Anda di halaman 1dari 18

fenolftalein dalam suasana basa berlebih

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Titrasi merupakan salah satu metode untuk menentukan konsentrasi suatu larutan
dengan cara mereaksikan sejumlah volume larutan tersebut dengan sejumlah volume larutan
lain yang konsentrasinya sudah diketahui (Justiana dan Muchtaridi, 2009). Dalam titrasi
asam-basa, sangat diperlukan adanya indikator untuk menentukan titik akhir titrasi. Salah
satu indikator yang lazim digunakan dalam titrasi asam-basa adalah fenolftalein.
Fenolftalein merupakan indikator sistetis (buatan) yang dapat dibuat didalam
laboratorium dengan menggunakan bahan fenol dan ftalat anhidrida melalui reaksi
kondensasi. Fenolftalein termasuk senyawa golongan ftalein yang bersifat asam lemeh.
Fenolftalein umumnya dipakai sebagai indikator dalam menentukan titik akhir titrasi asam
kuat dengan basa kuat. Fenolftalein mempunyai trayek pH 8,3-10,0 (Bassett, 1994). Dalam
titrasi asam kuat dan basa kuat yang menggunakan larutan asam seperti HCl sebagai titran
dan larutan basa seperti NaOH sebagai titrat, maka akan terjadi perubahan warna indikator
fenolftalein dari tak berwarna, yaitu dalam rentangan pH larutan dibawah 8,3. Fenolftalein
mulai berubah warna menjadi merah muda pada rentangan pH 8,3-10,0 , jika penambahan
titrat dilanjutkan sehingga memiliki rentangan pH diatas 10,0 , maka warna larutan akan
menjadi merah.
Dalam larutan yang bersifat asam dan pada rentangan pH < 8,3 indikator fenolftalein
tidak akan memberikan perubahan warna, dimana warna larutan tetap tidak berwarna.
Sedangkan pada larutan yang bersifat basa pada rentangan pH 8,3-10,0 indikator fenolftalein
akan memberikan perubahan warna menjadi merah muda, dan pada rentangan pH >10,0
indikator fenolftalein akan memberikan perubahan warna menjadi merah (Bassett, 1994).
Namun dalam suasana basa pekat berlebih indikator fenolftalein kembali menjadi tidak
berwarna. Hal ini didukung dengan hasil percobaan yang menunjukkan bahwa dalam
konsentrasi NaOH yang semakin pekat, warna fenolftalein semakin pudar (Petruevski dan
Risteska, 2007).
Perubahan warna ini tentunya disebabkan oleh perubahan struktur fenolftalein dalam
kondisi penambahan basa yang berlebih (Petruevski dan Risteska, 2007). Berdasarkan hal

yang telah diuraikan diatas, penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
perubahan struktur dan mekanisme yang terjadi pada fenolftalein dalam basa pekat berlebih
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latarbelakang di atas, masalah yang dipecahkan dalam makalah ini
adalah Bagaimanakah perubahan struktur dan mekansime reaksi indikator fenolftalein dalam
suasana basa pekat berlebih?.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui perubahan
struktur dan mekanisme reaksi yang terjadi pada fenolftalien dalam basa pekat berlebih.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk memperdalam wawasan di
dalam bidang kimia yang berhubungan dengan indikator asam basa, yaitu fenolftalein. Selain
itu, tema tulisan ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan dan tambahan ilmu yang sangat
bermanfaat bagi calon guru untuk mengajar di sekolah sesuai dengan materi ajar yang
berhubungan dengan tema indikator asam basa.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Titrasi Asam-Basa
Titrasi merupakan salah satu metode untuk menentukan konsentrasi suatu larutan dengan cara
mereaksikan sejumlah volume larutan tersebut dengan sejumlah volume larutan lain yang
konsentrasinya sudah diketahui (Justiana dan Muchtaridi, 2009). Volume titran ditambahkan
sampai titik ekivalen, yaitu sampai saat dimana pereaksinya tepat bereaksi. Prosedur analisis
yang melibatkan titrasi dengan larutan yang konsentrasinya telah diketahui disebut analisis
volumetri.
Titrasi asam-basa didasarkan pada persamaan reaksi yang telah pasti. Konsentrasi larutan
asam atau basa dihitung secara stoikiometri pada keadaan ekivalen asam sama dengan
ekivalen basa.

