Anda di halaman 1dari 26

BAB II LANDASAN TEORI

2.1. Sistem Distribusi Tenaga Listrik Pada sistem distribusi tegangan dari pembangkit hingga sampai ke konsumen, yaitu melalui beberapa tahapan. Tegangan generator pembangkit relatif rendah (6 kV 24 kV), maka tegangan ini dinaikan transformator daya ke tegangan yang lebih tinggi antara 150 kV 500 kV. Tujuan peningkatan tegangan ini, selain mempebesar daya hantar dari saluran (berbanding lurus dengan kwadrat tegangan), juga untuk memperkecil rugi daya dan susut tegangan pada saluran transmisi. Penurunan

tegangan dari jaringan tegangan tinggi/ekstra tinggi sebelum ke konsumen dilakukan di gardu induk (GI), menurunkan tegangan dari 500 kV ke 150 kV atau ke 70 kV, pada gardu induk distribusi kemudian akan diturunkan kembali dari 150 kV ke 20 kV atau dari 70 kV ke 20kV. Sebelum didistribusikan ke konsumen tentu tegangan ini akan diturunkan pada gardu distribusi, menjadi 220/ 380 volt, tegangan inilah yang langsung berhubungan dengan konsumen atau disebut Jaringan Tegangan Rendah (JTR). Saluran listrik dari sumber pembangkit tenaga listrik sampai transformator terakhir, sering disebut juga sebagai saluran transmisi, sedangkan dari transformator terakhir, sampai konsumen terakhir disebut saluran distribusi atau saluran primer.

Berikut gambar yang mengilustrasikan pendistribusian tegangan dari pembangkit sampai ke konsumen :

Gambar 2.1. Sistem Distribusi Tenaga Listrik

2.2. Jaringan Tegangan Rendah Jaringan tegangan rendah termasuk pada sistem distribusi sekunder

(380/220 Volt). Merupakan salah satu bagian dalam sistem distribusi, yaitu mulai dari gardu trafo sampai pada pemakai akhir atau konsumen.

Gambar 2.2. Hubungan Tegangan Menengah ke Tegangan Rendah dan Konsumen.

Melihat letaknya, sistem distribusi ini merupakan bagian yang langsung berhubungan dengan konsumen, jadi sistem ini selain berfungsi menerima daya listrik dari sumber daya (trafo distribusi), juga akan mengirimkan serta mendistribusikan daya tersebut ke konsumen. Mengingat bagian ini berhubungan langsung dengan konsumen, maka kualitas listrik selayaknya harus sangat diperhatikan.

2.2.1. Konstruksi Jaringan Tegangan Rendah 8

Ada dua macam konstruksi saluran/ distribusi PLN yaitu saluran udara (overhead system) dan saluran kabel bawah tanah (underground cable). Kedua cara penyaluran tersebut masing-masing mempunyai keuntungan dan kerugian. Pertimbangan transmisi ini berdasarkan alasan teknis, nilai investasi, estetika, dan pelayanan atau jenis pelanggan. Konstruksi saluran/ distribusi pada JTR yaitu Saluran Kabel Tegangan Rendah (SKTR) dan Saluran Udara Tegangan Rendah (SUTR). Perbedaan saluran ini hanya pada teknik pemasangannya saja, SKTR ditanam di tanah sedangkan SUTR di udara dengan menggunakan tiang penyangga, namun fungsinya tetap sama yaitu mendistribusikan listrik langsung pada konsumen. SKTR pada umumnya dipasang di daerah perkotaan, terutama di tengahtengah kota yang padat bangunan dan membutuhkan aspek estetika. Dibanding SUTR, SKTR memiliki beberapa kelemahan, diantaranya nilai investasi yang mahal dan gangguan sulit dideteksi dengan cepat. Maka dari itu, penggunaan SUTR menjadi pilihan utama untuk mendistribusikan tegangan rendah di Indonesia. Penggunaan sistem SUTR sangat berasalan, dimana SUTR mempunyai keuntungan/ keunggulan dibandingkan penggunaan SKTR. Berikut keuntungan/ keunggulan SUTR di banding SKTR : 1. Isolasinya lebih mudah. 2. Pendinginannya baik.

