Anda di halaman 1dari 2

Obat LUPA DALAM MENCARI ILMU

Seringkali apa yang kita hapal dan pahami hari ini, tidak terasa esok atau lusa, lupa dan bingung lagi. Inilah masalah. Inilah yang membuat sebagian manusia prustasi dan lari dari belajar. Namun, tenang saja, toh bukan hanya kita yang sering mengalami penyakit ini. Para ulama yang namanya harum sampai sekarangpun, juga mengalami hal yang serupa. Imam Syafi'i yang merupakan salah satu tokoh imam madzhab, juga pernah nyaris prustasi gara-gara penyakit ini. Namun, setelah mengetahui obatnya, beliau kembali "tersenyum" bahkan dengan penuh keyakinan, beliau melangkah pasti. Akhirnya, namanya sampai kini menjadi buah bibir dan panutan hampir semua orang muslim. Kalau demikian, yang perlu segera kita lakukan adalah mencari obat ampuh yang dapat menyembuhkan atau paling tidak meminimalisir penyakit lupa ini. Nah, dalam kesempatan ini, saya mencoba menawarkan obat tersebut. Jangan dulu berkomentar sebelum anda mencoba. Setelah mencoba baru anda boleh berkata apa saja. Obat yang saya tawarkan ini memiliki keampuhan yang insya Allah tidak mengecewakan. Obat ini juga telah "diminum" oleh sebagian besar para ulama kenamaan termasuk oleh Imam Syafi'i. Hasilnya? Tentu jangan tanya. Inilah obatnya: Pertama, tinggalkan maksiat dan perbuatan dosa. Mengapa? Karena ilmu adalah cahaya dari Allah. Cahaya dari Allah tidak akan pernah diberikan kepada orang-orang durhaka. Kalau boleh saya analogikan, ilmu itu ibarat warna putih, sementara kemaksiatan adalah warna hitam. Saya mau bertanya, apakah warna putih bisa dicampurkan dan disatukan dengan warna hitam? Tentu jawabannya tidak, karena sesuatu yang bertolak belakang tidak mungkin disatukan. Nah, karena itu, bagi seorang yang sedang mencari ilmu, berbuat dosa dan durhaka, misalnya, berbohong, durhaka sama orang tua, nyontek ketika ujian, adalah sesuatu yang harus paling pertama dihindarkan. Inilah obat mujarab pertama yang "diminum" oleh Imam Syafi'i. Pada awalnya, Imam Syafi'i juga sama dengan kita, sering lupa dalam mencari ilmu. Akhirnya, ia datang konsultasi kepada gurunya, Imam Waki' bin Jarrah. Nasihat dan obat yang diberikan gurunya adalah: "Wahai Syafi'i, tinggalkan maksiat, karena ilmu itu adalah cahaya dan cahaya dari Allah ini tidak diberikan kepada orang yang berbuat maksiat". Kedua, ikatlah dengan tulisan dan catatan. Ini obat berikutnya. Rasulullah bersabda: Ikatlah ilmu kalian dengan catatan". Catat dan tulis ilmu yang telah dihapal dan dipahami dalam buku khusus. Jangan pernah merasa telah hapal dan paham lalu tidak mau mencatat. Ingat, ilmu itu seperti hewan ternak, mudah kita dapatkan, mudah kita kendalikan, tapi kalau tidak diikat ia akan pergi entah kemana. Ikatlah sekuat mungkin. Jangan sok mantap, sok hapal. Tulislah dan tulislah. Jangan pula ditangguhkan. Apa yang didapat sekarang, tulislah sekarang juga. Besok, insya Allah, ada lagi yang harus anda catat. Apakah Imam Syafi'i melakukan hal ini? Yah tentu. Bahkan, Imam Syafi'i karena saat itu ibunya tidak dapat membelikan buku catatan, terpaksa menulisnya di atas tulang yang berserakan di sekitar Masjidil Haram. Saking banyaknya tulang tersebut, sampai-sampai setengah kamar dan rumahnya adalah tulang, catatan "ngaji" nya. Nah, kalau Imam Syafi'I saja yang terbilang kuat hapalannya, mempunyai catatan, apalagi kita yang otaknya biasa-biasa saja. Karena itu, jangan lupa tulis dan tulislah. Ketiga, belajarlah sedini mungkin. "Belajar di waktu kecil bagai mengukir di atas batu, belajar di waktu tua, bagai mengukir di atas air", demikian pepatah Arab mengatakan. Maksudnya, orang yang belajar sejak kecil, maka ilmu yang didapatkannya akan terus nempel dan sulit hilang, karena ibarat mengukir di atas batu. Coba kita rasakan sendiri, surat al-Fatihah yang sudah kita hapal sejak kecil,

tidak pernah lupa lagi. Kapanpun dan dimanapun dibutuhkan, selalu siap "saji". Lain halnya dengan belajar setelah usia senja. Umumnya, mereka yang belajar setelah usia tua, sekarang ingat besok lupa, sekarang paham, besok bingung lagi, demikian seterusnya. Untuk itu, pergunakan masa muda dan kecil ini untuk belajar dan terus belajar. Keempat, mengulang-ngulang. Apa yang telah diterima dan dipahami, teruslah baca berulang-ulang. Mengapa Imam Syafi'I ketika berusia 7 tahun dulu terkenal sangat kuat hapalannya terutama alQur'an (Imam Syafi'I telah hapal al-Qur'an ketika berusia 7 tahun)? Yah karena beliau sering mengulang-ulang hapalan dan bacaannya. Menurut penuturan Imam Syafi'I sendiri, bahwa dalam waktu sehari semalam, ia selalu menamatkan bacaan al-Qur'an sebanyak 30 kali. Subhanallah. Kita?? Jawabannya semoga. Pantas kalau hapalan al-Qur'an Imam Syafi'I sudah zay moyah, kata orang Mesir, seperti air yang mengalir.

Anda mungkin juga menyukai