Anda di halaman 1dari 7

MENURUNKAN ANGKA

UNMET NEED KB
PENDAHULUAN
Di Indonesia, salah satu tantangan besar dalam pelaksanaan program KB yaitu
masih tingginya angka unmet need KB. Unmet need KB adalah presentase wanita yang
saat ini tidak menggunakan metode kontrasepsi dan tidak ingin anak lagi atau menunda
kehamilan, tetapi tidak menggunakan kontrasepsi jenis apapun (Bradley, Croft, Fishel,
& Westoff, 2012). Berdasarkan data tahun 2021 diketahui bahwa angka unmet need KB
di Indonesia masih sekitar 18 persen, di mana Rencana Strategis (Renstra) tahun 2020-
2024 mentargetkan Unmet Need tahun 2022 berada di angka 8,9 persen.

Fenomena ini pada dasarnya tidak hanya menjadi masalah di Indonesia saja tetapi
juga dihadapi oleh banyak negara di belahan dunia. Di negara-negara Asia, angka unmet
need KB diperkitarakan antara 5-33%, pada negara-negara Amerika Latin dan Karibia
berkisar 6-40%, sementara 13-38% di negara Sub Sahara Afrika (Moreland dalam
Yarsih, 2014). Terdapat 146 juta wanita di seluruh dunia dengan usia 15-49 tahun yang
sudah menikah atau dalam satu ikatan keluarga tergolong unmet need KB pada tahun
2010. Diproyeksikan sekitar 222 juta perempuan khususnya di negara-negara
berkembang ingin menunda atau menghentikan kelahirannya tetapi tidak memakai alat
kontrasepsi (WHO, 2012).

Tingginya angka unmet


need di atas merupakan
fenomena kependudukan yang
menjadi salah satu aspek
penting dan perlu mendapat
perhatian khusus dalam gerakan
pembangunan keluarga

Gambar 1 Tran capaian unmed need dari tahun 2016 - 2020 berencana di Indonesia. Di
mana apabila hal ini tidak segera ditangani, akan menimbulkan dampak yang cukup
serius bagi situasi kependudukan di Indonesia.
DAMPAK DARI TINGGINYA ANGKA UNMET NEED KB

Dampak yang terkait dengan unmet need KB bagi wanita PUS karena mengalami
kehamilan yaitu dapat berakibat kurangnya kesiapan fisik dan mental. Kejadian
kehamilan tidak tepat waktu (mistimed pregnancy) yang dapat diartikan sebagai
kehamilan pada wanita
usia subur yang belum
siap, dalam segi waktu
untuk hamil karena
masih ingin menunda.
Terjadinya kehamilan
yang tidak siap mental
serta tidak tepat waktu
tersebut
mengakibatkan
terjadinya kehamilan
yang tidak diinginkan Gambar 2 Dampak unmet need KB
(unwanted pregnancy).

Kehamilan yang tidak diinginkan memberi dampak stress psikologi bagi keluarga
atau munculnya kecemasan pasangan usia subur terhadap kemungkinan terjadinya
kehamilan yang tidak terencana akibat tidak menggunakan alat kontrasepsi apapun baik
istri maupun suami, sehingga adanya kecenderungan bagi pasangan usia subur yang
tidak memeriksakan kehamilannya, tidak memberikan imunisasi yang adekuat serta
kurang benarnya perilaku ibu dalam menyusui (Agyekum et al. 2022).

Kehamilan yang tidak diinginkan serta stress psikologi bagi keluarga tersebut
dapat juga mendorong terjadinya keguguran maupun pengguguran (aborsi), berat badan
lahir rendah serta kelahiran premature, hal tersebut tentu memberi dampak
meningkatnya risiko kematian ibu dan anak (Saptarini and Suparmi 2016).

Berdasarkan data dari United Nations Children's Fund (UNICEF) Indonesia


(2012) setiap tiga menit di Indonesia, satu anak balita meninggal dunia dan setiap
jamnya satu perempuan meninggal dunia ketika melahirkan atau karena sebab yang
berhubungan dengan kehamilan. Data dari World Health Statistic tahun 2021 Indonesia
menempati urutan ketiga dengan angkat kematian ibu (AKI) tertinggi di ASEAN dan
berdasarkan data dari The UN- Inter Agency for Children Mortality Estimates tahun
2021 Indonesia menempati urutan ketiga pula dengan angka kematian bayi tertinggi di
ASEAN (BKKBN, 2016).
Gambar 3 Capaian dan target RPJMN pelayanan kontrasepsi di Indonesia
Indonesia merupakan salah satu negara yang belum mencapai target agenda global
yang disepakati oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berkaitan dengan angka
kematian ibu dan bayi, sebagaimana target yang ditetapkan dalam Millenium
Development Goal’s (MDGs) goal ke 4 dan 5 bidang kesehatan ibu dan anak (Saptarini
and Suparmi 2016), serta Sustainable Development Goals (SDGs) yang tercantum
dalam goal ke-lima yaitu kesetaraan gender (Akses Kesehatan Reproduksi, Keluarga
Berencana), menjamin kesetaraan gender serta memberdayakan seluruh wanita dan
perempuan.