V1 dan V2 = volume larutan asam dan basa


N1 dan N2 = Normalitas larutan asam dan basa
Reaksi kimia yang terjadi pada titrasi asam-basa sebenarnya adalah reaksi antara ion
hidronium (dari asam) dengan ion hidroksida (dari basa) menghasilkan air.
H3O+(aq) + OH-(aq)
2H2O(l)

a.
b.
c.
d.
a.
b.
c.
d.

Pada titrasi asam dengan basa, pH larutan (titrat asam) bertambah mengikuti penambahan
titran (basa). Larutan titrat yang memiliki pH tertentu dalam proses titrasi asam dengan basa
dapat dibedakan dalam empat keadaan, yaitu:
pH larutan sebelum titrasi dimulai.
pH larutan sebelum titik ekivalen tercapai.
pH larutan pada saat titik ekivalen tercapai.
pH larutan setelah titik ekivalen tercapai.
Ditinjau dari titran dan titrat atau asam dan basa yang digunakan, maka titrasi asam
basa dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu:
Titrasi antara asam kuat dengan basa kuat.
Titrasi antara asam lemah dengan basa kuat.
Titrasi antara asam kuat dengan basa lemah.
Titrasi antara asam lemah dengan basa lemah.

2.2 Indikator Asam-Basa


Indikator adalah zat yang memberikan perubahan warna yang mencolok dalam medium asam
dan basa (Chang, 2005). Indikator asam-basa berupa asam atau basa organik lemah. Struktur
molekul indikator asam-basa mengandung gugus pembawa sifat asam atau basa dan struktur
konjugasinya yang dapat menimbulkan perubahan warna.
Perubahan warna pada indikator asam-basa disebabkan oleh berubahnya struktur konjugasi
bentuk tak terion menjadi struktur konjugasi yang lain dari bentuk ionnya. Ionisasi indikator
asam-basa dipengaruhi oleh tingkat keasamaan larutan.
W. Oswald (dalam Bassett, et al., 1994) berpendapat bahwa asam indikator yang tak
berdisosiasi (Hin) atau basa indikator yang tak-berdisosiasi (InOH) mempunyai warna yang
berbeda dari warna ionnya. Keseimbangan-keseimbangan dalam larutan air dapat ditulis
sebagai berikut.
HIn
H+ + In- atau
InOH

OH- + In+

(warna 1)
(warna 2)
Apabila indikator tersebut merupakan asam lemah, maka adanya ion H+ berlebih
dalam larutan asam akan menekan ionisasi dengan adanya efek ion sekutu, sehingga
menyebabkan konsentrasi In- akan sangat kecil dan warna akan merupakan warna dari bentuk
yang tak terionisasi. Apabila dalam suasana basa, penurunan konsentrasi H+ akan
mengakibatkan ionisasi indikator lebih lanjut, [In-] akan naik, dan warna dari bentuk
terionisasi menjadi nampak. begitu pula sebaliknya dengan indikator yang merupakan basa
lemah.
Warna sesungguhnya dari indikator yang bergantung pada angka banding dari
konsentrasi bentuk terionisasi dan bentuk tak terionisasi, sangat berkaitan langsung dengan
konsentrasi ion hidrogen dalam larutan.
2.3 Indikator Fenolftalein
Fenoftalein atau 3,3-bis(4-hydroxyphenyl)isobenzofuran-1(3H)-one memiliki rumus
molekul C20H14O4. Fenolftalein berupa serbuk putih-kuning yang tidak berbau. Titik leleh
fenolftalein berkisar antara 258oC sampai 262oC. Fenolftalein hampir tidak larut dalam air,
sedikit larut dalam kloroform, dan larut dalam alkohol, dietil eter, larutan alkali encer, dan
larutan panas alkali karbonat (Report On Carcinogens, 2002).
Fenolftalein termasuk indikator asam-basa golongan ftalein. Fenolftalein merupakan
senyawa yang memiliki gugus fenol, sehingga bersifat sebagai asam lemah (Sukarta, 1999).
Fenolftalein dapat dibuat melalui reaksi kondensasi, menggunakan fenol dan ftalat anhidrida.
Reaksi pembuatan fenolftalein adalah sebagai berikut.

