 2013:77)
4. Majas Simile

Majas Simile adalah majas yang membandingkan dua hal yang berbeda
tetapi sengaja dianggap sama.

“Muatan itu adalah irama muatan gambang yang menyapa hati.” (Tohari,
2013:43)

“Derit pintu terdengar bagai suara hantu dalam kegelapan.” (Tohari,


2013:80)

“Bu Lanting turun, berjalanseperti bebek manila karena kelewat gemuk.”


(Tohari, 2013:99)

5. Majas Metafora

Majas Metafora adalah majas perbandingan yang menggunakan kata atau


kelompok kata bukan arti yang sebenarnya.

“Setelah mereka tertangkap cahaya lampu minyak segalanya jadi jelas.”


(Tohari, 2013:17)

6. Majas Paradoks

Majas Paradoks adalah majas yang antara bagian-bagiannya menyatukan


sesuatu yang bertentangan.

“Lasi berlarian menyeberang titian pada malam musim kemarau yang


berhias bulan.” (Tohari, 2013:99)

TEMA

Tema adalah gagasan (makna) dasar umum yang menopang sebuah karya
sastra sebagai struktur semantis dan bersifat abstrak yang secara berulang-ulang
dimunculkan lewat motif-motif dan biasanya dilakukan secara implisit
(Nurgiyantoro, 2015:115). Makna cerita dalam sebuah karya fiksi, memiliki lebih
dari satu interpretasi yakni tema mayor dan tema minor. Tema mayor merupakan
makna pokok cerita yang menjadi dasar atau gagasan dasar umum karya itu.
Sedangkan tema minor merupakan makna-makna tambahan atau tema-tema
tambahan (Nurgiyantoro, 2015:133). Tema pada novel “Bekisar Merah” dapat
diidentifikasi pada kutipan berikut:
“Darsa yang sejak lama memandangi pohon-pohon kelapanya di
seberang lembah itu, hampir putus harapan”. (Bab 1 paragraf 4).
“Bagi Darsa, bagi setiap lelaki penyadap, pohon-pohon kelapa adalah
harapan dan tantangan, adalah teras kehidupan yang memberi semangat dan
gairah hidup”. (Bab 1 paragraf 5).
“Bagaimana kami bisa lestari berbakti bila perhatian kami habis oleh
ketakutan akan tiadanya makanan untuk besok pagi?” (Bab 5 paragraf 143).

“Buat apa puasa karena tanpa puasa pun perut kami selalu kosong.” (Bab
5 paragraf 144).

“Kalimat terakhir yang diungkapkan Eyang Mus membuat dada Darsa


merasa tertusuk dan wajahnya tiba-tiba tampak sengsara” (Bab 3 paragraf 75).

“Sejak kecil Kanjat tahu teman-teman lelaki dan perempuan sering


terpaksa meninggalkan kegembiraan main gasing atau kelereng karena mereka
harus membantu orangtua mencari kayu bakar” (Bab 3 paragraf 97).

“Untuk apa aku bilang ? tak ada guna, bukan ? rumah tanggaku sudah
hancur. Suamiku tak lagi bisa kupercaya. Dan aku anak orang miskin yang
menderita sejak aku masih kecil. Bila aku kembali aku merasa pasti semua
orang Karangsoga tetap seperti dulu atau malah lebih senang menyakiti aku”
(Bab 3 paragraf 140).

Dengan demikian, dalam kutipan tersebut terdapat fakta-fakta yang dapat


ditarik kesimpulan bahwa tema pada cerpen “Bekisar Merah” mengangkat
permasalahan hidup Darsa dan Lasi. Tema Mayor (utama) dalam cerpen tersebut
ialah kehidupan. Tema Minor (tambahan) yang terkandung ialah kehancuran.

AMANAT

Kenny dalam (Nurgiyantoro, 2015:430) mengemukakan bahwa moral (amanat)


