Anda di halaman 1dari 5

Sukses Menaklukan Pasar Global

Peluang pasar selalu terbuka bagi semua pelaku usaha, tak terkecuali di pasar ekspor. Yang penting mesti kreatif dan mau berinovasi dalam mengembangkan pasar. Pelaku bisnis yang tangguh tentu tak mudah ditenggelamkan oleh setiap perubahan tantangan bisnis meski tantangan yang datang semakin berat. Bagi para pebisnis sejati, kesulitan justru menjadi cambuk yang melecut semangat untuk memecahkannya sehingga usaha dapat semakin berkembang dan maju. Karakter semacam itu tampaknya juga melekat pada sederet pengelola perusahaan di Indonesia yang juga terlihat dari kinerja perusahaan yang dikelola yang hasilnya memang super. Lihatlah perusahaan-perusahaan Indonesia yang sukses menggarap pasar ekspor. Di tengah kondisi ekonomi global yang sedang mengalami crash dan nilai tukar mata uang yang sering mengalami fluktuasi, mereka sanggup menggarap pasar manca Negara dengan percaya diri. Para jawara-jawara ekspor itu tetap menatap masa depan dengan semangat dan tanpa ragu. Kita dapat menemukan sosok perusahaan-perusahaan hebat pada perusahaan penerima Primaniyarta Award baik yang dilakukan tahun 2009 ini ataupun tahun-tahun sebelumnya. Beberapa perusahaan yang dapat dijadikan contoh seperti PT Selamat Sempurna Tbk, PT Perkebunan Nusantara XII, PT Cahaya Sakti Furintraco (Olympic), PT Inti Keramik Alamasri, PT Eratex Jaya, PT Apac Inti Corpora, PT Sat Nusapersada, PT Alumindo Light Metal Industry dan LG Electronics. Para jawara ekspor itu bukan saja mampu menaklukkan aneka kendala yang banyak dikeluhkan kebanyakan pengusaha, tapi juga mampu menahan diri dari godaan pasar dalam negeri yang tak kalah menarik. Sejujurnya harus diakui, bagi para pengelola usaha, menjadi eksportir jelas menjadi tantangan dan peluang. Selain berpendapatan dollar yang dapat memperkokoh perekonomian, exposure produk dan perusahaannya juga akan semakin luas sehingga dapat membuka peluang kerjasama dengan pengusaha dari luar negeri untuk menggarap bisnis yang lebih besar. PT Selamat Sempurna Tbk sebagai contoh. Perusahaan ini sanggup memasarkan produk filter otomotif dan radiator hingga ke puluhan negara. Dengan mengusung merek sakura dan ADR Radiator mereka membuktikan bahwa produk Indonesia dapat bersaing sebanding dengan produk dari negara-negara maju. Proses mereka belajar juga sangat cerdik dan inovatif. Sejak dahulu, mereka belajar (technical assistance) dari perusahaan Jepang, namun kemudian membangun produk sendiri yang kemudian sukses dan mendunia. Beberapa perusahaan lain, misalnya, PT Cahaya Sakti Furintraco sangat kuat di produk furniture knock down di puluhan negara, termasuk di kawasan Timur Tengah. Dengan mengusung merek Olympic, perusahaan ini rajin membangun pasar dengan berbagai program pameran dan promosi.

