BAB 4
LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (LKPD)
KELAS XI
SEMESTER 1
Nama :
Kelas :
3.4 Menganalisis unsur-unsur pembangun cerita pendek dalam buku kumpulan cerita
pendek
Pengantar
1
TUGAS
MEMAHAMI KARAKTERISTIK CERPEN
https://www.youtube.com/watch?v=T_VBvBVjw4I
PERTANYAAN JAWABAN
Judul
Pengarang
Sumber
Inti Cerita
1 Persamaan
2 Perbedaan
2
5. Berdasarkan video tersebut, Nilai-nilai kehidupan apa saja yang masih sesuai dengan
kehidupan saat ini? Jelaskan!
6. Nilai-nilai kehidupan apa yang menonjol dari kisah cuplikan-cuplikan berikut ini!
Diskusikanlah secara berkelompok dan tuangkanlah hasilnya pada buku kerjamu
seperti dalam format berikut.
Nilai
Kutipan Cerita Kehidupan Keterangan/Alasan
1 2 3 4 5
Mulanya kami mendengar
tentang peristiwa yang
menimpah dirimu dari Misi
Katolik yang memberikan kabar
ke Pirimapun dari Agats. Itu pun
masih teka-teki, apakah kalian
masih hudup. Berita ini dibawa
oleh guru-guru sekolah yang
pindah ke Kepi. (Mumi Dinati
Kurulik)
3
Nilai
Kutipan Cerita Kehidupan Keterangan/Alasan
1 2 3 4 5
Perkampungan Hobone dan
perkampungan Aitubu sudah
lama saling bermusuhan. Pada
mulanya beberapa anak muda
Hobone mencuri babi-babi milik
seseorang dari Aitubu yang
dipelihara di luar wilayah hunia.
(Isinga)
Keterangan:
1 = nilai agama 3 = nilai ekonomi
2 = nilai sosial 4 = nilai budaya 5= nilai politik
4
LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (LKPD) 02
3.4 Menganalisis unsur-unsur pembangun cerita pendek dalam buku kumpulan cerita
pendek
TUGAS
Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari,
orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke
langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku.
Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis
disekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku.
Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok,
dengan sebuah tongkat bambu di tangannya.
"Siapa yang mencuri uang itu?" Beliau bertanya.
Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun
mengaku, jadi Beliau mengatakan, "Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!".
Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkeram
tangannya dan berkata, "Ayah, aku yang melakukannya! ".
Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu
marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas.
Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi,
"Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang
akan kamu lakukan di masa mendatang? ... Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu
pencuri tidak tahu malu!".
Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh
dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu,
saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan
kecilnya dan berkata,
"Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi."
Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk
maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masihn kelihatan seperti
baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu
itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11. Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya
di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya
5
diterima untuk masuk kesebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di
halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnya
memberengut, "Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik...hasil yang begitu
baik..."
Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas. Sambil berkata
"Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?"
Saat itu juga, adikku berjalan ke luar ke hadapan ayah dan berkata, "Ayah, saya
tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku."
Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya sambil
berkata, "Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika
berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai
selesai!"
Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang.
Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak,
dan berkata, "Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia
tidakakan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini."
Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas. Siapa
sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan
beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia
menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku,
"Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu
uang."
Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air
mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20.
Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan
dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke
tahun ketiga (di universitas). Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman
sekamarku masuk dan memberitahukan,
"Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana!"
Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan ke luar, dan
melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku
menanyakannya, "Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah
adikku?"
Dia menjawab, tersenyum, "Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan
mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan
menertawakanmu? "
Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu
dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, "Aku tidak perduli
omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamu adalah adikku
bagaimana pun penampilanmu."
Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia
memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan, "Saya melihat semua gadis kota
memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu."
Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam
pelukanku dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.
Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah
diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti
gadis kecil di depan ibuku. "Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk
membersihkan rumah kita!" Tetapi katanya, sambiL tersenyum,
"Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah
kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu."
6
Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus
jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan membalut
lukanya.aku bertanya, "Apakah itu sakit?"
"Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu
berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan..."
Ditengah kalimat itu ia berhenti.
Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun
kewajahku. Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.
Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Banyak kali suamiku dan aku mengundang
orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau.
Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus
mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan,
"Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini."
Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan
pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak
tawaran tersebut. Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi.
Suatu hari, adikku di atas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia
mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit. Suamiku dan aku pergi
menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu,
"Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus
melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu
serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?"
Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya.
"Pikirkan kakak ipar...ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan.
Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?"
Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian ke luar kata-kataku yang sepatah-
sepatah, "Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!"
"Mengapa membicarakan masa lalu?" Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu,
ia berusia 26 dan aku 29.
Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu.
Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya,
"Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?"
Tanpa bahkan berpikir ia menjawab, "Kakakku."
Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak
dapat kuingat, "Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda.
Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang
ke rumah. Suatu hari, Saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan
satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami
tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia
tidak dapat memegang sumpitnya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih
hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya."
Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan
perhatiannyakepadaku. Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku akhirnya keluar
juga, "Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku."
Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan
perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.
7
2. Sebutkan tokoh dan watak yang terdapat dalam cerpen tersebut dengan
mengisi table di bawah ini?
Protogonis
Antogonis
Tritagonis
Protogonis
Tritagonis
Antagonis
8
4. Apa yang menandai suatu puncak konflik dalam cerpen?
5. Perhatikan cerpen berjudul “Tangis untuk Adikku” di atas. Isi tabel dibawah ini
untuk menganalisis struktur teksnya!
9
10. Sudut pandang orang keberapa yang digunakan pengarang pada cerpen tersebut?
Tunjukan buktinya!
11. Unsur intrinsik apa saja yang dominan pada cuplikan-cuplikan cerita berikut?
No Kutipan Cerpen Unsur Intrinsik yang Dominan
1 Malam turun begitu sempurna. Purnama rembulan
seakan menaungi kawula muda yang tengah asyik
beryosim . Pekarangan rumah Ondofolo Kampung
Netar menjadi tempat kami beryosim pancar.
Seminggu sekali kami berlatih tarian adat pergaulan
khas Papua ini. Sudah jadi tradisi, bila ada orang yang
berhajat , tentulah kami dipanggil untuk mengisi
acara. Bukan hanya dalam hajatan, tapi kalau tamu
kenegaraan atau sampai ke luar negeri, maka tim
kamilah yang selalu mendapat kesempatan untuk
menyambut dengan tarian khas Papua ini (Cerpen
“Gadis Yosim Pancar“ oleh Elsina P. Salakay)
10
LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (LKPD) 03
3.4 Menganalisis unsur-unsur pembangun cerita pendek dalam buku kumpulan cerita
pendek
TUGAS
K gelisah di atas tikar rumput yang tanpak usang dimakan usia. Kamumi tidak
peduli, ia asik mempermaikan awer rumput tua pembalut bagian bawah tubuhnya
yang entah sudah tahun keberapa tidak digantinya. Sekali-kali terlihat matanya
menatap kosong jauh ke luar tsjewi, dahinya berkerut seperti berpikir keras
mempertimbangkan usulan pimpinan aipem kampung Sawi yang ditemani wow ipit dan
kepala perang kepadanya beberapa hari lalu.
Dalam tsjewi tanpak topeng ifi tergeletak di sudut rumah seolah menatap Kamumi
menuntut balas. Ocen dan Yemes yang diukir dengan motif tare worotamo, far, tuwabok,
dan vir kini tak bertuan. Semua selalu mengingatkat Kamumi pada suaminya Kagura.
Diangkatnya jepitan usang pegangkat sagu. Dibolak-balik saja sagu yang
dipanggang di atas perapian jowse kendati telah cukup matang untuk diangkat, tanpaknya
ia masih segan untuk meletakkan sagu bakar di atas an. Dari cela-cela dinding tsjewi yang
terbuat dari pelepah sagu, ia dapat melihat dengan jelas Wasio anaknya yang gempal
bermiyak sedang asik bermain air di atas perahu yang tertambat di tepi sungai Kroket
yang keruh. Sementara itu, pimpinan aipen dan dua pimpinan adat lain masih menanti
jawabannya.
Kamumi dilanda gelisah yang amat sangat. Putusannya akan menentukan apakah
perang suku yang telah melegenda di antara orang-orang Asmat akan diakhiri atau tidak.
Ia akan menjadi pencipta legenda baru bagi orang-orang Sawi.
Kamumi meletakkan kembali jepitan kayu itu. Ia tidak pernah berhenti menyesali
kematia Kagura suaminya beberapa tahun yang lalu. Kagura yang mati terbunuh karena
penghiatan kaum Wasohwi. Kini, ia diminta untuk melakukan perdamaian dengan
penduduk kampung yang telah menewaskan suaminya, yang telah membuat dirinya
menjadi janda dan selalu harus melicinkan kepala. “Ah… rasanya tidak mungkin,” Kamumi
mengguman dalam hati.
Bagi orang Sawi satu nyawa harus dibayar dengan nyawa. Tapi kini kenapa
budaya waness berubah fungsi. Kenapa tiga tokoh adat itu memintanya untuk
melakukan tuwi asonai man dalam bentu perdamaian. Kamumi tidak habis mengerti
mengapa ia harus melakukan waness seperti ini, disaat kematian Kagura belum terbalas.
