Dosen Pengampu:
Ririe Rengganis, S.S., M.Hum.
Disusun oleh:
Kelompok 2 - PB 2016
1. Wegig Yhusa Tanaya (16020074038)
2. Kevin Dewanda Moudizka (16020074107)
3. Erfin Nikmatus Sofiyah (16020074131)
1. Kasus Pembunuhan yang Tak Kunjung Terungkap karena ada Pihak yang
dilindungi.
Dalam cerpen “Sang Penulis” karya Felix K. Nesi terdapat kasus
pembunuhan yang kasusnya tak kunjung selesai karena si pembunuh di duga
sebagai anak seorang polisi dan dia dilindungi. Hal tersebut terbukti pada kutipan
cerpeb sebagai berikut:
“Beberapa media menyebut kasus itu sebagai sesuatu yang sengaja
diperlambat karena salah satu terduga pelakunya anak seorang pewira polisi”
( Nesi, 2016:11)
2. Emosi yang Tak Terkendali dan Merugikan Orang Lain
Dalam cerpen “Sang Penulis” karya Felix K. Nesi terdapat sebuah dendam
yang tak terbalaskan karena pelaku pembunuhan ibunya belum ditemukan. Ibu
Agus adalah satu-satunya keluarga yang dimiliki Agus. Namun tiga tahun yamg
lalu Ibu Agus ditemukan meninggal dengan keadaan yang sangat mengenaskan,
sehingga Agus merasa frustasi dan melampiaskan amarahnya kepada istri serta
anjingnya yaitu dengan cara yang mengenaskan pula. Hal tersebut dibuktikan pada
kutipan berikut :
“Waktu anjing sial itu masih kecil, masih muat dalam genggaman tangan,
saya lemparkan keras-keras ke tembok. Kepalanya pecah. Darah dan otak
berceceran” (Nesi, 2016:15)
“Jika saya kepada perempuan ini, Agus bisa menceritakan dengan gambling
bagaimana ia menghantam gigi istrinya dengan palu lalu memotong jemarinya
dengan gergaji. Bagaimana Agus memasukkan linggis ke dalam kemaluan
perempuan itu dan mengoyak isi rahimnya” (Nesi, 2016:16)
Cerpen 3
Dalam cerpen yang berjudul “Sebelum Minggat” terdapat kutipan yang
menyatakan kain tenun yang sebagai tanda perasaan terhadap orang lain yang telah
dituangkan dalam bentuk seni, yang dapat dibuktikan dalam kutipan sebagai berikut :
“Di depan agen penjualan tiket, Guido berdiri dengan wajah bingung. Orang
keluar masuk membeli jarak. Di hantar air mata yang tak dijual, mereka akan pergi
ke tempat-tempat jauh. Seperti tak rela melepas, mereka akan berpelukan sangat
lama. Mungkin sambil mengalungkan selendang dari kain tenun ” (Nesi, 2016:)
Berdasarkan pernyataan diatas dapat ditemukan sebuah persamaan dengan realita
keadaan sosial, bahwa di Nusa Tenggara Timur kain tenun merupakan sebuah
kerajinan tradisional, yang dapat dibuktikan sebagai berikut:
“Tenunan yang dikembangkan di Nusa Tenggara Timur merupakan seni
kerajinan tangan turun-temurun yang diajarkan kepada anak cucu demi kelestarian
seni tenun tersebut (Arizatus, 2008: 27).”
Cerpen 4
Dalam cerpen yang berjudul “Usaha Membunuh Sepi” terdapat kutipan yang
menyatakan adanya perkebunan yang ditanami dengan cabai dan kayu cendana, yang
dapat dibuktikan sebagai berikut:
“Mencoba menghindar, hari itu aku kembali menyusul ayah ke kebun.
Seharian ayah heran melihat aku yang menjadi pekerja keras. Memperbaiki pagar
dan menyiangi rumput. Menyiram anakan cabai dan menanam puluhan anakan
pohon cendana” (Nesi, 2016: 28).