Di segmen bisnis tekstil dan garmen, beberapa perusahaan di tanah air juga punya prestasi ekspor yang mengkilap. Contohnya, PT Eratex Jaya di bisnis tekstil dan PT Apac Inti Corpora yang merupakan pemain denim yang tangguh dan sukses mengekspor produknya ke puluhan negara. PT Apac Inti Corpora tergolong perusahaan denim terbesar di Asia Tenggara dengan kemampuan produksi yang sarat teknologi terkini. Apabila diamati, umumnya perusahaan-perusahaan eksportir terbaik itu memang piawai dalam mengoptimalkan potensi produk yang bahan bakunya melimpah di Indonesia. Mereka fokus pada kekuatan itu sehingga punya competitive advantage ketika bersaing dengan pemain luar negeri, karena setidaknya memperoleh bahan baku dengan harga yang lebih baik. Apalagi biaya tenaga kerja di Indonesia juga relative lebih murah. Umumnya, mereka sukses karena punya keberanian dan tekad yang kuat. Termasuk, berani melakukan sesuatu yang berbeda. Dari sisi bahasa dan psikologis, banyak pelaku bisnis di Indonesia yang ragu-ragu memasuki pasar mancanegara, tetapi jawara ekspor tersebut berani dan melakukan hal yang berbeda. Jangan heran, hamper semua peraih Primaniyarta Award tahun 2009 maupun tahun-tahun sebelumnya rata-rata memang rajin ikut pameran dagang di luar negeri. Sebagian dari mereka juga telah membangun kantor cabang atau menunjuk agen-agen di luar negeri. Mereka juga sudah mencoba serius dalam membaca dan mempelajari kemauan konsumennya di luar negeri. Mereka berusaha menjadi market-driven dengan melakukan sensing terhadap konsumen dan competitor, kemudian mengembangkan produk yang dibutuhkan konsumen. Komitme dan keseriusan ekspor itu juga tercermin dari organisasi pemasaran mereka yang rata-rata sudah membentuk tim pemasaran ekspor secara khusus. Kini, bagi para eksportir sesungguhnya upaya menggarap pasar ekspor menjadi lebih mudah dengan adanya internet. Peluang menjadi eksportir semakin terbuka karena informasi dapat begitu mudah diperoleh. Informasi seperti trend produk atau jasa yang diperlukan, perbandingan harga, dan data produk-produk kompetitor, dapat mudah diakses melalui komputer pribadi. Para eksportir juga dapat membuat website untuk mendisplay profil perusahaan dan produk-produk yang ditawarkan lengkap dengan harganya. Dengan adanya sarana komunikasi yang real time seperti itu, aktivitas eksporimpor menjadi semakin lancar seperti tidak agi mengenal batas-batas antar negara. Tak diragukan lagi, potensi pasar ekspor bagi produk-produk Indonesia masih sangat besar dan tak akan cukup digarap oleh beberapa perusahaan besar saja. Oleh karena itu, banyak yang berpendapat, diperlukan kerja sama dan jaringan ekspor yang solid di antara eksportir Indonesia. Kita perlu berbagi dan bersinergi dengan eksportir dan calon eksportir. Bagi yang baru merintis ekspor perlu optimistis dan jangan segan belajar dari perusahaan lain yang sudah berhasil.

