Anda di halaman 1dari 19

KEPUASAN KERJA MEMACU PRESTASI KERJA (Excelent Productivity driven by job Satisfaction)

Oleh : H. INAYATULLAH

DAFTAR ISI

-1-

DAFTAR ISI 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 3 .. B. Permasalahan 3 C. Sistematis Penulisan .. 3

BAB II KEPUASAAN KERJA DALAM ORGANISASI A. Tinjauan Teoritis tentang Kepuaan Kerja 4 B. Relevansi Kepuasan Kerja dalam Organisasi Pendidikan 8

PENUTUP A. Kesimpulan 9 B. Rekomendasi 9

-2-

DAFTAR PUSTAKA 10

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Setiap anggota organisasi dalam mencapai tujuan organisasi timbul adanya perasaan kepuasan kerja dan ketidak puasan. Oleh karena itulah setiap pimpinan atau manajer suatu organisasi perlu menciptakan suatu iklim yang sehat secara etis bagi anggotanya atau pegawainya, dimana mereka melakukan pekerjaan secara maksimal dan produktif. Hal ini sudah barang tentu adanya perilkau individu dalam organisasi yang merupakan interaksi antara karakteristik individu dan karakteristik organisasi (Thoha.1998). Perilaku organisasi merupakan suatu perilaku terapan yang dibangun atas sumbangan dari sejumlah disiplin perilkau, seperti yang menonjol psokologi, sosiologi, psikologi sosial, antropologi dan ilmu politik ( Robbins.2001). sedangkan yang menyangkut kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan yang disumbangkan dalam psikologi. Selain itu diperluas juga yang mencangkup pembelajaran, persepsi, kepribadian, pelatihan, keefektifan kepemimpinan, kebutuhan dan kekuatan motivasi, proses pengambilan keputusan, penilaian kinerja, pengukuran sikap, teknik seleksi pegawai, desain pekerjaan dan stres kerja.

-3-

Demikian pula organisasi pendidikan sebagai institusi penyelenggaraan pendidikan mengharapkan suatu outcome atau produktivitas yang memuaskan sebagaimana yang ditetapkan dalam tujuan pendidikan outcome atau produktivitas itu ditentukan baik oleh teknologi (sistem, kurikulum, sarana prasarana, pembiayaan dan manajemen) maupun tenaga kependidikan. Disini kepuasan kerja atau kepuasaan belajar mengajar merupakan salah satu indikator dari seperangkat kebutuhan manusia dalam organisasi pendidikan. Dengan perkataan lain kepuasaan harus menjadi tujuan utama organisasi setelahnya produktivitas. B. Permasalahan Permasalahan yang dikemukakan dalam makalah ini adalah bagaimana memahami konsep kekuatan kerja (job satisfaction) dalam perilaku organisasi, berkaitan pula dengan relevansi dalam organisasi pendidikan. C. Sistimatika Penulisan Dalam rangka mempermudah pemahaman isi makalah ini, maka penulis menetapkan sistimatika penulisan sebagai berikut : Bab I Pendahuluan meliputi latar belakang, permasalahan dan sistimatika penulisan. Bab II Kepuasan Kerja dalam Organisasi, meliputi tinjauan teoritis tentang kepuasan kerja dan relevansi dengan organisasi pendidikan. Bab III Penutup, meliputi kesimpulan dan rekomendasi.