3. Gangguan-gangguan dapat diatasi dengan cepat. 4. Jauh lebih murah/ ekonomis.

2.2.2. Perencanaan/ Pemasangan Jaringan Tegangan Rendah Didasari pemikiran bahwa pemukiman perkotaan di Indonesia sebagai negara berkembang masih senantiasa berubah-ubah, maka PLN menentukan penggunaan SUTR sebagai standar sistim Distribusi Tegangan Rendah dengan penggunaan tiang beton (Jawa-Bali) sebagai penyangga (9 meter, 200 daN) dan kabel Alumunium berisolasi (TIC) sebagai penghantar. Dasar-dasar perencanaan SUTR : Upayakan lokasi gardu dipusat beban Sesuai kondisi tata letak pemukiman, tiang dipasang pada jarak 30 50 m Pada setiap tiang maksimum boleh dipasang 7 (tujuh) kabel SR/ konsumen Ukuran kabel menurun mulai dari TIC 70+N, 50+N, 35+N, dan 25+N. Kapasitas kabel/ rugi tegangan pada dasarnya mengacu kepada PUIL.

Pemasangan : Penanaman tiang sedalam 1/6 panjang tiang, tambahan pondasi beton pada lokasi-lokasi tertentu saja sehingga tiang tetap tegak lurus saat dibebani kabel. Tambahan tupang tarik, tupang tekan atau ambar schoor pada belokan. Accessories penggantung kabel, sambungan/ pencabangan kabel, dan lainnya menggunakan peralatan khusus (Standar PLN). Penggunaan alat bantu pemasangan standar merupakan syarat (dongkrak kabel, rol gantung, klem kodok, tirfor, dynamometer, dan press tang)

10

2.3. Saluran Udara Tegangan Rendah Saluran Udara Tegangan Rendah (SUTR) adalah bagian hilir dari sistem tenaga listrik pada tegangan distribusi dibawah 1000 volt (220/ 380 volt di Indonesia), yang langsung memasok kebutuhan listrik tegangan rendah konsumen. Sistem jaringan tegangan rendah yang digunakan pada saat ini,

menggunakan 3 fasa 4 kawat, empat kawat tersebut terdiri dari 3 fasa dan Netral (R. S. T. N). keempat kawat tersebut dihubungkan pada trafo atau gardu, untuk melayani konsumen yang rata-rata untuk instalasi penerangan rumah tinggal (rumah tangga), perkantoran, gedung-gedung serta melayani keperluan industri dan sebagainya.

2.3.1. Penghantar Saluran Udara Tegangan Rendah Dalam pemasangan instalasi listrik umumnya digunakan penghantar dari bahan tembaga (Cu) atau Alumunium. Kemurnian bahan baik dari tembaga maupun alumunium sekurang-kurangnya 99,9 %. Tahanan jenis tembaga lunak untuk penghantar listrik telah dibakukan secara internasional tidak boleh melebihi 1/58 atau 0,017241 ohm mm2/m pada temperatur 20o C. Dengan kata lain daya hantar jenis dari bahan tembaga sama dengan 58 siemens = 100% IACS (International Annealed Copper Standard). Koefisien suhu tembaga pada temperatur 20o C, kurang lebih 0,004 per derajat celcius. Jadi apabila kenaikan suhu 10o C akan menyebabkan kenaikan tahanan jenisnya kira-kira 10x0,004 = 0,04 atau 4%. Selain penghantar dari tembaga, juga digunakan penghantar dari alumunium. Kemurnian dari alumunium untuk bahan penghantar sekurangkurangnya 99,5 %. Alumunium dengan kemurnian 99,5 % atau dapat dikatakan 11

alumunium lunak tahanan jenisnya secara baku tidak boleh melebihi 0,028264 ohm mm2/m pada suhu 20o C, matau sama dengan kemampuan hantar jenis alumunium sekurang-kurangnya 61% IACS. Koefisien suhu alumunium pada 20o C kira-kira 0,004 per derajat celcius, yaitu sama dengan tembaga. Memperhatikan penghantar tembaga dan alumunium di atas, yaitu daya hantar alumunium hanya 61% IACS, maka untuk bahan dengan tahanan yang sama diperlukan luas penampang alumunium : (100/61) x luas penampang temabaga atau 1,64 x luas penampang temabaga. Namun demikian berat penghantar alumunium dan temabaga pada suhu 20o C dengan perbandingan masing-masing 2,7 dan 8,9. Untuk itu penghantar alumunium dengan tahanan terhadap tembaga adalah : 1,64 x (27/89) x 100% = 50% dari berat tembaga. Untuk itu konstruksi jaringan dengan menggunakan penghantar tembaga tentu harus lebih kokoh dan pada gilirannya akan menaikan nilai biaya. Namun bila diperhatikan diameter alumunium lebih besar 28% dari tembaga akan diperlukan isolasi yang lebih besar dibanding isolasi untuk penghantar tembaga. Dari pertimbangan diatas, bahwa untuk hantaran saluran udara lebih menguntungkan menggunakan konduktor alumunium dibanding tembaga karena pertimbangan berat dan konstruksi jaringan akan lebih murah.

