Anda di halaman 1dari 17

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari konteks manapun, runtuhnya orde lama dan bangkitnya orde baru tetap merupakan persoalan yang sangat penting bagi bangsa Indonesia. Salah satu hal relevan untuk ditinjau adalah dampak perubahan pemikiran ekonomi dan sosial politik masyarakat sebagai akibat lahirnya orde baru. Demikian pula dampaknya terhadap respon pemikiran masyarakat Islam Indonesia. Sebab, bagaimanapun perubahan-perubahan pada pemikiran umum itu sangat mempengaruhi perkembangan pola pemikiran Islam.1 Arbi Sanit melihat lahirnya Orde Baru ditujukan untuk mengoreksi berbagai kelemahan sebelumnya, terutama mandeknya perekonomian dan ambruknya demokrasi.2 Orde Baru yang tampil ke panggung politik dan kekuasaan mengganti Orde Lama, pada awalnya mendapat dukungan dari kelompok-kelompok organisasi Islam yang bangkit setelah Soekarno lengser dari kursi kepresidenan, kelompok mahasiswa dan pelajar yang tergabung dalam KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia) yang nota bene para anggotanya mayoritas Islam menjadi ujung tombak perjuangan menentang rezim Orde Lama dengan

Fachry Ali, Islam, Pancasila dan Pergulatan Politik, Jakarta: Pustaka Antara, 1984, hlm.

93. Arbi Sanit, Organisasi Politik, Organisasi Massa dan Politik Demokratisasi Masyarakat, dalam Prisma, Tahun 1988, Jakarta: LP3ES, hlm. 3.
2

2 dukungan militer.3 Mereka ini menentang pemerintahan Orde Lama di bawah Soekarno yang dianggap otoriter. Pada awalnya, Orde Baru memang tampak mengadakan perubahan terhadap kecenderungan birokrasi yang tidak bertanggung jawab warisan rezim Orde Lama. Akan tetapi birokrasi Orde Baru yang berporos pada eratnya hubungan militer dan teknokrat, sosialis dan Kristen,4 dalam rangka melaksanakan pembangunan dan mewujudkan pemerintahan yang stabil dan kuat, melebarkan fungsinya dengan menjadi mesin politik. Di samping sebagai alat administrasi pemerintahan, birokrasi Orde Baru berkembang menjadi sebuah kekuatan politik dan perpanjangan tangan pemerintahan dalam menjalankan roda kekuasaan maupun melakukan rekayasa politik demi tercapainya strategi atau kebijakan politik yang sudah ditetapkan. Adapun salah satu kebijakan politik penting Orde Baru ketika mulai memegang tampuk kekuasaan adalah dipilihnya modernisasi sebagai titik tolak dan kerangka landasan pembangunan bangsa.5 Pilihan terhadap modernisasi, agaknya dianggap sebagai satu-satunya alternatif dalam memajukan bangsa Indonesia setelah pemerintahan rezim sebelumnya (Orde Lama) dianggap gagal memenuhi tuntutan dan harapan rakyat. Strategi pemerintah Orde Lama yang terlalu kuat berorientasi pada ideologi dan politik, dinilai rezim Orde Baru sebagai telah membawakan

Taufiq Nugroho, Pasang Surut Hubungan Islam Dan Negara Pancasila, Yogyakarta: Padma, 2003, hlm. 39-40.. 4 M. Rusli Karim, Negara dan Peminggiran Islam Politik, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999, hlm. 118. 5 M. Syafi'i Anwar, Pemikiran Dan Aksi Islam Politik "Sebuah kajian Politik Tentang Cendikiawan Muslim Orde Baru", Jakarta: Paramadina, 1995, hlm. 17