BAB II KEPUASAN KERJA DALAM ORGANISASI

-4-

A. Tinjauan Teoritis tentang Kepuasan Kerja. Pada kesempatan ini dikemukan beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian kepuasan kerja diantaranya apa yang dikemukakan Robbins (2001) bahwa kepuasan kerja adalah sikap suatu umum terhadap suau pekerjaan seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Pendapat lain bahwa kepuasaan kerja merupakan suatu sikap yang dimiliki oleh para individu sehubungan dengan jabatan atau pekerjaan mereka ( Winardi.1992). juga pendapat Siagian (1999) bahwa kepuasan kerja merupakan suatu cara pandang seorang yang bersifat positif maupun negatif tentang pekerjaannya. Pendapat lain bahwa kepuasan kerja yaitu keadaan emosional yang meyenangkan dan yang tidak menyenangkan dengan mana para pegawai memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja ini mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya (Handoko.2000). selain itu pendapat Indrawidjaja (2000) bahwa kepuasan kerja secara umum menyangkut sika seseorang mengenai pekerjaannya. Karena menyangkut sikap, maka pengertian kepuasan kerja menyangkut berbagai hal seperti kognisi, emosi dan kecendrungan perilaku seseorang. Apa yang menetukan kepuasan kerja sebagaimana dikemukakan oleh Robbins (2001) adalah Pertama Kerja yang secara mental menantang pegawai yang cenderung menyukai pekerjaan yang memberikan kesempatan menggunakan ketrampilan dan kemampuan dalam bekerja. Kedua Gagasan yang pantas pegawai menginginkan sistem upah/gaji dan kebijakan promosi yang adil, tidak meragukan dan sesuai degan pengharapan mereka. Ketiga Kondisi kerja yang mendukung pegawai peduli lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik. Keempat Rekan sekerja yang mendukung adanya interaksi sosial antara sesama pegawai yang saling mendukung menghatar meningkatkan kepuasan kerja. Kelima Jangan lupakan kesesuaian antara kepribadian pekerjaan. Holand dalam Robbins (2001) mengemukakan bahwa kecocokan yang tinggi antara kepribadian seorang pegawai dan pengharapan akan menghasilkan individual yang lebih terpuaskan. Keenam Ada dalam gen bahwa 30 % dari kepuasan individual dapat dijelaskan oleh keturunan. Hasil riset lainnya megemukakan bahwa sebagian besar kepuasan beberapa orang diketemukan secara genetis.

-5-

Mengenai efek kepuasan kerja pada kinerja pegawai sebagaimana dikemukakan Robbins (2001) sebagai berikut :Kesatu Kepuasan dan produktivitas.hakikatnya Bahwa seseorang pekerja yang bahagia adalah seorang pekerja yang produktif.Kedua Kepuasan dan kemangkiran, kepuasan berkolerasi secara negatif dengan kemangkiran ( Ketidakhadiran).Dalam studi bahwa bekerja dengan skor kepuasan tinggi mempunyai kehadiran yang jauh lebih tinggi dibandingkan pekerja dengan tingkat kepuasan lebih rendah. Ketiga Kepuasan dan tingkat keluar masuknya pegawai/karyawan , kepuasan yang dihubungkan yang dihubungkan secara negatif dengan keluarnya pegawai namun korelasi ini lebih kuat daripada kemangkiran. Dalam hubungaN kepuasan pegawai adalah tingkat kinerja pegawai itu. Selain itu ada 5 (lima) dimensi yang berkaitan dengan kepuasan kerja keluarnya

(Winardi.1992) yaitu : 1. Gaji dan upah yang diterima ( Jumlah gaji atau kelayakan imbalan tersebut) 2. Pekerjaan (Tugas Pekerjaan dianggap menarik dan memberikan peluang untuk belajar dan menerima tanggung jawab). 3. Peluang promosi.( Terjadinya peluang untuk mencapai kemajauan dalam jabatan). 4. Supervisor ( Kemampuan untuk menunjukkan perhatian terhadap para pegawai/karyawan) 5. Para rekan sekerja.( dimana rekan sekerja bersikap bersahabat, kompeten, saling Bantu membantu, dan berkomitmen untuk mencapai misi dan visi organisasi. Pemahaman yang lebih tepat tentang kepuasan kerja dapat terwujud jika analisa tentang kepuasan kerja dihubungkan dengan prestasi kerja, tingkat kemangkiran, keinginan pindah, usia pekerja, tingkat jabatan dan besar kecilnya organisasi (Siagian.1999). Untuk lebih jelasnya hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : Kesaatu Kepuasan kerja dan preastasi , menjadikan kepuasan untuk memacu prestasi kerja yang lebih baik. Kedua Kepuasan kerja dan kemangkiran artinya bahwa karyawan/ pegawai yang tinggi tingkat kepuasan kerja akan rendah tingkat kemangkirannya. Ketiga Kepuasan kerjja dan keinginan pindah, salah satu upah yang diterima dan