dalam karya sastra biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan
dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil (dan
ditafsirkan), lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca. Ia merupakan
“petunjuk” yang sengaja diberikan oleh pengarang tentang berbagai hal yang
berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan
santun pergaulan. Ia bersifat praktis sebab “petunjuk” nyata, sebagaimana model
yang ditampilkan dalam cerita itu lewat sikap dan tingkah laku tokoh-tokohnya.
Amanat bawahan pada novel “Bekisar Merah” dapat diidentifikasi dalam kutipan
berikut:
Bab 1 Paragraf 8
“Pada diri istrinya juga Darsa merasa ada lembaga tempat kesetiaan
dipercayakan ”(Tohari, 1993:10). Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa
perlu adanya rasa setia pada pasangan hidup dalam menjalin bahtera rumah
tangga.
Bab 1 Paragraf 36
“Dikatakan, ia sedang sama – sama menyadap kelapa yang berdekatan ketika
musibah itu terjadi“
“ Aku tidak lupa apa yang semestinya kulakukan”(Tohari, 1993:18).
Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa lakukan suatu tindakan yang
seharusnya dilakukan yang mana telah menjadi norma / adat istiadat dalam
keadaan apapun.
Bab 1 Paragraf 39
“Orang – orang tak henti menyuruht Darsa nyebut, menyerukan nama sang
MahaSantun “ (Tohari, 1993:19). Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa
kita harus selalu berdoa dan berzikir kepada Tuhan yang maha esa.
Bab 1 Paragraf 40
“Tetapi semuanya menjadi lain karena Mukri tidak menyimpang sedikit pun dari
kepercayaan kaum penyadap ketika menolong Darsa ”(Tohari, 1993:19). Dari
kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa sewajarnya kita melakukan suatu
perbuatan sesuai dengan norma yang berlaku dan percaya Tuhan ialah Maha
Penyelamat.
Bab 2 Paragraf 115
“Nanti dulu. Kalau perasaanku tak salah, aku menangkap maksud tertentu dalam
kata – katamu. Kamu tidak lagi menghendaki Darsa jadi Menantumu ?”
“Jangan tergesa – gesa. Sebelum mendapat kecelakaan, Darsa adalah suami
yang baik. “(Tohari, 1993:44 - 45).
Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa jangan mudah mengambil
keputusan tanpa memikirkannya dengan baik serta lihat dari sisi yang lain yang
lebih realistis dan toleransi.
Bab 3 Paragraf 300
“Benar, katamu. Kukira kamu memang salah. Kamu telah menyakiti istrimu.”

“Tetapi jangan terlalu sedih sebab kesalahan terhadap Gusti Allah mudah
diselesaikan “. (Tohari, 1993:82)
Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa jika kita telah berbuat salah, maka
berdoalah kepada Allah SWT yang Maha Pemaaf.

Bab 3 Paragraf 361

“ Lasi ingat betul emaknya beberapa kali menekankan, taka da pemberian tanpa
menuntut imbalan ”
“ Hanya pemberian Gusti Allah yang sepenuhnya cuma – cuma karena Gusti
Allah alkiyamu binafsihi, tak memerlukan apa pun dari luar diri-Nya, bahkan puji
– pujian dan pengakuan manusia sekalipun”. (Tohari, 1993:105)

Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa terkadang pemberian dari manusia
memiliki maksud tertentu dan berbeda dengan pemberian dari Allah SWT yang
sifat secara cuma – cuma karena dia – Nya Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Bab 4 Paragraf 434

“Lasi juga menyesal mengapa terlalu cepat menolak diajak Kanjat pulang.
Padahal pulang sebentar bersama Kanjat berarti kesempatan melihat Emak atau
bahkan membereskan urusannya dengan Darsa “. Dari kutipan tersebut dapat
disimpulkan bahwa jangan menyia – nyiakan sebuah kesempatan berharga dan
jangan mudah dalam mengambil keputusan tanpa memikirkannya dahulu.

Bab 4 Paragraf 452

“Bila saya suka Lasi, pertama saya harus jujur kepada diri saya sendiri “ dan “
Jadi yang pokok adalah kejujuran “. Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan
bahwa jadilah orang yang mempunyai prinsip yang jelas dan jujur atas suatu hal
atau pernyataan.

Bab 5 Paragraf 464

“Lasi merinding ketika menyadari dirinya sudah termakan oleh sekian banyak
pemberian: penampungan oleh Bu lanting, segala pakaian, bahkan juga makan –
minum. Uang dan perhiasan “

“Bila aku masih punya muka, aku harus menuruti kemauan Bu Lanting untuk
membayar kembali utang itu “.

Dari kutipan itu dapat disimpulkan bahwa jangan mudah terpengaruh godaan
materi duniawi. Dan terlebih bila didapatkan gratis tanpa kerja keras.
Bab 6 Paragraf 768

“Las, aku memang sudah tua. Aku tak lagi bisa memberi dengan cukup. Maka,
bila kamu kehendaki, kamu aku izinkan meminta kepada lelaki lain. Dan
syaratnya hanya satu : kamu jaga mulut dan tetap tinggal di sini menjadi istriku
“ ( Tohari, 2013:768). Dari kutipan itu dapat disimpulkan bahwa kita sebagai
manusia harus sadar diri atas kekurangan kita dan bersikap bijaksana dalam
mengambil keputusan.