Tingginya Unmet Need yang mengakibatkan terjadinya ledakan penduduk yang


tidak terkendali dapat juga berdampak pada sektor ekonomi makro atau ekonomi
nasional dan ekonomi mikro yang dinilai dari aspek ekonomi keluarga. Secara makro
dampak yang dapat terjadi adalah ketersediaan fasilitas kesehatan dan pendidikan yang
tidak tercukupi, seperti tidak tercukupinya fasilitas rumah sakit dan sekolah. Selain itu,
akan terjadi krisis lapangan pekerjaan yang menyebabkan semakin banyaknya
pengangguran dan berdampak pada kualitas sosial yang menurun seperti makin banyak
pengemis, tuna wisma, dan kriminalitas yang terjadi di mana-mana (Shabuz et al.
2022). Sementara itu dampak ekonomi mikro atau ekonomi dalam keluarga meliputi
berkurangnya kebutuhan sandang, pangan, dan papan yang layak sehingga
menyebabkan angka kematian ibu dan bayi semakin tinggi (Negash and Asmamaw
2022).

UNMET NEED MERUPAKAN PELUANG PENINGKATAN CAPAIAN


PENGGUNAAN KONTRASEPSI

Salah satu faktor yang memengaruhi kejadian unmet need adalah riwayat
pemakaian kontrasepsi. Mahmud (2010) dalam penelitiannya menemukan bahwa
sebanyak 7,4% prevalensi unmet need dipengaruhi oleh timbulnya efek samping
penggunaan kontrasepsi sebelumnya. Artinya, ketidak puasan terhadap kontrasepsi yang
digunakan selama ini dapat berakibat terhadap timbulnya unmet need KB. Menurut
hasil penelitian yang dilakukan oleh Husnah (2011) di Kota Makassar menyimpulkan
bahwa ada hubungan antara penerimaan informasi KB dengan unmet need KB.

Semakin banyak informasi yang


diperoleh mengenai jenis alat
kontrasepsi, maka semakin besar
kecenderungan wanita untuk memakai
alat kontrasepsi, dan semakin kecil
peluang untuk masuk kategori unmet
need KB.

Kelompok unmet need dan kegagalan


kontrasepsi merupakan kelompok
Gambar 4 Pemberian KIE kepada akseptor KB terbesar yang mengalami kehamilan
tidak direncanakan sehingga peningkatan kinerja petugas kesehatan dalam memberikan

Gambar 5 Pelayanan kontrasepsi implant pada klinik kesehatan oleh tenaga medis
pengetahuan untuk mengubah sikap masyarakat merupakan salah satu syarat mutlak.

Peningkatan kualitas layanan merupakan salah satu cara yang efektif untuk
menurunkan prevalensi unmet need KB. Dalam memenuhi kebutuhannya, PUS sering
mengalami hambatan dalam pemanfaatan layanan KB sehingga akses mereka terbatas.

KUALITAS PELAYANAN TERMASUK TERSEDIANYA SARANA DAN


PRASARANA PELAYANAN KONTRASEPSI, TENAGA YANG KOMPETEN
DAN TERSEDIANYA ALAT DAN OBAT KONTRASEPSI YANG DIINGINKAN
CALON AKSEPTOR

Menurut Hasil Survei Kinerja Akuntabilitas Program KB tahun 2019,


menyatakan bahwa alasan wanita tidak menggunakan kontrasepsi paling banyak alasan
takut terhadap efek samping sebesar 15 persen, masalah kesehatan sebesar 13,9 persen
dan menopause atau histeroktomi sebesar 13 persen.

