Anda di halaman 1dari 3

Nama : Annisa Ayu Shafira

NPM : 180110210054
Mata Kuliah : Telaah Drama
Dosen Pengampu : Dr. Lina Meilinawati Rahayu, SS., M.Hum.

Analisis Teater Tradisional


Ludruk : Banteng Tracak Kencono (Legenda Kebo Kicak)

Ludruk ini diadaptasi dari legenda yang berasal dari Jombang, Jawa Timur. Oleh karena
itu penulis naskah ludruk ini tidak diketahui. Konon nama "Jombang" beserta puluhan desa dan
dusun yang ada di sana lahir karena tokoh ini (Kebo Kicak). Perjalanan Kebo Kicak mencari dan
merebut Banteng Tracak Kencono yang panjang dari tempat ke tempat membuat Kebo Kicak
menamai tempat-tempat yang telah dilaluinya itu.

Bahasa yang digunakan dalam ludruk ini merupakan bahasa Jawa lama. Oleh karena itu
target pemasaran ludruk ini bukanlah semua orang. Melainkan dikhususkan untuk satu daerah
tersebut saja. Meskipun begitu drama tradisional ini apik untuk dianalisis nilai-nilai kebudayaan
ya. Sarana dramatik yang digunakan semuanya adalah dialog antartokoh. Ludruk ini menuntun
penonton ke dalam cerita baik latar, tokoh, konflik, waktu, dan amanat melalui dialog antar
tokoh.

Ludruk dibuat oleh masyarakat Jombang untuk menarasikan asal-usul nama daerah di
kota tersebut. Namun tak jarang juga orang-orang yang menganggap Kebo Kicak benar-benar
ada. Misalnya dusun Karang Kejambon yang kini diubah menjadi Dapur Kejambon karena
sempat diusirnya ibu Kebo Kicak karena dianggap mengandung anak tidak berayah. Kemudian
terdapat asal-usul dusun Parimono yang konon pada saat Kebo Kicak mencari Banteng Tracak
Kencono, namun banteng tersebut malah bersembunyi di balik padi yang sudah tinggi dan
menguning. Oleh karena itu dinamainya tempat itu Parimono yang artinya padi dimana. Nama
dusun Mojosongo diberikan ketika Banteng Teracak Kencono bersembunyi di balik pohon maja
yang tinggi dan jumlahnya yang ada sembilan, dst.
Selain fungsi narasi, ludruk ini juga berfungsi menyampaikan nilai-nilai. Ludruk ini tidak
menitik beratkan pesan moral yang harus diambil oleh penonton bersifat didaktis sebagaimana
yang terdapat pada drama Melayu rendah atau lainnya. Melainkan ludruk ini menyelipkan nilai
moral kepada petualangan yang seru dari Kebo Kicak dari seorang pemuda tampan biasa (Joko
Tulus) sampai menjadi orang yang sakti mandraguna. Sehingga penonton terbawa dalam
keseruan dan penasaran akan kelanjutan kisah dari Kebo Kicak namun secara tidak langsung
juga menerima nilai-nilai yang dianggap baik.

Nilai-nilai yang terkandung dapat dilukiskan melalui keingintahuan Kebo Kicak terhadap
ayahnya yang menggambarkan ia sebagai orang yang mudah terbawa emosinya dan cenderung
grasak grusuk. Hal ini sangat mencerminkan watak seorang anak muda yang masih minim
pengalaman dan belum terbentuk jati dirinya. Namun dengan kesalahan yang ia lakukan dan
menerima konsekuensinya ia belajar dari kesalahannya dan tumbuh lebih kuat. Hal ini dilihat
dari bagaimana Kebo Kicak akhirnya menemukan seorang guru dan belajar menjadi sakti dan
bijak darinya.

Tidak berhenti disitu, setelah menjadi sakti. Kebo Kicak dihadapkan dengan
permasalahan baru: ia harus menghadapi teman seperguruannya yang bantengnya menimbulkan
kekacauan dan harus segera dibunuh. Surontanu yang sudah menyatu dengan bantengnya itu
menolak dan mengharuskan pertumpahan darah terjadi. Nilai yang dapat diambil dari cerita ini
adalah bahwa bersamaan dengan adanya kekuatan yang besar kita juga dihadapkan dengan
tanggungjawab yang juga besar.
DAFTAR PUSTAKA

Ayu, Y. K. (2013). STRUKTUR, FUNGSI, DAN NILAI BUDAYA LEGENDA ORANG


SIBUNIAN GUNUNG SINGGALANG DI PANDAI SIKEK TANAH DATAR.
Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia, 1.

Center, K. F. M. N. R. (2021, January 15). Kisah Kebo Kicak Dan Surontanu, di Balik Asal
Usul Nama Kabupaten jombang. Kabar Jombang. Retrieved September 13, 2022,
from
https://kabarjombang.com/sosial-budaya/kisah-kebo-kicak-dan-surontanu-di-balik-as
al-usul-nama-kabupaten-jombang/

Rahayuj, L. M. (2021). Telaah Drahma dan Teater. UnpadPress.

Anda mungkin juga menyukai