-6-

penyebab timbulnya keinginan pindah kerja adalah ketidakpuasan pada tempat bekerja saat ini.Keempat kepuasan kerja dan usia , kecndrungan yang terlihat bahwa semakin lanjut usia pegawai tingkat kepuasan kerjanya semakin tinggi. Kelima Kepuasan kerja dan tingkat jabatan , semakin tinggi tingkat kedudukan seseorang dalam suatu organisasi pada umumnya semakin tingkat kepuasannya cendrung lebih tinggi pula. KeenamKepuasan kerja dan besar kecilnya organisasi , Jika karena besarnya organisasi para pegai terbenam dalam masa kerja yang jumlahnya besar sehingga jati diri dan identitasnya menjadi kabur, karena hanya dikenal nomor pegawainya saja. Hal tersebut berdampak negatif pada kepuasan kerja. Dalam mengelola personalia (kepegawaian) harus senantiasa memonitor kepuasan kerja, karena hal itu akan mempengaruhi tingkat absensi, perputaran tenaga kerja, semangat kerja, keluhan keluhan dan masalah personalia vital lainnya (Handoko.2000). Oleh karena itu fungsi personalia mempunyai pengaruh baik langsung maupun tidak langsung, selain itu berbagai kebijakan dalam kegiatan personalia berdampak pada iklim organisasi memberikan suatu lingkungan kerja yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan bagi anggota organisasi itu yang akhirnya memenuhi kepuasan kerja anggota organisasi (pegawai) untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.
Langsung Latihan & Pengembangan Konseling Dll Fungsi Kepuasan Personalia Tidak Langsung Kebijakan & Praktek Personalia Gambar 1 Pengaruh Fungsi Personalia pada Kepuasan Kerja (Handoko.2001) Kerja Penyelia Karyawan

Hubungan kepuasan kerja sebagaimana dikemukakan Handoko (2001) yaitu :

-7-

1. Prestasi, kepuasan kerja yang lebihtinggi terutama yang dihasilkan oleh prestasi kerja, bukan sebaliknya. Seperti ditunjukkan dalam gambar 2, bahwa prestasi kerja lebih baik menaakibatkan penghargaan yang lebih tinggi, jika penghargaan dirasakan adil dan memadai maka kepuasan pegawai /karyawan akan meningkat.sebaliknya jika penghargaan dipandang tidak mencukupi untuk suatu tingkat prestasi kerja pegawai/karyawanmaka ketidakpuasan kerja cendrung terjadi.kondisi kepuasan atau ketidakpuasan kerja selanjutnya menjadi umpan balik ( feed back ) yang akan mempengaruhi prestasi kerja di waktu mendatang . Oleh karena itu hubungan prestasi dan kepuasan kerja menjadi suatu sistem yang berkelanjutan. Umpan Balik

Prestasi Kerja

Penghargaan

Persepsi Keadilan terhadap Penghargaan

Kepuasan Kerja

Gambar 2 Hubungan antara Prestasi dan Kepuasan Kerja (Handoko.2001)

2. Perputaran pegawai dengan absensi.Perusahaan atu organisasi senantiasa mengharapkan kepuasan kerja meningkat perputaran karyawan dan absensi menurun bukan sebaliknya.Sebagaimana dapat dilihat dalam gambar 3: bahwa kepuasan kerja yang lebih rendah baisanya akan mengakibatkan perputaran karyawan /pegawai lebih tinggi.Yang bersangkutan lebih mudah meninggalkan perusahaan dan mencari kesempatan di perusahaan lainnya.Hubungan ini berlaku juga untik absensi ( Kemangkiran ). Para karyawan yang kurang memperoleh keouasan kerja akan cendrung lebih sering absent.
Tinggi Perputaran Kepuasan kerja Absensi Rendah Rendah Perputaran & Absensi Tinggi

-8-

Gambar 3 Model Umum Hubungan Antara Kepuasan Kerja Dengan Perputaran Pegawai dan Absensi (Handoko.2001)

3. Umur dan jenjang pekerjaan, bahwa semakin tua umur karyawan/pegawai mereka cenrung lebih terpuaskan dengan pekerjaan-pekerjaannya. Dengan alasanseperti : Pengharapan yang lebih rendah dan penyesuaian lebih baik terhadap situasi kerja dan lebih berpengalaman. Sedangkan pegawai/karyawan yang lebih muda cendrung kurang terpuaskan karena berbagai harapan yang lebih tinggi kurang penyesuian dan alasan lainnya. Hubungan tersebut dapat dilihat dalam gambar 4

Umur Tinggi

Kepuasan kerja Jenjang Pekerjaan Rendah Rendah Umur & jenjang Pekerjaan Tinggi

Gambar 4 Model Umum Hubungan Antara Kepuasan Kerja Dengan Umur & Jenjang Pekerjaan (Handoko.2001)

