Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH SEMINAR KIMIA FENOLFTALEIN DALAM SUASANA BASA PEKAT BERLEBIH

Oleh: I PUTU RAIWATA MERTANJAYA (0813031019)

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2011

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Titrasi merupakan salah satu metode untuk menentukan konsentrasi suatu larutan dengan cara mereaksikan sejumlah volume larutan tersebut dengan sejumlah volume larutan lain yang konsentrasinya sudah diketahui (Justiana dan Muchtaridi, 2009). Dalam titrasi asam-basa, sangat diperlukan adanya indikator untuk menentukan titik akhir titrasi. Salah satu indikator yang lazim digunakan dalam titrasi asam-basa adalah fenolftalein. Fenolftalein merupakan salah satu indikator yang sering dipakai dalam titrasi asambasa. Fenolftalein umumnya dipakai sebagai indikator dalam menentukan titik akhir titrasi asam kuat dengan basa kuat. Fenolftalein mempunyai trayek pH 8,3-10,0 (Bassett, et al, 1994), dengan perubahan warna dari tak berwarna ke merah. Fenolftalein kembali menjadi tidak berwarna apabila berada dalam suasana basa pekat atau penambahan basa yang berlebih. Hal ini didukung dengan hasil percobaan menunjukkan bahwa dalam konsentrasi NaOH yang semakin pekat, warna fenolftalein semakin pudar (Petruevski dan Risteska, 2007). Perubahan warna ini tentunya disebabkan oleh perubahan struktur fenolftalein dalam kondisi penambahan basa yang berlebih. Berdasarkan hal yang telah diuraikan di atas, maka makalah yang berjudul Fenolftalein dalam Suasana Basa Pekat Berlebih ini disusun.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang timbul adalah Mengapa fenolftalein dapat kembali menjadi tidak berwarna dalam suasana basa pekat berlebih? Bagaimanakah perubahan strukturnya?.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Titrasi Asam-Basa Titrasi merupakan salah satu metode untuk menentukan konsentrasi suatu larutan dengan cara mereaksikan sejumlah volume larutan tersebut dengan sejumlah volume larutan lain yang konsentrasinya sudah diketahui (Justiana dan Muchtaridi, 2009). Volume titran ditambahkan sampai titik ekivalennya, yaitu sampai saat dimana pereaksinya tepat bereaksi. Prosedur analisis yang melibatkan titrasi dengan larutan yang konsentrasinya diketahui disebut analisis volumetri. Titrasi asam-basa didasarkan pada persamaan reaksi yang telah pasti. Konsentrasi larutan asam atau basa dihitung secara stoikiometri pada keadaan ekivalen asam sama dengan ekivalen basa.

Ekivalen asam Ekivalen basa V1 N1 V2 N 2

V1 dan V2 = volume larutan asam dan basa N1 dan N2 = Normalitas larutan asam dan basa Reaksi kimia yang terjadi pada titrasi asam-basa sebenarnya adalah reaksi antara ion hidronium (dari asam) dengan ion hidroksida (dari basa) menghasilkan air. H3O+(aq) + OH-(aq) 2H2O(l)

Pada titrasi asam dengan basa, pH larutan (titrat asam) bertambah mengikuti penambahan titran (basa). Larutan titrat yang memiliki pH tertentu dalam proses titrasi asam dengan basa dapat dibedakan dalam empat keadaan, yaitu: a. pH larutan sebelum titrasi dimulai. b. pH larutan sebelum titik ekivalen tercapai. c. pH larutan pada saat titik ekivalen tercapai. d. pH larutan setelah titik ekivalen tercapai. Ditinjau dari titran dan titrat atau asam dan basa yang digunakan, maka titrasi asam basa dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu: a. Titrasi antara asam kuat dengan basa kuat. b. Titrasi antara asam lemah dengan basa kuat. c. Titrasi antara asam kuat dengan basa lemah. d. Titrasi antara asam lemah dengan basa lemah.