Pikirannya yang sederhana tidak dapat menerima perubahan yang tiba-tiba.
11
***
arjun menaiki tangga tsjewi pada pintu milik Kamumi dan duduk di tikar daun
M yang disediakan untuknya. Ia tanpak terlihat ramping, kekar, gagah dengan otot-
otot yang kencang. Kalung sudafen yang mengkilat dan gelang dari taring babi
melingkar ditangan kanannya, menandakan pemakainya seorang yang ahli
berburu, dan mahir bertarung. Tanpak pula pisau dari tulang kaki
burung piswa dan rahang carawan diselipkan di pangkal gelang tangan
kirinya. Bipane dari kulit siput tanpak menusuk sekat hidungnya. Marjun menghiasi
badannya pula. Muka dan badan dicat dengan kapur putih dan merah, rambutnya diberi
bulu-bulu burung, kepalanya diberi kulit kuskus.
Marjun menjadi incaran gadis-gadis belia di kampung Sawi. Semua ibu-ibu di Sawi
berharap dapat bermenantukan Marjun. Namun, hanya anak gadis Kamumi lah yang
dipilih Marjun. Tentu betapah bangganya Kamumi ketika lamarannya untuk Wasio diterima
Marjun. Kini Marjun adalah menantunya yang hidup dalam satu jowse dan
satu tsjewi dengan Kamumi. Sesuai dengan sistem kekerabatan suku Asmat dengan adat
menetap sesudah menikah yang virilokal, setelah menikah Marjun berada dalam keluarga
Wasio. Perkawin Wasio dan Marjun diatur orang tua mereka. Peminangan dilakukan
kerabat pihak Wasio.
Tiga tokoh adat kaum Sawi duduk dihadapan Marjun untuk mengikat perhatian
Marjun. Sementara itu, Kamumi tua, jongkok di depan perapian jowse, sibuk membolak
balik sagu panggang. Dekat kaki Kamumi terdapat sagu-sagu yang telah matang
dipangggang masih terasa hangat ditangan.
Dibawanya sagu-sagu pangganggang itu untuk disajikan. Ia jongkok di belakang
Marjun. Dengan gerakan yang cepat disentuhkannya sagu bakar ke bagian alat vital
Marjun sambil berteriak, “Waness….” Suara Kamumi terdengar gemetar menahan rasa.
Kamumi segera melompat mundur menyingkir dari Marjun, kemudia ia berlutut di
hadapat Marjun, dan mengangkat sagu panggang itu ke bibirnya, sambil berkata lantang,
“Waness….waness.” Digigitnya sagu itu sebagai lambang budaya waness telah
diberlakukan Kamumi pada Marjun.
Mata Marjum yang tajam terbelalak kaget melihat Kamumi menggigit sagu
panggang itu. Tubuhnya tiba-tiba terasa mengeras bagai binatang buas yang kena
perangkap. Kamumi mertua telah menjebaknya dalam ikatan budaya Sawi.
Melalui tindakan nekad itu Kamumi telah mengubah arah nasib Marjun ke jurusan
yang masih asing bagi Marjun juga Kamumi sendiri.Tidak ada pilihan lain bagi Kamumi
selain mematuhi perintah ketiga tua adat kampung Sawi yang terus-terus datang
memaksanya.
“K
amumi, Tuan pemburu buaya akan datang ke kampung Sawi. Menurut cerita
kampung lain, Tuan pemburu buaya memiliki banyak benda-benda aneh yang
akan dibagikan kepada kita. Tapi Tuan pemburu buaya tidak menyukai
peperangan.” panjang lebar pimpinan aipem kampung Sawi menjelaskan.
Kemudian, “Tuan pemburu buaya suka damai…. damai…begitu katanya. Kita
harus membuat perdamaian. Perang itu tidak baik.”
“Kudengar Marjun telah menyusun rencana untuk melakukan pembalasan atas
terbunuhnya Kagura. Kami bukannya sudah melupakan Kagura. Tentu saja kami masih
ikut berduka.” tokoh perang suku Sawi yang harismatik melanjutkan.
“Kamumi, kamu tentunya juga sudah tahu dari cerita orang-orang di kampung
sebelah, benda-benda yang dibawa Tuan pemburu buaya. Ada pisau dan kapak yang
sangat tajam. Ada kayu yang dapat mengeluarkan api tanpa harus digosok keras-keras.
Ada lagi yang namanya cermin. Benda itu bisa memperlihatkan wajah kita lebih jelas dari
air sungai Kroket.”