Gambar 1. Reaksi Pembuatan Fenolftalein (Petruevski dan Risteska, 2007).


Fenolftalein sebagai indikator titrasi asam-basa sangat sering digunakan, umumnya
digunakan dalam titrasi asam kuat dengan basa kuat. Dalam larutan dengan pH dibawah 8,3,
fenolftalein tidak berwarna dan dalam larutan dengan pH 10, fenolftalein berwarna
kemerahan. Di bawah pH 8,3, fenolftalein dinyatakan sebagai lakton fenol (Gambar 2.).
Struktur fenolftalein berubah dan memberikan warna merah pada pH 10 (Gambar 3.).

Gambar 2. Struktur Fenolftalein di bawah pH 8,3

Gambar 3. Struktur Fenolftalein pada pH 10


Pada pH 8 ke bawah, struktur fenolftalein dapat disingkat H 2P. Dalam rentangan pH 8
10, proton-proton asam akan diambil oleh ion OH- dari NaOH, sehingga memberikan ion
P2- yang berwarna merah muda (Hughes, 2008).
Perubahan struktur dan mekanisme reaksi dari indikator fenolftaein adalah sebagai
berikut.

Gambar 4. Perubahan Struktur Fenolftalein Dalam Suasana Basa

Gambar 5. Mekanisme Perubahan Struktur Fenolftalein Dalam Suasana Basa

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Perubahan Struktur dan Mekanisme Reaksi Fenolftalein Dalam Basa Pekat Berlebih
Fenolftalein merupakan salah satu dari beberapa indikator yang umum digunakan
untuk menentukan titik akhir titrasi asam-basa. Pada umumnya, fenolftalein digunakan dalam
titrasi asam kuat dengan basa kuat. Dalam larutan dengan pH dibawah 8,3, fenolftalein tidak
berwarna dan dalam larutan dengan pH 10, fenolftalein berwarna kemerahan.
Pada percobaan yang dilakukan oleh Petruevski dan Risteska (2007), menunjukkan
bahwa warna yang diberikan oleh fenolftalein semakin pudar dalam konsentrasi basa yang
semakin pekat. Perubahan warna yang terjadi dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 6. Warna Fenolftalein dalam Larutan NaOH 4 mol/L (kiri), 2 mol/L (tengah) dan 1
mol/L (kanan)
sumber : Petruevski dan Risteska (2007)
Secara teoritis pH larutan NaOH 1 M, 2 M dan 4 M dapat ditentukan berdasarkan
perhitungan sebagai berikut.
pH larutan NaOH 1 M adalah:
NaOH (aq)

Na+ + OH-

Dengan koefisien reaksi yang sama, maka konsentrasi NaOH sama dengan
konsentrasi OH- .
[NaOH] = [OH-]
[OH-]

=1M

pOH

= -log OH-

pOH

= -log 1

=0
pH

= 14 pOH
= 14 0
= 14

Hasil perhitungan pH larutan NaOH 2 M dan 4 M secara teoritis dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 1. pH larutan NaOH 1M, 2M dan 4M
Konsentrasi NaOH
1M
2M
4M

pH
14
14,3
14,6

Dalam kondisi yang sangat basa dengan pH 14 indikator fenolftalein kembali


menjadi tidak berwarna. Hal ini terjadi karena perubahan strukturnya menjadi karbinol
(Petruevski dan Risteska, 2007).
Perubahan struktur yang terjadi pada fenolftalein khas bagi semua indikator golongan
ftalein. Terbentuknya struktur karbinol mengakibatkan terbentuknya struktur kuinoid dan
resonansi. Perubahan struktur fenolftalein dalam penambahan basa berlebih dapat dilihat
pada gambar 7.