ketidak stabilan politik dan kehancuran ekonomi yang menyengsarakan rakyat. Oleh karena itu, pemerintah Orde Baru merasa perlu melakukan modernisasi politik sebagai kebijakan penting yang dianggap bisa mendukung suksesnya pembangunan ekonomi. Guna mengatasi hal tersebut Orde Baru mengambil kebijakan dalam bidang ekonomi, dan dalam politik diupayakan menciptakan format politik yang mendukung pembangunan ekonomi.6 Sebaliknya dikalangan umat Islam Indonesia, modernisasi merupakan persoalan yang relatif baru. Apalagi mereka dihadapkan pada kenyataan bahwa modernisasi yang sudah menjadi pilihan Orde Baru, menempatkan ideologi yang nyata-nyata berkiblat ke Barat. Kalangan Islam dihadapkan pada dilema, mereka dihadapkan pada dua pilihan yakni ikut berpartisipasi atau mendukung kebijakan rezim Orde Baru yang berarti mendukung modernisasi yang nyata-nyata berkiblat ke Barat, atau menolak dengan konsekuensi kehilangan kesempatan berpartisipasi aktif dalam program pembangunan. Dilema tersebut menimbulkan perbedaan di kalangan Islam dalam menghadapi modernisasi.7 Pilihan Orde Baru yang melangsungkan modernisasi, merupakan pilihan strategi yang memiliki paling tidak dua implikasi. Pertama, pemerintah Orde Baru dengan demikian mempunyai ideologi kuat yang langsung menyentuh hajat hidup orang banyak, karena itu akan menarik dukungan dan partisipasi politik, selain itu juga akan menggeser ideologi

Abdul Aziz Thaba, Islam dan Negara Dalam Politik Orde Baru, Jakarta: Gema Insani Press, 1996, hlm. 186. 7 M .Syafi'i Anwar, Pemikiran Dan Aksi Islam Politik "Sebuah kajian Politik Tentang Cendikiawan Muslim Orde Baru", Jakarta: Paramadina, 1995, hlm.18.

politik yang bersifat primordial. Kedua, dukungan dan partisipasi politik masyarakat giliran berikutnya, akan mendukung kelangsungan proses pembangunan dan mengukuhkan posisi pemerintah Orde Baru itu sendiri. Dari sini diharapkan terjadi interaksi dinamis antara partisipasi politik dengan pelembagaan politik dalam proses rekayasa politik sebagai agenda pembangunan politik Orde Baru.8 Rekayasa politik Orde Baru antara lain dilakukan lewat restrukturisasi partai-partai politik, penerapan kebijakan masa mengambang (flooting mass), dan pemantapan stabilitas nasional lewat berbagai restriksi dan kontrol konsesi, dimana dari semua kebijakan di atas yang banyak dirugikan adalah umat Islam. Namun puncak kekecewaan umat Islam adalah ketika pemerintah Orde Baru menetapkan keharusan pencantuman asas Pancasila bagi seluruh kekuatan politik dan organisasi masa. Keharusan penetapan asas tunggal Pancasila itu, berarti peniadaan terhadap asas yang menjadi identitas dan simbol ideologi organisasi politik dan organisasi massa, tidak terkecuali dari kalangan Islam. Perdebatan yang terakhir ini telah mengundang perdebatan yang luas dan tajam dikalangan partai politik dan organisasi massa Islam. Namun setelah ada penjelasan yang lebih rasional mengenai maksud penetapan asas itu, kalangan Islam melihat tidak ada alasan yang lebih subtil untuk tidak menerima asas pancasila.

M Din Syamsuddin, Islam dan Politik Era Orde Baru, Jakarta: Logos, 2001, hlm. 63.

