Anda di halaman 1dari 29

GAMBARAN KEPRIBADIAN DAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DITINJAU BERDASARKAN GOLONGAN DARAHNYA

Oleh : I Made Yudhistira Dwipayama, M.Psi

Pernah membaca buku diet berdasarkan golongan darah? Ternyata pola makna dan konsumsi memiliki hubungan yang signifikan dengan golongan darah terhadap kesuksesan program diet. Buku tersebut membuat saya sangat tertarik untuk peneliti apakah golongan darah juga memiliki hubungan yang erat dengan karakteristik atau kepribadian seseorang. Sebagai contoh, dalam buku diet berdasarkan golongan darah, bila ingin lebih diteliti lagi bahwa bukan semata-semata berhubungan dengan konsumsi yang dimakan tapi bagaimana kepribadian seseorang mau berubah dalam menerima konsumsi yang dipilih oleh buku tersebut. Demikian sedikit ulasan kasar mengenai golongan darah sekaitan dengan gambaran kepribadian dan tujuannya menuju kekonsep Psychological Well-Being. Golongan darah adalah informasi yang sangat penting untuk mengungkapkan identitas lebih spesifik yang telah dikaruniakan sejak lahir. Darah adalah organ tubuh manusia berbentuk cairan vital yang mengalir di seluruh bagian tubuh. Sejak 100 tahun yang lalu sejak golongan darah ditemukan dan sampai sekarang juga masih banyak orang berpikir bahwa golongan darah hanya merupakan bentuk identitas cairan darah saja. Dari 6,2 milyar penduduk dunia, golongan darah dunia terbagi menjadi empat, yaitu O sebanyak 46%, A sebanyak 40%, B sebanyak 10%, dan AB sebanyak 4% (Dermawan, 2006). Berdasarkan sudut pandang psikologis, masing-masing golongan darah mengungkapkan pula perasaan dan kepribadian manusia. Gambaran kepribadian berdasarkan golongan darah memicu keingintahuan seorang ilmuwan Jepang bernama Furukawa Takeji pada tahun 1940-an dan Masahiko Nomi pada tahun 1950-an. Ilmuwan-ilmuwan ini terdorong untuk meneliti lebih dalam mengenai kepribadian berdasarkan golongan darah. Setelah ilmuwan Jepang bernama Masahiko Nomi meninggal karena usia tua, maka putranya yang juga seorang ilmuwan bernama Toshitaka Nomi meneruskan penelitian dalam bidang golongan darah berkaitan dengan kepribadian (Nomi, 2007). Hasil penelitiannya di Jepang sangat dipercaya dan sering dimanfaatkan dalam hal pergaulan sosial, hubungan bisnis, dan relasi dalam membina karier pada masyarakat Jepang. Hasil penelitian Toshitaka Nomi juga digunakan untuk mengenal lebih dalam mengenai kepribadian anak dalam usaha mendisiplinkan anak berdasarkan golongan darah dari anak itu sendiri. Hasil penelitian dari Toshitaka Nomi mengungkapkan berbagai macam gambaran kepribadian individu Jepang berdasarkan golongan-golongan darah yang ada (Nomi, 2007). Toshitaka Nomi menyatakan bahwa golongan darah O berkarakter kuat, berjiwa pemimpin, berjiwa besar, supel, tidak mau kalah dan percaya diri, serta mempunyai sifat persaingan yang kuat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa individu yang bergolongan

darah O memiliki potensi untuk menjadi pemimpin besar sehingga dapat dibuktikan bahwa para perdana mentri Jepang rata-rata adalah individu bergolongan darah O. Toshitaka Nomi kemudian menyatakan bahwa individu bergolongan darah A adalah tipe kepribadian yang penuh dedikasi, bertanggung jawab, teliti, perfeksionis, kreatif, dan paling artistik diantara golongan darah lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang bergolongan darah A sangat berpotensi untuk mengukir prestasi dalam bidang yang dikerjakannya. Hasil penelitian ini tercermin dari para karyawan Jepang dari perusahaan kecil maupun besar, rata-rata bergolongan darah A atau O (Nomi, 2007). Berdasarkan hasil penelitiannya, Toshitaka Nomi menyatakan bahwa golongan darah B memiliki karakter individualis, kurang suka mengikuti aturan yang berlaku, optimis, fokus, berpikiran tajam, dan mempunyai jiwa yang bebas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa individu bergolongan darah B berpotensi mengembangkan seluruh kemampuannya dengan optimal secara individualistis. Hasil penelitian ini tercermin dari gambaran separuh lebih dari seluruh atlet berprestasi di bidang individu seperti renang, judo, dan gulat rata-rata bergolongan darah B. Pada golongan darah yang terakhir yaitu AB, Toshitaka Nomi menyatakan bahwa individu dengan golongan darah ini kurang dapat bertanggung jawab dan pribadi yang sangat sulit ditebak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa perusahaan di Jepang membagi karyawan-karyawannya ke dalam kelompok kerja berdasarkan golongan darah, dan ironisnya, tidak seorang pun yang mau bekerjasama dengan kelompok golongan darah AB karena dianggap sebagai tipe darah terburuk (Dermawan, 2006). Berdasarkan pemaparan keterangan dari Toshitaka Nomi mengenai gambaran dari golongan-golongan darah yang ada maka dapat disimpulkan bahwa terdapat kaitan yang sangat erat antara golongan darah dengan kepribadian. Menurut Robbins (1996), kepribadian merupakan cara individu bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain. Dalam teori-teori mengenai kepribadian, salah satu teori menjelaskan kepribadian dari sudut trait. Salah satu penelitian mengenai trait yang terkenal adalah trait kepribadian big-five. Traittrait kepribadian big-five terdiri dari Openness to experience, Conscientiousness, Extraversion, Agreeableness, dan Neuroticism/emotional stability. Trait-trait yang berbeda antara yang satu dengan yang lain seperti ini juga masing-masing memiliki perbedaan ciri khas masing-masing trait sama halnya dengan golongan darah. Jadi dengan kata lain golongan darah yang ada sedikit banyak dapat mencerminkan gambaran kepribadian dari masing-masing trait kepribadian big five. Simpulan yang dapat diambil adalah berdasarkan golongan-golongan darah yang ada, ternyata golongan darah O dan A mewakili kepribadian dari trait Conscientiousness, Agreeableness, dan Neuroticism/emotional stability. Dalam kehidupan nyata berbagai penduduk Jepang yang bergolongan darah O dan A memiliki posisi jabatan atau peluang kerja yang baik di tengah-tengah masyarakat. Sebaliknya, individu bergolongan darah AB mewakili kepribadian dari trait Openness to experience dan Extraversion. Lebih lanjut lagi para individu bergolongan darah AB memiliki citra diri yang buruk di tengah-tengah masyarakat Jepang. Hal ini secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap Psychological Well-Being dari masing-masing individu. Psychological Well-Being merupakan konsep yang berkaitan dengan kriteria kesehatan mental yang positif. Psychological Well-Being ini sangat erat kaitannya dengan kebahagiaan

seseorang. Kebahagiaan ini mencakup beberapa hal, seperti: kemampuan untuk mampu merealisasikan potensi dirinya secara kontinu, maupun menerima diri apa adanya, mampu membentuk hubungan yang hangat dengan orang lain, memilki kemandirian terhadap tekanan sosial, memiliki arti dalam hidup, serta mampu mengontrol lingkungan eksternal (Sugianto, 2000). Penelitian yang dilakukan oleh Toshitaka Nomi di Jepang, menunjukkan bahwa Psychological Well-Being para individu bergolongan darah AB tidak tercapai karena dianggap sebagai kelompok minoritas yang paling lemah dan tidak dapat dipercaya. Sedangkan Psychological Well-Being dapat tercapai untuk para individu bergolongan darah O dan A karena dianggap sebagai individu yang berpotensi bagi masyarakat dan bermasa depan cerah bagi individu itu sendiri. Berdasarkan pembahasan mengenai gambaran kepribadian dan Psychological Well-Being berdasarkan golongan darah di Jepang, maka peneliti mencoba untuk melakukan penelitian lintas budaya mengenai gambaran kepribadian dan Psychological Well-Being berdasarkan golongan darah.