Gambar 7. Pembentukan Karbinol oleh Fenolftalein Dalam Suasana Basa Berlebih


(Bassett, et al., 1994)
Dengan adanya larutan alkali encer, cincin lakton pada struktur (I) terbuka dengan
menghasilkan struktur (II), dan struktur trifenilkarbinol (II) akan kehilangan air dengan
menghasilkan ion beresonansi (III) yang memberikan warna merah. Dengan adanya
penambahan basa alkali alkoholik pekat yang berlebih, warna merah yang semula dihasilkan
menghilang karena terbentuknya struktur (IV) (Bassett, et al., 1994).
Pernyataan ini juga didukung oleh Harman (dalam Sukarta, 1999), yang menyatakan
bahwa bentuk (I) dan (II) tidak menimbulkan warna, sedangkan bentuk (III) memberikan
warna merah yang disebabkan oleh struktur konjugasi kuinoid. Dalam suasana sangat basa

(IV), struktur konjugasi kuinoid berubah membentuk benzoid (suatu trianion), sehingga
fenolftalein menjadi tidak berwarna.
Selain dua pernyataan di atas, perubahan warna fenolftalein ini juga disebabkan oleh
perubahan jumlah ikatan rangkap terkonjugasi. Bentuk (I) merupakan C sp 3 yang berada
bentuk tetrahedral. Bentuk ini tidak memungkinkan adanya pergeseran ikatan rangkap
terkonjugasi dari satu cincin ke cincin yang lainnya. Hal ini menyebabkan elektron phi ()
memerlukan energi yang lebih besar untuk tereksitasi dan bentuk (I) ini menjadi tidak
berwarna. Bentuk (III) merupakan C sp2 yang berada dalam bidang datar, sehingga
menambah ikatan rangkap terkonjugasi yang dimiliki oleh fenolftalein. Dengan
bertambahnya ikatan rangkap terkonjugasi, maka akan menambah panjang gelombang dan
energi yang dibutuhkan elektron phi () untuk tereksitasi menjadi lebih rendah. Hal inilah
yang menyebabkan bentuk (III) tersebut berwarna merah. Dengan penambahan basa yang
berlebih menyebabkan bentuk (III) menjadi bentuk (IV). Bentuk (IV) merupakan C sp 3 yang
berada bentuk tetrahedral, sehingga kembali menjadi tidak berwarna.
3.2 Derajat Keasaman (pH) Titrasi Asam Kuat dan Basa Kuat Dalam Basa Pekat Berlebih
Dalam melakukan titrasi asam basa, dapat dihitung pH larutan sebelum titrasi, saat
penambahan titrat sebelum mencapai titik ekivalen, pada saat titik ekivalen dan penambahan
titrat berlebih (setelah titik ekivalen). Misalkan titrasi HCl 1 M dengan volume 10 mL
sebagai titran dan NaOH 1 M, 2 M dan 3 M sebagai titrat dapat dihitung pH larutan selama
titrasi sebagai berikut.

Sebelum penambahan NaOH 1 M


Sebelum penambahan, maka pH larutan adalah pH HCl 1 M
NaOH (aq) + HCl (aq)
Mula mula: 0 mmol
Berekasi

: 0 mmol

Sisa

: 0 mmol

NaCl (aq) + H2O (l)

10 mmol

0 mmol

0 mmol

0 mmol

0 mmol

0 mmol

0 mmol

0 mmol

10 mmol

Yang bersisa adalah 10 mmol HCl, 0 mmol NaCl dan 0 mmol H2O. pH larutan
dipengaruhi oleh konsentrasi HCl karena NaCl dan H2O bersifat netral, sehingga pH larutan
adalah:
[H+] = 10 mmol / 10 ml

=1M
pH = -log [H+]
pH = - log 1
=0

Penambahan sebelum titik ekivalen


Saat penambahan NaOH 1 M sebanyak 2 mL
NaOH (aq) + HCl (aq)
Mula mula: 2 mmol
Berekasi

: 2 mmol

Sisa

: 0 mmol

NaCl (aq) + H2O (l)