Negara Orde Baru yang semakin kuat kekuasaannya, ternyata digambarkan secara beragam oleh para ilmuan kebijakan publik, hal ini terungkap dari kajian model dan nama yang tidak sama mengenai karakter negara Orde Baru, seperti bureaucratic authoritarianism, state qua state, neo patrimonalism dan modern personal rule.9 Sementara dalam pengamatan yang dilakukan oleh William Liddle dalam menanggapi persoalan struktur politik di Indonesia pada masa Orde Baru, digambarkan sebagai piramida yang menjulang ke atas (a steeply ascending pyramid). Dalam hal ini terjadinya sentralisasi kekuasaan, yakni presiden mempunyai peran ganda dalam institusi negara. Dalam hal ini presiden mempunyai otoritas dalam segala kebijakan, baik itu legislatif, yudikatif maupun eksekutif. Upaya-upaya tersebut dilakukan dalam rangka melanggengkan kekuasaannya.10 Namun yang jelas proses politik yang terjadi di bawah negara Orde Baru berlangsung di luar aturan demokrasi.11 Dalam konteks politik demikian dapat dimaklumi bila pemimpin umat Islam berkeinginan untuk mengangkat Islam di arena politik menemui jalan kesulitan, ironisnya politik Islam disejajarkan dengan komunis, dengan penamaan ekstrim kanan untuk politik Islam dan ekstrim kiri untuk komunis. Ekstrim kanan merupakan stigma sosial politik yang dilontarkan negara

Zaenal Abidin Amir, Peta Islam Politik Pasca Soeharto, Jakarta: Pustaka LP3ES, 2003,

hlm. 45. Ahmad Arif Junaidi, Kompilasi Hukum Islam Dalam Lintas Sejarah Pergulatan Politik, Dalam Jumal Pemikiran Dan Pembaharuan Hukum Islam AL-AHKAM, XI, I, April, 2004, hlm. 12-13 11 Zaenal Abidin Amir, op.cit., hlm. 12-13
10

kepada segala sesuatu yang berkaitan dengan politik Islam sebagai upaya untuk mendirikan negara Islam.12 Perpolitikan di Indonesia khususnya Orde Baru memang tidak terlepas dari konflik antara Islam dan politik (agama dan negara). Dengan corak hubungan seperti itu, kajian ini menekankan perhatian kepada kebijakankebijakan politik yang mempunyai implikasi baik langsung maupun tidak langsung bagi peminggiran "Islam politik". Ini tidak berarti menafikan segala pencapaian kebijakan pembangunan di bidang-bidang lainnya, Seperti disahkannya Kompilasi Hukum Islam (KHI) dalam bentuk Inpres No. 1 tahun 1991, Undang-Undang pendidikan No. 2 tahun 1998, pendirian Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, pembentukan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia. Bahkan ikut mendorong

perkembangan "non-Islam politik" yang pada gilirannya mampu memperbaiki citra Islam di Indonesia. Menariknya tema di atas adalah karena politik akomodasi pemerintah Orde Baru terhadap Islam politik di Indonesia bersifat semu dan temporer. Bersamaan dengan itu Orde Baru melakukan peminggiran terhadap aktivitas politik umat Islam. Atas dasar itu mendorong peneliti mengangkat tema ini dengan judul: Implikasi Kebijakan Akomodasi Pemerintah Orde Baru Terhadap Islam Politik Di Indonesia

12

Ibid.

B. Perumusan Masalah Perumusan masalah merupakan upaya untuk menyatakan secara tersurat pertanyaan-pertanyaan apa saja yang ingin kita carikan jawabannya.13 maka yang menjadi rumusan masalah penulisan ini sebagai berikut: 1. Mengapa pemerintah Orde Baru mengakomodir kepentingan Islam? 2. Bagaimana implikasi kebijakan akomodasi politik Orde Baru terhadap Islam Politik? 3. Bagaimana relevansi kebijakan politik Orde Baru terhadap Islam Politik di dalam perpolitikan di Indonesia?. C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam kajian ini adalah 1. Untuk mengetahui pemerintah Orba mengakomodir kepentingan Islam? 2. Untuk mengetahui implikasi kebijakan akomodasi politik Orde Baru terhadap Islam Politik 3. Untuk mengetahui relevansi kebijakan politik Orde Baru terhadap Islam Politik di dalam perpolitikan di Indonesia. D. Telaah Pustaka Beberapa kajian dan penelitian mengenai pemerintahan Orde Baru kaitannya dengan politik banyak ditemui, seperti buku yang ditulis oleh Riswanda Imawan yang berjudul Membedah Politik Orde Baru. Dalam buku tersebut dibahas tentang persoalan yang berlangsung dalam politik Orde Baru. Tidak bisa dipungkiri bahwa salah satu keberhasilan menonjol dari Orde Baru
Jujun S. Suria Sumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Cet. VII, Pustaka Sinar Harapan, Anggota IKAPI, Jakarta, 1993, hlm. 112
13

