Dosen Pengampu :
Disusun oleh:
2017
A. Latar Belakang
Dalam hal ini karya sastra dapat berupa puisi, novel, dan cerpen. Menurut
(Nurgiyantoro, 2015:11) mengemukakan bahwa cerita pendek merupakan bentuk
karya sastra yang disebut fiksi. Kelebihan cerpen yang khas adalah
kemampuannya mengemukakan secara lebih banyak, jadi secara implisit dari
sekadar apa yang diceritakan. Karena bentuknya yang pendek, cerpen memiliki
karakteristik pemadatan dan pemusatan terhadap sesuatu yang dikisahkan. Cerita
tidak dikisahkan secara panjang lebar sampai mendetil, tetapi dipadatkan dan
difokuskan pada satu permasalahan. Berdasarkan hal tersebut, analisis dilakukan
untuk mengetahui realitas kehidupan yang terjadi didalam karya sastra yang
berupa cerpen. Berikut ini pemaparan analisis mimetik cerpen “Belis” karya Felix
K. Nesi.
B. Pembahasan
Realitas yang terjadi dalam karya sastra bukanlah hal yang diluar dugaan.
Karena pada dasarnya karya sastra juga dipengaruhi oleh realitas kehidupan.
Dimana hal ini dalam pengkajiannya disebut dengan pendekatan mimetik. Hal ini
dapat dibuktikan pada cerpen “Belis” karya Felix K. Nesi berikut ini :
Tahapan ini adalah tahapan dimana pria mencari pasangan hidupnya atau
pada jaman sekarang disebut pacaran. Pada dahulu kala, masyarakat NTT
biasanya dijodohkan dengan salah satu kerabat atau teman kecil dari sang pria.
Tujuannya adalah untuk mempererat hubungan antar dua keluarga tersebut. Pada
tahapan ini masyarakat NTT mengenal ada tiga cara mempererat untuk
mendapatkan calon pengantin wanita. Cara yang pertama adalah si pria bekerja
kepada calon mertua dan sering datang bahkan atau tinggal dirumah tersebut
untuk melakukan pendekatan kepada keluarga dan calon pengantin wanita.
(https://rumahpetik.com/2014/09/04/adat-pernikahan-ntt/ )
Pada halaman 58 dijelaskan tentang Belis dimana guru SMA Yosef pernah
berkata Belis itu cara laki-laki menghormati perempuan bukan jual-beli. Padahal
Yosef telah meyakini jika Belis sebagai hal yang berpotensi memiskinkan
keluarga-keluarga muda. Pada kehidupan masyarakat Nusa Tenggara Timur, Belis
merupakan mahar atau mas kawin yang diberikan oleh keluarga calon mempelai
pria kepada keluarga calon mempelai wanita. Namun untuk pernikahan, besaran
nilai Belis tergantung pada status sosial keluarga. Hal ini dapat dibuktikan dengan
adanya gambaran tentang tradisi Belis pada kutipan berikut :
C. Simpulan
BELIS
Tidak. Yosef tidak pernah takut mencintaimu. Bukan karena ia adalah nabi yang
akan menghantarmu ke Bethlehem.
Yulius memiliki mulut yang lebih besar daripada ember. Ibunya yang
sedang memisahkan daun lontar dari lidinya hanya tersenyum mendengar Yulius
bercerita tentang perempuan yang dicintai Yosef, kakaknya. Namun Yosef tak
pernah menanggapi. Ia akan daiam-diam memilih ke kebun.
Yosef memang sudah dewasa. Sudah saatnya menikah. Dua tahun yang
lalu, ia memperoleh gelar sarjana ekonomi dari Universitas Nusa Cendana, di kota
Kupang. Namun hingga seminggu yang lalu, sudah hampir seratus kepala kantor
yang menolak lamaran kerjanya. Bahkan sekolah SMA yang hanya satu di
kecamatannya itu, menolak permintaannyamenjadi tenaga bantu.
“Di sini sudah penuh,” begitu kata kepala sekolah. “Sudah banyak sarjana
ekonomi di sini.”
Yosef pulang dengan lapang dada namun empat hari kemudian sekolah itu
memperkerjakan seorang sarjana ekonomi yang lain sebagai guru olahraga. Entah
karena sarjana itu bisa berenang atau karena ia adalah ponakan dari istri wakil
kepala sekolah. Bagaimanapun, itu sangat melukai hati Yosef dan kebun adalah
tempat paling efektif untuk memikirkan kemungkinan-kemungkinan lain. Selain
itu, Yosef juga malas di rumah jika hanya mendengar Yulius berbicara tentang
Anna.
“Kakak, kapan kami mau diantar?” ibu bertanya pada suatu malam, saat
Yosef dan ayahnya sedang menonton berita malam.
“Diantar ke mana?”