Berdasarkan pernyataan diatas dapat detemukan sebuah persamaan dengan realita
keadaan sosial tepatnya pada bidang pertanian di Nusa Tenggara Timur yang
dijadikan sebagai hasil kekayaan alam yang melimpah dan sekaligus merupakan
sebuah mata pencaharian warga Nusa Tenggara Timur, yang dapat dibuktikan dalam
kutipan sebagai berikut:
“Sawah irigasi di Nusa Tenggara Timur ditanami padi gogo rancah. Selain
itu. tanaman penting nilainya adalah kacang tanah biji besar yang berkadar
kolesterol rendah, bawang merah, semangka, cabai, jagung, kopi, kelapa, cokelat,
cengkih, kapas, kacang mede, panili, ketela pohon, sorgum, dan lain-lain” (Arizatus,
2008: 45).
Cerpen 5
Dalam cerpen berjudul “Pembual” terdapat kutipan yang menyatakan bahwa
penulis menceritakan ketika seseorang benci terhadap orang lain, ada kemungkinan
untuk meracuninya. Yang dibuktikan dalam kutipan sebagai berikut:
“Daripada terus kepikiran, kukasih dia minum air mineral yang sudah kukasih
racun. Dia meninggal malam sesudahnya” (Nesi, 2016:36).
Berdasarkan pernyataan diatas dapat ditemukan sebuah persamaan dengan realita
keadaan sosial yaitu seperti berita kasus pembunuhan mirna yang minumannya
diracun sianida oleh sahabatnya sendiri yang merasa emosi dengan korban karena
merasa sakit hati, yaitu Jessica.
Cerpen 6
Dalam cerpen yang berjudul “Kenangan” terdapat kutipan yang menyatakan
alat musik dari daerah Nusa Tenggara Timur yang digambarkan melalui tokoh Ita
yang berperan sebagai seorang pemain sasando yang dapat dibuktikan dalam kutipan
sebagai berikut :
“Berawal dari beberapa pertanyaan basa basi, kami sering pergi berdua.
Belakangan saya tahu bahwa Ita adalah seorang pemain sasando. Memang, sejak
sasando dimainkan di beberapa acara televisi, alat musik tradisional NTT itu
menjadi tekenal” (Nesi, 2016: 47)
Berdasarkan pernyataan diatas dapat ditemukan sebuah persamaan dengan realita
keadaan sosial yaitu memang di Nusa Tenggara Timur terdapat alat musik tradisional
yaitu Sasando, yang dapat dibuktikan kutipan sebagai berikut :
“Sasando adalah alat musik petik yang terbuat dari daun lontar dan bambu
berongga. Sasando dilengkapi dengan 36 dawai. Alat musik ini berasal dari pulau
Rote” (Arizatus, 2008: 30).
Cerpen 7
Dalam cerpen yang berjudul “Belis” terdapat kutipan yang dapat dibuktikan
sebagai berikut :
“Kakak sudah besar. Kalau sering ke rumah perempuan tapi orangtuanya
belum saling kenal, nanti kita jadi bahan omongan . … Tentu saja orang tua mereka
saling kenal. Di kampung macam begini, semua orang adalah kerabat. Yang
dimaksudkan ibunya adalah saling mengenal secara adat. Orangtua lelaki bertamu
ke rumah perempuan dengan sirih-pinang dan pantun lain yang tak dipahami anak
muda, agar orang sekampung tahu, siapa pemiliki hati perempuan itu“ ( Nesi, 2016 :
56)
Pada kutipan diatas menjelaskan tentang seorang laki – laki yang mengunjungi rumah
perempuan, namun orang tua laki – laki itu menjelaskan pada anaknya untuk
mengikuti sebuah adat di daerahnya, yaitu dengan bertamu ke rumah orang tua
perempuannya. Hal ini menandakan bahwa pengarang menceritakan jalan cerita
dengan memasukkan unsur kebiasaan adat daerah tertentu. Di luar konteks kutipan
itu, pada hakikatnya sebuah rasa sayang antara laki – laki dan perempuan disahkan
dengan sebuah pernikahan. Sebelum pernikahan ada sebuah prosesi dengan istilah
lamaran. Hal ini terlihat dari orang tua tokoh yang mengikuti sebuah adat yang telah
dibuat sejak dahulu, agar tidak menimbulkan hal – hal yang tidak diinginkan.