12

Gambar 2.3. Konduktor Tembaga

2.3.1.1. TIC (Twisted Insulated Cable) Ada 2 (dua) macam kabel TIC yang biasa dipakai pada saluran udara tegangan rendah, yaitu : 1. TIC 4 kabel (3 fasa 1 netral) Digunakan untuk saluran udara tegangan rendah, untuk kawat fasa berbahan alumunium, sedangkan untuk kawat netral (bisa berdiameter lebih kecil/ sama) berbahan alumunium campuran. Keempat kawat ini masing-masing dilapisi bahan XLPE (Cross Linked Polyethylene Sheath) yang diplintir menjadi satu.

Berikut ukuran TIC yang biasa digunakan untuk saluran udara tegangan rendah : Twisted Cable berukuran 3x70 mm2 + N Twisted Cable berukuran 3x50 mm2 + N Kabel Twisted berukuran besar ini biasanya dipakai untuk daya yang cukup besar yaitu 11 kVA keatas. Sedangkan untuk jaringan pedesaan biasanya digunakan kabel : Twisted Cable berukuran 3x35 mm2 + N Twisted Cable berukuran 3x25 mm2 + N

13

Gambar 2.4. TIC ukuran 3x35 mm2 + N 2. TIC 2 kabel (1 fasa 1 netral) Digunakan untuk sambungan rumah (SR), besar diameter disesuaikan dengan besar daya masing-masing pelanggan.

Gambar 2.5. TIC Sambungan Rumah 2x10 mm2

Ada

dua

daerah

pemasangan

jaringan

tegangan

rendah

dengan

menggunakan penghantar Twisted Insulated Cable (TIC), yaitu : 1. Dibawah Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) 2. Khusus TIC yang mempergunakan tiang 9m/200 daN

2.3.2. Tiang Saluran Udara Tegangan Rendah

14

Berikut spesifikasi tiang yang biasa digunakan tegangan rendah dengan kabel Twisted : a. Jenis tiang b. Panjang total c. Beban kerja

untuk

saluran udara

: Tiang beton bulat dan tiang beton H : 9 meter dan 11 meter : 200, 350, 500, 800 daN

Penanaman tiang dilakukan pada kedalaman 1/6 kali panjang tiang. Pada tempat-tempat tertentu, yaitu ditempat dimana tiang-tiang ada kemungkinan ditabrak oleh kendaraan berat, maka digunakan peralatan pelindung atau pondasi.

Pemilihan jenis tiang untuk SUTR tentu memperhatikan kondisi geografis, faktor lingkungan, faktor konstruksi, dan penampang hantaran. Ada 3 (tiga) tipe tiang yang harus diperhitungkan kekuatan tariknya yaitu tiang awal/ akhir, tiang tengah, tiang sudut pada jaringan listrik. Menurut Standar Konstruksi Jaring Distribusi Jawa Barat, penggunaan

tiang beton untuk SUTR dengan penghantar TIC sebagai berikut :

Tabel 2.1. Batas Minimum Penggunaan Tiang Beton Pada Jaring SUTR TIC Khusus
JUMLAH JARING SUTRTIC GAWANG (SPAN) SUTR-TIC KHUSUS PENGGUNAAN KHUSUS

50 m 60 m 70 m

SIRKIT TUNGGAL

3x70+54,6+2x16 3x50+54,6+2x16 3x35+54,6+2x16 3x70+54,6+1x16 3x50+54,6+1x16 3x35+54,6+1x16 3x70+54,6 3x50+54,6 3x35+54,6

9 / 200

9 / 200

9 / 200

15

(Standar Konstruksi Jawa Barat)