adalah diselenggarakannya pemilu berskala. Obsesi ganda Orde Baru yakni menciptakan stabilitas politik dari pembangunan ekonomi, telah melahirkan tarikan ekonomi dan politik yang menakjuban. Pemilihan indikator-indikator stabilitas politik, seperti rendahnya demonstrasi, keresahan sosial, gerakan separatis dan sebagainya, telah membawa politik Indonesia condong ke arah praktek-praktek otoritarianisme.14 Obyek yang menjadi pengamatan khusus buku tersebut adalah seputar masalah pemilu dan partai politik. Namun sayangnya dalam buku tersebut tidak menyinggung masalah politik Islam sebagai salah satu ideologi yang ikut bercampur dalam arena perpolitikan. Selain itu, buku tersebut pada dasarnya adalah kumpulan artikel-artikel yang dimuat dalam harian BERNAS Yogyakarta, jadi kajianya kurang sistematis dan mendalam. Selain itu, juga buku karya Hermawan Sulistyo, dengan judul Kekuasaan Otoriter Dan Gerakan Penindasan Menuju Politik Hegemoni. Secara umum penulis buku itu berusaha menganalisis pidato Soeharto, bagaimana pilihan katanya, struktur pidatonya, kalimat, retorika, gaya bahasa, yang dipakai, dan selanjutnya menganalisis bagaimana struktur pidato itu dipakai secara strategis untuk memahami peristiwa politik. Pidato yang dimaksud dalam buku tersebut adalah pidato kenegaraan Soeharto yang diucapkan tiap tahun pada tanggal 16 Agustus, untuk meneliti bagaimana sikap politik Soeharto diwujudkan lewat berbagai pidatonya baik lisan maupun tertulis. Akan tetapi buku tersebut hanya membahas pribadi Soeharto bukan birokrasi, walau Soeharto tokoh dibalik semua itu.
Riswanda Imawan, Membedah Politik Orde Baru, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997, hlm. 86-87.
14

Sedangkan kaitannya dengan Islam, Faisal Ismail dalam bukunya yang berjudul Ideologi Hegemoni dan otoritas Agama, mengupas hubungan antara Islam dan Pancasila. Sejak dicetuskannya Pancasila oleh Soekarno, ketegangan antar Nasionalis Muslim dengan Nasionalis Sekuler selalu mewarnai dalam perpolitikan, namun berakhir dengan hasil kompromi. Berbeda dengan sejak lahirnya Orde Baru, ketegangan antara Islam Politik dengan pemerintah, umat Islam tidak banyak diberi kesempatan untuk berpartisipasi. Dengan kata lain Orde Baru memaksa Pancasila sebagai satu-satunya asas baik itu partai politik atau organisasi massa. Keberatan mereka yang keras mengakibatkan terjadinya insiden Tanjung Priok. Mereka menghadapi dua problema menerima atau tidak dengan konsekuensi yang tentunya berbeda pula. Ternyata respon umat Islam menganggap bahwa asas tunggal Pancasila bersifat teologis dan politis.15 Dalam buku lain yang berjudul Pasang Surut Hubungan Islam dan Negara Pancasila yang ditulis oleh Taufiq Nugroho menelaah hubungan Islam dan negara di Indonesia, dimana dalam hubungannya menjalani pasang surut, kadang bersifat konflik, tetapi kadang bersifat harmonis.16 Kenapa sifat itu muncul, karena keduanya - Islam dan Negara - saling mencurigai. Bersamaan dengan berjalannya waktu, dalam tubuh Islam pun menjalani perubahan yang signiflkan. Lahirnya intelektual muda membawa gaya baru di dekade 70-an. Generasi baru ini mempunyai corak pikir yang berbeda dari
15 16

Faisal Ismail, op.cit, hlm. 301. Taufiq Nugroho, op.cit. hlm. 131.

