Anda di halaman 1dari 9

Annisa Asy Syakira

187029004

 Pendekatan Psikoanalisa

a. Menurut Freud, kepribadian individu telah terbentuk pada akhir tahun ke lima, dan
perkembangan selanjutnya sebagian besar hanya merupakan penghalusan struktur dasar itu.
Selanjutnya Freud menyatakan bahwa perkembangan kepribadian berlangsung melalui 5 fase,
yang berhubungan dengan kepekaan pada daerah-daerah erogen atau bagian tubuh tertentu
yang sensitif terhadap rangsangan. Kelima fase perkembangan kepribadian adalah sebagai
berikut (Kuntojo, 2005:172—173).

1. Fase oral (oral stage): 0 sampai dengan 18 bulan. Bagian tubuh yang sensitif terhadap
rangsangan adalah mulut.

2. Fase anal (anal stage): kira-kira usia 18 bulan sampai 3 tahun. Pada fase ini bagian tubuh yang
sensitif adalah anus.

3. Fase falis (phallic stage): kira-kira usia 3 sampai 6 tahun. Bagian tubuh yang sensitif pada
fase falis adalah alat kelamin.

4. Fase laten (latency stage): kira-kira usia 6 sampai pubertas. Pada fase ini dorongan seks
cenderung bersifat laten atau tertekan.

5. Fase genital (genital stage): terjadi sejak individu memasuki pubertas dan selanjutnya. Pada
masa ini individu telah mengalami kematangan pada organ reproduksi.

b. Menurut Erikson memberi jiwa baru ke dalam teori psikoanalisis, dengan memberi perhatian
yang lebih kepada ego dari pada id dan superego.

Terdapat 8 jenis tahap-tahap perkembangan psikososial Erickson.

Trust vs Mistrust (kepercayaan vs kecurigaan)


Tahap ini berlangsung pada masa oral, pada umur 0-1 tahun atau 1,5 tahun (infancy).
Bayi pada usia 0-1 tahun sepenuhnya bergantung pada orang lain, perkembangan rasa percaya
yang dibentuk oleh bayi tersebut berdasarkan kesungguhan & kualitas penjaga (yang merawat)
bayi tersebut. Apabila bayi telah berhasil membangun rasa percaya terhadap si penjaga, dia akan
merasa nyaman & terlindungi di dalam kehidupannya. Akan tetapi, jika penjagaannya tidak
stabil & emosi terganggu dapat menyebabkan bayi tersebut merasa tidak nyaman dan tidak
percaya pada lingkungan sekitar.Kegagalan mengembangkan rasa percaya menyababkan bayi
akan merasa takut dan yakin bahwa lingkungan tidak akan memberikan kenyamanan bagi bayi
tersebut, sehingga bayi tersebut akan selalu curiga pada orang lain.

Otonomi vs perasaan malu dan ragu-ragu.

Tahap ini merupakan tahap anus-otot (anal/mascular stages), masa ini disebut masa balita yang
berlangsung mulai usia 1-3 tahun (early childhood).Pada masa ini anak cenderung aktif dalam
segala hal, sehingga orang tua dianjurkan untuk tidak terlalu membatasi ruang gerak serta
kemandirian anak.Namun tidak pula terlalu memberikan kebebasan melakukan apapun yang dia
mau.Pembatasan ruang gerak pada anak dapat menyebabkan anak akan mudah menyerah dan
tidak dapat melakukan segala sesuatu tanpa bantuan orang lain. Begitu pun sebalikny, jika anak
terlalu diberi kebebasan mereka akan cenderung bertindak sesuai yang dia inginkan tanpa
memperhatikan baik buruk tindakan tersebut. Sehingga orang tua dalam mendidik anak pada usia
ini harus seimbang antara pemberian kebebasan dan pembatasan ruang gerak anak. Karena
dengan cara itulah anak akan bisa mengembangkan sikap kontrol diri dan harga diri.

Inisiatif vs kesalahan

Tahap ini dialami pada anak saat usia 4-5 tahun (preschool age).Anak-anak pada usia ini mulai
berinteraksi dengan lingkungak sekitarnya sehingga menimbulkan rasa ingin tahu terhadap
segala hal yang dilihatnya.Mereka mencoba mengambil banyak inisiatif dari rasa ingin tahu yang
mereka alami. Akan tetapi bila anak-anak pada masa ini mendapatkan pola asuh yang salah,
mereka cenderung merasa bersalah dan akhirnya hanya berdiam diri.
Sikap berdiam diri yang mereka lakukan bertujuan untuk menghindari suatu kesalahan-kesalahan
dalam sikap maupun perbuatan.
Kerajinan vs inferioritas