Tinjauan Pustaka Kepribadian Berdasarkan Golongan Darah Sejak lahir manusia sudah memiliki golongan darahnya masing-masing. Golongan darah tidak hanya menjelaskan jenis darah yang dimiliki oleh individu, tetapi juga dapat menjelaskan kepribadian manusia. Pada setiap golongan darah O, A, B, dan AB terdapat ciri khas kepribadiannnya masing-masing. Pada tabel berikut ini digambarkan satu sisi karakter dari kecenderungan kepribadian luar dan dalam berdasarkan masing-masing golongan darah (Nomi, 2007). Tabel 1 Kepribadian Orang Bergolongan Darah O
Kepribadian Yang Mudah Terlihat Di Permukaan Memiliki idealisme yang romantis Menginginkan teman Tidak suka tekanan Keterbukaan tanpa ada maksud lain dan taat Pandai dan berpikiran logis Pertahanan diri spontan dan berkeinginan kuat Berjiwa kompetisi, dengan mementingkan status menang kalah. Kepribadian Yang Dalam Waktu Bersamaan Mudah Tercampur & Terbawa Realistis dalam memperhitungkan untung rugi dan resiko yang akan terjadi Kebebasan secara individualis Sadar & menghargai perbedaan wewenang Bersifat hati-hati pada orang yang bukan teman, memiliki rahasia pribadi Keputusan diambil berdasarkan naluri emosional Rasional, ambisi yang bersifat kulturistik Mudah melupakan kalah menang dengan segera

Individu bergolongan darah O mempunyai peran yang menonjol karena dapat menjalin kerja sama dan senantiasa menciptakan suasana harmonis di dalam kelompok. Individu bergolongan darah O terlihat sebagai individu yang menerima dan melaksanakan tugas dengan tenang. Individu ini pandai menutupi masalah yang dihadapi sehingga terlihat selalu

riang, damai dan tidak punya masalah sama sekali. Individu bergolongan darah O adalah jenis manusia pemurah dan baik hati serta senang berbuat kebaikan. Individu ini senang untuk membagi perasaannya dengan kerabat terdekat jika menghadapi masalah yang sangat sulit untuk dipecahkan (Dermawan, 2006). Individu bergolongan darah O disenangi dan dicintai karena memiliki sikap dermawan dan berjiwa sosial yang tinggi. Individu ini juga dikenal sangat fleksibel dan mudah menerima hal-hal baru karena mereka mengutamakan kebebasan dan ketidakterikatan. Sekalipun demikian mereka sebenarnya keras kepala dan secara rahasia mempunyai pendapat sendiri tentang berbagai hal. Individu bergolongan darah O juga dikenal sebagai pribadi yang amibisius dan terkesam mau menang sendiri, sehingga lingkungan sering menerimanya sebagai sikap yang angkuh atau sombong. Namun mereka adalah individu yang senantiasa bersemangat mengarungi kehidupan untuk menutupi sifat iri yang senantiasa muncul mendampingi kehidupan mereka (Dermawan, 2006). Individu bergolongan darah A sangat sabar dalam menyelesaikan setiap masalah dan tugas yang ada. Sebelum melakukan sesuatu, mereka akan memikirkan secara matang dan menyusun rencana yang baik. Selain itu individu ini akan menyelesaikan tugas-tugasnya secara serius, konsisiten, tekun, sabar dan tenang. Individu bergolongan darah A memiliki karakter yang tegas, dapat diandalkan dan dipercaya tetapi keras kepala. Namun individu ini berusaha membuat dirinya sewajar dan seideal mungkin (Dermawan, 2006). Individu bergolongan darah A dapat terlihat menyendiri dan jauh dari orang-orang, namun demikian mereka mencoba menekan perasaan dan senanatiasa terlihat tegar. Individu ini juga sering merasa panik dan bimbang pada suasana yang dianggapnya tidak nyaman sehingga cenderung keras terhadap orang-orang di sekitar yang tidak sependapat dengan diri mereka. Individu ini senang berada di lingkungan orang-orang yang bertemperamen sama, memiliki sifat yang peka dan sensitif. Individu bergolongan darah A memiliki rasa tanggung jawab yang besar, maka individu ini selalu menjalankan kehidupannya secara serius, sangat hati-hati, dan penuh pertimbangan (Dermawan, 2006). Tabel 2 Kepribadian Orang Bergolongan Darah A
Kepribadian Yang Mudah Terlihat Di Permukaan Kontrol diri, sopan, dan berakal sehat Bekerja sama, menghargai kebersamaan tim Tinggi hati Simpatik dan baik hati Berhati-hati dan teliti Dari luar terlihat baik dan tenang Emosi yang terlihat tampak wajar Kepribadian Yang Dalam Waktu Bersamaan Mudah Tercampur & Terbawa Selalu ingin keluar dari situasi saat ini Tidak percaya pada orang lain, ingin menjauhi diri dari orang lain Mencari teman yang dapat mematuhi dirinya Bersikap dingin, mementingkan urusan masing-masing baik diri sendiri atau orang lain Bersikap tegas Dari dalam terlihat egois dan keras kepala Cepat naik darah

Individu bergolongan darah B cenderung selalu penasaran dan tertarik terhadap segala hal, serta mempunyai bayak kegemaran dan hobi. Individu ini juga mampu mengerjakan beberapa kegiatan secara serempak. Individu cepat merasa bosan terhadap hal-hal yang

dikerjakannya, namun mereka juga dikaruniai keterampilan untuk memilih prioritas hal yang penting untuk dikerjakan. Individu berusaha untuk menjadi yang terbaik dalam berbagai hal yang dikerjakan, sehingga terkesan memiliki semangat yang kuat, kreatif dan optimis dalam menyelesaikan masalah meskipun tindakan yang dilakukan sering mendadak dan tidak terduga (Dermawan, 2006).

Tabel 3 Kepribadian Orang Bergolongan Darah B


Kepribadian Yang Mudah Terlihat Di Permukaan Berhati panas, penuh emosi Suka menyendiri Tidak bersosialisasi, pemalu Temperamental Berminat dalam banyak hal Tidak berhati-hati, ceroboh Cepat dalam pengambilan keputusan Kepribadian Yang Dalam Waktu Bersamaan Mudah Tercampur & Terbawa Pertimbangan praktis dan emosinya tidak ikut disertakan Bersifat menjaga jarak dengan teman Bersifat terbuka, mudah percaya terhadap orang lain Tidak mudah terbawa emosi, berkepala dingin Terlalu gampang curiga Penuh perhitungan Tindakan dilakukan dengan keragu-raguan

Dari penampakan luar, individu bergolongan darah B terlihat ceria, bersemangat, dan antusias. Namun sebetulnya hal ini sama sekali berbeda dengan yang ada dalam diri mereka. Individu bergolongan darah B mengutamakan kesendirian karena individu ini adalah pribadi yang kurang berminat dalam bersosialisasi dengan banyak orang. Pada kehidupan sehari-hari individu ini menjalani hidup dengan apa adanya, cenderung mengabaikan adat kebiasaan yang selama ini berlaku, sehingga terkesan tidak terkendali. Individu ini senang melakukan eskperimen karena kreativitas mereka yang tinggi (Dermawan, 2006). Tabel 4 Kepribadian Orang Bergolongan Darah AB
Kepribadian Yang Mudah Terlihat Di Permukaan Berminat berpartisipasi di lingkungan sosial Pandai menjaga hubungan manusia, baik hati Kurang rasional Harmonis bersama orang lain Pembawaan tenang Menghargai suatu usaha Menjauhi pertengkaran, damai Kepribadian Yang Dalam Waktu Bersamaan Mudah Tercampur & Terbawa Menjaga kehidupan pribadi dan menghargai hobi Menjaga jarak dengan orang lain, individualis Suka memimpikan hal yang bersifat fantasi Suka berpura-pura atau bermuka dua Bebas, emosinya tidak stabil Kurang sabar Keberanian dalam menghadapi kematian

Individu bergolongan darah AB terlihat mempunyai dua kepribadian. Pada satu sisi individu bergolongan darah AB memiliki perasaan yang sensitif dan lembut. Individu ini tidak akan bertingkah laku kasar meskipun mereka diperlakukan secara kasar. Individu ini dikenal

dengan pribadi yang perhatian dan peduli terhadap perasaan orang lain, serta senang membantu orang lain tanpa pamrih saat dimintai bantuan oleh orang lain, sehingga individu ini populer dengan kebaikan hatinya. Individu ini juga dikenal sebagai pribadi yang terlalu berhati-hati dalam mengambil keputusan sehingga terkesan tidak tegas dan cenderung lambat saat memberikan reaksi dalam menghadapi suatu masalah (Dermawan, 2006). Pada sisi yang lain individu bergolongan darah AB terlihat bersikap keras dengan diri sendiri maupun dengan orang-orang sekitarnya, karena memang individu ini dikaruniai dengan keterampilan dalam pengendalian diri yang baik. Akibatnya, individu bergolongan darah AB dinilai sebagai individu yang dingin dan tidak peduli pada urusan di luar urusan dirinya sendiri jika memang tidak ada orang lain yang meminta bantuannya secara langsung. Individu ini cenderung memiliki pemikiran yang kritis, rasional, dan mendalam saat menghadapi suatu masalah. Akibatnya individu ini membutuhkan waktu untuk menyendiri dalam memikirkan masalah yang sedang dihadapi (Dermawan, 2006). Temperamen Berdasarkan Golongan Darah Secara umum, masing-masing golongan darah yang ada mempengaruhi manusia itu sendiri. Tindakan dari suatu karakter, temperamen, cara menunjukkan kepada orang lain dan cara orang lain memandang individu, itu semua dapat dipengaruhi berdasarkan golongan darahnya. Pada tabel berikut ini diperlihatkan karakteristik temperamen manusia beserta sisi positif dan sisi negatif dari temperamen itu sendiri (Nomi, 2007). Tabel 5 Karakteristik Temperamen Orang Bergolongan Darah O
Karakteristik Temperamen Berorientasi pada tujuan Sisi Positif Memiliki kekuatan dalam menyelesaikan sesuatu Memiliki kecakapan Memiliki pemikiran yang kuat Memiliki rasa cinta yang kuat Bertindak berdasarkan kata hati Memiliki jiwa pelindung Setia/loyal Memiliki naluri yang kuat Benci kekalahan Penuh percaya diri Semangat juang tinggi Independen Bebas berpendapat Memiliki harga diri tinggi Memiliki mimpi dan visi Puitis Kaya akan emosi Sisi Negatif Ambisi berlebihan Tidak teratur dalam bekerja Tidak punya strategi untuk melakukan sesuatu Serakah Monopoli Egois Berorientasi pada otoritas Posesif Agresif berlebihan Mengabaikan hal lain kecuali persaingan Suka memberontak Suka bertengkar Keras kepala Kekanan-kanakan Isi pembicaraan tidak jelas

