Anda di halaman 1dari 30

KONTEKS SOSIAL DAN

PERKEMBANGAN SOSIOEMOSIONAL

Ni Wayan Sukmawati Puspitadewi, M.Psi, Psikolog


JURUSAN PSIKOLOGI – FIP
Universitas Negeri Surabaya
TEORI KOMTEMPORER

 1. TEORI EKOLOGI dari BRONFENBRENNER


 2. TEORI PERKEMBANGAN RENTANG HIDUP (life span) dari ERIK ERIKSON

Dua teori ini dipilih karena cukup konprehensif dalam membahas konteks sosial
dimana anak berkembang (BRONFENBRENNER) dan perubahan utama dalam
perkembangan sosioemosional anak (ERIK ERIKSON)
1.Teori Ekologi Bronfenbrenner

 Fokus utama adalah pada konteks sosial dimana anak tinggal dan orang-orang
mempengaruhi perkembangan anak.

 Ada 5 sistem lingkungan :


1. MIKROSISTEM
2. MESOSISTEM
3. EKOSISTEM
4. MAKROSISTEM
5. KRONOSISTEM
2. Teori perkembangan rentang hidup Erikson

 Teori ERIKSON ini melengkapi analisis teori BRONFENBRENNER terhadap


konteks sosial, dimana anak tumbuh dari orang-orang yang penting bagi
kehidupan anak.
 ERIKSON berpendapat bahwa ada 8 tahap perkembangan hidup manusia.
Masing-masing tahap terdiri dari TUGAS PERKEMBANGAN yang dihadapi oleh
individu yang mengalami krisis. Semakin sukses seseorang mengalami
krisisnya, semakin sehat psikologis individu tersebut.
 Teori ERIKSON merupakan faktor penting dalam membentuk pandangan
tentang perkembangan manusia sebagai perkembangan sepanjang hayat,
bukan sekedar perkembangan dimasa kanak-kanak.
Kedelapan tahapan perkembangan kepribadian dapat digambarkan
dalam tabel berikut ini :

Developmental stage Basic Components

Fase Bayi ( 0-1 tahun ) Kepercayaan vs Kecurigaan

Fase anak-anak ( 2-3 tahun ) Otonomi vs Perasaan malu, ragu-ragu

Fase Pra sekolah(4-6 tahun) Inisiatif vs Kesalahan

Usia Sekolah ( 6 -11 tahun ) Kerajinan vs Inferioritas

Remaja ( 12 – 20 tahun ) Identitas vs Kekacauan Identitas

Dewasa Awal (21-40 tahun) Keintiman vs Isolasi

Dewasa ( 41-65 tahun ) Generativitas vs Stagnasi

Usia tua ( >65 tahun ) Integritas vs Keputusasaan


Fase Bayi ( 0-1 tahun )

Kepercayaan vs Kecurigaan

Masa bayi (infancy) ditandai adanya kecenderungan trust – mistrust. Perilaku


bayi didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak mempercayai orang-
orang di sekitarnya. Dia sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi orang
yang dianggap asing dia tidak akan mempercayainya.

Tahap ini berlangsung pada masa oral. Tugas yang harus dijalani pada tahap
ini adalah menumbuhkan dan mengembangkan kepercayaan tanpa harus
menekan kemampuan untuk hadirnya suatu ketidakpercayaan. Kepercayaan
ini akan terbina dengan baik apabila dorongan oralis pada bayi terpuaskan
Oleh sebab itu, pada tahap ini ibu memiliki peranan yang secara kwalitatif
sangat menentukan perkembangan kepribadian anaknya yang masih kecil

Perkembangan pada masa ini, sangat tergantung pada kualitas pemiliharaan


ibu. Apabila kualitas pemeliharaan atau pengetahuan tentang perawatan
anak ibu cukup maka akan dapat menumbuhkan kepribadian yang penuh
kepercayaan, baik terhadap dunia luar maupun terhadap diri sendiri.
Sebaliknya, jika tidak terpenuh anak akan memungkinkan jadi penakut, ragu
– ragu dan khawatir terhadap dunia luar, terutama kepada manusia yang
lain.
Fase anak-anak(2-3tahun)