Rintangan Pasar Global Perdagangan produk industri berbasis teknologi, termasuk senjata dan produk teknologi tinggi, menjadi perhatian dan fokus berbagai kajian, perdebatan dan diskusi. Industri berbasis teknologi kerap dipakai sebagai tolok ukur dalam menentukan kemajuan dan kemampuan teknologi suatu negara, dan dijadikan sebagai national champion. Perkembangan dan kemajuan yang pesat dalam teknologi dan industri di beberapa negara industri baru telah menjadi saingan dan ancaman bagi negara industri maju. Hal ini disadari sepenuhnya oleh negara industri maju. Setelah perang dingin berakhir, telah terjadi kelebihan kapasitas industri persenjataan dan teknologi tinggi yang berada khususnya di Amerika Serikat, Eropa dan negara-negara eks Uni Soviet. Di sisi lain persaingan negara industri maju dan negara industri baru dalam perdagangan produk berbasis teknologi makin meningkat. Hampir semua negara melakukan berbagai jenis bantuan dan dukungan, termasuk subsidi, secara besar-besaran untuk mempertahankan dan meningkatkan keunggulan teknologinya. Menghadapi masalah persaingan tidak sehat itu timbul pertanyaan, bagaimana peran WTO? Apakah badan dunia ini bisa benar-benar menjadi wasit yang adil dalam perdagangan dunia? Kenyataannya, berbagai kesepakatan dan peraturan GATT yang diperuntukkan guna membantu negara-negara berkembang, seperti berbagai peraturan untuk terciptanya Leveled Playing Field, seperti Special and Differential Treatment bagi negara berkembang dan industri baru, sering diabaikan dalam pelaksanaannya. Negara-negara industri baru selalu menghadapi rintangan untuk memasuki pasar global, terutama dalam pemasaran produk teknologi tinggi seperti elektronika dan pesawat terbang, juga industri lainnya seperti besi baja. Uruguay Round-WTO Pada tahun 1994, perundingan perdagangan dunia Uruguay Round akhirnya dapat diselesaikan dan berbagai perjanjian telah disepakati dalam bentuk General Agreement on Tariff and Trade (GATT). Dan World Trade Organisation (WTO) terbentuk. Selain mengimplementasikan GATT, Direktur Jenderal WTO mendapat mandat untuk mengambil inisiatif mengadakan negosiasi dalam bidang pertanian dan jasa-jasa. Kenyataannya, mandat ini sampai sekarang belum dapat diselesaikan. Hambatan perdagangan internasional masih tetap tinggi. Produk industri, di 42 negara industri maju dan berkembang, rata-rata masih memberlakukan tarif antara 18 sampai 59 persen. Malah di beberapa negara, tarif mencapai rata-rata 30 persen. Tarif produk pertanian di Asia rata-rata antara 0 sampai 69 persen, beberapa negara mengikat di atas 100 persen. Di Eropa masih berkisar antara 1 sampai 45 persen. Kebijakan Anti Dumping (Article 6) lebih banyak dimanfaatkan oleh negara maju, khususnya untuk produk industri. Export subsidies mempunyai peran penting bagi negara berkembang atau industri baru, dalam menanggulangi ledakan tenaga kerja. Seharusnya ada pengaturan bagi negara dengan GDP/Capita tertentu untuk menerapkam export subsidie ini. Subsidi yeng bersifat actionable sangat mengganggu industri domestik, juga merugikan negara pengekspor lainnya, sedangkan subsidi untuk produk dalam negeri akan merugikan negara-negara pengekspor. Subsidi yang bersifat non-actionable,

misalnya subsidi untuk penelitian di industri, subsidi untuk kegiatan pre-competion, subsidi untuk daerah-daerah yang tertinggal, masih diterapkan oleh negara industri maju. Sedang subsidi untuk lingkungan hidup, tidak mungkin diproses di Dispute Settlement Body/WTO. Jadi masih terbuka luas. Negara industri maju sering menyelesaikan masalah grey area secara bilateral atau unilateral. WTO sendiri pada dasarnya melarang adanya grey area tersebut. Article 18 (Balance of Payment) dan Article 19 (Temporary Safeguards), dimaksudkan untuk memberikan peluang bagi negara-negara, khusunya negara berkembang dan industri baru, untuk memperkokoh ekonominya. Pengaturan ini tidak dimaksudkan untuk menghindari impor dari negara tertentu. Tetapi sering dipermasalahkan oleh negara industri maju. Dengan adanya krisis ekonomi di Asia, dan di Indonesia yang masih berlangsung, pemanfaatan articles tersebut seharusnya dapat diperjuangkan untuk ditingkatkan secara maksimal. Negara-negara yang terkena krisis dapat secara bersamasama mengadakan negosiasi dengan WTO, baik melalui G-15 maupun Kelompok 77. Produk tekstil Tekstil dan produk tekstil (TPT) merupakan komoditi yang sangat penting dan jadi andalan bagi negara berkembang dan negara industri baru. TPT adalah komoditi dengan pasar internasional yang kompetitif dan menyerap tenaga kerja berketrampilan terbatas. Tetapi negara maju masih terus berusaha menghambat perdagangan TPT ini. Dengan masuknya negara Eropa Timur kedalam Uni Eropa (UE), kedudukan negara berkembang di Asia, Afrika dan Amerika Selatan, makin sulit dalam bersaing secara fair didalam perdagangan TPT ini. Pembentukan kerjasama ekonomi regional seperti America, Mercusor, Apec dan Asia Timur (?), perlu dicermati dan dimanfaatkan dengan saksama. Antara tahun 1972 dan 1994 perdagangan TPT ini didasarkan kesepakatan bilateral dalam Multifibre Arrangement (MFS). Kemudian pada tahun 1994 disepakati adanya transisi menuju liberalisasi penuh pada tahun 2004 yang akan dikendalikan oleh WTO. Dalam Agreement on Textiles and Clothing (ATC), dinyatakan bahwa proses menuju liberalisasi harus dilaksanakan secara progresif. Tapi Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa tetap memberlakukan kuota dengan ketat seperti semula, hampir tidak ada kemajuan seperti diamanatkan ATC. Dengan makin besarnya jumlah negara yang tergabung dalam UE, makin sulit bagi negara-negara di luar UE untuk memasuki pasar Eropa. AS masih terus menggunakan Super 301 untuk mengancaman ataupun mengurangi kuota bagi negara tertentu. Mengingat pentingnya masalah TPT ini bagi negara berkembang dan negara industri baru, seharusnya penyelesaian masalah TPT dijadikan tambahan mandat bagi Direktur Jenderal WTO, tidak perlu menunggu tahun 2004. Menyelesaikan masalah TPT jauh lebih bermakna dari upaya melaksanakan New Round yang masih banyak dipertentangkan.