Dari gambar diatas menunjukan juga bahwa orang dengan jenjang pekerjaan yang lebih tinggi cenderung lebih mendapatkan kepuasan kerja, misalnya pegawai yang mempunyai kemampuan dan ketrampilan tinggi cenderung memperoleh kepuasan kerja lebih besar dari pada yang tidak berkemampuan dan tidak terampil. 4. Besar organisasi, bahwa ukuran organisasi cedrung mempunyai hubungan berlawanandengan kepuasan kerja yaitu semakin besarorganisasi kepuasan kerja cenrung turun secara moderat kecuali manajemen mengambil tindakan korektif. Tanpa tindsakan korektif organisasi besar tersebut akan menenggelamkan anggotanya dan berbagai proses seperti halnya partisipasi, komunikasi dan koordinasi kurang lancer.Oleh karena terdapat adanya hubungan antara besarnya organisasi dan kepuasan kerja maka fungsi personalia dalam organisasi besar kemungkinan menghadapi kesulirtan dalam mempertahankan kepuasan kerja pegawainya/anggotanya.

-9-

Pendapat Siagian dan Handoko tersebut kiranya adanya kesamaan yang berkaitan dengan kepuasan kerja berhubungan dengan Prestasi, Usia, Mutasi Pegawai dan Absensi, Tingkat Jabatan serta besar kecilnya organisasi. Sebenarnya ada beberapa alasan lain yang dapat menimbulkan dan mendorong kepuasan kerja (Indrawijaya.2000) yaitu : 1. Pekerjaan yang sesuai dengan bakat dan keahlian 2. Pekerjaan yang menyediakan perlengkapan yang cukup 3. Pekerjaan yang menyediakan informasi yang cukup lengkap 4. Pimpinan yang lebih banyak mendorong tercapainya suatu hasil yang tidak terlalu banyak atau ketat melakukan pengawasan. 5. Pekerjaan yang memberikan penghasilan yang cukup memadai. 6. Pekerjaan yang memberikan tantangan untuk lebig mengembangkan diri. 7. Pekerjaan yang memberikan rasa aman dan ketenangan. 8. Harapan yang dikandung pegawai itu sendiri. Kepuasan kerja berkaitan pula dengan teori motivasi salah satunya yang dikemukakan oleh Herzberg dalam Hicks dan Guliet (1996) yaitu teori motivasi hygiene, teori motivasi/pemeliharaan dan teori kedua faktor merupakan teori motivasi eksternal, karena manajer mengendalikan faktor yang menghasilkan kepuasaan atau ketidakpuasan pekerjaan. Dari penelitian Herzberg bahwa faktor hygiene yang mempengaruhi ketidakpuasan kerja dan para motivator yang mempengaruhi kepuasan kerja seperti halnya faktor hygiene membantu individu dalam menghindarkan individu merasa senang dengan ekerjaannya. Sedangkan faktor yang menyebabkan ketidakpuasan tidak secara langsung akan menimbulkan kepuasan kerja (Indrawijaya.2000). Selain kepuasan kerja para pegawai atau anggota organisasi dapat

menyatakan ketidakpuasan dengan sejumlah cara misalnya mengeluh, tidak patuh dan mengelak dari tanggung jawab. Ada 4 (empat) respon dari ketidakpuasan baik yang konstruktif/destruktif maupun aktif/pasip ( Robbins.2001) yaitu : 1. Eksit, Ketidakpuasan yang diungkapkan melalui prilaku yang mengarah untuk meninggalkan organisasi( Mencari formasi baru atau berhenti ).

- 10 -

2. Suara,

Ketidakpuasan

yang

diungkapkan kondisi

dengan organisasi

usaha (

aktif

dan saran

kontruktifmencoba kegiatan ) 3. Kesetiaan

memperbaiki

mencakup

perbaikan, membahas masalah dengan atasan dan beberapa bentuk Ketidakpuasan yang diungkapkan secara pasif, menunggu

membaiknya kondisi organisasi ( berbicara membela organisasi menghadapi kritik luar dan mempercayai organisasi dan manajemen untuk melakukan hal yang tepat). 4. Pengabaian, ketidakpuasan yang dinyatakan dengan membiarkan kondisi memburuk ( termasuk kemangkiran atau dating terlambatsecara kronis, upaya yang dikurangi dan tingkat kekeliruan yang meningkat). Keempat respon itu digabarkan sebagaimana pada gambar 5.
Aktif EKSIT Destruktif PENGABAIAN KESETIAAN SUARA Konstruktif