12
“Nah, Kamumi cegalah menantumu itu agar membatalkan rencana penyerangan ke
kampung sebelah. Kita lakukan perdamaian dengan menyerahkan anak perdamaian. Kita
percikan air sejuk antara kita dan kaum Wasohwi. Begitu perintah Tuan pemburu buaya
kepada kami,” lanjut pimpinan aipem.
“Apakah Marjun harus menyerahkan anaknya? Dalam perkawinan mereka, mereka
belum memiliki keturunan.” Kamumi menjawab kuatir.
“Bukan-bukan itu. ketua perang siap menyerahkan anaknya untuk perdamaian, asal
Marjun mengurungkan niatnya. Nanti, kamu akan dapat pisau, cermin dan korek api dari
Tuan pemburu buaya. Oh yah, ada juga yang disebut senter yang dapat menerangi kita
waktu malam hari.” kata pimpinan aipemmembujuk Kamumi.
“Kamumi, aku siap menyerahkan anakku yang kecil sebagai tanda perdamaian
dengan kaum Wasohwi. Bagaimana dengan kamu? Kamumi, kamu harus bisa membujuk
Marjun.” kepala perang memintanya dengan tegas. Hanya wo ipit yang diam membisu,
pikirannya melayang entah kemana. “Tak ada patung embis yang harus kuukir, dan tak
ada lagi pesta ulat sagu,” gumamnya dalam hati.
…..
1. Tabel berikut untuk menjawab ciri kebahasaan pada cerpen berjudul “Waness
Perdamaian Kamumi”.
3 Konjungsi Kronologi
6 Adjektiva
13
2. Buat contoh dalam kalimat lain yang mengandung kaidah kebahasaan:
Pronomina pesona
1
orang pertama tunggal
Pronomina pesona
2
orang ketiga jamak
Pronomina pesonan
3
orang kedua jamak
Kalimat bermakna
4
lampau
5 Konjungsi kronologis
9 Adjektiva
14
3. Tabel berikut untuk menjawab ciri kebahasaan pada cerpen berjudul
“Waness Perdamaian Kamumi”.
1 Semile
2 Metafora
3 Personifikasi
4 Alogori
4. Buat contoh dalam kalimat lain yang mengandung kaidah kebahasaan gaya
Bahasa, masing-masing 2 kalimat:
1 Semile
2 Metafora
3 Personifikasi
4 Alegori
15
LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (LKPD) 04
TUGAS
Menentukan Topik Tentang Kehidupan
1. Baca dengan seksama kutipan dongeng Putri Salju berikut ini!
…
Setelah memakan apel tersebut, ia pun tidak sadarkan diri. Setelah tujuh kurcaci pulang,
mereka sedih melihat Putri Salju yang terbaring tak sadarkan diri. Tujuh kurcaci itu mengira Putri
Salju telah meninggal dunia, sehingga memutuskan untuk memasukkan Putri Salju ke dalam peti.
Lalu, mereka letakkan di depan rumah dan menghiasnya dengan bunga.
Suatu hari, ada Pangeran berkuda yang menyusui hutan. Ia melihat peti berisi Putri Salju,
dan mengira itu adalah putri yang selalu datang ke dalam mimpinya. Ia pun mencium sang putri
dan keajaiban pun terjadi.
Putri Salju perlahan membuka matanya. Semua kurcaci sangat gembira melihat hal
tersebut, kemudian pangeran meminta Putri Salju untuk menjadi permaisurinya. Putri Salju pun
menerimanya, Mereka pun menikah dan hidup bahagia dengan Tujuh Kurcaci.
2. Ubah akhir cerita tersebut sehingga putri salju dan sang Panggeran tidak jadi menikah.
Minimal dua paragraph!
16
3. Baca dengan seksama kutipan dongeng Cinderella berikut ini!
….
Ketika sampai di rumah Cinderella, prajurit meminta dua saudara tiri untuk mencoba
sepatu itu. Tapi, sepatu itu tidak sesuai ukuran kaki keduanya.
Cinderella pun diberi kesempatan untuk mencobanya setelah diminta oleh prajurit.
Sepatu itu seperti menemukan pemiliknya karena sesuai ukuran kaki Cinderella.
4. Ubah cerita tersebut, ternyata kaki kedua saudara tirinya itu sesuai dengan sepatu
Cinderella. Minimal dua pargraf!
6. Ubah cerita tersebut, trenyata bungkusan terakhir ketika dilempar berubah menjadi
istana yang megah. Minimal dua paragraph!
17
TEKA-TEKI SILANG
TEKS CERITA PENDEK
18