2.3.3. Konstruksi Saluran Udara Tegangan Rendah 1. Konstruksi Dead End ( ED ), yaitu konstruksi memakai klem jepit jenis strain clamp dengan atau tanpa jangkaputar ( span skrup turn buckle ). Konstruksi ini dipakai pada tiang awal, tiang ujung, tiang seksi, dan tiang sudut dengan lintasan lebih besar dari 30. 2. Konstruksi Adjustable Dead End ( ADE ) a. Konstruksi ini adalah varian dari konstruksi Dead End dengan kelengkapan tambahan turn buckle / span schrof. b. Konstruksi Dead End dipakai pada tiang awal dan konstruksi Adjustable Dead End pada tiang ujung lainnya. c. Ikatan konstruksi DE dan ADE pada tiang awal dan ujung memakai stainless steel atau baut M 50 galvanised. 3. Konstruksi Suspension , yaitu konstruksi memakai klem jepit tipe gantung / suspension clamp. a. Konstruksi suspension digunakan pada tiang tengah. b. Bentuknya adalah sedemikian rupa sehingga dapat dipakai untuk sudut lintasan saluran. c. Ikatan konstuksi ini ( pole bracket ) dapat memakai stainless steel strip atau memakai baut M 50 galvanis pada lubang lubang konstruksi di ujung tiang. 4. Konstruksi Dead End pada Tiang Ujung

16

a. Konstruksi Dead End pada tiang ujung dilengkapi dengan pipa PVC, sebagai pelindung mekanis ujung ujung penghantar ( Bundle end constructions ) b. Insulating TIP digunakan sebagai pelindung elektris. 5. Konstruksi Pembumian Sesuai dengan prinsip pembumian TN C ( PNP Pentanahan Netral Pembumian ), penghantar netral dibumikan tiap 200 meter ( ketentuan PUIL ) atau tiap 5 gawang. 6. Terminasi a. Sambungan kabel daya dari gardu ke pelanggan disambung

menggunakan saluran udara dengan memakai Compression Bimetal Joint Sleeeve ( jika kabel dengan penghantar jenis tembaga ) b. Plastik heatshrink dipakai sebagai pelindung elektris dan pelumas / grease sebagai pelindung terhadap udara lembab. 7. Sambungan dan Sadapan ( Joint dan Tap ) a. Sambungan antara kabel Twisted ( TIC ) memakai joint sleeve ( junction sleeve ) terbuat dari alumunium murni. b. Pengencangan sambungan memakai hydraolic compression. Sebelum dikencangkan / dipres, bagian dalam selongsong joint sleeve harus dilapisi pelumas / grease ( gemuk ) c. Bagian inti penghantar sebelum dimasukan ke dalam selongsong harus disikat dengan sikat kawat dulu. d. Untuk konstruksi sadapan, dipakai konektor type H. Isolasi kabel harus dikupas dan permukaan intu kabel harus disikat kawat. Selanjutnya 17

konektor ditutup selubung / heatshrink. Setelah dipanaskan, kemudian dipress dengan hydraolic compression. 8. Topang Tarik ( Guy Wire / Trek Schor ) a. Pemakaian Guy Wire ( Trek Schor ) dipakai pada posisi tiang tiang sudut, tiang awal dan tiang akhir, sehingga dapat menghemat biaya pemakaian tiang yang mempunyai kekuatan besar. b. Terdapat tiga jenis konstruksi guy wire : Down Guy Wire, yaitu guy wire yang langsung mengarah ke bumi. Horizontal Guy Wire, yaitu dengan konstruksi tiang penopang baru kemudian ke bumi. Interpole Guy Wire, yaitu konstruksi guy wire antara tiang ujung dari tiang akhir saluran yang berbeda.

2.3.3.1. Konstruksi Tiang Penyangga (Suspension)

18

Untuk posisi lurus atau sudut kecil (0o-45o) dengan memasang kabel Twisted tanpa PJU.