“Namun jumlah belis Elsa yang fantastis mau tak mau disimpannya dalam
hati. Sudah sangat lama Yosef meyakini belis sebagai hal yang berpotensi
memiskinkan keluarga – keluarga muda. Belis itu cara laki – laki menghormati
perempuan. Bukan jual-beli“ (Nesi,2016:58).
Dari penjelasan kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa pengarang menulis sebuah
kata belis yang dalam arti bahasa Indonesia adalah mahar pernikahan (mas kawin).
Melihat penjelasan pengarang, terlihat bahwa Yosef mengetahui seberapa mahalnya
sebuah belis di daerahnya.
“Namun, bagi sebagian masyarakat Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT)
selama turun temurun, pernikahan menjadi hal memberatkan di beberapa sisi karena
salah satu praktik budaya adat yang disebut belis” Sumber berita: Felicia,
Nadia.beritasatu.com.Sabtu,07Juni2014http://www.beritasatu.com/budaya/188613-
antara-alor-moko-dan-cinta.html
Dalam penjelasan pengarang pada kutipan tersebut menjelaskan bahwa sebuah belis
mempunyai nilai yang sangat mahal untuk memperolehnya. Contohnya dengan cara
memelihara hewan ternak yang banyak.
"Belis adalah ciri khas masyarakat kami sejak turun-temurun. Tidak bisa
kami hilangkan. Makna awal oleh nenek moyang kami adalah sebagai sebuah
pertukaran saling menghormati antara dua keluarga. Namun, seiring waktu, budaya
ini berkembang dan mendapat pengaruh ekonomis hingga merusak banyak hal“
Sumber berita: Felicia,Nadia.beritasatu.com. Sabtu,07 Juni 2014
http://www.beritasatu.com/budaya/188613-antara-alor-moko-dan-cinta.html
Cerpen 8
Dalam cerpen yang berjudul “Indra” terdapat kutipan yang menyatakan
adanya pertenakan sapi, yang dapat dibuktikan dalam kutipan sebagai berikut:
“Ia pernah memberikan pada ibumu sebuah rosario yang manik-maniknya
terbuat dari batang pohon cendana. Kau melihat sapi dan teringat padanya. Kau
pernah ingin memelihara sapi yang banyak agar mampu membayar belis-nya (Nesi,
2016: 65).
Berdasarkan pernyataan diatas dapat ditemukan sebuah persamaan dengan realita
keadaan sosial yaitu di daerah Nusa Tenggara Timur memang terdapat pertenakan,
hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan sebagai berikut :
“Berternak merupakan tradisi penduduk Nusa Tenggara Timur. Sistem
pemeliharaannya masih tradisional, yaitu dilepas bebas di alam terbuka dan
dikandangkan kalau ada keperluan. Lahan yang dipakai untuk beternak sebagian
besar merupakan padang rumput alam, terutama jenis andropogon. Padang
rumputnya merupakan lahan kering dengan semak belukar. Sebagai daerah
peternakan, keperluan daging pasar lokal sudah terpenuhi. Hewan yang banyak
diternakkan adalah sapi, kerbau, dan kuda. Selain itu, juga ada ternak kambing,
domba, babi, dan unggas (ayam dan itik)” (Nesi, 2016: 65)
Cerpen 9
Cerpen 10
Analisis Kumpulan Cerpen “Usaha Membunuh Sepi” karya Felix K. Nesi
dengan Kajian Intertekstual.
Dalam buku kumpulan cerpen “Usaha Membunuh Sepi” karya Felix K. Nesi
ini antar cerita pendeknya memiliki hubungan intertekstual. Berikut pembuktian
hubungan intertekstualnya:
Pada cerpen yang berjudul “Kenangan” memiliki hubungan intertekstual dengan
cerpen yang berjudul “Belis” dan “Indra” dilihat dari realitas sosialnya.