10 mmol

0 mmol

0 mmol

2 mmol

2 mmol

2 mmol

2 mmol

2 mmol

8 mmol

Yang bersisa adalah 8 mmol HCl, 2 mmol NaCl dan 2 mmol H2O. pH larutan
dipengaruhi oleh konsentrasi HCl karena NaCl dan H2O bersifat netral, sehingga pH larutan
adalah:
[H+] = 8 mmol / 10 ml
= 0,8 M
pH = -log [H+]
pH = - log 0,8
= 0,09
Saat penambahan NaOH 1 M sebanyak 4 mL
NaOH (aq) + HCl (aq)
Mula mula: 4 mmol
Berekasi

: 4 mmol

Sisa

: 0 mmol

NaCl (aq) + H2O (l)

10 mmol

0 mmol

0 mmol

4 mmol

4 mmol

4 mmol

4 mmol

4 mmol

6 mmol

Yang bersisa adalah 6 mmol HCl, 4 mmol NaCl dan 4 mmol H2O. pH larutan
dipengaruhi oleh konsentrasi HCl karena NaCl dan H2O bersifat netral, sehingga pH larutan
adalah:
[H+] = 6 mmol / 10 ml
= 0,6 M
pH = -log [H+]
pH = - log 0,6
= 0,22

Saat penambahan NaOH 1 M sebanyak 6 mL


NaOH (aq) + HCl (aq)
Mula mula: 6 mmol

NaCl (aq) + H2O (l)

10 mmol

0 mmol

0 mmol

Berekasi

: 6 mmol

6 mmol

6 mmol

6 mmol

Sisa

: 0 mmol

4 mmol

6 mmol

6 mmol

Yang bersisa adalah 4 mmol HCl, 6 mmol NaCl dan 6 mmol H2O. pH larutan
dipengaruhi oleh konsentrasi HCl karena NaCl dan H2O bersifat netral, sehingga pH larutan
adalah:
[H+] = 4 mmol / 10 ml
= 0,4 M
pH = -log [H+]
pH = - log 0,4
= 0,39
Saat penambahan NaOH 1 M sebanyak 8 mL
NaOH (aq) + HCl (aq)
Mula mula: 8 mmol

NaCl (aq) + H2O (l)

10 mmol

0 mmol

0 mmol

Berekasi

: 8 mmol

8 mmol

8 mmol

8 mmol

Sisa

: 0 mmol

2 mmol

8 mmol

8 mmol

Yang bersisa adalah 2 mmol HCl, 8 mmol NaCl dan 8 mmol H2O. pH larutan
dipengaruhi oleh konsentrasi HCl karena NaCl dan H2O bersifat netral, sehingga pH larutan
adalah:
[H+] = 2 mmol / 10 ml
= 0,2 M
pH = -log [H+]
pH = - log 0,2
= 0,69

Saat penambahan NaOH 1 M sebanyak 10 mL (titik ekivalen)


Pada titik akhir titrasi, ekivalen asam sama dengan ekivalen basa
VNaOH x NNaOH = VHCl x NHCl
10 mL x 1 N

= 10 mL x 1 N

10 mmol

= 10 mmol

Karena ekivalen asam sama dengan ekivalen basa, maka :


[H+] = [OH-]

pH = pOH
pH + pOH = 14
2 pH = 14
pH = 7

Penambaan saat melewati titik ekivalen


Saat penambahan NaOH 1 M sebanyak 10,05 mL
NaOH (aq) + HCl (aq)

NaCl (aq) + H2O (l)

Mula mula: 10,05 mmol 10 mmol

0 mmol

Berekasi

: 10 mmol

10 mmol

Sisa

: 0,05 mmol

10 mmol
0 mmol

0 mmol
10 mmol

10 mmol

10 mmol

Yang bersisa adalah 0,05 mmol NaOH, 10 mmol NaCl dan 10 mmol H2O. pH larutan
dipengaruhi oleh konsentrasi NaOH karena NaCl dan H2O bersifat netral, sehingga pH
larutan adalah:
[OH-] = 0,05 mmol / 10,05 ml
= 0,005 M
pOH = -log [OH-]
pOH = - log 0,005
= 2,30
pH

= 14 pOH
= 14 2,30
= 11,7

Saat penambahan NaOH 1 M sebanyak 12 mL


NaOH (aq) + HCl (aq)

NaCl (aq) + H2O (l)

