Anda di halaman 1dari 3

Nama : Amanah Ayu As’sa’idah

NIM : 18310098

Matkul : Nadzoriyah Al Adab

Pembimbing : Ahmad Kholil, M. Fil.I

PENDEKATAN SOSIOLOGI SASTRA

DALAM NOVEL “PUKAT” KARYA TERE LIYE

Judul novel : Pukat

Penulis : Tere Liye

Penerbit : Republika

Thn terbit : 2010

Jumlah Halaman : 343

Sosiologi Sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi sastra merupakan
perkawinan ilmu sosiologi dan sastra. Sosiologi sastra adalah pendekatan terhadap sastra
yang mempertimbangkan segi sosial kemasyarakatannya. Sosiologi Sastra adalah
perkembangan dari pendekatan mimetic sastra yang beranggapan bahwa sastra merupakan
pencerminan atau pembayangan realitas/ nyata.

Pendekatan sosiologi sastra yang paling banyak dilakukan saat ini menaruh perhatian
yang besar terhadap aspek dokumenter sastra dan landasannya adalah gagasan bahwa sastra
merupakan cermin zamannya. Dalam hal itu tugas sosiologi sastra adalah menghubungkan
pengalaman tokoh-tokoh khayal dan situasi ciptaan pengarang itu dengan keadaan sejarah
yang merupakan asal usulnya1. Sosiologi sastra adalah teori dan pendekatan terhadap karya
sastra yang menghubungkan sastra dengan aspek masyarakat, atau pendekatan ekstrinsik

1
Faruk. Pengantar Sosiologi Sastra. 2013. h 165
yang lebih menjadikan hal-hal yang bersifat sosial kemasyarakatan sebagai penjelas
fenomena sosial.

Pradopo (1993:34) menyatakan bahwa tujuan studi sosiologis dalam kesusastraan


adalah untuk mendapatkan gambaran utuh mengenai hubungan antara pengarang, karya
sastra, dan masyarakat.

Dalam hal ini, saya memilih novel berjudul “Pukat” karya Tere Liye sebagai objek
penelitiannya. Novel ini menceritakan seorang anak bernama Pukat si Anak Pintar sebagai
tokoh utamanya. Dijuluki si Anak Pintar ini kita dapat meyimpulkan bahwa tokoh utama
merupakan anak yang jenius. Meskipun anak desa, ia merupakan anak yang berpengetahuan
luas, dan selalu berpikir kritis tentang apa yang dilihatnya. Latar novel tersebut bertempat di
pedalaman Sumatera tahun 2000-an.

Dalam novel tersebut menceritakan bagaimana masyarakat kala itu di pedalaman


Sumatera berbeda dengan kehidupan di kota kabupaten maupun propinsi yang sudah ada
listrik. Mereka yang masih menggunakan lampu canting minyak sebagai alat penerang rumah
dan lampu senter dan obor bambu sebagai penerangan jalan tanpa adanya listrik di desanya.
Berikut kutipannya:
“Oi, ini sungguhan bohlam lampu? Ini bukan mimpi? Aku dan Burlian menatap terpesona. Di
kampung kami malamnya hanya berhias kunang-kunang dan taburan gemintang,
pemandangan gemerlap lampu seperti ini amat istimewa” hal 31
“Cahaya lampu canting minyak tanah kerlap-kerlip terkena tiupan angin dari sela-sela
dinding papan”
“Tersantuk-santuk berjalan keluar dengan penerangan senter. Lampu canting dimatikan
mamak, bapak menggendong Amelia yang masih menguap tidak mengerti.”

Novel ini juga menceritakan bagaimana keadaan sekolah di kampong pedalaman pada
jaman itu yang masih terbilang sederhana dan minim perlengkapan. Seperti dalam kutipan
tersebut:
“ Kalau soal mengajar sambil bercerita, aku yakin tidak ada yang mengalahkan kehebatan
Pak Bin, apalagi dengan keterbatasan yang dimiliki sekolah kami” hal 75
“ Jumlah murid kelas lima hanya lima belas. Pak Bin tidak pernah mengabsensi kami satu-
persatu, dia cukup memperhatikan meja. Bertanya jika melihat ada meja yang kosong, dan
langsung menutup buku absen jika semua sudah lengkap.” Hal 61

Novel ini juga menjelaskan bahwa tempat tersebut masih asri, tanpa tercemar oleh
orang yang tidak bertanggung jawab. Di novel tersebut tergambar sungai-sungai yang jernih
dengan batu cadas yang alami, hutan yang masih lebat mengelilingi desa.kebanyakan mata
pencaharian mereka adalah petani kebun karet dan jagung, ada juga yang nelayan danau.
Berikut kutipannya:
“ Melihatku dan Burlian bergegas pulang, kawan-kawan pun ikut berenang ke tepi sungai
menaiki cadas setinggi tiga meter itu.” hal 40
“ Ah, jangankan yang baru pertama kali, anak-anakku juga kalau mandi selalu kelamaan.
Lihat mereka baru pulang setelah diteriaki. Itu karena air sungai kampong masih jernih, Bu
Bidan’ mamak tertawa kecil”. Hal 40

Penulis lahir dan dibesarkan di kampung pedalaman daerah Palembang hingga beliau
kuliah di Universitas Indonesia. Oleh karena itu penulis terinspirasi oleh kisah hidupnya di
masa kecil kemudian ia tuangkan dalam novel ini. Penulis telah menuangkan dalam novelnya
kehidupan masyarakat kampung pedalaman di Sumatera. Mulai mata pencaharian mereka,
letak geografisnya, suasananya, keadaan pendidian dan lain-lain. Dari pemaparan tersebut
kita simpulkan bahwa pendekatan sosiologi sastra dalam novel “Pukat” karya Tere liye
adalah penggambaran penulis tentang keadaan masyarakat kampung pedalaman di Sumatera
khususnya anak-anak pada tahun 2000-an. Dan bagaimana para orang tua disana menyikapi
permasalahan dengan keterbatasan teknologi yang dimiliki mereka yang berbeda jauh dengan
kota kabupaten maupun propinsi yang sudah terdapat listrik.

DAFTAR PUSTAKA
Faruk. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar (2013)
Muzakki, Akhmad. Pengantar Teori Sastra Arab. Malang: UIN-MALIKI PRESS(2011)
Tere Liye, Darwis. Pukat Si Anak Pintar. Jakarta Selatan: Republika (2010)

Anda mungkin juga menyukai