Memiliki keinginan yang lurus

Merasakan relasi yang kuat secara responsif Suka bersaing

Tidak suka dikontrol

Romantis

Memutuskan sesuatu berdasarkan fakta

Pemikirannya lurus Mementingkan arti persahabatan Mementingkan arti cinta Sangat berhati-hati terhadap orang yang bukan teman Sayang terhadap milik pribadi Menonjolkan diri dan mengekspresikan diri sendiri dengan kuat Pandai berkomunikasi

Berpegang teguh pada sesuatu yang praktis Vitalitas tinggi Perspektif kuat Taat Naluri yang baik Hangat Senang menolong Memikirkan arti keluraga Ramah Terbuka Tidak mudah percaya pada orang lain Tidak banyak bicara Menghargai milik pribadi Menjaga milik pribadi dengan baik Ekspresi diri yang kuat Keceriaan yang nyata Memberikan teladan yang baik Teoretis Persuasif yang baik Mudah beradaptasi dengan lawan bicara Tindakannya jelas dan terarah Berani dalam bertindak Ramah Murah hati Mudah menyesuaikan diri Memiliki pengertian kuat dalam hal politik Menjaga hubungan baik dengan sesama

Mengutamakan uang Sangat mementingkan materi

Sederhana Kurang kuat secara general Membeda-bedakan Mementingkan kerabat saja Menunjukkan sikap memihak Memuji berlebihan Suka ikut campur segala sesuatu atas nama cinta Diskriminatif Mudah gugup terhadap orang yang bukan teman Orangnya mudah berubah Memeperlihatkan rasa suka atau tidak suka secara nyata Tinggi hati saat berpendapat diri sendiri Terlalu banyak bicara Pandai berbicara tanpa ada landasan yang kuat Perkataan dan tidakan tidak sejalan Cenderung memutuskan sesuatu tanpa berpikir matang Mudah marah Tidak peka akan persaan orang lain Orang yang banyak menuntut dalam hal yang disukai maupun tidak disukai

Memiliki prinsip dalam bertindak Tidak menyimpan perasaan tertentu terlelu lama Memiliki kesadaran sosial yang tinggi

Tabel 6 Karakteristik Temperamen Orang Bergolongan Darah A


Karakteristik Temperamen Mudah khawatir terhadap lingkungan sekitar Sisi Positif Berinisiatif Berempati Gemar melayani Berpembawaan tenang Mau berkorban untuk orang lain Sisi Negatif Terlalu memikirkan apa kata lingkungan sekitar Mudah merasa tertekan Pemalu Mengutamakan keamanan diri sendiri Kurang tulus dalam mendapatkan

Menginginkan hubungan antar manusia yang damai

Lambat dalam membuka hati Menghormati aturan dan tatacara Menghargai pendapat orang lain Mengontrol tindakan maupun ekspresi

Pengertian dalam berteman Tidak mudah dibohongi Benar-benar memperhatikan orang lain Tidak suka mengambil keuntungan Memiliki jiwa sosial Serius Disiplin Sopan dan hormat Menghargai kerjasama tim Moderat Memiliki tatakrama yang baik Tidak mudah mengeluarkan opini yang menyakitkan hati Konsisten Dewasa Senang memberi salam terhadap orang lain Bertindak sesuai dengan prinsip Tegas dalam bertindak

kedamaian Tidak percaya orang lain Mudah curiga

Pemikirannya mudah berubah karena terpengaruh dari orang lain Dapat membedakan antara benar dan salah

Kaku Tidak pandai dalam mengambil keputusan Terlalu membeda-bedakan orang lain Tidak tahu apa yang dipikirkan dalam hati Suka menyimpan rahasia Dingin Tidak fleksibel Keras kepala Terburu-buru mengambil keputusan Terlalu keras kepala Terlalu teoretis Terlalu menghakimi sesuatu hal secara detail Menekankan sisi negatif pada sesuatu Tidak percaya diri Tidak mudah menyesal Takut kekalahan Banyak alasan untuk menutupi kesalahan Bertele-tele Hanya melakukan apa yang diperintahkan Mudah marah Takut dalam menghadapi sesuatu

Pesimis terhadap masa depan Masa lalu dianggap sebagai hal yang baik Perfeksionis

Berhati-hati Bijaksana Tegas Rapi dan teratur Berhati-hati dalam bekerja Bertanggung jawab Gigih dan teguh Sangat sabar Disiplin diri yang kuat Teguh dalam pendirian Aktif bereaksi terhadap sesuatu Menginginkan kemajuan Menghindari masalah Berpikir moderat Tidak mudah terobsesi pada sesuatu Benci kekalahan Berperasaan halus Berbakat dan bermoral

Gigih dalam berusaha

Tidak puas dengan keadaan yang sekarang

Lemah dalam mempertahankan sesuatu yang disukai Penyembuhan luka batin yang lambat Memiliki tujuan hidup

Mudah menyerah Tidak cermat Pendendam Saat marah sangat sulit untuk diredakan Merasa diri sendiri paling benar

berkaitan demi kepentingan masyarakat

Rela untuk berkorban

Terlalu sering merasa tidak puas

Tabel 7 Karakteristik Temperamen Orang Bergolongan Darah B


Karakteristik Temperamen Tidak suka mengikuti aturan yang ada Sisi Positif Bebas Independen Mandiri Gigih dan tekun Sangat tertarik untuk melakukan penelitian Berpikir positif Berpikiran maju Berjiwa perintis dan berani Mengesankan Baik dan lembut Sisi Negatif Egois Terlalu individualistis

Berkonsentrasi pada banyak hal

Terlalu menghabiskan banyak waktu Tidak memiliki satu keahlian khusus Egois Ceroboh Kekanak-kanakan Bertindak berdasarkan kehendak sendiri Mudah gugup Mudah dibohongi Mudah terjebak Kurang bertanggung jawab terhadap rumah maupun keluarga Kurang perhatian kepada orang lain Tindakan berada di luar aturan Mudah teralihkan perhatian Kurang bersosialisasi Suka memberontak Kurang hati-hati Kurang sopan Kurang memeprhatikan hal-hal secara detail Tidak teratur Sombong Kurang cermat Selalu tergesa-gesa Kurang tenang Tidak tegas Pendiriannya tidak tetap Mudah ragu-ragu

Selalu optimis pada masa depan Gejolak perasaannya besar Saat sakit hati mudah sembuh Tidak memikirkan urusan rumah tangga, tetapi berusaha mengalihkan dengan kegiatan lain Tahu apa yang baik dan buruk dalam melakukan sesuatu Memiliki pemikiran yang fleksibel Pemalu dan punya sifat berbelit-belit Membuka hati tanpa diskriminasi Tidak dibatasi oleh aturan setempat Tidak memikirkan aturan yang berlaku Transisi aktivitasnya cepat Menghargai keputusan yang akurat

Perasaannya simple Memiliki rasa percaya diri Hidup untuk pekerjaan dan masyarakat Posisinya kuat dalam lingkungan masyarakat Berpikiran terbuka Berhati lapang Tulus Kaya akan ide Berpikir secara luas Menarik hati Rendah hati dalam berbicara maupun bertindak Terbuka Demokratis Berpembawaan hangat Lapang dada Mandiri Kreatif Suka akan kemajuan Tidak tunduk pada otoritas Penuh semangat Bertanggung jawab atas pilihan hidup Sangat obyektif Adil Penuh perhitungan yang

Pemikirannya praktis dan spesifik

matang Perencanannya bersifat praktis, tepat guna Ilmiah

Tidak punya mimipi Tidak punya filosofi hidup Kurang memiliki prinsip

Tabel 8 Karakteristik Temperamen Orang Bergolongan Darah AB


Karakteristik Temperamen Kaya akan pemikiran yang rasional Sisi Positif Rasional Cerdas Analisis yang baik Tipe konsisten Cerdas Pemikiran yang modern Sisi Negatif Tidak terlalu simpatik Mudah menelantarkan tugas

Pertimbangan dan analisisnya tajam

Suka mengkritik Sarkastik Suka menyakiti perasaan orang lain Kurang rendah hati Terlalu ambisius Keinginan untuk mendominasi Menjadi orang ketiga dalam suatu hubungan Mudah dipengaruhi orang lain Monoton Sifat kemanusiaan dan emosional kurang peka Berkarakter ganda Mudah melarikan diri dari masalah Tidak terbuka Kurang menekankan perasaan dalam persahabatan Kurang dalam hal toleransi dan kemurahan hati

Ingin berpartisipasi dalam masyarakat Pandai membina hubungan Harmonis di tengah lingkungan masyarakat Pada satu sisi kurangnya kontrol emosi Pada sisi lain cenderung mudah terusik emosinya Orang yang mengesampingkan jarak Membenci kemunafikan manusia

Loyal Memiliki hati pelayanan sosial Adil Memiliki kemampuan berbisnis Suka memberi bantuan secara inisiatif tersendiri Berkepala dingin Ceria Loyal terhadap diri sendiri Emosi terhadap peistiwa kecil Adil Tidak terlalu membedabedakan teman Bermoral Perasaan kuat untuk menuntut keadilan Efisien Cepat tanggap dalam hal-hal penting Pandai dalam diversifikasi bisnis Pemikirannya luas Memiliki banyak impian Berinspirasi Sentimentil Sederhana Kontrol diri kuat

