Anda di halaman 1dari 12

ISOLASI MINYAK ATSIRI DARI TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza ROXB) DENGAN METODE DISTILASI AIR

Drastinawati, Herawati.S Laboratorium Pemisahan dan Pemurnian Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau Kampus Binawidya UR Km 12,5 Panam Pekanbaru 28293 Telp. (0761)566937 ABSTRAK Minyak atsiri diperoleh dari Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza ROXB) dengan metode destilasi air. Untuk mendapatkan minyak atsiri, rimpang temulawak dibersihkan dari kulitnya, dipotong kecil dan diblender lalu didestilasi. Dari hasil didapatkan rendemen minyak atsiri dalam 250 gram temulawak segar 0,9238 %, sedangkan pada 250 gram temulawak yang di keringkan 2,2045 %. Analisa sifat fisika minyak atsiri yaitu terhadap warna, berat jenis dan indeks bias. Warna minyak temulawak segar didapatkan kuning, sedangkan pada temulawak kering berwarna kuning pucat. Indeks bias temulawak segar 1,499 dan pada temulawak kering 1,498 dan berat jenis temulawak segar yaitu 0,9117 dan pada temulawak kering yaitu 0,9085. Sedangkan analisa sifat kimia minyak atsiri temulawak segar dilakukan terhadap bilangan asam yaitu 1,8513 dan bilangan ester yaitu 36,465 sedangkan pada temulawak kering didapatkan bilangan asam 2,0191 dan bilangan ester yaitu 35,062. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa temulawak kering dapat menghasilkan minyak atsiri lebih banyak dibandingkan dengan temulawak segar. Secara umum minyak atsiri temulawak dapat diisolasi dengan alat destilasi air tetapi pada penelitian ini hasil yang didapatkan kurang memuaskan karena hasil diperoleh sedikit yaitu kurang dari 7,3%.

Kata kunci: Minyak Atsiri, Temulawak, Isolasi, Destilasi Air PENDAHULUAN Temulawak merupakan salah satu jenis tanaman obat yang mempunyai prospek cerah untuk dikembangkan. Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia telah menentukan 9 tanaman unggulan salah satunya adalah temulawak. Menurut www.Suara Merdeka. com, edisi 24 November 2004, ekspor temulawak Indonesia tahun 2003 adalah sebesar 5.452 juta dollar AS dengan volume 9.149 ton. Pengembangan tanaman temulawak di Indonesia sangat potensial karena produksi rimpang temulawak mengalami peningkatan sejak tahun 2001 - 2002 (BPS, 2003). Temulawak adalah tumbuhan asli Indonesia tetapi penyebarannya hanya terbatas di Jawa, Maluku, dan Kalimantan. Di Indonesia, temulawak telah dikenal oleh sebagian besar masyarakat dengan nama yang berbeda-beda seperti temulawak, temu putih (Indonesia), temulawak (Jawa); Koneng Gede (Sunda), Temulabak (Madura). Kawasan Indo-Malaysia merupakan tempat asal temulawak menyebar ke seluruh dunia. Saat ini tanaman ini selain di Asia Tenggara dapat ditemui pula di Cina, IndoCina, Bardabos, India, Jepang, Korea, di Amerika Serikat dan Beberapa Negara Eropa. Temulawak merupakan tumbuhan semak tak berbatang. Mulai dari pangkalnya sudah memunculkan tangkai daun yang panjang berdiri tegak. Tinggi tanaman antara 2 sampai 2,5 meter. Daunnya bundar panjang, mirip daun pisang. Pelepah daunnya saling menutupi membentuk batang. Tumbuhan yang patinya mudah dicerna ini dapat tumbuh baik di dataran rendah hingga ketinggian 750 meter di atas permukaan laut. Dapat dipanen setelah berusia 812 bulan, yang ditandai dengan menguningnya daun. Umbi akan muncul dari pangkal batang, warnanya kuning tua atau coklat muda, panjangnya sampai 15 sentimeter dan bergaris tengah 6 sentimeter. Baunya harum dan rasanya pahit agak pedas. Rimpang temulawak telah digunakan secara luas dalam rumah tangga dan industri. Penggunaan rimpang temulawak dalam bidang industri antara lain industri makanan, minuman, obat-obatan, tekstil dan kosmetik. Peningkatan penggunaan temulawak dalam industri obat-obatan memerlukan teknik pengolahan yang baik sehingga mutunya dapat meningkat. Mutu penyulingan dipengaruhi oleh teknik penyulingan, kehalusan bahan, jenis pelarut, lama ekstraksi, konsentrasi pelarut, nisbah bahan dengan pelarut, proses penguapan pelarut, pemurnian dan pengeringan (Bombardelli, 1991; Vijesekera, 1991). Kandungan kimia rimpang temulawak yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri makanan, minuman maupun farmasi adalah pati, kurkuminoid dan minyak atsiri (Sidik.dkk ., 1995). Fraksi pati merupakan komponen terbesar dalam rimpang temulawak. Pati berbentuk serbuk berwarna putih kekuningan karena mengandung sedikit kurkuminoid serta memiliki sifat mudah dicerna sehingga dapat digunakan sebagai bahan campuran makanan bayi