Pasif
Gambar 4 Respon Terhadap Ketidakpuasan Kerja (Robbins.2001)

B. Relevansi Kepuasan Kerja dalam Organisasi Pendidikan. Organisasi lain : 1. Pemerataan Pendidikan 2. Kualitas Pendidikan 3. Relevansi Pendidikan 4. Efisiensi Pendidikan 5. Efektivitas Pendidikan pendidikan sebagai institusi penyelenggara pendidikan mengharapkan suatu outcome pendidikan yang memuaskan yang meliputi antara

- 11 -

Organisasi

penyelenggara

pendidikan

sudah

barang

tentu

melibatkan

masyarakat, pemerintah dan orang tua di dalam memperoleh outcome atau produktivitas pendidikan sbagaimana tersebut diatas. Hal ini apabila outcome tersebut diperoleh dengan memuaskan maka yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan akan timbul kepuasan. Khusus bagi ketenagaan pendidikan dan non ketenagaan kependidikan (birokrasi pendidikan) merupakan suatu kepuasan kerja yang positif dan sebaliknya apabila outcome tersebut diperoleh kurang memuaskan maka akan timbul ketidakpuasan. Kepuasan kerja dan ketidakpuasan dalam penyelenggaraan pendidikan akan menimbulkan perilaku individu dalam organisasi. Yang merupakan interaksi dari karakteristik individu dan karakteristik organisasi pendidikan. Dengan perkataan lain kepuasan harus menjadi tujuan utama organisasi setelahnya produktivitas atau outcome pendidikan. Selaras dengan era Otonomi Daerah (Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999) maka bergulir pula era Otonomi Pendidikan (desentralisasi) yang sudah barang tentu merubah paradigma pendidikan lama ke paradigma pendidikan baru yang meliputi berbagai aspek sebagai berikut ( Jalal dan Supriadi.2001) : Paradigma Lama Sentralistik Kebijakan yang top down Orientasi parsial pertumbuhan perakitan Peran serta pemerintah sangat dominan Lemahnya peran instusi non sekolah pengembangan pendidikan untuk ekonomi, Paradigma Baru Desentralistik Kebijakan yang bottom up Orientasi pendidikan kesadaran pengembangan untuk untuk bersatu holistik dalam

mengembangkan menjunjung

stabilitas politik dan teknologi

kemajemukan

budaya

tinggi moral, kemanusiaan dan agama, kesadaran kreatif, produktif, kesadaran hukum. Meningkatkan peran serta masyarakat secara kualitatif dan kuantitatif.

- 12 -

Pemberdayaan usaha

institusi

masyarakat,

keluarga, LSM, pesantren dan dunia

Demikian pula peneraan konsep manajeen berbasis sekolah ( school based management) yang selaras dengan otonomi pendidikan merupakan kegiatan (action) dalam rangka memperoleh outcome seperti halnya kualitas pendidikan. Dengan diperolehnya kualitas pendidikan maka kepuasan yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan persekolahan akan merasakan pula. Apabila dengan penerapan program life skill dengan pendekatan Brood Based education (BBE). Selain masih menuntaskan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun. BAB III PENUTUP

1.

Kesimpulan 1. Bahwa kepuasan kerja merupakan suatu cara pandang seseorang yang bersifat positif maupun negatif tentang pekerjaannya. Yang sudah barang tentu akan mempengaruhi perilaku organisasi, termasuk ketidakpuasan kerja 2. Bahwa kepuasan nerja berkaitan dengan organisasi pendidikan akan terlihat dari outcome atau produktivitas pendidikan yang diperoleh memuaskan atau tidak memuaskan sehingga sudah barang tentu akan mempengaruhi juga perilaku organisasi pendidikan

2.

Rekomendasi 1. Hendaknya hubungan antara kepuasan kerja dengan prestasi senantiasa harus dijadikan suatu sistem yang berkelanjutan. Dengan tidak melupakan hubungan dengan usia, mutasi pegawai dan absensi, tingkat jabatan serta besar kecilnya organisasi. 2. Hendaknya kepuasan kerja dalam kaitannya dengan organisasi pendidikan senantiasa harus melibatkan selain unsur pemrintah, orang tua murid juga masyarakat (stakeholders) guna memperoleh outcome yang memuaskan.

- 13 -

DAFTAR PUSTAKA

Handoko, Hani Yogyakarta.BPFE

(2001),

Manajemen

Personalia

dan

Sumber Daya

Manusia.