Berkonsentrasi tinggi tapi tidak dapat bertahan Diversifikasi dalam pemikiran maupun interpretasi Tertarik akan dongeng fantasi

Kurang sabar Mudah menyerah Tidak menyelesaikan hal secara tuntas Jarang merefeleksikan dirinya sendiri Kekanak-kanakan Menyimpang dari realitas

Tidak terlalu banyak melibatkan diri dalam hobi

Kurangnya penghiburan bagi diri sendiri

Kehidupan ekonomi seimbang

Menginginkan kestabilan minimum dalam kehidupan Menjauhkan dari kekuatan untuk melarikan diri

Meminta pendapat orang lain pada masalah penting

Berkemampuan mengatur dan mengelola ekonomi Bertanggung jawab terhadap masalah ekonomi Konsisten Sangat berhati-hati Tidak serakah Damai Kurang berkeinginan untuk berkuasa Sopan, rendah hati, dan sederhana Berhati-hati Demokratis

Pikirannya terlalu materialistis Dapat berpikir licik demi mendapat materi Terlalu menjaga kehidupan pribadi Tidak suka mengambil resiko Tekad kurang bulat Hanya suka mengamati tanpa mengambil tindakan

Kurang kuat dalam mengambil keputusan Mengalihkan tanggung jawab pada orang lain

Ritme Emosi Berdasarkan Golongan Darah Pada tubuh manusia darah ada pada seluruh tubuh, mulai dari bagian dalam organ, cairan limpa, rambut sampai dengan kuku. Berdasarkan sudut pandang psikologis, masingmasing golongan darah menimbulkan perbedaan pembentukan emosi pada tubuh manusia. Berikut ini akan ditujukan kurva emosi untuk keempat golongan darah.

Gambar 1. Ritme emosi golongan darah O. (Sumber: Robbins, 2005)

Pada individu yang bergolongan darah O, dalam kehidupan sehari-hari pada dasarnya adalah orang yang tenang dan dapat berdiri teguh, karena memiliki stabilitas emosi sampai batas wajar. Namun apabila terdapat tekanan melebihi ambang batas maka perasaannya tiba-tiba akan berubah menjadi tidak menentu. Individu yang bergolongan darah O pada saat situasi tertekan dan mengancam dirinya, maka stabilitas emosinya akan menjadi tidak teratur sehingga sering terlihat panik dan bingung tanpa memikirkan jalan keluar dari situasi yang dianggap mengancam bagi dirinya sendiri (Nomi, 2007).

Gambar 1. Ritme emosi golongan darah A. (Sumber: Robbins, 2005) Individu yang bergolongan darah A, grafiknya bertolak belakang dengan individu yang bergolongan darah O. Pada kehidupan sehari-hari individu bergolongan darah A adalah orang yang penuh dengan kekhawatiran karena pada dasarnya memang tidak memiliki stabilitas emosi. Individu bergolongan darah A cenderung sangat terpengaruh oleh tekanan yang berasal dari lingkungan, terlebih bila tekanan dari lingkungan bertambah besar, maka gejolak dalam hatinya juga bertambah besar, namun individu bergolongan darah A memiliki kepercayaan diri yang pada saat dibutuhkan akan membuat emosinya menjadi stabil kembali (Nomi, 2007).

Gambar 1. Ritme emosi golongan darah B. (Sumber: Robbins, 2005) Individu yang bergolongan darah B memiliki kondisi emosi yang tidak stabil dan tidak konsisten. Gejolak perasaannya tidak terlalu berhubungan dengan perubahan kondisi lingkungan sekitar.Tekanan dari lingkungan sekitar tidak akan terpengaruh terhadap individu bergolongan darah B. Banyak dari antara individu bergolongan darah B lebih sensitif terhadap gerak perubahan dalam hati mereka sendiri. Walaupun terkena tekanan yang besar, mereka tetepa dapat menunjukkan kemampuannya tanpa halangan (Nomi, 2007).

Gambar 1. Ritme emosi golongan darah AB. (Sumber: Robbins, 2005) Individu yang bergolongan darah AB digambarkan dengan garis yang benar-benar berbeda dengan gambar yang lain.Mereka mempunyai dua sisi keteraturan bagai air dan juga sisi ketidakstabilan yang tidak dapat ditanggulangi sendiri. Hal ini menunjukkan adanya dua temperamen dari individu bergolongan darah AB. Temperamen individu bergolongan darah A dan B yang bertolak belakang itu secara bersamaan dibawa oleh orang yang bergolongan darah AB. Pada kehidupan sehari-hari, sisi yang tenang lebih mudah terlihat dan ketika tekanan bertambah tinggi, maka ketidakstabilan akan terlihat (Nomi, 2007). Definisi Kepribadian Gordon W. Allport mengemukakan bahwa kepribadian adalah suatu organisasi psikofisik yang dinamis dari dalam diri individu, yang menentukan perilaku yang khas dari individu tersebut (Suwarto, 1999). Lain halnya dengan Greenberg dan Baron (1997) yang mengemukakan bahwa kepribadian adalah suatu pola yang unik dan relatif stabil. Hal ini tercermin dari tingkah laku, cara berpikir, dan emosi yang ditunjukkan oleh individu. Kepribadian individu merupakan sesuatu yang relatif stabil sepanjang kehidupan (Suwarto, 1999). Selain itu, menurut Larsen dan Buss (2002), kepribadian adalah seperangkat ciri-ciri psikologis dan mekanisme pada diri individu yang diorganisasi dan bertahan lama. Hal tersebut dapat mempengaruhi proses interaksi dan adaptasi individu terhadap lingkungannya. Larsen dan Buss (2002) mengungkapkan ciri-ciri psikologis merupakan

karakteristik-karakteristik yang menggambarkan perbedaan seseorang dengan yang lainnya dan mekanisme lebih mengacu pada proses-proses kepribadian. Ciri-ciri dan mekanisme psikologis yang ada dalam diri individu diorganisasi atau diatur berdasarkan situasi-situasi yang dihadapi oleh individu tersebut. Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kepribadian merupakan suatu ciri dan mekanisme psikologis yang dimiliki oleh individu, yang membedakan individu tersebut dalam menghadapi suatu situasi. Kepribadian ini dapat dilihat dari emosi, tingkah laku, dan cara berpikir individu yang bersangkutan. Kepribadian setiap individu berbeda antara satu dengan yang lain, tergantung dari proses pembentukan dan situasi yang sedang dihadapi oleh individu tersebut. Determinan Kepribadian Pembentukan kepribadian dalam diri individu dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Robbins (1996), kepribadian dibentuk dari faktor keturunan (genetik), lingkungan dan situasi. Berdasarkan faktor keturunan, kepribadian yang dibentuk adalah berupa sosok fisik, raut wajah, jenis kelamin, temperamen, dan karakteristik lain yang dipengaruhi oleh faktor genetik. Berdasarkan faktor lingkungan, kepribadian dibentuk melalui pengaruh budaya. Keluarga, teman sebaya, kelompok sosial, dan norma masyarakat ikut berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian individu. Apabila lingkungan menetapkan norma, sikap, dan nilai, maka individu akan menyerap nilai tersebut, dan menjadikannya bagian dari kepribadian individu (Robbins, 1996). Dalam pendekatan ini, faktor keturunan menentukan batas-batas kepribadian, namun potensi kepribadian individu akan ditentukan dari cara individu menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya (Robbins, 1996). Berdasarkan faktor situasi, faktor ini melengkapi kepribadian dari hasil keturunan dan lingkungan (Suwarto, 1999). Kepribadian individu umumnya konstan, namun perilaku yang muncul dapat berubah seiring dengan situasi yang dihadapi oleh individu. Pada dasarnya, ke tiga faktor pembentuk kepribadian ini saling berperan dalam pembentukan kepribadian individu, untuk dapat menghasilkan suatu kepribadian yang mantap dan stabil (Robbins, 1996).