Bab 6 paragraf 812

“Kanjat melihat pada kedalaman mata Lasi masih tersimpan pesona yang
membuat dadanya berdebar. Tetapi pada mata Lasi pula melihat kenyataan lain:
Lasi masih punya suami “ (Tohari: 2013:812). Dari kutipan tersebut dapat
disimpulkan bahwa kita harus menyadari status secara nyata.

Setelah mengidentifikasi amanat bawahan dalam kutipan tersebut, maka


terdapat fakta-fakta yang dapat ditarik kesimpulan bahwa amanat utama dalam
novel “ Bekisar Merah ” sebagai berikut :

Menjaga kesuciaan bagi wanita adalah hal yang sangat penting untuk
menghormati suami. Sebagai manusia, selayaknya memiliki rasa setia yang tulus
pada orang yang kita sayangi. Jika terjadi sebuah musibah, maka lakukan sebuah
tindakan yang semestinya dan jangan lupa untuk berdoa kepada Sang pencipta
Allah SWT.

Berpikirlah sebelum bertindak sesuatu karena penyesalan datang di akhir


bukan di awal. Dan janganlah terlalu menuruti perkataan orang lain tanpa maksud
yang jelas dan realistis. Kekuasaan dan materi bukanlah segalanya.

Tinggalkan sifat dengan menghalalkan segala cara demi memuaskan nafsu


duniawi, karena akibatnya akan sia-sia. Lihatlah sebuah fakta suatu hal dari sudut
pandang yang lain dan ketahuilah resikonya.

SIMPULAN

Berdasarkan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa pada Novel Bekisar


Merah bertema kehidupan yang penuh godaan dan rintangan karena mengisahkan
perjuangan seseorang dalam menjalani kehidupannya. Kehidupan tokoh telah
tergambar pada nasib tokoh. Kehidupan yang dominan di dalam novel yaitu
kehidupan Lasi. Lasi merupakan anak desa yang ber ayah bekas serdadu Jepang
yang memiliki kecantikan khas yaitu berkulit putih, memiliki mata eksotis,
berambut hitam panjang dan memiliki wajah yang cantik, bahkan Lasi adalah
wanita tercantik di Karangsoga. Dari kecil Lasi suka diperolok oleh teman-
temannya karena mirip jepang, kehidupan pernikahannya selama tiga tahun
dengan Darsa sang penyadap air nira kelapa hancur karena perselingkuhan Darsa
dengan Sipah untuk membalas budi Bunek. Watak dari tokoh Lasi yaitu seorang
yang lugu, penurut dan patuh kepada suami sedangkan watak Darsa yaitu tidak
setia dan kasar. Latar yang dapat digambarkan yaitu latar tempat, latar waktu dan
sosial. Latar tempat dibuktikan di rumah Kanjat, rumah Eyang Mus, toko Pak Tir
dan rumah Bunek lalu latar waktunya yaitu pada pagi hari, siang hari dan malam
hari dan latar sosial budayanya yaitu ketika ada orang terjatuh dari atas pohon
kelapa maka penduduk desa Karangsoga mengatakannya dengan sebutan kodok
lompat. Alur novel Bekisar Merah yaitu maju mundur atau campuran karena
pengarang menceritakan masa lalu si tokoh. Amanat dalam novel ini memberi
pesan tentang kesabaran dalam diri. Ujian hidup akan terjadi dalam bahtera rumah
tangga atau bahkan dalam sebuah daerah sekalipun. Sewajarnya harus berusaha
untuk menanggulanginya serta interopeksi terhadap pikiran, sikap, dan
kepribadian diri sendiri. Yang terutama yaitu berserah diri kepada Sang Pencipta
dan berdoa kepada-Nya karena dia akan memberikan kemudahan urusan duniawi
bagi para umatnya.

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 2011. Pengantar Apresasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru


Algensindo.

Najid, Moh. 2009. Mengenal Apresiasi Prosa Fiksi. Surabaya: University Pres

Nurgiyantoro, Burhan. 1994. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.

Tohari, Ahmad. 2011. Bekisar Merah . Jakarta: Gramedia

Anda mungkin juga menyukai