Hick, Herbert G dan Gullet GR (1996), Organisasi Teori dan Tingka Laku. Jakarta, Bumi Aksara Imron, Ali (1995), Kebijakan Pendidikan di Indonesia. Jakarta, Bumi Aksara Indrawijaya, Adam (2000), Perilaku Organisasi. Bandung, Sinar Baru Algesindo Jalal, Fasli dan Supriadi, Dedi (2001), Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta, Adicita Robbins, Stephen P (1994), Teori Organisasi Struktur, Desain & Aplikasi . Jakarta, Arcen

- 14 -

Siagian, Sondang P (1999), Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta, Bumi Aksara Syarief, Miftah (2000), Desentralisasi Pendidikan dan Otonomi Daerah , Jakarta, Sekretariat Jenderal Depdiknas Thoha, Miftah (1998), Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada Tilaar (1999), Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung, PT.Remaja Rosda Karya Winardi (1992), Manajemen Perilaku Organisasi . Bandung, PT.Citra Aditya Bakti

A. Kepuasan Kerja Paling tidak ada tiga alasan mengapa kepuasan kerja dalam organisasi penting. Pertama, terdapat bukti yang jelas bahwa karyawan yang tak terpuaskan lebih sering melewatkan kerja dan lebih besar kemungkinan mengundurkan diri. Kedua, telah diperagakan bahwa karyawan yang terpuaskan mempunyai kesehatan yang lebih baik dan usia yang lebih panjang. Ketiga,

- 15 -

kepuasan pada pekerjaan di bawa ke kehidupan di luar pekerjaan (Stephen Robinson, 1996 : 187). Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai sistem nilai yang berlaku dalam dirinya. Menurut Wexley dan Yukl (1996 : 129), kepuasan kerja terkait dengan cara seorang pekerja merasakannya pekerjaannya. Kemudian Werther dan Davids (1996 : 501), melihat kepuasan kerja sebagai suatu pemikiran karyawan mengenai seberapa jauh pekerjaanya secara keseluruhan mampu memuaskan kebutuhanya. Atau dengan kata lain, kepuasan kerja merupakan perasaan pekerja terhadap pekerjaannya. Sedangkan bagi Ivancevich (1995 : 308), kepuasan kerja adalah hal yang sangat menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi karyawan dalam melihat pekerjaannya. Sementara itu Jewell dan Siegall (1998 : 529) menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan sikap yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi kerja. Secara sederhana, kita dapat mengatakan bahwa karyawan yang puas lebih menyukai situasi kerjanya dari pada tidak menyukainya. Handoko (2000 : 193) memberikan batasan kepuasan kerja sebagai keadaan emosional yang menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini dampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya. Sedangkan Hasibuan (1995 : 45) mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja. Kepuasan kerja ini dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam luar pekerjaan. Menurut Robins (1996 : 156), kepuasan terjadi apabila kebutuhan-kebutuhan individu sudah terpenuhi dan terkait dengan derajat kesukaan dan ketidaksukaan pegawai; sehingga kepuasan merupakan sikap umum yang dimiliki oleh pegawai yang erat kaitannya dengan imbalan-imbalan yang mereka yakini akan mereka terima setelah melakukan sebuah pengorbanan. Berdasarkan hasil penelitian Bavendam Research Incoporated (2005 : 1), karyawan yang memiliki kepuasan tinggi dalam bekerja dicirikan oleh lima hal, yaitu: (1) percaya bahwa organisasi akan dapat memuaskan dalam jangka panjang, (2) menjaga kualitas kerjanya, (3) komitmen pada organisasi, (4) memiliki ingatan yang tinggi, dan (5) lebih produktif.