Trait Kepribadian Big-five Allport merupakan salah satu tokoh yang mengembangkan pendekatan trait kepribadian. Ia mengemukakan bahwa konsep trait memiliki dua arti yang berbeda, namun saling melengkapi (Allport, 1937). Di satu sisi, trait merupakan kecenderungan yang dapat dilihat (observed) dari tingkah laku, dengan cara tertentu. Di sisi lain, trait merupakan disposisi kepribadian yang harus disimpulkan (inferred) yang menghasilkan kecenderungan tersebut. Menurut Chaplin (2000), Trait merupakan suatu pola tingkah laku yang relatif menetap secara terus-menerus dalam suatu situasi yang serupa. Salah satu penelitian mengenai trait yang terkenal adalah trait kepribadian big-five (Raad, 2000). Teori kepribadian big-five adalah teori dikemukakan oleh Goldberg (Gregory, 2000). Dalam penelitiannya mengenai analisis faktor trait kepribadian, ia mengidentifikasi beberapa konsistensi yang kemudian dinamakan sebagai dimensi big-five. Selain itu, trait kepribadian

big-five pertama kali dipublikasikan oleh Fiske pada tahun 1949 (The Big 5 Personality Factors, 2006). Sampai dengan saat ini, telah dilakukan berbagai penelitian yang berhubungan dengan teori tersebut. Digman mengatakan para ahli psikologi kepribadian telah menyetujui bahwa ada lima faktor kepribadian yang kokoh, yang dikenal dengan nama model kepribadian lima faktor (dikutip oleh Handoyo, 2001). Model kepribadian lima faktor ini dapat menjadi taksonomi untuk mengklasifikasi kepribadian. Model kepribadian lima faktor ini, kemudian dikenal dengan nama big-five. Selain itu, Nikolaou dan Robertson (2001) juga mengatakan bahwa teori kepribadian big-five telah melengkapi disiplin psikologi kepribadian. Teori big-five juga telah mendominasi kajian mengenai kepribadian, bahkan dalam bidang psikologi industri dan organisasi. Sejarah Trait Kepribadian Big-Five Perkembangan model kepribadian lima faktor (big-five), telah dimulai oleh Allport dan Odbert (Raad, 2000). Mereka mencoba mengidentifikasi perbedaan-perbedaan individual yang ada, dengan cara mengumpulkan seluruh istilah yang relevan dari Kamus Bahasa Inggris Webster. Allport melakukan penelitiannya dengan bertumpu pada hipotesis lexical. Hipotesis ini dikemukakan pertama kali oleh Sir Francis Galton, yang menyatakan bahwa perbedaan individual yang paling penting akan dikodekan dalam bahasa. Pada waktu yang bersamaan, Thurstone juga menganalisa 60 kata sifat yang umum. Ia mengidentifikasi lima faktor, yang akan memungkinkan munculnya big-five. Raymond Cattell menggunakan istilah trait-descriptive dari Allport dan Odbert sebagai awal analisis stuktur kepribadiannya (Raad, 2000). Ia menggunakan daftar istilah yang mengandung 4.500 sifat-sifat tetap, dan mengurangi daftar istilah tersebut menjadi 171 cluster. Ia mengakhiri kerjanya dengan 35 cluster kepribadian. Ketika peneliti lainnya mengulangi analisis Cattell, mereka hanya menemukan lima faktor yang dapat diandalkan. Goldberg (1993) menyatakan bahwa Cattell adalah bapak intelektual dari model kepribadian lima besar (big-five). Donald Fiske merupakan orang yang pertama kali mengumpulkan lima faktor yang ditiru dari variabel-variabel urutan Cattell (Raad, 2000). Ia mengambil 22 variabel dari 35 cluster Cattell, dan menemukan lima faktor yang direplikasi melalui sampel penilaian pribadi, penilaian pengamat, dan penilaian teman sebaya. Nama yang diberikan Cattell untuk ke lima faktor yang ditemukannya adalah Confident Self-Expression (I), Social Adaptability (II), Conformity (III), Emotional Control (IV), dan Inquiring Intellect (V). Tupes dan Christal memberikan kontribusi utama berikutnya. Mereka menguji struktur faktor dari 22 deskripsi yang disederhanakan dalam delapan sampel dan mengidentifikasikan lima faktor yang secara relatif kuat dan berulang (Raad, 2000). Mereka menamai faktorfaktor ini sebagai (I) surgency, (II) agreeableness, (III) dependability, (IV) emotional stability, dan (V) culture. Warren Norman juga menyetujui model lima faktor dengan menggunakan seperangkat variabel-variabel Cattell yang terpilih. Dari hasil kerjanya, kemudian muncul lima faktor yang disebut Norman sebagai Normans Big Five atau sering di sebut big-five. Big-five terdiri dari extraversion, emotional stability, agreeableness, conscientiousness, dan culture (openness to experience). Lewis R. Goldberg (1990, 1992, 1993) mengikuti kerja Norman dengan

melakukan sederetan penelitian untuk mengkaji struktur yang mendasari istilah-istilah sifat. Dari hasil penelitian tersebut, Goldberg menemukan lima faktor kepribadian yang terdiri dari surgency/extraversion, agreeableness, conscientiousness, emotional stability/neuroticism, dan intellect/openness to experience. Karakteristik Trait Kepribadian Big-Five Trait kepribadian big-five terdiri atas lima tipe. Trait kepribadian big-five ini bersifat universal dan telah banyak dikembangkan di berbagai negara, seperti Amerika, Belanda, Jerman, dan lain sebagainya (Raad, 2000). Selain itu, teori kepribadian big-five dapat digunakan untuk penelitian lintas budaya dan untuk berbagai situasi, dengan hasil yang relatif stabil (Raad, 2000). Menurut Soldz dan Vaillant, teori ini juga relatif stabil jika diberikan pada individu di awal masa dewasa muda (Five-factor model, 2006). Teori big-five juga telah digunakan untuk berbagai penelitian di bidang pendidikan dan organisasi, yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman terhadap fungsi kepribadian (Ryckman, 2004). Tipe-tipe Trait Kepribadian Big-Five Teori kepribadian big-five ini terdiri atas lima tipe yang saling berhubungan, yaitu Openness to experience, Conscientiousness, Extraversion, Agreeableness, dan Neuroticism/emotional stabillity (OCEAN). Berdasarkan NEO Personality Inventory Revised (NEO-PI-R), setiap dimensi terdiri atas beberapa faset (Pervin & John, 1997), seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1. Selain itu, setiap tipe mempunyai rentang trait, dari yang positif sampai dengan yang negatif (Greenberg & Baron, 1997; Pervin, 1996; Pervin & John, 1997). Trait tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Tipe openness to experience merupakan tipe kepribadian yang rentang trait-nya dari imajinatif, sensitif, intelektual, sampai dengan trait yang bersifat tidak sensitif dan konservatif (Handoyo, 2001; Greenberg & Baron, 1997; Robbins, 1996). Tipe ini memiliki 6 faset, yaitu fantasy, aesthetics, feelings, actions, ideas, dan values (Pervin & John, 1997). Menurut Corsini (2002), Fantasy merupakan suatu gambaran mental, mimpi, atau khayalan yang terjadi dari keinginan dan harapan yang disadari, maupun yang tidak disadari. Aesthetics merupakan minat terhadap suatu elemen seni, seperti seni pahat, musik, puisi, yang berdasarkan pada rasa suka dan tidak suka terhadap kegiatan tersebut. Feelings adalah suatu keadaan emosional, afeksi, atau intuisi. Actions merupakan suatu proses yang berhubungan dengan hasil dari suatu kinerja. Ideas adalah suatu gambaran mental atau kognisi yang muncul tanpa harus melalui proses persepsi dan sensori. Selain itu, values merupakan tujuan atau standar yang biasanya berharga bagi individu atau masyarakat yang bersangkutan.

Tabel 1 Skala Faset NEO-PI-R dihubungkan dengan Faktor-Faktor Trait Kepribadian Big-Five
Tipe kepribadian Big-Five OPENNESS EXPERIENCE CONSCIENTIOUSNESS TO Skala Faset dalam NEOPIR Fantasi (fantasy), estetika (aesthetic), perasaan (feelings), tindakan (actions), ide-ide (ideas), nilai-nilai (values). Kompeten (competence), perintah (order), kepatuhan (dutifulness), prestasi (achievement), bekerja keras (striving), disiplin diri (selfdiscipline), pertimbangan (deliberation). Hangat (warmth), suka berkumpul (gregariousness), asertif (assertiveness), kegiatan (activity), pencari kegembiraan (excitement seeking), emosi positif (positive emotions). Kepercayaan (trust), berterus terang (straightforwardness), altruisme (altruism), pemenuhan (compliance), kesederhanaan (modesty), kelemah lembutan (tendermindedness). Kecemasan (anxiety), permusuhan (angry hostility), depresi (depression), kesadaran diri (self-consciousness), impulsif (impulsiveness), mudah terluka (vulnerability).

EXTRAVERSION

AGREEABLENESS

NEUROTICISM

Tabel 2 Faktor dan Skala Trait Kepribadian Big-Five Karakteristik Nilai Tinggi Skala Trait Ingin tahu, ketertarikan OPENNESS TO EXPERIENCE yang luas, kreatif, original, (O) imajinatif, modern Mengukur keinginan proaktif dan pengalaman berharga bagi diri sendiri; toleransi dan eksplorasi dari hal-hal yang tidak familiar. Terorganisasi, dapat diandalkan, pekerja keras, disiplin, tepat waktu, teliti, rapi, berambisi, tekun CONSCIENTIOUSNESS (C) Mengukur derajat organisasi individu, persisten, dan motivasi dalam mengarahkan tujuan. Berlawanan dengan individu yang banyak bicara namun tidak bergairah, dan ceroboh. EXTRAVERSION (E) Mengukur kuantitas dan intensitas dari interaksi interpersonal; level aktivitas, kebutuhan akan stimulasi, dan kapasitas kesenangan.

Karakteristik Nilai Rendah Konvensional, biasa-biasa saja, tidak memiliki ketertarikan, tidak artistik, tidak analitis

Tidak bertujuan, tidak dapat diandalkan, pemalas, ceroboh, lalai, tidak peduli, tidak punya ambisi, hedonistik

Sociable, aktif, senang berbicara, berorientasi pada manusia, optimis, menyenangkan, penuh kasih sayang

Tertutup, serius, pemurung, dingin, berorientasi pada tugas, pemalu, pendiam

Berhati lembut, baik hati, percaya, suka menolong, pemaaf, mudah percaya, terus terang

AGREEABLENESS (A) Mengukur kualitas orientasi interpersonal, yang terentang dari penuh belas kasihan sampai dengan antagonis dalam hal pikiran, perasaan, dan tindakan. NEUROTICISM (N) Mengukur penyesuaian diri vs. ketidak stabilan emosional. Mengidentifikasi kecenderungan individu terhadap psychological distress, ide-ide yang tidak realistis, hasrat yang berlebihan, dan respon coping yang maladaptive.