maupun untuk pengental sirup. Pencampuran pati temulawak dengan pati serelia dalam pembuatan roti dapat mengurangi sifat basi dari produk yang dihasilkan (Herman dan Atih Suryati, 1985). Metoda penarikan minyak atsiri dapat dilakukan dengan mendistilasi daun, batang dan akar rhizomanya. Metode destilasi ada tiga yaitu : destilasi air, destilasi uap dan air, destilasi uap. Proses penyulingan yang digunakan yaitu penyulingan dengan air disebut juga dengan direct distillation, karena air merupakan pelarut yang mudah didapat, harganya murah, dan tidak merusak bahan., prinsip kerja dari penyulingan ini adalah: bahan yang akan disuling berkontak langsung dengan air yang mendidih. Minyak atsiri yang terdapat pada rimpang temulawak menguap bersamaan dengan air yang menguap ,lalu mencair kembali dan mengalir pada receiver / penampung minyak atsiri kemudian dilakukan pemisahan kembali. Kurkuminoid merupakan komponen yang dapat memberi warna kuning dan zat ini digunakan sebagai zat warna dalam industri pangan dan kosmetik. Fraksi kurkuminoid yang terdapat pada temulawak terdiri dari dua komponen, yaitu kurkumin dan desmetoksikurkumin. Menurut Sinambela (1985) kurkumin mempunyai sifat koleknesis yaitu dapat meningkatkan produksi dan sekresi empedu. Selain pati dan kurkuminoid, temulawak juga mengandung minyak atsiri yang dapat digunakan untuk pengobatan, bumbu, kosmetik dan pewangi (Sidik. dkk., 1995). Untuk tujuan ekspor kadar minyak atsiri dalam temulawak minimal 5,00% (MMI, 1972). Rimpang temulawak dapat dimanfaatkan sebagai anti inflamasi, kola-goga, lipokolesterolemik, anti bakteri, anti jamur, diuretik, anti tumor dan mengobati jerawat. Oleh karena rimpang temulawak banyak manfaatnya, maka dilakukan penelitian untuk meneliti seberapa banyak kandungan minyak atsiri (rendemen minyak) dan menganalisa sifat-sifat dari minyak atsiri temulawak. BAHAN DAN METODE Bahan - bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb), Fenolftalein 1%, Etanol 95%, Kalium Hidroksida (KOH) 0,1 N; 0,5 N Asam Oksalat (C2H2O4. 2H2O), Asam Klorida (HCl) 0,5 N. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat blender, screening (ayakan), oven, desikator, kaca arloji besar, aluminium foil, neraca analitik, pikno meter, thermometer, refraktometer, labu Kjeldahl,dan alat destilasi (ketel suling/Retort, pendingin/Condensor,dan penampung hasil/Receiver). Prosedur pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan sampel temulawak yang dibersihkan dari kotoran-kotoran yang menempel pada kulit, kemudian di bagi dua bagian untuk perlakuan dalam keadaan segar dan kering. Sample segar dipotong-potong, ditimbang 250 gram dihaluskan dengan blender, dan didestilasi, sedangkan sample kering diperoleh dari