Mula mula: 12 mmol 10 mmol

0 mmol

0 mmol

Berekasi

: 10 mmol

10 mmol

10 mmol

10 mmol

Sisa

: 2 mmol

0 mmol

10 mmol

10 mmol

Yang bersisa adalah 2 mmol NaOH, 10 mmol NaCl dan 10 mmol H2O. pH larutan
dipengaruhi oleh konsentrasi NaOH karena NaCl dan H2O bersifat netral, sehingga pH
larutan adalah:
[OH-] = 2 mmol / 12 ml
= 0,17 M
pOH = -log [OH-]
pOH = - log 0,17

= 0,78
pH

= 14 pOH
= 14 0,78
= 13,22

Saat penambahan NaOH 1 M sebanyak 14 mL


NaOH (aq) + HCl (aq)

NaCl (aq) + H2O (l)

Mula mula: 14 mmol 10 mmol

0 mmol

0 mmol

Berekasi

: 10 mmol

10 mmol

10 mmol

10 mmol

Sisa

: 4 mmol

0 mmol

10 mmol

10 mmol

Yang bersisa adalah 4 mmol NaOH, 10 mmol NaCl dan 10 mmol H2O. pH larutan
dipengaruhi oleh konsentrasi NaOH karena NaCl dan H2O bersifat netral, sehingga pH
larutan adalah:
[OH-] = 4 mmol / 14 ml
= 0,28 M
pOH = -log [OH-]
pOH = - log 0,28
= 0,54
pH

= 14 pOH
= 14 0,54
= 13,46

Saat penambahan NaOH 1 M sebanyak 16 mL


NaOH (aq) + HCl (aq)

NaCl (aq) + H2O (l)

Mula mula: 16 mmol 10 mmol

0 mmol

0 mmol

Berekasi

: 10 mmol

10 mmol

10 mmol

10 mmol

Sisa

: 6 mmol

0 mmol

10 mmol

10 mmol

Yang bersisa adalah 6 mmol NaOH, 10 mmol NaCl dan 10 mmol H2O. pH larutan
dipengaruhi oleh konsentrasi NaOH karena NaCl dan H2O bersifat netral, sehingga pH
larutan adalah:
[OH-] = 6 mmol / 16 ml
= 0,38 M
pOH = -log [OH-]
pOH = - log 0,38
= 0,43

pH

= 14 pOH
= 14 0,43
= 13,57
Hasil perhitungan pH larutan dengan titrat NaOH 2 M dan 4 M secara teoritis dapat

dilihat pada tabel berikut.


Tabel 2. pH Larutan Titrasi HCl 10 mL 1 M dengan NaOH 1M, 2M dan 4M
Volume NaOH pH

Volume NaOH pH

Volume NaOH 4 pH

1 M (mL)
2 M (mL)
M (mL)
Sebelum Penambahan NaOH
0
0
0
0
0
Penambahan NaOH Sebelum Mencapai Titik Ekivalen
2
0,09 1
0,09 0,5
4
0,22 2
0,22 1
6
0,39 3
0,39 1,5
8
0,69 4
0,69 2
Penambahan NaOH Saat Titik Ekivalen
10
7
5
7
2,5
Penambahan NaOH Melewati Titik Ekivalen
10,05
11,7 5,05
11,9 2,55
12

13,2

14

2
13,4

16

6
13,5
7

13,7

5
13,9

12

5
14,0

0
0,09
0,22
0,39
0,69
7
12,2

9
13,8

3,5

2
14,0

6
14,1

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa pH larutan tidak mencapai taryek pH
dari indikator fenolftalein. Penambahan satu tetes NaOH sudah menyebabkan larutan
memiliki pH > 10,0. Sehingga dalam titrasi asam kuat dan basa kuat tidak cocok
menggunakan indikator fenolftalein, jika konsentrasi basa (titrat) yang digunakan cukup
pekat. Tolak ukur larutan bersifat pekat adalah secara perhitungan derajat keasaman (pH)
larutan tidak berada dalam rentangan pH 1 14 (Syukri 1999).
Pada percobaan yang dilakukan oleh Petruevski dan Risteska (2007), memperoleh
hasil bahwa warna yang diberikan oleh fenolftalein semakin pudar dalam konsentrasi basa
yang semakin pekat (pH > 14). Jika dihubngkan dengan hasil perhitungan secara teoritis