Sinis, kejam, pencuriga, tidak kooperatif, pendendam, ruthless, manipulatif

Gelisah, pencemas, emosional, merasa tidak aman, tidak puas diri, hypochondriacal

Tenang, relaks, tidak emosional, kuat, merasa aman, memilki kepuasan diri

Tipe kepribadian conscientiousness merupakan trait yang penting pada situasi yang mengutamakan pencapaian prestasi (Raad, 2000). Tipe ini terentang dari trait yang sifatnya bertanggung jawab, terorganisasi, memiliki disiplin diri, sampai dengan tidak bertanggung jawab, tidak terorganisasi, dan kurang disiplin diri (Handoyo, 2001; Greenberg & Baron, 1997; Robbins, 1996). Selain itu, tipe ini secara konsisten berhubungan dengan performansi kerja (Raad, 2000). Dimensi conscientiousness terdiri atas tujuh faset, yaitu competence, order, dutifulness, achievement, striving, self-discipline, dan deliberation (Pervin & John, 1997). Menurut Corsini (2002), competence adalah kemampuan mengendalikan hal-hal dalam kehidupan, untuk menyelesaikan suatu masalah secara efektif, serta untuk mengubah diri dan lingkungan. Order adalah kerapian dan ketelitian. Dutifullness adalah kemampuan individu untuk berfokus pada setiap tugas yang dimilikinya. Achievement merupakan suatu pencapaian prestasi atau pencapaian tujuan dari individu atau masyarakat. Striving adalah sifat tangguh, berusaha, dan bekerja keras. Self-discipline adalah pengendalian dorongan dan keinginan personal. Terakhir, deliberation adalah kemampuan untuk mempertimbangkan suatu keadaan atau masalah dengan baik. Tipe kepribadian extraversion merupakan tipe yang paling sering digunakan dalam alat tes kepribadian (Raad, 2000). Extraversion merupakan salah satu prediksi yang baik bagi keberhasilan pekerjaan. Menurut Caldwell dan Burger, individu yang extrovert memiliki peluang yang lebih besar untuk mendapatkan promosi (dikutip oleh Raad, 2000). Tipe kepribadian ini terentang dari sifat asertif, mudah bergaul, banyak bicara, sampai dengan sifat tertutup, pendiam, dan pencuriga (Handoyo, 2001; Greenberg & Baron, 1997; Robbins, 1996). Tipe extraversion terdiri atas 6 faset, yaitu warmth, gregariousness, assertiveness, activity, excitement seeking, dan positive emotions (Pervin & John, 1997). Menurut Corsini (2002), warmth adalah kehangatan atau keramahan. Gregariousness adalah dorongan untuk beraktivitas, berhubungan sosial, dan hidup bersama dengan orang lain. Assertiveness

adalah suatu pemikiran atau gagasan yang terentang dari perilaku berkuasa, dan perilaku patuh. Activity merupakan proses mental atau biologis yang dihasilkan dari penyimpanan energi dalam diri individu. Excitement seeking merupakan suatu keadaan emosional yang ditandai dengan perilaku impulsif, keinginan mencari ketegangan, dan dorongan umum lainnya. Positive emotions adalah suatu proses mental yang ditandai dengan berbagai perasaan dan biasanya disertai dengan pengekspresian gerakan. Tipe agreeableness merupakan tipe yang berhubungan dengan keterampilan interpersonal (Raad, 2000). Menurut Hogan (dikutip oleh Raad, 2000), Agreeableness memudahkan individu dalam mengatasi masalah-masalah sosial di lingkungan. Tipe kepribadian ini terentang dari sifat kooperatif, pemaaf, baik hati, sampai pada sifat pendendam, dan tidak mau bekerja sama (Handoyo, 2001; Greenberg & Baron, 1997; Robbins, 1996). Tipe Agreeableness terdiri atas 6 faset, yaitu trust, straightforwardness, altruism, compliance, modesty, dan tendermindedness (Pervin & John, 1997). Menurut Corsini (2002), trust adalah kepercayaan dan integritas terhadap orang lain. Straightforwardness adalah dorongan untuk berterus terang. Altruism adalah suatu perilaku menolong yang menyebabkan orang lain merasa aman, nyaman, dan tentram. Complience adalah kecenderungan untuk mengikuti keinginan dan saran dari orang lain. Modesty adalah suatu sifat kesederhanaan, rendah hati, dan sopan. Tendermindedness adalah suatu karakteristik dari trait kepribadian yang menunjukkan intelektualitas, idealisme, optimisme, dogmatisme, dan religiusitas. Tipe neuroticism merupakan dimensi yang terentang dari tegang, gelisah, murung, negatif, sampai dengan tenang, bergairah, dan positif (Handoyo, 2001; Greenberg & Baron, 1997; Robbins, 1996). Tipe kepribadian ini terdiri atas 6 faset, yaitu anxiety, hostility, depression, self-consciousness, impulsiveness, dan vulnerability (Pervin & John, 1997). Menurut Corsini (2002), anxiety adalah suatu persaan cemas yang tidak menyenangkan, ketakutan, dan keprihatinan atas suatu bencana atau masalah yang tidak dapat dihindari. Hostility merupakan kemarahan yang menetap dan bercampur dengan suatu dorongan yang kuat untuk membalas rasa sakit dan perlakuan buruk yang dialami. Depression adalah suatu keadaan emosional, di mana individu merasa sangat sedih. Keadaan emosional ini terentang dari rasa sedih karena tidak adanya dukungan sampai dengan perasaan murung karena kehilangan semangat dan despair. Self-consciousness merupakan sensitivitas ekstrim mengenai perilaku, penampilan, atau atribut lain dari diri sendiri. Sensitivitas ini menimbulkan kesadaran yang berlebihan terhadap impresi orang lain terhadap diri individu. Impulsiveness adalah kecenderungan untuk melakukan suatu aktivitas tanpa dipikirkan, direfleksikan, atau dipertimbangkan akibatnya terlebih dahulu. Terakhir, vulnerability adalah suatu derajat kerentanan individu dalam mengembangkan perilaku yang tidak sesuai, yang disebabkan oleh suatu peristiwa. Pengukuran Trait Kepribadian Big-Five Saat ini, telah dikembangkan suatu kuesioner yang berhubungan dengan teori kepribadian big-five (Pervin, 1996). Kuesioner ini disusun oleh McCrae dan Costa, dan dinamakan NEO-Personality Inventory-Revised (NEO-PI-R). Kuesioner ini terdiri atas 300 item yang dapat menunjukkan kepribadian subyek. Setiap pernyataan menggambarkan kondisi subyek dan terdiri atas lima skala (dari sangat setuju sampai dengan sangat tidak

setuju). Dalam menilai ke lima faktor tersebut, individu mendapatkan skor dari faset-faset yang berhubungan dengan ke lima faktor tersebut. Faset-faset tersebut menunjukkan perbedaan besar yang berhubungan dengan perilaku individu dari setiap faktor. Pengertian Psychological Well Being Ryff (1995) berpendapat bahwa Psychological Well Being adalah suatu kondisi seseorang yang memiliki kemampuan menerima diri sendiri maupun kehidupannya di masa lalu (self-acceptance), pengembangan atau pertumbuhan diri (personal growth), keyakinan bahwa hidupnya bermakna dan memiliki tujuan (purpose in life), memiliki kualitas hubungan positif dengan orang lain (positive relationship with others), kapasitas untuk mengatur kehidupan dan lingkungan secara efektif (environmental mastery), dan kemampuan untuk menentukan tindakan sendiri (autonomy). Sugianto (2000) menambahkan bahwa Ryff merumuskan teori Psychological Well Being pada konsep kriteria kesehatan mental yang positif. Deskripsi orang yang memiliki Psychological Well Being yang baik adalah orang yang mampu merealisasikan potensi dirinya secara kontinu, maupun menerima diri apa adanya, mampu membentuk hubungan yang hangat dengan orang lain, memilki kemandirian terhadap tekanan sosial, memiliki arti dalam hidup, serta mampu mengontrol lingkungan eksternal. Menurut Karl Meninger, Jones, dan Bradburn Psychological Well Being sama dengan kebahagiaan. Sedangkan Boehm mendefinisikan Psychological Well Being sebagai kepuasan hidup (Sugianto, 2000). Menurut Warr (dikutip oleh Suryawidjaja,1998) Psychological Well Being adalah suatu konsep yang berkaitan dengan apa yang dirasakan individu mengenai aktivitas-aktivitasnya dalam kehidupan sehari-hari. Diener dan Diener (dikutip oleh Indriyanie, 1998) menyamakan Psychological Well Being dengan subjective well being, yaitu penilaian seseorang terhadap hidupnya yang meliputi reaksi emosional terhadap suatu peristiwa dan evaluasi sadar yang dilaporkan baik pada saat suatu peristiwa terjadi atau secara global setelah waktu yang lama. Dari pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa Psychological Well Being adalah suatu kondisi di mana seseorang melakukan penilaian terhadap hidupnya sehari-hari yang meliputi reaksi emosional terhadap suatu peristiwa dan evaluasi sadar yang dilaporkan baik pada saat suatu peristiwa terjadi atau secara global setelah waktu yang lama. Dimensi Psychological Well Being Menurut Ryff (dikutip oleh Sugianto, 2000) ada enam dimensi dari Psychological Well Being, yaitu (a) self-acceptance, (b) positive relationship with others, (c) autonomy, (d) environmental mastery, (e) purpose in life, dan (f) personal growth. Penerimaan diri (self-acceptance) adalah sikap positif terhadap diri sendiri dan merupakan ciri penting dari psychological well-being. Skor tinggi pada dimensi ini menunjukkan bahwa individu memiliki sikap positif terhadap diri sendiri, mengakui dan menerima berbagai aspek diri termasuk kualitas baik dan buruk, dan merasa positif tentang kehidupan yang telah dijalani. Skor rendah menunjukkan individu merasa tidak puas dengan dirinya sendiri, merasa kecewa terhadap kehidupan yang dijalani, mengalami kesukaran karena sejumlah kualitas pribadi dan ingin menjadi orang yang berbeda dari dririnya saat ini (Sugianto, 2000). Aspek ini dicirikan dengan aktualisasi dan dapat berfungsi secara optimal,