Gambar 2.6. Tiang Penyangga (Suspension) Keterangan : 1. Stainless Steel Strap 2. Suspension Clamp 3. Pole Bracket 4. Plastic Strap 5. Stopping Buckle

2.3.3.2. Konstruksi Tiang Sudut Untuk sudut besar (45o-120o) dengan memasang kabel Twisted.

19

Gambar 2.7. Tiang Sudut Keterangan : 1. Stainless Steel Strap 2. Strain Clamp 3. Pole Bracket 4. Stopping Buckle 5. Plastic Strap

2.3.3.3. Konstruksi Tiang Percabangan Untuk posisi tiang pada sudut kecil (0o-45o) dengan memasang kabel Twisted

20

Gambar 2.8. Tiang Satu Percabangan Sudut Kecil Keterangan : 1. Stainless Steel Strap 2. Suspension Clamp 3. Pole Bracket 4. Plastic Strap 5. Stopping Buckle 6. Connector 7. Strain Clamp 8. Turn Buckle Light Untuk posisi tiang pada sudut besar (45o-120o) dengan memasang kabel Twisted

21

Gambar 2.9. Tiang Satu Percabangan Sudut Besar

Keterangan : 1. Strain Clamp 2. Pole Bracket 3. Plastic Strap 4. Connector 5. Stoping Buckle 6. Stainless Steel Strap

2.3.3.4. Konstruksi Tiang Awal/ Akhir Untuk posisi lurus dengan memasang kabel Twisted

22

Gambar 2.10. Tiang Akhir Keterangan : 1. Strain Clamp 2. Pole Bracket 3. Plastic Strap 4. P.V.C tube 5. Stopping Buckle 6. Link 7. Terminal CAP 8. Stainless Steel Strap 9. Turn Buckle Light 2.3.4. Perlengkapan Saluran Udara Tegangan Rendah (SUTR) a. Pole Bracket Berfungsi sebagai tempat bergantungnya suspension clamp maupun strain clamp.

23

Gambar 2.11. Pole Bracket b. Strain Clamp Di tiang-tiang yang menahan beban tarikan netral dari Twisted dipakai strain clamp, misalnya tiang ujung atau sudut-sudut belok besar di atas 45o.

Gambar 2.12. Strain Clamp

c. Pengikat Untuk pengikat pole bracket ke tiang dipakai stainless steel strap yang dipasang dengan memakai stopping buckle.

d. Link Dipasang untuk pemisah antara tiang dengan pipa (P.V.C) yang keduanya pada keadaan terikat oleh stainless steel strap. e. Turn Buckle Dipakai pada tiang ujung penarikan.

24

Gambar 2.13. Turn Buckle

f. Suspension Clamp Dipakai pada tiang yang jaringannya lurus atau pada sudut maksimal 45o.

Gambar 2.14. Suspension Clamp

g. Twisted Cable Kabel penghantar yang dipakai pada SUTR. h. Cable Joint Perlengkapan ini biasanya dipakai hanya karena ketidak cocokan antara panjang kabel dalam drum dengan jarak antara tiang. i. Pembumian

25

Pembumian pada SUTR memakai kawat CU 50 mm2. Pembumian dilakukan dengan membumikan kawat nol untuk setiap 5 (lima) gawang. j. Pondasi Pondasi pada tiang memakai campuran pasir batu. k. Sambungan/ Connector Sambungan memakai Compression Connector Alumunium (CCOA) yang di pres dengan tang press hidrolik.

2.3.5. Sambungan Saluran Udara Tegangan Rendah Berikut ketentuan untuk sambungan pada jaringan listrik tegangan rendah : Badan konektor yang terbuat dari bahan aluminium campuran dengan kadar aluminium minimum 97,28%, silikon 0,2 0,6 % dan magnesium 0,45 0.9 % untuk bagian kontak atau badan konektor yang terbuat dari tembaga, kadar tembaga minimum 99,9 %. Gemuk/kompon harus terbuat dari bahan berkarakteristik sebagai berikut: 1. Tidak bereaksi dengan aluminium dan seng 26

2. Titik leleh (droping point) tidak boleh kurang dari 100o C 3. Kestabilannya tidak berubah oleh pengaruh udara dan tidak teroksidasi 4. Jika gemuk mengandung bahan yang mudah menguap, penguapannya tidak mengakibatkan terjadinya retak pada lapisan permukaan logam pelindung (protective film) 5. Pada uji daur-panas, berkurangnya berat contoh uji tidak boleh lebih dari 5% 6. Kelekatan (daya lekat) lapisan gemuk harus baik, sehingga permukaan aluminium tidak kusam atau buram Bagian-bagian konektor harus tidak berkarat dan tidak cacat, seperti permukaan tidak retak dan cacat lain yang dapat mempengaruhi fungsi konektor dalam pemakaiannya. Pada konektor harus terbaca jelas tandatanda pengenal atau penandaan sesuai dengan persyaratan pada standar ini. Penandaan harus huruf timbul (embossing) untuk jenis konektor yang dibuat dengan cara pengecoran, dan cetak tempa untuk yang dibuat dengan cara ekstrusi.