Otonomi vs Perasaan malu, ragu-ragu

Masa kanak-kanak awal ditandai adanya kecenderungan otonomi– perasaan


malu, ragu-ragu Pada masa ini sampai batas-batas tertentu anak sudah bisa
berdiri sendiri (dalam arti duduk, berdiri, berjalan, bermain, minum dari
botol sendiri tanpa ditolong oleh orang tuanya)tetapi di pihak lain dia telah
mulai memiliki rasa malu dan keraguan dalam berbuat, sehingga seringkali
minta pertolongan atau persetujuan dari orang tuanya

Tugas yang harus diselesaikan pada masa ini adalah kemandirian (otonomi)
sekaligus dapat memperkecil perasaan malu dan ragu-ragu.
Apabila dalam menjalin suatu relasi antara anak dan orangtuanya terdapat
suatu sikap/tindakan yang baik, maka dapat menghasilkan suatu
kemandirian. Namun, sebaliknya jika orang tua dalam mengasuh anaknya
bersikap salah (membatasi ruang gerak/eksplorasi lingkungan dan
kemandirian), maka anak dalam perkembangannya akan mengalami sikap
malu dan ragu-ragu.

Orang tua dalam mengasuh anak pada usia ini tidak perlu mengobarkan
keberanian anak dan tidak pula harus mematikannya. Dengan kata lain,
keseimbanganlah yang diperlukan di sini. Ada sebuah kalimat yang seringkali
menjadi teguran maupun nasihat bagi orang tua dalam mengasuh anaknya
yakni “tegas namun toleran”.
Fase Pra sekolah(4-6tahun)

Inisiatif vs Kesalahan

Usia bermain ditandai adanya kecenderungan inisiatif– kesalahan. Pada masa


ini anak telah memiliki beberapa kecakapan, dengan kecakapan-kecakapan
tersebut dia terdorong melakukan beberapa kegiatan, tetapi karena
kemampuan anak tersebut masih terbatas adakalanya dia mengalami
kegagalan. Kegagalan-kegagalan tersebut menyebabkan dia memiliki
perasaan bersalah, dan untuk sementara waktu dia tidak mau berinisatif
atau berbuat.

Tahap ini juga dikatakan sebagai tahap bermain. Tugas yang harus dijalani
seorang anak pada masa ini ialah untuk belajar punya gagasan (inisiatif)
tanpa banyak terlalu melakukan kesalahan.
Masa-masa bermain merupakan masa di mana seorang anak ingin belajar dan
mampu belajar terhadap tantangan dunia luar, serta mempelajari
kemampuan-kemampuan baru. Dikarenakan sikap inisiatif merupakan usaha
untuk menjadikan sesuatu yang belum nyata menjadi nyata, sehingga pada
usia ini orang tua dapat mengasuh anaknya dengan cara mendorong anak
untuk mewujudkan gagasan dan ide-idenya.

Jika orang tua mampu mendorong atau memperkuat kreativitas inisiatif dari
anak, maka anak akan menampilkan diri lebih maju dan lebih seimbang
secara fisik maupun kejiwaan. Akan tetapi jika orang tua tidak memberikan
kesempatan anak untuk menyelesaikan tugas – tugasnya atau terlalu banyak
menggunakan hukuman verbal atas inisiatif anak, maka anak akan tumbuh
sebagai pribadi yang selalu takut salah

rangakain kata yang tepat untuk menggambarkan masa ini pada akhirnya
bahwa keberanian, kemampuan untuk bertindak tidak terlepas dari
kesadaran dan pemahaman mengenai keterbatasan dan kesalahan yang
pernah dilakukan sebelumnya.  
Usia Sekolah (6 -11tahun)

Kerajinan vs Inferioritas

Masa Sekolah ditandai adanya kecenderungan kerajinan–inferioritas. Pada


masa ini anak sangat aktif mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya.
Dorongan untuk mengatahui dan berbuat terhadap lingkungannya sangat
besar,.

Salah satu tugas yang diperlukan dalam tahap ini ialah adalah dengan
mengembangkan kemampuan bekerja keras dan menghindari perasaan rasa
rendah diri.
Saat anak-anak berada tingkatan ini area sosialnya bertambah luas dari
lingkungan keluarga merambah sampai ke sekolah, sehingga semua aspek
memiliki peran

Tingkatan ini menunjukkan adanya pengembangan anak terhadap rencana


yang pada awalnya hanya sebuah fantasi semata, namun berkembang seiring
bertambahnya usia bahwa rencana yang ada harus dapat diwujudkan yaitu
untuk dapat berhasil dalam belajar. Anak pada usia ini dituntut untuk dapat
merasakan bagaimana rasanya berhasil, apakah itu di sekolah atau ditempat
bermain.