kedewasaan, dan penerimaan kehidupan yang dilewati. Faktor-faktor dalam aspek ini mencakup evaluasi diri yang positif, penerimaan diri, dan orang lain (Campton, 2005). Hubungan positif dengan orang lain (positive relationship with others) adalah kemampuan seseorang dalam membina hubungan yang hangat dengan orang lain. Seseorang yang memiliki Psychological Well Being yang baik digambarkan sebagai seseorang yang mempunyai empati dan bersahabat. Faktor-faktor dalam aspek ini mencakup hubungan yang dekat, hangat, dan intim dengan orang lain, membangun kepercayaan dalam suatu hubungan, memiliki rasa empati, dan perhatian kepada orang lain (Campton, 2005). Dimensi hubungan positif dengan orang lain dapat dioperasionalisasikan ke dalam tinggi rendahnya kemampuan seseorang dalam membina hubungan yang hangat dengan orang lain. Skor tinggi menunjukkan individu mempunyai hubungan yang hangat, memuaskan, dan saling percaya dengan orang lain, memperhatikan kesejahteraan orang lain, mampu melakukan empati yang kuat, afeksi,dan hubungan yang bersifat timbal balik. Skor rendah menunjukkan individu hanya mempuyai sedikit hubungan yang dekat dan saling percaya dengan orang lain, merasa kesulitan untuk bersikap hangat, terbuka, dan memperhatikan orang lain, merasa terasing dan frustrasi dalam hubungan interpersonal, tidak bersedia menyesuaikan diri memepertahankan hubungan yang penting dengan orang lain (Sugianto, 2000). Otonomi (autonomy) adalah kemampuan untuk menentukan tindakan sendiri. Hal ini berkaitan dengan kemampuan untuk mengarahkan diri sendiri, kemandirian, dan kemampuan mengatur tingkah laku. Faktor-faktor dalam aspek ini mencakup kemandirian, self determined, kemampuan untuk melawan atau menghadapi tekanan sosial, dan kemampuan untuk mengatur tingkah laku (Campton, 2005). Konsep otonomi berkaitan dengan kemampuan untuk mengarahkan diri sendiri, kemandirian dan kemampuan untuk mengatur tingkah laku. Skor tinggi menunjukkan bahwa individu mampu mengarahklan diri dan mandiri, mampu mengahdapi tekanan sosial, mengatur tingkah laku sendiri dan mengevaluasi diri dengan standar pribadi. Skor rendah menunjukkan bahwa individu memeprhatikan pengharapan dan evaluasi orang lain, bergantung pada penilaian orang lain dalam membuat keputusan, menyesuaikan diri terhadap tekanan sosial dalam berpikir dan bertingkah laku (Sugianto, 2000). Penguasaan lingkungan (environmental mastery) adalah kemampuan individu untuk memilih atau mengubah lingkungan sehingga sesuai dengan kebutuhannya. Faktor-faktor dalam aspek ini mencakup memiliki kemampuan untuk mengatur dan memilih lingkungan yang kondusif untuk mencapai tujuan (Campton, 2005). Skor tinggi menyatakan bahwa individu mempunyai sense of mastery dan mampu mengatur lingkungan, mengontrol berbagai kegiatan eksternal yang kompleks, menggunakan kesempatan yang ada secara efektif, mampu memilih atau menciptakan konteks yang sesuai dengan kebutuhan dan nilainilai pribadi. Skor rendah menunjukkan bahwa individu mengalami kesulitan dalam mengatur aktivitas sehari-hari, merasa tidak mampu untuk mengubah atau meningkatkan konteks di sekitar, tidak waspada akan kesempatan-kesempatan yang ada di lingkungan, dan kurang mempuyai kontrol terhadap dunia luar (Sugianto, 2000). Keyakinan memiliki tujuan hidup (purpose in life) adalah kemampuan pemahaman seseorang akan tujuan dan arah hidupnya. Faktor-faktor dalam aspek ini mencakup memiliki makna dan arti hidup, serta memiliki arah dan tujuan hidup (Campton, 2005). Dimensi tujuan

hidup dapat dioperasionalisasikan dalam tinggi rendahnya pemahaman individu akan tujuan dan arah hidupnya. Skor tinggi menyatakan bahwa individu mempuyai tujuan dan arah hidup, merasakan adanya arti dalam hidup masa kini dan masa lampau. Skor rendah menunjukkan bahwa individu kurang mempuyai arti hidup, tujuan, arah hidup dan cita-cita yang tidak jelas, serta tidak melihat adanya tujuan dari kehidupan masa lalu (Sugianto, 2000). Pertumbuhanan pribadi (personal growth) adalah kemampuan seseorang untuk mengembangkan potensi diri secara berkelanjutan. Faktor-faktor dalam aspek ini mencakup kapasitas untuk bertumbuh dan mengembangkan potensi, perubahan personal atau pribadi sepanjang hidup yang mencerminkan pengetahuan diri dan efektivitas yang bertambah, keterbukaan terhadap pengalaman-pengalaman baru, dapat menerima kenyataan, mampu membela diri, dan menghargai diri sendiri (Campton, 2005). Dimensi pertumbuhan pribadi dapat dioperasionalisasikan dalam tinggi rendahnya kemampuan seseorang untuk mengembangkan potensi diri secara berkelanjutan. Skor yang tinggi menunjukkan bahwa individu merasakan adanya pengembangan potensi diri yang berkelanjutan, terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru, menyadari potensi diri, dan dapat melihat kemajuan diri dari waktu ke waktu. Skor yang rendah menunjukkan bahwa individu tidak merasakan adanya kemajuan dan potensi diri dari waktu ke waktu, merasa jenuh dan tidak tertarik dengan kehidupan, serta merasa tidak mampu untuk mengembangkan sikap atau tingkah laku baru (Sugianto, 2000). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Psychological Well Being Berdasarkan Ryff dan Singer (dikutip oleh Sugianto, 2000), Psychological Well Being berkaitan dengan faktor usia, jenis kelamin, kelas sosial dan latar belakang budaya. Kelompok umur terdiri dari tiga bagian: dewasa muda, dewasa menengah, dan dewasa akhir. Ryff dan Singer menemukan adanya perbedaan Psychological Well Being khususnya pada dimensi penguasaan lingkungan, dimensi pertumbuhan pribadi, dimensi tujuan hidup, dan dimensi otonomi. Kaum wanita lebih tinggi pada dimensi hubungan positif dengan orang lain dan dimensi pertumbuhan pribadi daripada kaum pria. Kelompok yang berpendidikan tinggi memiliki dimensi tujuan hidup dan dimensi pertumbuhan pribadi yang lebih tinggi dibandingkan kelompok yang berpendidikan rendah. Perbedaan budaya Barat dan Timur juga memberikan pengaruh yang berbeda. Dimensi yang lebih berorientasi pada diri sendiri (dimensi penerimaan diri dan dimensi otonomi) lebih menonjol dalam konteks budaya Barat, sedangkan dimensi yang berorientasi pada orang lain (seperti hubungan positif dengan orang lain) lebih menonjol pada budaya Timur. Hal yang sama juga dipaparkan oleh Papalia, Olds, & Feldman (2004) sehubungan dengan penelitian Ryff dan Singer mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat Psychological Well Being seseorang. Maturation (kedewasaan), kedewasaan seseorang dalam menyikapi hidupnya mempengaruhi Psychological Well Being-nya. Semakin dewasa seseorang dalam menyikapi hidupnya, maka semakin baik Psychological Well Being. Usia, pada masa dewasa tengah psychological well-being seseorang lebih baik karena kesehatan mental pada masa ini lebih positif. Individu pada masa ini lebih mandiri, punya orientasi tentang masa depan, dan penguasaan lingkungan yang lebih baik. Jenis kelamin, hasil penelitian menunjukkan bahwa skor wanita lebih tinggi terutama pada dimensi hubungan

yang positif dengan orang lain daripada pria. Pendidikan, pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang maka psychological well-being semakin baik terutama pada dimensi tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi. Pekerjaan, merupakan salah satu sumber psychological well-being karena dapat membentuk kemandirian dan kompetensi bagi individu. Budaya, dimensi yang lebih berorientasi pada diri (seperti penerimaan diri dan dimensi otonomi) lebih menonjol dalam konteks budaya Barat, sedangkan dimensi yang berorientasi pada orang lain (seperti hubungan positif dengan orang lain) lebih menonjol pada budaya Timur. Psychological well-being juga dipengaruhi oleh kesehatan, aktivitas sosial, agama, perkawinan, dan kepribadian (Weiten & Lloyd, 2003), serta harga diri/self-esteem (Hogg & Cooper, 2003). Argyle (dikutip oleh Weiten & Lloyd, 2003) menyatakan bahwa individu yang religius memiliki Psychological Well Being yang lebih baik dibandingkan dengan individu yang tidak memeluk agama. Sedangkan penelitian Myers dan Diener (dikutip oleh Weiten & Lloyd, 2003) menunjukkan bahwa individu yang telah menikah memiliki Psychological Well Being yang lebih baik dibandingkan dengan individu yang tidak menikah atau telah bercerai.