Pada cerpen yang berjudul “Kenangan”, ada bagian cerita yang membahas tentang
belis, berikut pembuktiannya
“ Kau sudah punya yang baru ?”
“Belis-nya mahal ya ?”
(Nesi, 2016:43)
Ini sama dengan cerpen yang berjudul “Belis”, berikut pembuktiannya :
Sudah sangat lama Yosef meyakini belis sebagai hal yang berpotensi
memiskinkan keluarga-keluarga muda (Nesi, 2016:58)
Dan sama juga dengan cerpen yang berjudul “Indra”, berikut pembuktiannya
Kau pernah ingin memelihara sapi yang banyak agar mampu membayar belis-nya.
Jadi dari uraian itu terlihat adanya persamaan tentang “belis” dalam ceritanya.
Dimana tokoh pada masing-masing cerita memiliki persamaan permasalahan yang
diangkat yaitu pemikiran bahwa dalam melamar perempuan, pihak laki-laki
memikirkan tentang belis yang harus diberikan kepada mempelai wanita dimana itu
memberatkan mereka.
Pada cerpen yang berjudul “Ponakan” memiliki hubungan intertekstual
dengan cerpen yang berjudul “Sang Penulis”, “Pembual” dan “Tokoh Utama” dimana
dilihat dari realitas sosialnya. Pada cerpen yang berjudul “Ponakan”, ada bagian cerita
yang menceritakan tokohnya melakukan pembunuhan, berikut pembuktiannya.
“Saya eratkan ikatan saya pada lehernya dan saya pastikan bahwa ikatan
saya itu tidak akan mudah terlepas. Ia menyentuh tali di lehernya dan bercerita
tentang ibunya yang sangat suka mengalungkan dasi kecil ke lehernya waktu ia
masih sekolah dulu. Saya gantung ujung tali yang satunya pada dahan pohon lalu
saya tarik kuat-kuat. Ponakan saya tersenyum senang, meski ia mulai susah
bernafas. Saya tarik sekali lagi. Kakinya mulai terangkat dan tidak menginjak apa-
apa. Ia tidak tersenyum dan matanya mulai melotot. Saya tarik lebih kuat lagi dan
saya ikatkan pada batang pohon. Ia tergantung. Matanya lebih melotot melotot lagi
dan lidahnya mulai terjulur keluar. Mulutnya mengeluarkan suara-suara aneh“
(Nesi, 2016:7-8).
Cerpen yang berjudul “Sang Penulis” juga mengangkat cerita yang sama, berikut
pembuktiannya :
“Tapi tak satupun yang tahu kalau anjing itu mati ditembak Agus dengan
senapan berburunya sendiri. Ia – anjing itu – baru mati pada tembakan ke lima
sesudah dibuat sangat menderita. Usai tembakan ke empat, saat anjing malang itu tak
lagi lincah bergerak, Agus mengambil tali dan mengikat kedua kaki belakangnya. Ia
lalu menggantung anjing itu dengan kepala yang mengarah ke lantai. Anjing itu
berteriak dan darah yang menetes mengotori lantai “ (Nesi, 2016:12)
Sama juga dengan cerpen yang berjudul “Pembual”, dalam ceritanya
menceritakan tentang pembunuhan, berikut pembuktiannya :
“Adiknya yang bungsu, yang perempuan, ingat?” ia bertanya dengan berbisik seolah
itu adalah rahasia negara. Aku menggeleng. “daripada terus kepikiran, kukasih dia
minum air mineral yang sudah kukasih racun. Dia meninggal malam sesudahnya.
Racunnya terlalu sedikit. Tak apalah. Malah yang kupikir, dia gak jadi mampus”
(Nesi, 2016:36).
Kemudian selanjutnya, pada cerpen “Tokoh Utama” sama-sama bercerita tentang
pembunuhan, berikut pembuktiannya :
“Kau menatap lelaki itu dengan tatapan paling benci. Ia tersenyum dan
memasukkan tangannya ke bagian dalam jaketnya. Kau mengedarkan pandangan
dan menyeleksi kira-kira benda apa yang pantas kau hantamkan ke kepalanya.