10

yang dulu, intelek muda lebih bersifat terbuka dengan kebijakan modernisasi. Sayangnya kajian buku ini terlalu lebar dan kurang spesifik, jadi

pembahasannya kurang mendalam. Adapun Din Syamsuddin yang menulis buku Islam Dan Politik era Orde Baru, memberikan sebuah pandangan bahwa hubungan antara Islam dan Politik era Qrde Baru berlangsung dalam dua ronde. Ronde pertama (19651985) telah menampilkan persaingan walaupun sifatnya kurang ideologis. Namun strategi rezim Orde Baru untuk depolitisasi Islam dalam periode ini telah membawa kekalahan Islam politik. Ronde kedua (1985-1990-an) telah berkembang berbalik menjadi resiprokal yang menghasilkan hubungan umat Islam dan rezim Orde Baru yang pada gilirannya mendorong kepada kebangkitan kultur Islam.17 Pada dasarnya buku ini hanya membandingkan antara pemerintahan yang ada di Indonesia yakni Orde Baru dengan perspektif pemikiran Islam dan diimplementasikan apa adanya. Bahtiar Effendi dalam bukunya Islam Dan Negara Transformasi Pemikiran Dan Praktek. Politik Islam di Indonesia, menelaah secara detail ide dan gagasan tentang hubungan politik Islam dan Negara di Indonesia, dalam pengertian yang lebih luas. Namun pada intinya adalah apakah Islam sesuai dengan sistem politik modern dimana gagasan negara bangsa adalah salah satu unsur yang sangat penting, mengingat bahwa Islam adalah Agama yang

17

M. Din Syamsuddin, op. cit., hlm. 170.

11 multi interpretatif.18 Yang jelas kajian buku ini menguraikan keberadaan Islam di Indonesia kaitannya dengan politik. Sedangkan Orde Baru hanya dijelaskan pada Bab kedua, itupun dalam sub kecil, yaitu "periode Orde Baru: penjinakan idealisme dan aktifisme politik Islam.19 Sementara buku Islam Dan Negara Dalam Politik Orde Baru karya Abdul Aziz Thaba, mengulas hubungan Islam dan Negara pada masa Orde Baru, dimana menurutnya dalam tahun-tahun awal konsolidasinya mengalami masa pasang akan tetapi kembali surut sejak tahun 1967, hubungan melalui tiga sifat: antagonistik (1967-1982), resiprokal kritis (1982-1985) dan akomodatif (1985-1994).20 Sesuai dengan hasil analisis dalam buku tersebut, hubungan Islam dan negara terhadap Islam, dan persepsi Islam terhadap negara, hubungan akomodatif yang terjadi satu dekade belakangan ini tercipta karena persepsi negara terhadap Islam bersifat positif begitu pula Islam terhadap Negara. Namun buku ini diterbitkan di tahun 1996 sehingga di akhir hayatnya Orde Baru tidak dibahas, kenapa Orde Baru yang kuat bisa runtuh berbeda dengan prediksinya, dia mengatakan Orde Baru tidak akan berubah karena model kepolitikannya adalah peranan dominan presiden Soeharto yang banyak mengayomi kelompok-kelompok elit di bawahnya yang cukup pluralis.21 Dia menyarankan Islam harus melakukan pendekatan ditingkat elit politik yang ada.

18 19

Bahtiar Effendi, op. cit., hlm. 332. Ibid, hlm. 14. 20 Abdul Aziz Thaba, op.cit, hlm. 240. 21 Ibid, hlm. 357.