Melalui tuntutan tersebut anak dapat mengembangkan suatu sikap rajin.


Berbeda kalau anak tidak dapat meraih sukses karena mereka merasa tidak
mampu (inferioritas), sehingga anak juga dapat mengembangkan sikap
rendah diri.
Oleh sebab itu, peranan orang tua maupun guru sangatlah penting untuk
memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan anak pada usia seperti ini.
Kegagalan di bangku sekolah yang dialami oleh anak-anak pada umumnya
menimpa anak-anak yang cenderung lebih banyak bermain bersama teman-
teman dari pada belajar, dan hal ini tentunya tidak terlepas dari peranan
orang tua maupun guru dalam mengontrol mereka. 

Apabila lingkungan orang tua dan sekitarnya, termasuk sekolah dapat


menunjang akan menumbuhkan pribadi yang rajin dan ulet serta kompeten.
Akan tetapi lingkungan yang tidak menunjang menumbuhkan pribadi – pribadi
anak yang penuh ketidakyakinan atas kemampuannya ( inkompeten atau
inferior ).
Remaja ( 12 – 20 tahun )

Identitas vs Kekacauan Identitas

Tahap remaja, dimulai pada saat masa puber dan berakhir pada usia 18 atau
20 tahun. Masa remaja ditandai adanya kecenderungan identitas – kekacaun
identitas.

Selama masa ini individu mulai merasakan suatu perasaan tentang


identitasnya sendiri, perasaan bahwa ia adalah manusia unik, namun siap
untuk memasuki suatu peranan yang berarti ditengah masyarakat, entah
peranan ini bersifat menyesuaikan diri atau sifat memperbaharui, mulai
menyadari sifat – sifat yang melekat pada dirinya sendiri.
Selain itu, didukung pula oleh kemampuan dan kecakapan-kecakapan yang
dimilikinya untuk membentuk dan memperlihatkan identitas diri, ciri-ciri
yang khas dari dirinya. Dorongan membentuk dan memperlihatkan identitas
diri ini, pada para remaja sering sekali sangat ekstrim dan berlebihan,
sehingga tidak jarang dipandang oleh lingkungannya sebagai penyimpangan
atau kenakalan.

Tugas yang harus dilakukan dalam tahap ini yaitu pencapaian identitas
pribadi dan menghindari peran ganda. Menurut Erikson masa ini merupakan
masa yang mempunyai peranan penting, karena melalui tahap ini orang harus
mencapai tingkat identitas ego, berarti mengetahui siapa dirinya dan
bagaimana cara seseorang terjun ke tengah masyarakat.

Jikalau antara identitas ego dan kekacauan identitas dapat berlangsung


secara seimbang, maka kesetiaan akan diperoleh sebagi nilai positif yang
dapat dipetik. Kesetiaan yang dimaksudkan yaitu setia dalam beberapa
pandangan idiologi atau visi masa depan
Dewasa Awal (21-40tahun)

Keintiman vs Isolasi

Masa Dewasa Awal ditandai adanya kecenderungan keintiman – isolasi. Kalau


pada masa sebelumnya, individu memiliki ikatan yang kuat dengan kelompok
sebaya, namun pada masa ini ikatan kelompok sudah mulai longgar. Mereka
sudah mulai selektif dengan membina hubungan yang intim hanya dengan
orang-orang tertentu yang sepaham.

Jadi pada tahap ini timbul dorongan untuk membentuk hubungan yang intim
dengan orang-orang tertentu, dan kurang akrab atau renggang dengan yang
lainnya.
Pada jenjang ini menurut Erikson, adanya suatu keingin mencapai kedekatan
dengan orang lain dan berusaha menghindar dari sikap menyendiri.
Diperlihatkan dengan adanya hubungan spesial dengan orang lain yang
biasanya disebut dengan istilah pacaran guna memperlihatkan dan mencapai
kelekatan dan kedekatan.