Tahap ini merupakan tahap laten usia 6-12 tahun (school age) ditingkat ini anak mulai keluar
dari lingkungan keluarga ke lingkungan sekolah sehingga semua aspek memiliki peran misal
orang tua harus selalu mendorong, guru harus memberi perhatian, teman harus menerima
kehadirannya. Pada usia ini anak dituntut untuk dapat merasakan bagaimana rasanya berhasil
melalui tuntutan tersebut. Anak dapat mengembangkan sikap rajin, jika anak tidak dapat meraih
sukses karena mereka merasa tidak mampu (infieoritas), anak dapat mengembangkan sikap
rendah diri. Sebab itu, peranan orang tua maupun guru sangat penting untuk memperhatikan apa
yang menjadi kebutuhan anak pada usia ini usaha yang sangat baik pada tahap ini adalah dengan
mengembangkan kedua karakteristik yang ada. Dengan begitu ada nilai positif yang dapat
dipetik dan dikembangkan dalam diri setiap pribadi yakni kompetensi.

Identitas vs kekacauan identitas

Tahap ini merupakan tahap adolense (remaja), dimulai pada saat masa puber dan berakhir pada
usia 12-18 tahun/anak. Di dalam tahap ini lingkup lingkungan semakin luas, tidak hanya di
lingkungan keluarga atau sekolah, namun juga di masyarakat. Pencarian jati diri mulai
berlangsung dalam tahap ini. Apabila seorang remaja dalam mencari jati dirinya bergaul dengan
lingkungan yang baik maka akan tercipta identitas yang baik pula. Namun sebaliknya, jika
remaja bergaul dalam lingkungan yang kurang baik maka akan timbul kekacauan identitas pada
diri remaja tersebut.

Keintiman vs isolasi

Tahap ini terjadi pada masa dewasa awal (young adult), usia sekitar 18/20-30 tahun. Dalam tahap
ini keintiman dan isolasi harus seimbang untuk memunculkan nilai positif yaitu cinta. Cinta yang
dimaksud tidak hanya dengan kekasih melainkan cinta secara luas dan universal (misal pada
keluarga, teman, sodara, binatang, dll).

Generatifitas vs stagnasi

Masa dewasa (dewasa tengah) ditempati oleh orang-orang yang berusia yang berusia sekitar 20
tahunan sampai 55 tahun (middle adult). Dalam tahap ini juga terdapat salah satu tugas yang
harus dicapai yaitu dapat mengabdikan diri guna mencapai keseimbangan antara sifat melahirkan
sesuatu (generatifitas) dengan tidak melakukan apa-apa (stagnasi). Harapan yang ingin dicapai
dalam masa ini adalah terjadinya keseimbangan antara generatifitas dan stagnasi guna
mendapatkan nilai positif yaitu kepedulian. Ritualisasi dalam tahap ini meliputi generational dan
otoritisme. Generational merupakan interaksi yang terjalin baik antara orang-orang dewasa
dengan para penerusnya. Sedangkan otoritisme merupakan interaksi yang terjalin kurang baik
antara orang dewasa dengan para penerusnya karena adanya aturan-aturan atau batasan-batasan
yang diterapkan dengan paksaan.

Integritas vs keputus asaan

Tahap ini merupakan tahap usia senja (usia lanjut). Ini merupakan tahap yang sulit dilewati
karena orang pada masa ini cenderung melakukan introspeksi diri. Mereka akan memikirkan
kembali hal-hal yang telah terjadi pada masa sebelumnya, baik itu keberhasilan maupun
kegagalan. Jika dalam masa sebelumnya orang tersebut memiliki integritas yang tinggi dalam
segala hal dan banyak mencapai keberhasilan maka akan menimbulkan kepuasan di masa senja
nya. Namun sebaliknya, jika orang tersebut banyak mengalami kegagalan maka akan timbul
keputus asaan.

 Pendekatan behaviorisme

Mempelajari mekanika dasar pembelajaran. Pendekatan ini berfokus pada bagaimana tingkah
laku berubah dsebabkan oleh adanya pengalaman. Pada saat bayi terlahir kedunia,bayi
mempunyai kemampuan untuk belajar melalu hal yang dilihat,didengar, hirup,kecap dan sentuh
dan mengingat kemampuan yang dipelajari. Ada dua proses pembelajaran yang diteliti oleh
pakar behaviorisme:

a.Classical conditioning: proses pembelajaran dengan pengasosiasikan suatu stimulus yang tidak
menghasilkan respon tertentu dengan stimulus lain yang mengahsilkan respon tertentu.

Contoh: Ayah Anna sangat menyukai fotografi dengan mengabadikan berbagai momen Anna.
Ayah memfoto Anna saat tersenyum, merangkak yang menunjukkan perkembangannya. Setiap
kali lampu blitz kamera menyala, Anna berkedip. Pada suatu ketika saat usia 11 bulan Anna
melihat ayahnya mengarahkan kamera kepadanya dan ia berkedip sebelum lampu menyala.
Sehingga melihat kamera saja cukup untuk mengaktifkan reflek kedip Anna

b.Operant conditioning:proses pembelajaran berdasarkan dorongan atau hukuman.