Penyebab unmet need KB dapat di bagi atas faktor dari dalam diri seperti
pengetahuan, sikap, dan variabel demografi serta faktor dari luar diri wanita pasangan
usia subur seperti variabel sosial ekonomi dan akses pelayanan. Dapat disimpulkan
bahwa penyebab utama terjadinya unmet need KB yaitu lemahnya motivasi dalam
melakukan pengaturan fertilitas serta biaya penggunaan kontrasepsi masih tinggi
dalam hal ekonomi, psikologi dan sosial budaya (Namukoko et al. 2022; Negash and
Asmamaw 2022). Kurangnya jumlah tenaga medis terlatih juga turut memberi andil
terhadap tingginya unmet need, disamping rendahnya kompetensi dan kinerja
PLKB/Penyuluh KB (cara melakukan KIE atau penyuluhan, membuat media,
advokasi, dan IT), termasuk perangkat yang digunakan sudah tidak memadai.

Kondisi unmet need KB sebenarnya


menjadi peluang untuk peningkatan
penggunaan kontrasepsi. Mereka
yang masuk kategori unmet need
termasuk kategori wanita subur
yang ingin menunda kehamilannya
atau tidak ingin punya anal lagi.
Keuntungan bagi program KB pada
kondisi tersebut, karena wanita
tersebut dengan kesadaran sendiri
menyatakan belum mau punya anak
lagi. Hanya yang menjadi
permasalahan yaitu karena tidak
wanita subur tersebut tidak
Gambar 6 Wanita PUS tidak menggunakan
kontrasepsi dengan berbagai alasan di Indonesia menggunakan kontrasepsi.
(SKAP, 2019)
REKOMENDASI
1. Wanita PUS yang berada pada kelompok umur kurang dari 25 tahun dan di atas
35 tahun sebaiknya menjadi perhatian program KB, karena pada kelompok ini
kencenderungan unmet need lebih tinggi.

2. Perlu peningkatan pengetahuan wanita PUS tentang jenis, manfaat, efek samping
penggunaan kontrasepsi dan akibat jika tidak menggunakan kontrasepsi.

3. Pemberian informasi mengenai kontrasepsi terutama mengenai efek samping KB


lebih disampaikan secara jelas dengan metode yang menarik dan tepat kepada
para calon akseptor. Pemahaman yang salah terhadap KB berdampak kepada rasa
khawatir yang berlebihan sehingga calon akseptor tidak berani menggunakan
kontrasepsi modern.
4. Seharusnya melibatkan para suami/bapak ketika menyampaikan
informasi/penyuluhan tentang kontrasepsi.

5. Kualitas pelayanan kontrasepsi harus diupakan semaksimal mungkin, baik


penyediaan alat kontrasepsi sesuai keinginan calon akseptor maupun ketersediaan
tenaga pelayanan.

6. Melibatkan mitra strategis seperti tokoh agama, masyarakat , dan adat dalam
upaya melakukan sosialisasi program KB.

7. Melakukan pengayoman terhadap akseptor KB, sehingga akseptor tidak merasa


di abaikan setelah menjadi peserta KB.

8. Peningkatan kompetensi tenaga program melalui pelatihan dan refreshing

REFERENSI

Agyekum, Amma Kyewaa, Kenneth Setorwu Adde, Richard Gyan Aboagye, Tarif
Salihu, Abdul-Aziz Seidu, and Bright Opoku Ahinkorah. 2022. “Unmet Need for
Contraception and Its Associated Factors among Women in Papua New Guinea:
Analysis from the Demographic and Health Survey.” Reproductive Health
19(1):113. doi: 10.1186/s12978-022-01417-7.
Namukoko, Harriet, Rosemary Ndonyo Likwa, Twaambo E. Hamoonga, and Million
Phiri. 2022. “Unmet Need for Family Planning among Married Women in
Zambia: Lessons from the 2018 Demographic and Health Survey.” BMC
Women’s Health 22(1):137. doi: 10.1186/s12905-022-01709-x.
Negash, Wubshet Debebe, and Desale Bihonegn Asmamaw. 2022. “Time to First Birth
and Its Predictors among Reproductive Age Women in High Fertility Countries in
Sub-Saharan Africa: Inverse Weibull Gamma Shared Frailty Model.” BMC
Pregnancy and Childbirth 22(1):844. doi: 10.1186/s12884-022-05206-9.
Saptarini, Ika, and Suparmi. 2016. “Determinan Kehamilan Tidak Diinginkan Di
Indonesia (Analisis Data Sekunder Riskesdas 2013).” Indonesian Journal of
Reproductive Health 7(1):15–24.
Shabuz, Zillur Rahman, M. Ershadul Haque, Md Kawsarul Islam, and Wasimul Bari.
2022. “Link between Unmet Need and Economic Status in Bangladesh: Gap in
Urban and Rural Areas.” BMC Women’s Health 22(1):176. doi: 10.1186/s12905-
022-01752-8.

Anda mungkin juga menyukai