2.2 Indikator Asam-Basa

Indikator adalah zat yang memberikan perubahan warna yang mencolok dalam medium asam dan basa (Chang, 2005). Indikator asam-basa berupa asam atau basa organik lemah. Struktur molekul indikator asam-basa mengandung gugus pembawa sifat asam atau basa dan struktur konjugasinya yang dapat menimbulkan perubahan warna. Perubahan warna pada indikator asam-basa disebabkan oleh berubahnya struktur konjugasi bentuk tak terion menjadi struktur konjugasi yang lain dari bentuk ionnya. Ionisasi indikator asam-basa dipengaruhi oleh tingkat keasamaan larutan. W. Oswald (dalam Bassett, et al., 1994) berpendapat bahwa asam indikator yang tak berdisosiasi (Hin) atau basa indikator yang tak-berdisosiasi (InOH) mempunyai warna yang berbeda dari warna ionnya. Keseimbangan-keseimbangan dalam larutan air dapat ditulis sebagai berikut. HIn InOH (warna 1) H+ + In- atau OH- + In+ (warna 2)

Apabila indikator tersebut merupakan asam lemah, maka adanya ion H + berlebih dalam larutan asam akan menelkan ionisasi dengan adanya efek ion sekutu, sehingga menyebabkan konsentrasi In- akan sangat kecil dan warna akan merupakan warna dari bentuk yang tak terionisasi. Apabila dalam suasana basa, penurunan konsentrasi H + akan mengakibatkan ionisasi indikator lebih lanjut, [In-] akan naik, dan warna dari bentuk terionisasi menjadi nampak. begitu pula sebaliknya dengan indikator yang merupakan basa lemah. Warna sesungguhnya dari indikator yang bergantung pada angka banding dari konsentrasi bentuk terionisasi dan bentuk tak terionisasi, sangat berkaitan langsung dengan konsentrasi ion hidrogen dalam larutan.

2.3 Indikator Fenolftalein Fenoftalein atau 3,3-bis(4-hydroxyphenyl)isobenzofuran-1(3H)-one memiliki rumus molekul C20H14O4. Fenolftalein berupa serbuk putih-kuning yang tidak berbau. Titik leleh fenolftalein berkisar antara 258oC sampai 262oC. Fenolftalein hampir tidak larut dalam air, sedikit larut dalam kloroform, dan larut dalam alkohol, dietil eter, larutan alkali encer, dan larutan panas alkali karbonat (Report On Carcinogens, 2002). Fenolftalein termasuk indikator asam-basa golongan ftalein. Fenolftalein merupakan senyawa yang memiliki gugus fenol, sehingga bersifat sebagai asam lemah (Sukarta, 1999).

Fenolftalein dapat dibuat melalui reaksi kondensasi, menggunakan fenol dan ftalat anhidrida. Reaksi pembuatan fenolftalein adalah sebagai berikut.
OH OH HO O C OH

H2SO4
O C

+
C O

panas
C O

+ H2O
O

Fenol

Ftalat anhidrida

Fenolf talein

Gambar 1. Reaksi Pembuatan Fenolftalein ( Petruevski dan Risteska, 2007). Fenolftalein sebagai indikator titrasi asam-basa sangat sering digunakan, umumnya digunakan dalam titrasi asam kuat dengan basa kuat. Dalam larutan dengan pH dibawah 8,3, fenolftalein tidak berwarna dan dalam larutan dengan pH 10, fenolftalein berwarna kemerahan. Di bawah pH 8,3, fenolftalein dinyatakan sebagai lakton fenol (Gambar 2.). Struktur fenolftalein berubah dan memberikan warna merah pada pH 10 (Gambar 3.).
HO OH

C O C O

Gambar 2. Struktur Fenolftalein di bawah pH 8,3


O O

COO

Gambar 3. Struktur Fenolftalein pada pH 10 Pada pH 8 ke bawah, struktur fenolftalein dapat disingkat H 2P. Dalam rentangan pH 8 10, proton-proton asam akan diambil oleh ion OH- dari NaOH, sehingga memberikan ion P2- yang berwarna merah muda (Hughes, 2008).