Namun sebelum kau menemukan apa-apa, ia telah berdiri, mengeluarkan tangannya
dari dalam jaketnya dan menikam perut dan dadamu beberapa kali“ (Nesi, 2016:74)
Jadi dari uraian itu terlihat adanya persamaan bagian cerita dimana terdapat kegiatan
pembunuhan. Namun perbedaannya terletak pada penyebutan tokoh. Dalam cerpen
“Ponakan” dan “Pembual” tokoh yang berperan menggunakan “Saya”. Kemudian
dalam cerpen “Sang Penulis” tokoh yang berperan menggunakan nama yaitu Agus.
Kemudian untuk cerpen “Tokoh Utama” tokoh yang berperan menggunakan
penyebutan “kau”.
Pada cerpen yang berjudul “Sebelum Minggat” memiliki hubungan
intertekstual dengan cerpen yang berjudul “Kenangan”, dimana dilihat dari realitas
sosialnya.
Pada cerpen yang berjudul “Sebelum Minggat”, ada bagian cerita yang menceritakan
dimana tokohnya merasa dikhianati oleh pasangannya namun, akhirnya si tokoh
ditemukan kembali oleh pasangannya. Berikut pembuktiannya :
“Guido?!”
Di ujung bangku panjang itu, istrinya menatap dengan wajah lesu dan merah padam.
(Nesi, 2016:24)
Untuk cerpen yang berjudul “Kenangan” ada bagian cerita yang menceritakan
dimana tokohnya memutuskan hubungan dengan pasangannya dan menjalin dengan
seseorang yang lain namun, diakhir cerita si tokoh kembali jatuh cinta kepada
pasangannya yang dulu. Berikut pembuktiannya :
Seseorang menelepon dan ia datang jauh-jauh. Jauh, dari masa lalu.
“Apa kabar?” ia bertanya
kami bertukar basa-basi standar beberapa detik berikutnya kami terdiam.
“Aldo su makan?” ia tiba-tiba bertanya.
Saya bisa mendengar detak jantung saya. (Nesi, 2016:52)
Jadi dari uraian itu terlihat adanya persamaan bagian cerita dimana terdapat cerita
dimana tokoh utama “Sebelum Minggat” dan tokoh utama “Kenangan” sama-sama
kembali ke pasangannya. Perbedannya hanya jika tokoh utama “Sebelum Minggat”
kembali ditemukan dengan pasangannya, untuk tokoh utama “Kenangan” itu kembali
jatuh cinta lagi dengan pasangannya di masa lalu.
Pada cerpen yang berjudul “Usaha Membunuh Sepi” memiliki hubungan
intertekstual dengan cerpen yang berjudul “Indra”, dimana dilihat dari realitas
sosialnya. Pada cerpen yang berjudul “Usaha Membunuh Sepi”, ada bagian cerita
yang menceritakan dimana tokohnya merasa kehilangan setelah menemukan
pacarnya tergeletak didekat pintu kamar mandi dan melihat tumit manusia yang
menyembul dari kamar mandi dan berfikir entah itu tumit pasangannya ataupun tumit
orang lain jika masih menyatu pada kepala tubuhnya tentu tergeletak di kamar mandi.
Berikut pembuktiannya
Buru-buru kuhubungi kembali handphonemu. Tapi handphone-ku terasa lebih berat.
Kuperhatikan handphone-ku. Dari layarnya, jutaan sepi telah siap menyerang. (Nesi,
2016:34)
Untuk cerpen yang berjudul “Indra”, terdapat hubungan intertekstual dengan cerpen “
“ tentang perasaan rindu terhadap pasangannya di saat yang tidak
terbayangkan.
Cerpen “ Indra ”. Berikut pembuktiannya :
“Kau lapar dan ingin segera pulang. Tapi Indra terus membayangimu. Di jalan
pulang, wajah Indra makin betah menemanimu “ (Nesi, 2016:66).