- 16 -

Kepuasan kerja tergantung atau dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Menurut Syptak, Marsland dan Ulmer, kepuasan kerja diantaranya dipengaruhi oleh: kebijakan perusahaan dan administratif, supervisi, gaji, hubungan interpersonal, kondisi kerja, pekerjaan itu sendiri, prestasi, pengenalan, tanggung jawab, dan kemajuan. Sedangkan menurut Robbins (1996 : 181), paling tidak ada lima hal yang memengaruhi kepuasan kerja, yakni: 1) Kerja yang secara mental menantang Karyawan cenderung menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dalam mengerjakan tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan. Karakteristik ini membuat kerja secara mental menantang. Pekerjaan yang terlalu kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi terlalu banyak menantang menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan dan kepuasan. 2) Ganjaran yang pantas Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak kembar arti, dan segaris dengan pengharapan mereka. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. Tentu saja, tidak semua orang mengejar uang. Banyak orang bersedia menerima baik uang yang lebih kecil untuk bekerja dalam lokasi yang lebih diinginkan atau dalam pekerjaan yang kurang menuntut atau mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam kerja yang mereka lakukan dan jam-jam kerja. Tetapi kunci yang manautkan upah dengan kepuasan bukanlah jumlah mutlak yang dibayarkan; yang lebih penting adalah persepsi keadilan. 3) Kondisi kerja yang mendukung Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas. Sejumlah Studi memperlihatkan karyawan lebih menyukai keadaan sekitar fisik yang tidak berbahaya atau merepotkan. Temperatur (suhu), cahaya, kebisingan, dan faktor lingkungan lain seharusnya tidak esktrem (terlalu banyak atau sedikit). 4) Rekan kerja yang mendukung

- 17 -

Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi yang berwujud dari dalam kerja. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung menghantar ke kepuasan kerja yang meningkat. Perilaku atasan seorang juga merupakan determinan utama dari kepuasan. Beberapa studi menunjukkan bahwa kepuasan karyawan ditingkatkan bila penyelia langsung bersifat ramah dan dapat memahami, menawarkan pujian untuk kinerja yang baik, mendengarkan pendapat karyawan, dan menunjukkan suatu minat pribadi pada mereka. 5) Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan Pada hakikatnya orang yang tipe kepribadiannya kongruen (sama dan sebangun) dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya mendapatkan bahwa mereka mempunyai bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka. Dengan demikian akan lebih besar kemungkinan untuk berhasil pada pekerjaan tersebut, dan karena sukses ini, mempunyai kebolehjadian yang lebih besar untuk mencapai kepuasan yang tinggi dari dalam kerja mereka. Kemudian menurut Schermerhorn (1995 : 45), ada lima aspek yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja, antara lain: a. Pekerjaan itu sendiri (Work It self). Setiap pekerjaan memerlukan suatu ketrampilan tertentu. Sukar tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan kerja. b. Penyelia (Supervision). Penyelia yang baik berarti mau menghargai pekerjaan bawahannya. Bagi bawahan, penyelia sering dianggap sebagai figur ayah/ibu dan sekaligus atasannya. c. Teman sekerja (Workers); merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial sebagai pegawai dengan atasannya dan dengan pegawai lain, baik yang ama maupun yang berbeda jenis pekerjaannya. d. e. Promosi (Promotion); merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karir selama bekerja. Gaji/Upah (Pay); merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang dianggap layak atau tidak.

- 18 -

Sedangkan Harold Burt mengidentifikasi tiga faktor yang menimbulkan kepuasan kerja, yaitu: a. Faktor hubungan antar karyawan, yang meliputi: hubungan antara manajer dengan karyawan, faktor fisik dan kondisi kerja, hubungan sosial diantara karyawan, sugesti dari teman sekerja, emosi dan situasi kerja. b. Faktor individual, mencakup: sikap terhadap pekerjaan, umur orang sewaktu bekerja, jenis kelamin. c. Faktor-faktor luar, yang meliputi: keadaan keluarga karyawan, rekreasi, pendidikan (Jerald Greenberg and Robert A. Baron, 1997 : 182). Bagi Megginson, Banfield, dan Matthews (2001 : 88), kepuasan individual dipengaruhi oleh tujuan utama, pendelegasian, program kerja, diklat bagi pemula, fasilitas, umpan balik, pemantauan, pengembangan, penilaian, kompensasi/imbalan dan rencana kerja individu. Sedangkan faktor yang mempengaruhi ketidakpuasan kerja yang dapat dirasakan oleh karyawan sendiri, misalnya kondisi kerja yang buruk, pekerjaan yang monoton, hubungan antar manusia yang tidak serasi, tidak adanya pengakuan prestasi kerja dan tidak diperlakukan adil oleh pimpinan. Merujuk pada uraian mengenai kepuasan kerja di atas dapat disintesiskan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan karena kondisi kerja yang mendukung, rekan kerja yang mendukung, kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan, kebijakan perusahaan dan administratif, supervisi (penyelia), dan promosi.

- 19 -

Anda mungkin juga menyukai