seperti tertera pada tabel 2, maka dapat diamati bahwa dengan penambahan titrat atau basa
pekat dengan konsentrasi 2 M dan 4 M berlebih, pH larutan dapat melebihi 14 (batas
maksimum pH basa). Sehingga dapat disimpulkan bahawa larutan yang awalnya berwarna
merah akan kembali berubah menjadi bening tak berwarna saat mencapai pH > 14.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Fenolftalein berwarna merah dalam kondisi basa akibat struktur ion resonansinya.
Fenolftalein kembali menjadi tidak berwarna dalam penambahan basa pekat yang berlebih
karena perubahan strukturnya menjadi karbinol. Perubahan struktur fenolftalein dapat
dijelaskan sebagai berikut. Pada pH < 8,3 adanya larutan alkali encer, menyebabkan cincin
lakton pada struktur fenilftalein terbuka dengan menghasilkan struktur trifenilkarbinol, dan
struktur trifenilkarbinol akan kehilangan air dengan menghasilkan ion beresonansi (struktur
resonansi) yang memberikan warna merah. Dengan adanya penambahan basa alkali alkoholik
pekat yang berlebih, maka atom C sp2 yang mengikat tiga gugus fenil akan diserang oleh
OH- yang menyebabkan pemutusan ikatan rangkap konjugasi dan membentuk atom C sp3
dengan struktur karbinol.
4.2 Saran
Perubahan struktur fenolftalein menjadi karbinol tidak terjadi pada pH kurang dari 14.
Untuk megurangi kemungkinan pembentukan karbinol, maka dalam melakukan titrasi asam
basa dengan indikator fenolftalein disarankan untuk menggunakan konsentrasi basa yang
tidak terlalu pekat (pH 1-14).

DAFTAR PUSTAKA
Bassett, J., Denney, R.C., Jeffrey, G.H., dan Mendham, J. 1994. Buku Ajar Vogel: Kimia Analisis
Kuantitatif Anorganik. Alih Bahasa A. Hadnyana P. Dan L. Setiono. Vogels Textbook of
Quantitative Inorganic Analysis Including Elementary Instrumental Analysis, Fourth Edition.
1991. Jakarta: EGC.
Chang, Raymond. 2003. Kimia Dasar: Konsep-konsep Inti. Alih Bahasa Departemen Kimia ITB.
General Chemistry: The Essential Concepts Third Edition. 2003. Jakarta: Erlangga.
Hughes,

A.

A.

2008.

Phenolphthalein-NaOH

Kinetics.

Tersedia

pada

http://faculty.ccri.edu/aahughes/GenChemII/Lab
%20Experiments/Phenolphthalein_NaOH_Kinetics.pdf. Diakses pada tanggal 14 April 2011.
Justiana, Sandri dan Muchtaridi. 2009. Kimia 2. Jakarta: Yudhistira
Petruevski, Vladimir M. dan Risteska, Keti. 2007. Behaviour of Phenolphthalein in Strongly Basic
Media.

Chemistry,

Vol.

16,

Iss.

(2007).

Tersedia

pada

(http://khimiya.org/pdfs/KHIMIYA_16_4_PETRUSEVSKI.pdf). Diakses pada tanggal 5


April 2011.
Report On Carcinogens. 2002. Phenolphthalein CAS No. 77-09-8. Report On Carcinogens, Eleventh
Edition.

Tersedia

pada

(http://ntp.niehs.nih.gov/ntp/roc/eleventh/profiles/s145phen.pdf).

Diakses pada tanggal 5 April 2011.


Sukarta, I Nyoman. 1999. Penggunaan Ekstrak Bunga Angsoka Merah (Ixora gandiflora) sebagai
Indikator Alternatif dalam Titrasi Asam-Basa. Skripsi (tidak diterbitkan). Program Studi
Pendidikan Kimia, Jurusan Pendidikan MIPA, STKIP Singaraja.
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung :ITB

Anda mungkin juga menyukai