Contoh: Bayi akan mengulangi tingkah laku pada beberapa hari kemudian secara periodik
diingatkan dengan stuais mereka mempelajari tingkah laku tersebut

 Pendekatan Psikometrik

mencari cara untuk mengukur perbedaan kuantitatif kemampuan kognitif dengan menggunakan
alat tes yang mengindikasikan atau memprediksi kemampuan ini. Alat tes yang digunakan untuk
mengukur kemampuan tersebut merupakan tes IQ. Tes IQ terdiri atas pertanyaan-pertanyaan atau
tugas tugas yang dianggap memperlihatkan banyak kemampuan yang terukur dimiliki seseorang
dengan membandingkan kinerja orang tersebut dengan orang lain. Pengetesan perkembangan
bayi dana anka dapat dilakukan dengan membandingkan kinerja bayi dalam serangkaian tugas
dan norma yang telah ditetapkan berdasarkan pengamatan terhadap bayi dan anak dapat lakukan
pada usia tertentu. Bayley scales of infant and toddler development dirancang untuk mengukur
status perkembangan anak dari usia 1 bulan hingga 3,5 tahun. Skala ini didesain untuk
menunjukkan kekuatan, kelamahan, dan kemampuan anak dalam lima domain yakni kognitif,
bahasa, motork, sosio-emosional dan tingkah laku adaptif. Sehingga membantu orang tua dan
ahli secara cepat membantu membuat rencana bagi anak. Pada awalnya kecerdasan diduga
bersifat menetap dibawa sejak lahir,namun kecerdasan dipengaruhi oleh factor bawaan dan
pengalaman. Untuk mengukur interaksi awal dalam keluarga dapat diukur dengan skala HOME (
Home Observation for Measurement of The Environment). Salah satu factor penting yang diukur
oleh HOME yakni ketanggapan orang tua

 Pendekatan Piagetian

Mengamati berbagi kualitas perubahan dan tahap fungsi kognitif. Pendekatan ini berfokus pada
bagaimana pikiran menyusun aktivitas dan beradaptasi dengan lingkungannya. Piaget
mengemukakan bahwa terdapat tahapan perkembangan kognitif pada anak:

a.Periode sensorimotor
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk
mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan
tersebut. Periode sensorimotoradalah periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat
bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam
enam sub-tahapan:

1.      Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan
terutama dengan refleks.

2.      Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan
berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.

3.      Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan
bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.

4.      Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai


duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang
permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).

5.      Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas
bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.

6.      Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan


awal kreativitas.

b.Tahapan praoperasional

Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan
permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara
kualitatif baru dari fungsipsikologis muncul. Pemikiran (Pra)Operasi dalam teori Piaget adalah
prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah
operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini,
anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata.
Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang
lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua
benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau
warnanya berbeda-beda.

Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia
dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya.
Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun,
mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka
cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana
hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari
orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang
lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap
setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.

c.Tahapan operasional konkrit

Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas
tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting
selama tahapan ini adalah:

Pengurutan—kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya.
Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang
paling besar ke yang paling kecil.

Klasifikasi—kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut


tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-
benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki
keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan).

Decentering—anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk


bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi
pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.

Reversibility—anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian
kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama
dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
Konservasi—memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak
berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai
contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila
air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak
dengan isi cangkir lain.

Penghilangan sifat Egosentrisme—kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang
lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan
komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan
ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali
ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap
menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah
dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.

d.Tahapan operasional formal

Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget.
Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut
sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara
abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam
tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak
melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di
antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai
perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis,
kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa
orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai
keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap
operasional konkrit

 Pendekatan pemrosesan informasi

Berfokus pada berbagai proses yang terlibat dalam persepsi,pembelajaran, ingatan dan
pemecahan masalah. Pendekatan ini mencoba untuk menemukan apa yang dilakukan oleh orang
dengan informasi, sejak saat mereka berhadapan dengan informasi yang mereka
menggunakannya. Penelitian mengenai pemrosesan informasi menggunakan mtode-metode baru
untuk menguji berbagi ide tentang perkembangan kognitif yang muncul dari pendekaan-
pendekatan sebelumnya. Contohnya, penelitian pemrosesan informasi menganalisis berbagai
bagian terpisah dari suatu tugas yang rumit, seperti tugas pencarian objek piaget untuk mencari
kemampuan-kemampuan apa saja yang dibutuhkan bagi setiap tugas dan pada usia berapa
kemampuan ini berkembang.

 Pendekatan neurosains kognitif

Pendekatan untuk mempelajari perkembangan kognitif ynag mengaitkan proses otak dengan
proses kognitif.

 Pendekatan sosial kontekstual

Pendekatan untuk mempelajari perkembangan kognitif dengan berfokus pada pengaruh


lingkungan khususnya orang tua dan pengasuh lainnya.

Anda mungkin juga menyukai