Hambatan dan distorsi Dalam pelaksanaan Article 19 (Temporary Safeguards) dan Article 6 (Anti Dumping), dari daftar masalah yang diajukan ke Dispute Settlement Body (DSB), dapat kita cermati bahwa negara maju lebih banyak membawakan masalah ke DSB dalam berhadapan dengan negara berkembang atau negara industri baru. Dan keputusan ditingkat DSB kebanyakan merugikan negara industri baru. Amerika Serikat secara unilateral masih mempergunakan Super 301. Indonesia pernah menghadapi masalah mengenai mobil nasional, yang sebenarnya bukan merupakan masalah Indonesia, tetapi masalah negara industri maju (Jepang, Eropa dan Amerika Serikat) dengan Korea, karena akan kehilangan dominasinya di Indonesia. AS mempermasalahkan DRAM (Dynamic Random Access Memory) dari Korea dan lain sebagainya seperti berikut ini. Amerika Serikat: DRAM dan Stainless Steel Plate (Korea); Hot Rolled Steel (Jepang); Cotton and Cotton Product (dengan beberapa negara); Wheat (UE); Shrimp and Shrimp Product (Selandia Baru dan Australia); Anti Dumping Act 1916 (Jepang dan UE). Uni Eropa: Cotton and Bed Linnen (India); Meat and Meat Product (Kanada dan AS); Poultry Product (Brasilia); Banana (AS); Custom Classification On Computer Equipment (AS). India: Pharmaceutical and Agriculture Product (AS). Jepang: Photographic Paper and Film (AS); Alcohol Tax (dengan beberapa negara). Kanada: Pharmaceutical Product (AS); Commercial Aircraft (Brasilia). Daftar ini masih panjang lagi. Perdagangan dan teknologi Akibat berakhirnya perang dingin, muncul masalah baru dalam industri strategis dan persenjataan di beberapa negara maju. Kapasitas produksi berlebihan dan pasar berkurang. Tekanan politik dalam negeri, antara lain ketenaga kerjaan, mengharuskan kapasitas produksi dipertahankan dengan program yang hampir mengada-ada, yang disebut pork barrel. Demikian juga masalah yang dihadapi dalam memertahankan keunggulan dalam teknologi tinggi, menghadapi kemajuan teknologi dan daya saing negara industri baru. Khususnya dalam industri pesawat terbang, telekomunikasi, elektronioka, mobil dan kimia. Negara berkembang dan industri baru terus mengembangkan kemampuan dan daya saingnya dalam industri TPT, produk pertanian dan kehutanan dan telah menciptakan ancaman kepada negara industri maju. Jadi, masalah yang dihadapi oleh WTO dalam globalisasi perdagangan dan industri adalah masalah negara industri maju G-8 dengan 'the rest'. WTO dengan DSB-nya masih bias dalam mengambil keputusan. Perlu upaya bersama, seperti yang pernah dirintis oleh 'the rest' melalui UNCTAD, Kelompok 77, G-15, Selatan-Selatan dan lain-lain. Waktu sudah mendesak saatnya mengambil inisiatif.

Anda mungkin juga menyukai