Perubahan struktur dan mekanisme reaksi dari indikator fenolftaein adalah sebagai berikut.

HO

OH

HO

OH

C O C O

OH
C OH COO

(I)

(II) OH

COO

COO

(III)

Gambar 4. Perubahan Struktur Fenolftalein Dalam Suasana Basa


HO OH HO O H

C O C O

OH

C OH COO

OH H O O HO O

C COO

C OH COO H

-H2 O
O O O

C COO

COO

Gambar 5. Mekanisme Perubahan Struktur Fenolftalein Dalam Suasana Basa

BAB III PEMBAHASAN Fenolftalein merupakan salah satu dari beberapa indikator yang umum digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi asam-basa. Pada umumnya, fenolftalein digunakan dalam titrasi asam kuat dengan basa kuat. Dalam larutan dengan pH dibawah 8,3, fenolftalein tidak berwarna dan dalam larutan dengan pH 10, fenolftalein berwarna kemerahan. Apabila terjadi kelebihan basa pada saat titik akhir titrasi, maka warna larutan yang semula merah muda akan memudar jika dibiarkan selama beberapa saat. Namun, dalam kondisi yang sangat basa dengan pH 14 indikator fenolftalein kembali menjadi tidak berwarna. Hal ini terjadi karena perubahan strukturnya menjadi karbinol.
O O

C OH COO

Gambar 6. Struktur Karbinol Percobaan yang dilakukan oleh Petruevski dan Risteska (2007), menunjukkan bahwa warna yang diberikan oleh fenolftalein semakin pudar dalam konsentrasi basa yang semakin pekat.

Gambar 7. Warna Fenolftalein dalam Larutan NaOH 4 mol/L (kiri), 2 mol/L (tengah) and 1 mol/L (kanan) Perubahan warna yang terjadi ini disebabkan oleh perubahan struktur termasuk penghasilan bentuk-bentuk kuinoid dan resonansi. Perubahan struktur yang terjadi pada fenolftalein khas bagi semua indikator golongan ftalein. Perubahan struktur fenolftalein dalam penambahan basa berlebih adalah sebagai berikut.

HO

OH

HO

OH

C O C O

OH
C OH COO

(I) tidak berwarna pH < 8,3

(II)

OH
O O O O

COO

(III) berwarna merah pH = 10

COO

Kelebihan OH
O O

C OH COO

(IV) tidak berwarna pH > 14

Gambar 7. Pembentukan Karbinol oleh Fenolftalein Dalam Suasana Basa Berlebih (Bassett, et al., 1994) Dengan adanya larutan alkali encer, cincin lakton pada struktur (I) terbuka dengan menghasilkan struktur (II), dan struktur trifenilkarbinol (II) akan kehilangan air dengan menghasilkan ion beresonansi (III) yang memberikan warna merah. Dengan adanya