Penyambungan pada SUTR dengan penghantar TIC, menurut ketentuan PLN sekarang digunakan CCOA (Compression Connector Alumunium). Sebelum digunakan CCOA, untuk sambungan pada SUTR digunakan tap connector. Namun karena tap connector banyak kelemahan, maka penyambungan digantikan dengan CCOA. Berikut kelemahan tap connector : 27

Gigi penjepit kabel atau gigi penerus kabel sering tumpul. Gigi penjepit karatan atau kotor sehingga timbul kerugian (rugi daya). Baut atas connector akan patah apabila dikencangkan, sehingga jika ada gangguan sulit dibuka/ diperbaiki.

Penjepit connector kurang kuat, karena pemasangan secara manual dengan menggunakan kunci pas.

Gambar 2.15. Tap Connector

Untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan, maka PLN menetukan CCOA menjadi alat titik sambung pada SUTR dengan penghantar TIC. CCOA ini terbuat dari bahan alumunium dengan bentuk oval persegi, dengan dua lubang pada bagian dalamnya, dan berbagai macam ukuran diameter sesuai dengan keperluan untuk sambungan kabel. Pada pemasangannya dibutuhkan alat bantu yaitu tang pres hidrolik.

28

Gambar 2.16. CCOA

Gambar 2.17. Tang Pres Hidrolik

2.3.6. Sag/ Lendutan Karena adanya bobot berat dari penghantar yang direntangkan antar tiang/ gawang, penghantar akan membentuk lengkungan. Menurut aturan pada PUIL 2000 untuk jarak sag dengan permukaan tanah diukur dari titik terendah sukurangkurangnya yaitu sebagai berikut : Tabel 2.2. Jarak Sag Dengan Permukaan Tanah Penghantar Tak Berisolasi Bukan Jalan Umum Halaman Rumah 5 Meter 5 Meter 4 Meter 3 Meter (PUIL 2000) Penghantar Berisolasi

2.4. Menentukan Pengaman Pada PHB

29

Pemasangan pengaman dalam PHB kapasitas amperenya harus sesuai dengan kebutuhan/ keperluan. Untuk menghitung kapasitas pengaman dapat dilakukan dengan persamaan sebagai berikut : P= I x Vf x cos watt (sistem satu fasa) P= I x VL x cos x 3 watt (sistem tiga fasa) Keterangan : Vf = Tegangan fasa netral (220 volt) VL = Tegangan fasa fasa (380 volt) Dari persamaan diatas dapat dihitung arus nominal (In) beban. Untuk menghitung besarnya kapasitas arus pengaman Ip = In x k.

Keterangan : k = 1,1 s/d 2,5 (untuk pengaman beban lebih) k = 1,1 s/d 4 (untuk pengaman hubung singkat) Dalam perhitungan konstanta, k dapat digunakan harga maksimum apabila dalam menghitung arus listrik beban (beban yang bersifat induktif) tidak diketahui secara pasti faktor dayanya. Apabila sudah diketahui faktor daya beban secara pasti harga k digunakan yang lebih kecil. Berikut ini daftar kapasitas NH (Niede Hochlestup) Fuse SIBA Germany : Tabel 2.2. HRC/ NH Fuses NH FUSE BASES 1 2 (400 A) (630 A)

GROSSE (SIZE)

00 (125 A)

0 (250 A)

3 (1000 A)

4 (1600 A)

30

6A FUSE 10 A CARTRIDGES 16 A 20 A 25 A 36 A 50 A 63 A 100A 80 A 125 A Keterangan :

36 A 50 A 63 A 80 A 100 A 125 A 160 A

50 A 63 A 80 A 100 A 125 A 160 A 200 A 224 A 250 A

250 A 300 A 355 A 400 A

425 A 500 A 630 A

630 A 800 A 1000 A 1250 A 1500 A 1600 A

GROSSE (SIZE) = Kode Ukuran Dudukan Sekring FUSE CATRIDGES = Patron Lebur NH (Niede Hochlestup) atau HRC (High Rupturing Capacity) FUSE BASES = Rumah atau Dudukan Patron Lebur

31

Anda mungkin juga menyukai