12

Dalam bukunya M. Syafii Anwar yang berjudul Pemikiran Dan Aksi Islam Indonesia Sebuah Kajian Politik Tentang Cendikiawan Muslim Orde Baru. Sesuai dengan judulnya buku ini menganalisa kajian tajam tentang kebangkitan Islam dalam dekade 1980-an, telah terjadi perubahan sosial sebagai dampak dari kebijakan pembangunan Orde Baru, pembangunan tersebut juga memunculkan lapisan kelas menengah santri terpelajar, modem dan profesional. Fenomena inilah yang telah mendorong kebangkitan intelektualisme Islam, ditandai dengan munculnya pemikiran-pemikiran keIslaman yang memberikan formulasi, interpretasi dan refleksi terhadap persoalan-persoalan kemasyarakatan dalam arti luas, baik dalam bidang politik, sosial, ekonomi, atau budaya. Kebangkitan intelektualisme Islam ini selanjutnya menimbulkan pergeseran-pergeseran pemikiran dan orientasi perjuangan kalangan Islam dari formatnya yang bersifat Islam politik menjadi Islam kultural yang berdampak pada membaiknya hubungan Islam dan birokrasi Orde Baru.22 Buku yang mengulas lebih dalam tentang era Orde Baru kaitannya dengan keberadaan Islam politik di Indonesia adalah buku Tesisnya M. Rusli Karim yang berjudul Negara dan Peminggiran Islam Politik. Namun buku tersebut lebih menekankan kebijakan pada era tahun 1970-an dan 1980-an, dimana dalam tahun-tahun tersebut Islam dan Negara lebih bersifat antagonistik karena Islam menghadapi persoalan baik intern maupun ekstem.

22

M. Syafi'i Anwar, op. cit., hlm. 329.

13

Dalam buku itu, mengulas cukup detail hubungan antara Islam politik dengan Orde Baru, khususnya pada Bab ketiga, membahas perkembangan politik pada tahun 1970-an yaitu kebijakan-kebijakan pembangunan (politik). Proses politik yang terjadi selama kajian ini dilakukan memang mempunyai implikasi bagi menguatnya peran pemerintah, yang diiringi oleh pemikiran kekuatan-kekuatan non pemerintah.23 Juga pada Bab keempat, membahas tentang Islam politik.24 Dalam arti umum, peminggiran dapat dilihat dari sedikitnya kelompok Santri yang dilibatkan dalam percaturan politik formal. Pada awal Orde Baru makin merosotnya pencapaian partai-partai Islam dalam pemilu, dan akhirnya hilangnya partai yang berlambang Islam pada tahun 1985. Dari uraian di atas, kesimpulan yang dapat diambil, bahwa beberapa tulisan yang ada di atas meskipun banyak mengkaji tentang dinamika yang terjadi di dalam perpolitikan di Indonesia khususnya pada era Orde Baru kaitannya dengan Islam politik, namun belum ada yang spesifik dan utuh mengkaji rentang implikasi kebijakan pemerintah Orde Baru terhadap aktifitas dan keberadaan Islam politik di Indonesia. Untuk itu skripsi ini selain berusaha menjelaskan lebih jauh kebijakan pemerintah Orde Baru, juga implikasinya terhadap aktifitas dan keberadaan Islam politik secara lebih serius dan komprehensif. Dengan demikian jauh dari kemungkinan upata pengulangan apalagi penjiplakan.

23 24

M. Rusli Karim, op. cit., hlm. 53. Ibid, hlm. 115

14

E. Metode Penulisan Adapun dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metodemetode sebagai berikut: 1. Metode Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data ini, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research). Oleh karena itu teknik pengumpulan datanya melalui studi dokumenter, membaca buku-buku dan menganalisanya guna mendapatkan data yang diperlukan. Secara operasional, metode pengumpulan data penelitian ini meliputi dan menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer adalah seperangkat Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia diperoleh melalui dokumen-dokumen resmi pada masa pemerintahan Orde Baru, maupun tulisan-tulisan yang langsung terkait dengan topik tersebut. Dan untuk data-data sekunder diperoleh dari buku-buku dan tulisan-tulisan yang berisi pemikiran dan analisis yang berkaitan dengan topik yang dibahas dalam penelitian.