hasil pengeringan dibawah terik matahari 3 hari,ditimbang 250 gram lalu diblender sampai halus selama 5 menit, kemudian didestilasi. Proses penyulingan dilakukan dengan mengisi ketel penyulingan dengan aquades sebanyak 1500 ml, tutup labu rapat-rapat, hidupkan pemanas, atur suhu yang ditentukan pada skala 900C agar proses berjalan dengan baik. Lakukan penyulingan sampai volume minyak yang didapat tidak bertambah lagi, dengan suhu kondensor 20 0C. Hasil yang diperoleh dipisahkan dengan corong pemisah sehingga di dapat minyak atsiri, lalu di analisa berdasarkan sifat fisika ( pengamatan warna minyak, penentuan berat jenis dan penentuan indek bias) dan sifat kimia (kadar air, bilangan asam, dan bilangan ester) serta penentuan rendemen minyak. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada gambar 1.

Prosedur analisa sifat fisika antara lain : Pengamatan Warna Minyak : Pengamatan dilakukan secara visual langsung dengan mata (tanpa alat bantu). Minyak hasil penyulingan dibawa ke tempat yang terang dan dilakukan pengamatan secara seksama dan teliti terhadap warna minyak temulawak. Penentuan Berat Jenis : Cuci dan bersihkanlah piknometer (10 ml) dengan etanol, keringkan dan tutup. Timbang piknometer asumsikan beratnya (A), isi piknometer dengan aquadest dan letakkan ke dalam thermostat (25 0C) selama 30 menit, kemudian timbang, asumsikan beratnya sebagai (C), kosongkan piknometer dan cuci dengan etanol dan keringkan lagi. Setelah kering isi dengan minyak temulawak dan letakkan dalam thermostat (25 0C) selama 30 menit, tutup dan keringkan bagian luarnya, kemudian timbang, asumsikan beratnya sebagai (B) B A Berat jenis (25 C) = C A
0

Penentuan Indek Bias : Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya di dalam udara dengan kecepatan cahaya didalam zat tersebut pada suhu tertentu. Alat yang digunakan yaitu refraktometer. Tempatkan alat dengan baik sehingga sinar matahari dapat ditangkap oleh alat, teteskan sample ke permukaan prisma. Prisma ditutup rapat dengan sekrup, gerakan adilade mundur atau maju sampai terlihat batas terang dan gelap. Garis pembagi disebut garis pembatas. Nilai indek bias dapat dibaca langsung. Setelah alat di gunakan, bersihkan permukaan prisma dengan alkohol. Prosedur analisa sifat kimia antara lain : Penentuan kadar air : Sample segar dipotong-potong halus, kemudian di timbang sebanyak 50 gram. Masukkan kedalam sebuah wadah yang telah diketahui beratnya, lalu masukkan kedalam oven pada suhu 1050C selama 3 jam, setelah itu di dinginkan dalam desikator, dan di timbang, diulangi sampai tercapai berat konstan. Kadar air dapat di hitung dengan rumus sebagai berikut:

W0 W1 Kadar Air : W0 x 100%


Dimana: W0 = Berat temulawak sebelum dioven (gram) W1 = Berat temulawak setelah konstan (gram) Penentuan Bilangan Asam : Masukkan kedalam labu Erlenmeyer 1 gram minyak temulawak dan larutkan dengan 6 ml etanol 95%. Tambahkan 3 tetes indicator fenolfetalin dan dititrasi dengan KOH 0.1 N sampai terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi warna pink, catat volume titrasi KOH yang digunakan. Bilangan Asam dapat ditentukan sebagai berikut: Bilangan Asam = 56,1 x V x N M Dimana: V = Volume KOH terpakai (ml) M = Berat sample (gram) N = Normalitas KOH Penentuan Bilangan Ester : Penentuan bilangan ester dilakukan dengan pengujian blanko dan contoh (sampel). Untuk pengujian blangko yaitu isi labu penyabunan dengan beberapa potong batu didih atau porselen, lalu tambahkan 25 ml larutan kalium hidroksida 0,5 N dalam alkohol, refluks dengan hati-hati di atas penangas air mendidih selama 1 (satu) jam. Diamkan larutan hingga dingin, lepaskan kondensor refluks dan tambah 5 tetes larutan fenolftalein, kemudian titrasi dengan HCl 0,5 N sampai diperoleh perubahan warna, sedangkan pengujian contoh(sampel) adalah Timbang contoh 4 g 0,05 g dan masukkan ke dalam labu, tambahkan 25 ml kalium hidroksida 0,5 N dan batu didih, refluk diatas penangas air selama 1 jam, lalu lepaskan kondensor refluks, tambahkan 5 tetes larutan fenolftalein, dan titrasi dengan HCl 0,5 N sampai diperoleh perubahan warna. Bilangan ester (E) dihitung dengan rumus: E = 56,1 (V1 V0) N m (SNI 06-2386-2006) Keterangan: 56,1 V1 Vo m N adalah bobot setara KOH; adalah volum HCl yang digunakan dalam penentuan blanko (ml); adalah volume HCl yang digunakan untuk contoh (ml); adalah massa dari contoh yang diuji (g); adalah normalitet HCl (N)

Penentuan Rendemen Minyak Penentuan persen berat minyak dapat di lakukan dengan memasukkan data yang diperoleh sebelumnya kedalam rumus : % Berat Minyak dalam Sample =(vol.xBJ Sample)x 100% Berat Sample Awal HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian terhadap tanaman Temulawak (Curcuma Xantorriza Roxb), diperoleh pada tabel 1. Temulawak segar dan tabel 2. Temulawak kering Tabel 1. Hasil penentuan Sifat Fisika dan Kimia Minyak Atsiri pada Temulawak Segar Sampel B 250 2,6 Kuning 1,499 1,5147 78,98 0,9481 0,9117 36,465

Parameter Jumlah Sampel (gr) Hasil Destilasi (ml) Warna Indeks Bias Bilangan Asam Kadar Air (%) Rendemen Minyak (%) Berat Jenis (gr/ml) Bilangan Ester

A 250 2,6 Kuning 1,499 2,0196 78,72 0,9481

C 250 2,4 Kuning 1,500 2,0196 78,82 0,8752

Rata-rata 250 2,53 1,499 1,8513 78,84 0,9238 0,9117 36,465

Tabel 2. Hasil penentuan Sifat Fisika dan Kimia Minyak Atsiri pada Temulawak Kering Paramete r Jumlah Sampel (gr) Hasil Destilasi (ml) Warna Indeks Bias Bilangan Asam Kadar Air (%) Rendeme n Minyak (%) Berat Jenis (gr/ml) Bilangan Ester 35,062 0,9085 0,9085 Kunin g Pucat 1,498 2,0196 2,2167 Kunin g Pucat 1,498 2,0196 2,2530 Kunin g Pucat 1,498 2,0196 2,1440 2,2045 6,1 6,2 5,9 6,06 A 250 Sampel B 250 RataC 250 250 rata