Akan tetapi, peristiwa ini akan memiliki pengaruh yang berbeda apabila
seseorang dalam tahap ini tidak mempunyai kemampuan untuk menjalin
relasi dengan orang lain secara baik sehingga akan tumbuh sifat merasa
terisolasi (cenerung menutup diri)

Oleh sebab itu, kecenderungan antara keintiman dan isoalasi harus berjalan
dengan seimbang guna memperoleh nilai yang positif yaitu cinta. Dalam
konteks teorinya, cinta berarti kemampuan untuk mengenyampingkan segala
bentuk perbedaan dan keangkuhan lewat rasa saling membutuhkan. Wilayah
cinta yang dimaksudkan di sini tidak hanya mencakup hubungan dengan
kekasih namun juga hubungan dengan orang tua, tetangga, sahabat, dan
lain-lain.
Dewasa ( 41-65 tahun )

Generativitas vs Stagnasi

Masa Dewasa ditandai adanya kecenderungan generativitas –stagnasi. Pada


tahap ini individu telah mencapai puncak dari perkembangan segala
kemampuannya. Pengetahuannya cukup luas, kecakapannya cukup banyak,
sehingga perkembangan individu sangat pesat.

Tugas yang harus dicapai pada tahap ini ialah dapat mengabdikan diri guna
keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu (generativitas) dengan tidak
berbuat apa-apa (stagnasi)
Generativitas adalah perluasan cinta ke masa depan. Sifat ini adalah
kepedulian terhadap generasi yang akan datang. Melalui generativitas akan
dapat dicerminkan sikap memperdulikan orang lain. Pemahaman ini sangat
jauh berbeda dengan arti kata stagnasi yaitu pemujaan terhadap diri sendiri
dan sikap yang dapat digambarkan dalam stagnasi ini adalah tidak perduli
terhadap siapapun.

Harapan yang ingin dicapai pada masa ini yaitu terjadinya keseimbangan
antara generativitas dan stagnansi guna mendapatkan nilai positif yang dapat
dipetik yaitu kepedulian. Kepeduliaan yang dimaksudkan yaitu, perhatian
terhadap apa yang dihasilkan, keturunan, produk – produk, ide – ide, dan
keadaan masyarakat yang berkaitan dengan kehidupan generasi – generasi
mendatang
Usia tua ( >65 tahun )

Integritas vs Keputusasaan

Masa hari tua ditandai adanya kecenderungan ego integritas – keputusasaan


Pada masa ini individu telah memiliki kesatuan atau intregitas pribadi, semua
yang telah dikaji dan didalaminya telah menjadi milik pribadinya.

yang menjadi tugas pada usia senja ini adalah integritas dan berupaya
menghilangkan putus asa dan kekecewaan.
Tahap ini merupakan tahap yang sulit dilewati menurut pemandangan
sebagian orang dikarenakan mereka sudah merasa terasing dari lingkungan
kehidupannya, karena orang pada usia senja dianggap tidak dapat berbuat
apa-apa lagi atau tidak berguna.
Kesulitan tersebut dapat diatasi jika di dalam diri seseorang memiliki
integritas yang baik yakni dapat menerima hidup dan oleh karena itu juga
dapat menerima akhir dari hidup itu sendiri.

Namun, sikap ini akan bertolak belakang jika didalam diri mereka tidak
terdapat integritas sehingga dapat memunculkan sikap yang terlalu cemas,
timbul keputusasaan, penyesalan terhadap apa yang telah dan belum
dilakukannya, ketakutan dalam menghadapi kematian.

Harapan yang ingin dicapai pada masa ini yaitu terjadinya keseimbangan
antara integritas dan keputusasaan guna mendapatkan nilai positif yang
dapat dipetik yaitu sikap bijaksana. Bijaksana yanng dimaksudkan yaitu, rasa
puas terhadap masa hidupnya dan tidak takut menghadapi kematian.
Konteks Sosial dalam Perkembangan

 Menurut teori Bronfenbrenner, konteks sosial di mana anak hidup akan banyak
mempengaruhi perkembangan anak.
 Keluarga  pola asuh orang tua:
 Authoritarian parenting
 Authorative parenting
 Neglectful parenting
 Indulgent parenting
Konteks Sosial dalam Perkembangan...Cont 1

 Teman Sebaya adalah anak pada usia sama atau pada level kedewasaan yang
sama
 Tipe status teman sebaya (Wentzel & Battle,2001)
 Anak Populer
 Anak Diabaikan
 Anak Ditolak
 Anak Kontroversial