Ibu sedang menganyam tikar dari daun lontar. Bunyi lintar lentur yang
beradu mengimbangi suara presenter di televisi. Mata ayah tak lepas dari layar
televisi seolah mau menegaskan bahwa ia tak mendengar apapun tentang ocehan
istrinya.
Matanya sengaja tak lepas dari presenter berita, agar ibunya paham bahwa
ia sedang tak ingin bicara. Ia bersyukur bahwa Yulius sedang pergi entah ke
mana. Anak puber itu baru akan pulang lebih malam lagi, dalam keadaan mabuk.
Dua adiknya yang perempuan keluar-masuk menyiapkan makan malam yang-
entah bagaimana- selalu asin.
Tentu saja orang tua mereka saling kenal. Di kapung macam begini, semua
orang adalah kerabat. Yang dimaksudkan ibunya adalah saling mengenal secara
adat. Orangtua lelaki bertamu ke rumah perempuan dengan sirih-pinang dan
pantun lain yang tak dipahami anak muda, agar orang sekampung tahu, siapa
pemilik hati perempuan itu.
Entah sudah berapa kali Yosef tidur di rumah Anna yang yatim. Tante
Betty yang telah tua itu tak pernah membahas masalah itu baik dengan Anna
maupun dengan Yosef. Ia seperti tak mengizinkan, tapi juga tak melarang.
Suatu malam, saat Yosef dan Tante Betty sedang berbicara mengenai air
yang susah karena musim kemarau lebih panjang daripada musim hujan, sambil
menunggu Anna menyiapkan makan malam, seorang kerabat jauh Tante Betty
yang sedang dalam perjalanan ke Atapupu bertandang. Ia bersama teman-
temannya ingin berwisata ke Kolam Susu tapi di hutan Jati dekat Lalian bannya
pecah. Ia terpaksa mendorong sepeda motornya sampai Atambua dan baru selesai
menambahnya. Ia akan menyusul teman-temannya di pagi buta.
Ia senang melihat Yosef, memanggil anak muda itu dengan sapaan ‘anak-
mantu’ dan mengajak Yosef bermain catur peninggalan suami Tante Betty yang
hampir hanis dimakan rayap. Kepada Yosef ia lalu mengisahkan banyak hal.
Kelihatannya ia memang suka mengoceh, apalagi soal politik. Sambil bermain,
selalu saja ada pejabat yang layak untuk dikomentarinya.
Permainan mereka yang baru sebentar mesti dihentikan oleh ajakan Anna
untuk makan malam. Di meja makan, ocehan orantua itu beralih dari hal-hal
politik ke beberapa masalah keluarga. Ia bercerita tentang anaknya yang baru saja
pulang dari Jawa, bukan karena lulus kuliah tapi karena berkelahi dan
dipulangkan sementara oleh pihak universitas.
“Kurang ajar anak itu. Saya suruh ke sana untuk sekolah. Malah jadi
goblok dia itu!”
Mereka lalu tiba-tiba bercerita tentang Elsa. Kakaknya Anna itu dua tahun
lalu dinikahi seorang polisi muda yang bertugas di luar pulau. Di hari pernikahan,
sang polisi membuat semua anak muda di kampung itu mabukdengan berjenis-
jenis minuman mahal. Tentang dari mana pengantin itu mendapatkan minuman
mahal yang tak terbatas, tak usahlah kuceritakan rahasia umum itu. Namun
sampai pagi hari, pesta berlangsung aman dan damai. Semua pemuda-yang
langsung ke belakang-tertidur tak sadarkan diri.
Yosef yang mulai jenuh tetap mengimbangi cerita-cerita itu demi tata-
krama-calon menantu. Bukankah di hadapan calon mertuanya, tiap lelaki adalah
pendengar yang baik? Namun jumlah belisElsa yang fantastis mau tak mau
disimpannya dalam hati. Sudah sangat lama Yosef meyakini belis sebagai hal
yang berpotensi memiskinkan keluarga-keluarga muda.
Malam itu Yosef mohon diri untuk pulang. Kecuali mengatakan bahwa di
luar sudah sangat gelap, Tante Betty tak menyediakan basa-basi lain untuk
memintanya menginap.
“Tadi mama tanya: Yosef, kenapa kok tidak pernah main ke sini lagi?”
Argh.Sebentar lagi, dalam versi orang yang merindu, mengapa selalu tidak
obyektif?
“Kata adik ibu yang kerja di sana, masih banyak lowongan kerja di sana.
Saya bisa masuk lewat jalan tikus. Nanti bisa dibuatkan ka-te-pe Timor Leste.
Yosef terdiam.
“Yos....”
Hening.
Daftar Pustaka
https://herlyndj.wordpress.com/2012/10/17/belis-penghargaan-atau-penjualan/