2. Metode Analisis Data Setelah dikumpulkan data-data yang diperoleh untuk kepentingan kajian ini, maka akan dianalisis dengan metode deskriptif dan interpretasi. Yang dimaksud deskriptif yaitu menggambarkan kebijakan akomodasi pemerintah Orde Baru terhadap Islam politik di indonesia, kemudian ditafsirkan dan dihubungkan dengan fenomena saat ini. Dengan

15

pendekatan ilmu politik, metode ini digunakan sebagai upaya untuk mendeskripsikan dan menganalisis secara sistematis terhadap beberapa fakta tentang situasi tertentu, pandangan, sikap dan kejadian yang berkaitan dengan faktor kausal, kondisional, kontekstual, serta komponen dan eksponen dari dinamika Orde Baru dalam satu kesatuan yang utuh dan saling berkaitan, sehingga memberikan tentang apresiasi pemikiran dan dinamika yang terjadi di dalam Orde Baru dalam konteks masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang. Adapun untuk memahami dan memperoleh kesimpulan yang paling valid mengenai implikasi kebijakan pemerintahan Orde Baru terhadap aktifitas dan keberadaan Islam politik, maka akan digunakan metode deskriptif analitis yaitu menggambarkan peristira yang terjadi sesuai dengan adanya kemudian diambil kesimpulan-kesimpulan yang dianggap penting. Dalam hal ini cara yang digunakan untuk memperoleh kesimpulan dengan cara membandingkan antara data yang satu dengan yang lain sehingga diketahui mana yang kuat dan atau kemudian mengkompromikan25

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Dan Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 1992, hlm. 210.

25

16

F. Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi penulis membaginya dalam lima bab dan diuraikan dalam sub-sub bab, sebagai berikut: BAB I : Pendahuluan dalam Bab ini akan dipaparkan tentang latar belakang masalah, pokok permasalahan, tujuan penelitian skripsi, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II : Dalam Bab ini akan diuraikan tentang arah kebijakan umum pemerintah Orde Baru dan keberadaan Islam politik di Indonesia yang meliputi orientasi umum kebijakan Orde Baru, ciri-ciri utama kebijakan Orde Baru, kebijakan Orde Baru terhadap Islam. BAB III : Dalam Bab ini akan dibahas mengenai kebijakan pemerintah Orde Baru dalam melakukan akomodasi terhadap Islam politik di Indonesia di dalamnya akan diuraikan mengenai : latar belakang hubungan akomodatif pemerintah Orde Baru terhadap Islam politik di Indonesia, Upaya Pemerintah Orde Baru Melakukan Akomodasi Terhadap Islam Politik di Indonesia. BAB IV : Berisi tentang analisa kebijakan pemerintah Orde Baru dan implikasinya terhadap politik di Indonesia, yang di dalamnya akan membahas tentang Implikasi Kebijakan Politik Orde Baru Terhadap Islam Politik di Indonesia, dan Relevansi Kebijakan Politik Orde Baru Terhadap Islam Politik dalam Perpolitikan di Indonesia

17

BAB V :

Merupakan Bab penutup dari keseluruhan rangkaian pembahasan skripsi ini yang terdiri atas kesimpulan dan saran-saran.

DAPATKAN SKRIPSI LENGKAP DENGAN SMS KE 08970465065 KIRIM JUDUL DAN ALAMAT EMAIL SERTA KESIAPAN ANDA UNTUK MEMBANTU OPRASIONAL KAMI GANTI OPRASIONAL KAMI 50rb SETELAH FILE TERKIRIM SITUS: http://www.lib4online.com/p/bentuk-file.html

Anda mungkin juga menyukai