penambahan basa alkali alkoholik pekat yang berlebih, warna merah yang semula dihasilkan menghilang karena terbentuknya struktur (IV) (Bassett, et al., 1994). Pernyataan ini juga didukung oleh Harman (dalam Sukarta, 1999), yang menyatakan bahwa bentuk (I) dan (II) tidak menimbulkan warna, sedangkan bentuk (III) memberikan warna merah yang disebabkan oleh struktur konjugasi kuinoid. Dalam suasana sangat basa (IV), struktur konjugasi kuinoid berubah membentuk benzoid (suatu trianion), sehingga fenolftalein menjadi tidak berwarna. Selain dua pernyataan di atas, perubahan warna fenolftalein ini juga disebabkan oleh perubahan jumlah ikatan rangkap terkonjugasi. Bentuk (I) merupakan C sp 3 yang berada bentuk tetrahedral. Bentuk ini tidak memungkinkan adanya pergeseran ikatan rangkap terkonjugasi dari satu cincin ke cincin yang lainnya. Hal ini menyebabkan elektron phi ( ) memerlukan energi yang lebih besar untuk tereksitasi dan bentuk (I) ini menjadi tidak berwarna. Bentuk (III) merupakan C sp2 yang berada dalam bidang datar, sehingga menambah ikatan rangkap terkonjugasi yang dimiliki oleh fenolftalein. Dengan bertambahnya ikatan rangkap terkonjugasi, maka akan menambang panjang gelombang dan energi yang dibutuhkan elektron phi () untuk tereksitasi menjadi lebih rendah. Hal inilah yang menyebabkan bentuk (III) tersebut berwarna merah. Dengan penambahan basa yang berlebih menyebabkan bentuk (III) menjadi bentuk (IV). Bentuk (IV) merupakan C sp 3 yang berada bentuk tetrahedral, sehingga kembali menjadi tidak berwarna.

BAB IV PENUTUP 4.1 Simpulan Fenolftalein berwarna merah dalam kondisi basa akibat struktur ion resonansinya. Fenolftalein kembali menjadi tidak berwarna dalam penambahan basa pekat yang berlebih karena perubahan strukturnya menjadi karbinol. Perubahan struktur fenolftalein dalam penambahan basa pekat yang berlebih dapat dilihat pada (Gambar 7.).

4.2 Saran Perubahan struktur fenolftalein menjadi karbinol tidak terjadi pada pH kurang dari 14. Untuk megurangi kemungkinan pembentukan karbinol, maka disarankan untuk menggunakan konsentrasi basa yang tidak terlalu pekat. Konsentrasi basa yang disarankan untuk titrasi adalah 0,1 N.

DAFTAR PUSTAKA

Bassett, J., Denney, R.C., Jeffrey, G.H., dan Mendham, J. 1994. Buku Ajar Vogel: Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Alih Bahasa A. Hadnyana P. Dan L. Setiono. Vogels Textbook of Quantitative Inorganic Analysis Including Elementary Instrumental Analysis, Fourth Edition. 1991. Jakarta: EGC. Chang, Raymond. 2003. Kimia Dasar: Konsep-konsep Inti. Alih Bahasa Departemen Kimia ITB. General Chemistry: The Essential Concepts Third Edition. 2003. Jakarta: Erlangga. Hughes, A. A. 2008. Phenolphthalein-NaOH Kinetics. Tersedia pada

http://faculty.ccri.edu/aahughes/GenChemII/Lab%20Experiments/Phenolphthalein_N aOH_Kinetics.pdf. Diakses pada tanggal 14 April 2011. Justiana, Sandri dan Muchtaridi. 2009. Kimia 2. Jakarta: Yudhistira Petruevski, Vladimir M. dan Risteska, Keti. 2007. Behaviour of Phenolphthalein in Strongly Basic Media. Chemistry, Vol. 16, Iss. 4 (2007). Tersedia Diakses pada pada

(http://khimiya.org/pdfs/KHIMIYA_16_4_PETRUSEVSKI.pdf). tanggal 5 April 2011.

Report On Carcinogens. 2002. Phenolphthalein CAS No. 77-09-8. Report On Carcinogens, Eleventh Edition. Tersedia Diakses pada pada

(http://ntp.niehs.nih.gov/ntp/roc/eleventh/profiles/s145phen.pdf). tanggal 5 April 2011.

Sukarta, I Nyoman. 1999. Penggunaan Ekstrak Bunga Angsoka Merah (Ixora gandiflora) sebagai Indikator Alternatif dalam Titrasi Asam-Basa. Skripsi (tidak diterbitkan). Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan Pendidikan MIPA, STKIP Singaraja.

Anda mungkin juga menyukai