1,498 2,0196 -

35,062

Rendemen Minyak Temulawak : Pada tabel 1 dan 2 dapat dilihat bahwa rendemen minyak temulawak dalam keadaan kering lebih tinggi dari pada rendemen minyak temulawak dalam keadaan segar. Rendemen minyak temulawak segar didapatkan 0,9238 % sedangkan pada sampel temulawak kering 2,2045 % dengan jumlah sampel 250 gram. Hal ini disebabkan karena volume sampel kering lebih banyak dari pada sampel segar. Rendemen minyak dipengaruhi oleh luas permukaan kontak antara sampel dengan air. Semakin luas permukaan kontak antara sampel dengan air maka minyak yang terdapat didalam sel dapat dikeluarkan

dengan lebih baik sehingga rendemen yang didapat semakin banyak. Untuk itu dalam penelitian ini bahan yang didestilasi, terlebih dahulu dihaluskan dengan cara diblender sampai halus. Rendemen minyak juga dipengaruhi oleh kapasitas ketel penyulingan, semakin banyak isi dari ketel oleh sampel maka rendemen minyak yang dihasilkan juga semakin banyak. Kehilangan minyak pada proses pengeringan karena adanya sedikit minyak pada rimpang temulawak yang ikut menguap dengan air. Oleh karena itu minyak yang didapatkan akan berkurang. Pengamatan Warna Minyak Temulawak : Warna minyak temulawak hasil penyulingan dengan metode destilasi air adalah kuning dan jernih. Dari hasil ini dinyatakan bahwa warna minyak temulawak tersebut sesuai dengan literatur, maka minyak atsiri tersebut baik. Warna minyak atsiri dari temulawak kering warnanya agak pucat ini dikarenakan oleh hilangnya komposisi warna oleh pengeringan dibawah sinar matahari dan juga karena jumlah kadar air yang terdapat dalam temulawak, semakin banyak air yang terdapat dalam temulawak maka warna yang didapat semakin cerah sedangkan jumlah air yang sedikit menghasilkan warna yang pucat. Pengamatan Indeks Bias : Indeks bias yang didapat dalam penelitian ini menunjukkan mutu yang baik. Hal ini dapat dilihat bahwa indeks bias minyak atsiri temulawak segar 1,499 sedangkan indeks bias minyak atsiri temulawak kering yaitu 1,498. Menurut Guenther, nilai indeks dipengaruhi oleh adanya air dalam kandungan minyak temulawak tersebut. Semakin banyak kandungan airnya, maka semakin kecil nilai indek biasnya. Ini karena sifat dari air yang mudah untuk membiaskan cahaya yang datang. Jadi minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang besar lebih bagus dibandingkan dengan minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil. Jadi minyak atsiri yang kering lebih bagus dari pada minyak atsiri dalam keadaan segar. Pengamatan Berat Jenis : Pada tabel 1 dan tabel 2 dapat dilihat bahwa berat jenis minyak atsiri temulawak untuk bahan segar yaitu 0,9117 sedangkan untuk temulawak kering 0,9085. Berarti berat jenis untuk minyak atsiri temulawak kering lebih kecil dari pada temulawak segar. Ini membuktikan bahwa pada minyak atsiri temulawak segar masih terdapat sedikit air atau komponen-komponen berat lainnya. Menurut Feryanto, Berat jenis sering dihubungkan dengan fraksi berat komponen-komponen yang terkandung didalamnya. Semakin besar fraksi berat yang terkandung dalam minyak, maka semakin besar pula nilai densitasnya. Biasanya berat jenis komponen terpen teroksigenasi lebih besar dibandingkan dengan terpen tak teroksigenasi.