Kali ini saya benar-benar ingin menguji secara ilmiah dari tinjauan pustaka tersebut. Penelitian kecil-kecilan ini terhadap mahasiswa Strata I semester VI s.d VIII di universitas X. Kriteria subyek ini dipilih karena peneliti berusaha sedapat mungkin menyesuaikan kriteria subyek pada penelitian yang telah lebih dulu dilakukan di Jepang. Adapaun subyek penelitian tersebut merupakan individu-individu yang berada pada rentang usia kerja atau siap bekerja. Oleh karena itu, peneliti memilih subyek mahasiswa dengan pertimbangan bahwa individu-individu ini merupakan individu yang juga berada pada rentang usia kerja dan siap bekerja. Namun, karena suatu keterbatasan, peneliti hanya mengambil sampel dari mahasiswa, diperoleh 150 subyek. Subyek penelitian tidak dibatasi oleh usia, jenis kelamin, agama, ras, dan status pernikahan. Pada penelitian ini digunakan metode penelitian deskriptif. Penelitian ini merupakan penelitian cross cultural yang mencoba membandingkan hasil penelitian serupa yang dilakukan di Jepang dengan subyek di Indonesia Penelitian ini mencoba memberikan gambaran tingkat psychological well being dan Big Five personality pada golongan darah O, A, B dan AB. Terdapat tiga variabel dalam penelitian ini, yaitu variabel psychological well being, variabel Big Five personality, dan variabel golongan darah sebagai variabel kontrol. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, maka disimpulkan sebagai berikut : Pertama, semua subyek penelitian, baik yang bergolongan darah O, A, B maupun AB memiliki tingkat psychological well being yang tergolong tinggi. Kedua, tingkat psychological well being juga ditemukan tergolong tinggi pada semua subyek jika ditinjau berdasarkan tipe Big Five Personality. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan pada populasi di Jepang. Perbedaan temuan yang dimaksud adalah sebagai berikut. Pertama, jika dilihat dari gambaran kepribadian yang diperoleh dari hasil penelitian di Jepang, tampak bahwa ada tipe kepribadian tertentu yang mendominasi masing-masing golongan darah dan

merupakan ciri khas yang mudah dikenali pada setiap individu dengan golongan darah tertentu. Namun, pada penelitian ini, ditemukan bahwa tidak terdapat pendominasian tipe kepribadian tertentu terhadap suatu golongan darah. Perbedaan hasil ini dapat disebabkan oleh perbedaan budaya yang berlaku di Jepang dengan di Indonesia. Budaya yang dimaksud adalah budaya untuk berusaha tampil sesuai dengan tuntutan masyarakat pada umumnya, yang masih sangat kental dianut oleh masyarakat Indonesia. Akibatnya, alat ukur yang berupa kuesioner yang diisi oleh subyek sendiri dapat saja tidak menggambarkan kepribadian subyek yang sebenarnya. Kedua, jika ditinjau dari hasil penelitian di Jepang, diasumsikan bahwa individu dengan golongan darah O dan A akan memiliki tingkat psychological well being yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu dengan golongan darah B dan AB. Namun, pada penelitian ini ditemukan bahwa tidak ada perbedaan skor psychological well being pada keempat kelompok tersebut. Bahkan, penelitian ini menemukan bahwa baik individu dengan golongan darah O, A, B maupun AB memiliki tingkat psychological well being yang tergolong tinggi. Perbedaan hasil ini dapat disebabkan oleh adanya perbedaan paradigma yang berlaku di masyarakat Jepang dengan paradigma yang berlaku di masyarakat Indonesia. Paradigma yang dimaksud di sini adalah penekanan mengenai golongan darah sebagai penentu kehidupan seseorang. Seperti yang sudah dibahas pada teori sebelumnya, masyarakat Jepang sangat mementingkan faktor golongan darah dalam kehidupan bermasyarakatnya. Misalnya saja, dalam hal pencarian pegawai perusahaan tertentu. Hal ini tentunya memunculkan perilaku diskriminasi terhadap golongan darah tertentu yang diberi label golongan darah yang buruk. Tindakan ini tentu saja menjadi tekanan tersendiri bagi individu yang memiliki golongan darah yang dianggap buruk. Akibatnya, individu dengan golongan darah tertentu akan mengalami penurunan tingkat psychological well being. Namun, tidak demikian yang terjadi pada masyarakat Indonesia, yang tidak mengkotak-kotakkan individu berdasarkan tipe golongan darah.

Referensi Allport, G. W. (1937). Personality: A psychological interpretation. NY: Henry Holt and Company. Campton, W. C. (2005). An introduction to positive psychology. New York: Thomson Wadsworth. Chaplin, J. P. (2000). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Corsini, R. (2002). The dictionary of psychology. NY: Brunner-Routledge. Dermawan, A. (2006). Horoskop darah pengungkap watak dan sikap manusia. Jakarta: Der Die Das.

Five-factor model. Retrieved 2006, http://www.personalityresearch.rg/bigfive.html

March

18,

from

Goldberg, L. R. (1990). An alternative description of personality: The big-five factor structure. Journal of Personality and Social Psychology, 59(6), 1216-1229. Goldberg, L. R. (1992). The development of markers for the big-five factor structure. Psychological Assessment, 4(1), 26-42. Goldberg, L. R. (1993). The structure of phenotypic personality traits. American Psychologist, 48(1), 26-34. Greenberg, J. & Baron, R. A. (1997). Behavior in organizations: Understanding and managing the human side of work (6th ed.). Upper Saddle River, NJ: Prentice-Hall. Gregory, R. J. (2000). Psychological testing: History, principles, and applications (3rd ed.). Needham Heights, MA: Allyn and Bacon. Handoyo, S. (2001). Karakteristik pekerjaan sebagai moderator penghubung antara kepribadian dan kinerja. Dalam B. Sjabadhyni, I. Graito, & R. P. Wutun (Eds.). Pengembangan kualitas SDM dari perspektif PIO. Depok: Fakultas Psikologi UI. Hogg, M. A. & Cooper, J. (2003). The sage handbook of social psychology. London: Sage Publications. Indriyanie. (1998). Profil dimensi-dimensi psychological well-being lanjut usia yang mengikuti aktivitas sosial dengan yang tidak mengikuti aktivitas sosial. Jakarta: Universitas Katolik Indonesia Atmajaya. Skripsi, tidak diterbitkan.

Larsen, R. J. & Buss, D. M. (2002). Personality psychology: Domains of knowledge about human nature. NY: McGraw Hill.

Nikolaou & Robertson. (2001). The five factor model of personality. European Journal of Work and Organization Psychology, 10(2), 161-186.

Nomi, T. (2007). Touch my heart; mengenal kepribadian anak menurut golongan darah (Setyowati, H., Penerj.). Yogyakarta: ANDI OFFSET.

Papalia, D., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2004). Human development (9th ed.). New York: McGraw-Hill.

Pervin, L. A. (1996). The science of personalty. NY: John Wiley & Sons.

Pervin, L. A. & John, O. P. (1997). Personality: Theory and research (7th ed. ). NY: John Wiley & Sons.

Raad, B. D. (2000). The big five personality factors: The psycholexical approach to personality. Kirkland, WA: Hogrefe & Huber.

Robbins, S. P. (1996). Organizational behavior: Concepts, controversies, applications (7th ed.). Upper Saddle River, NJ: Simon & Schuster.

Ryckman, R. M. (2004). Theories of personality. Mason, OH: Thomson Learning.

Ryff, C. D. (1995). Psychological well-being in adult life. Current Directions in Psychological Science, 57(6), 99-104.

Ryff, C. D. & Singer, B. (2003) Ironies of the human condition: well-being and health on the way to mortality. Dalam L. G. Aspinwall & U. M. Staudinger (Eds.), A psychology of human strengths: fundamental questions and future directions for a positive psychology (hlm. 271-281). Washington: American Psychological Association.

Sugianto, I. R. (2000). Status lajang dan psychological well-being pada pria dan wanita lajang usia 30-40 tahun di Jakarta. PHRONESIS, 2(4), 67-77.

Suwarto, F. (1999). Perilaku keorganisasian. Yogyakarta: Universitas Atmajaya.

Suryawidjaja, A. (1998). Hubungan antara pola perilaku tipe A-B pada karyawan tingkat penyelia PT. KOKUSAI GODO PENSO, Tangerang. Jakarta: Universitas Katolik Indonesia Atmajaya. Skripsi, tidak diterbitkan.

Weiten, W. & Lloyd, M. A. (2003). Psychological applied to modern life: adjustment in 21st century (7th ed.). Belmont, CA: Thomson Wadsworth

Anda mungkin juga menyukai