 Persahabatan  Kebersamaan, dukungan fisik, dukungan ego, intimasi/kasih sayang


Konteks Sosial dalam Perkembangan ...Cont 2

 SEKOLAH  Anak menghabiskan banyak waktunya


 Konteks perkembangan sosial yang terus berubah disekolah  konteks sekolah
bervariasi
 Pendidikan masa kanka-kanak awal  pendidikan yang disesuaikan dengan
perkembangan
 Transisi ke sekolah dasar  harga diri anak lebih tinggi saat mereka masuk ke
SD daripada saat menyelesaikan SD
 Sekolah untuk remaja  (1) Transisi dari SMP ke SMA, (2) Sekolah yang efektif
untuk remaja
PERKEMBANGAN SOSIOEMOSIONAL

 Diri (self) = aku


 Harga diri (self-esteem): adalah pandangan keseluruhan dari individu tentang
dirinya sendiri
 Carl Roger (1961); sebab utama seseorang punya penghargaan diri yang
rendah adalah karena mereka tidak diberi dukungan emosional dan
penerimaan sosial yg memadai.
 Perasaan harga diri murid berubah saat mereka berkembang.
 Penyebab menurunnya rasa harga diri adalah akibat gejolak selama
perubahan fisik dan pubertas, meningkatnya tuntutan untuk berprestasi dan
kurangnya dukungan dari sekolah dan orang tua.
PERKEMBANGAN SOSIOEMSIONAL ... Cont 2

 Perkembangan Identitas
 Identity Diffusion : Status identitas dimana individu belum mengalami krisis (yakni
mereka belum mengeksplorasi alternatif yang bermakna)
 Identity Foreclosure : Status identitas dimana individu membuat komitmen tetapi
belum mengekslporasi alternatif yang bermakna
 Identity Moratorium : Status identitas dimana individu berada di tengah-tengah
eksplorasi alternatif tetapi belum membuat komitmen
 Identity Achievement : Status identity dimana individu telah mengeksplorasi
alternatif yang bermakna dan telah membuat komitmen
Perkembangan Sosioemosional… cont.2

 Perkembangan Moral: perkembangan yg berhubungan dengan aturan dan


konvensi dari interaksi yang adil antar orang.
 Piaget:
 Heteronomous morality  adalah tahap pertama perkembangan moral (sekitar
usia 4 s/d 7 tahun), dimana keadilan dan aturan dianggap sebagai sesuatu yang
tidak bisa dirubah, di luar kontrol manusia
 Autonomous morality  adalah tahap kedua perkembangan (dimulai sekitar
usia 10 th atau lebih), dimana anak mulai menyadari bahwa aturan dan hukum
adalah buatan manusia dan bahwa dalam menilai suatu perbuatan niat pelaku
dan konsekuensinya perlu dipikirkan.

Bina
Nusantara 28
University
Perkembangan Sosioemosional… cont.3

 Teori perkembangan Moral Lawrence Kohlberg


 Preconventional reasoning: adl level terbawah dari perkembangan moral. Pada level ini, anak
tidak menunjukkan internalisasi nilai moral dan penalaran moralnya dikendalikan oleh imbalan
dan hukuman dari luar.
 Conventional reasoning: adl tahap pertengahan dari perkembangan moral. Pada level ini,
internalisasi masih setengah-setengah, dalam arti bahwa individu mematuhi standar tertentu
(internal) ttp standar ini pada dasarnya adl standar dari org lain (ekternal).
 Postconvensional reasoning: adl level tertinggi dalam perkembangan moral. Pada level ini,
perkembangan moral telah diinternalisasikan dan penalaran moral telah muncul.

Bina
Nusantara 29
University
Pendidikan Karakter

 Adl pendekatan langsung pada pendidikan moral, yakni mengajari murid


dengan pengetahuan moral dasar utk mencegah mereka melakukan tindakan
tak bermoral dan membahayakan org lain dan dirinya sendiri
 Nucci (2001), perilaku spt berbohong, mencuri, dan menipu adl keliru dan
murid harus diajarkan melalui pendidikan.
 Bennett (1993), sekolah harus punya aturan moral yang jelas yg
dikomunikasikan dg jelas kpd murid, jadi setiap pelanggaran aturan harus
dikenakan sanksi.

Bina
Nusantara 30
University

Anda mungkin juga menyukai