Pengamatan Kadar Air : Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa Kadar air yang didapat dari temulawak segar sebanyak 78,84 % , sedangkan temulawak kering 0 %, hal ini menunjukkan bahwa minyak atsiri yang dihasilkan temulawak kering lebih baik dari pada temulawak segar. Pengamatan Bilangan Asam : Dari hasil destilasi didapatkan bilangan asam tidak jauh beda yaitu pada temulawak segar bilangan asamnya 1,8513 sedangkan pada temulawak kering bilangan asamnya 2,0196. Terlihat pada penilitian ini bahwa minyak atsiri yang didapatkan memiliki bilangan asam yang hampir sama besarnya. Hal ini disebabkan waktu penyimpanan yang tidak lama, tidak ada kontak dengan udara dan tidak disimpan pada tempat yang lembab. Karena sebagian komposisi minyak atsiri jika kontak dengan udara atau berada pada kondisi yang lembab akan mengalami reaksi oksidasi dengan udara (oksigen) yang dikatalisi oleh cahaya sehingga akan membentuk suatu senyawa asam. Menurut Riawan, bilangan asam dapat menunjukkan tingkat ketengikan minyak. Pengamatan Bilangan Ester : Dapat dilihat pada tabel 1 dan 2 nilai bilangan ester pada sampel minyak atsiri temulawak segar yaitu 36,465 sedangkan temulawak kering yaitu 35,062. Bilangan ester menunjukkan jumlah asam organik yang bersenyawa sebagai ester. Besarnya bilangan ester pada minyak atsiri temulawak maka minyak atsiri temulawak memiliki bau harum yang disukai. KESIMPULAN Minyak atsiri dari temulawak dapat diisolasi dengan metode destilasi air. Rendemen minyak temulawak kering didapatkan lebih banyak dari temulawak segar yaitu 2,2045 % dan 0,9238 %. Indeks bias yang didapatkan dalam penelitian ini yaitu 1,499 untuk minyak atsiri temulawak segar dan 1,498 untuk minyak atsiri temulawak segar. 1. Berat jenis yang dihasilkan pada penelitian ini yaitu 0,9117 untuk minyak atsiri temulawak segar dan 0,9085 untuk minyak atsiri temulawak kering. 2. Dalam penelitian ini didapatkan bilangan asam temulawak kering lebih besar dari pada temulawak segar yaitu 2,0196 untuk temulawak kering dan 1,8513 untuk temulawak segar. 3. Bilangan ester yang didapat dalam penelitian ini yaitu 36,465 untuk minyak atsiri temulawak segar dan 35,062 untuk minyak atsiri temulawak kering. 4. Warna minyak atsiri yang didapatkan pada temulawak segar berwarna kuning sedangkan pada temulawak kering didapatkan minyak yang berwarna kuning pucat.

SARAN 1. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya untuk mendapatkan minyak atsiri digunakan variable kehalusan bahan (ukuran partikel) dan lama destilasi. 2. Ketel suling yang digunakan untuk destilasi hendaknya menggunakan ketel suling yang volumenya besar. 3. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya menggunakan temulawak yang berwarna kuning. 4. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya dihitung kadar air pada temulawak yang dikeringkan.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Ahmad, S.A., (1986), Buku Materia Pokok Kimia Organik Bahan Alam, PKIM, 4438/2 SKS/Model 1-6 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Universitas Terbuka. [2] Badan Standarisasi Nasional (BSN), (2006), SNI 06- 2386-2006 Minyak Akar Wangi. Jakarta [3] Bombardelli, E., 1991. Technologies for Processing of Medicinal Plants, in the Plant industry,CRC Press, Florida, USA. p. 85 - 89 [4] BPS, 2003. Statistika Pertanian. Jakarta Indonesia. 123 hal [5] Budi Santoso, H, Ir, (1990), Bertanam Nilam dan Bahan Industri Wewangian, Kanisius, Yogyakarta. [6] Feryanto, (2007), Parameter Kualitas Minyak Atsiri, Bandung. Medicinal

[7] Guenther. E, (1988), The Essential Oil Vol. IA, Van Nonstrand Company, Inc, New York. [8] Herman dan Atih Suryati, 1985. Berbagai macam penggunaan temulawak dalam makanan dan minuman. Prosiding Simposium Nasional Temulawak. Universitas Pajajaran. Bandung. hal. 186 - 194 [9] http://www.suaramerdeka.com. Edisi 24 November 2004. Ekspor Temulawak Indonesia Tahun 2003. 1 hal [10] Ketaren. S, (1985), Pengantar Teknologi Minyak Atsiri, PN. Balai Pustaka, Jakarta [11] Mayuni, (2006), Teknologi dan Analisa Minyak Atsiri, Andalas University Press. Padang. [12] MMI (Materia Medika Indonesia), 1979. Jilid III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.196 hal.

Anda mungkin juga menyukai