II
Cover:
Mosaic Digital Imaging; Dokumentasi Humas DPR RI, 2004-2009 Laporan Lima Tahun DPR RI 2004-2009: Mengemban Amanat dan Aspirasi Rakyat Sekretariat DPR RI dan UNDP; VIII + 241 halaman; 30 cm x 20 cm ISBN 978-979-19757-4-2 Cetakan Pertama Oktober 2009 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang (All Rights Reserved) Penerbit: Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Jalan Jenderal Gatot Subroto Jakarta, 10270 www.dpr.go.id
III
H. Soetardjo Soerjogoeritno, B. Sc
Wakil Ketua DPR RI, 2004-2009 Koordinator Bidang Politik, Ekonomi, dan Keuangan
Kata Pengantar
Ketua - DPR RI
IV
Saya bersyukur dengan terbitnya buku yang diberi judul, Buku Laporan Lima Tahun DPR RI 2004-2009: Mengemban Amanat dan Aspirasi Rakyat. Buku ini diterbitkan untuk memenuhi dua hal pokok. Pertama, sebagai salah satu upaya pemenuhan informasi bagi publik tentang kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR) dalam lima tahun pengabdiannya. Kedua, sebagai wacana yang memperkaya kepustakaan tentang kegiatan lembaga negara di Indonesia. Peran DPR telah berubah dibandingkan 10 tahun lalu. Pada saat amandemen Undang-Undang Dasar 1945 pertama dilakukan pada tahun 1999, DPR merupakan lembaga yang menjadi fokus perhatian. Sebelum amandemen UUD 1945, eksekutif memiliki kekuasaan yang sangat besar, sehingga salah satu target amandemen adalah menjadi penyeimbang dalam relasi politik yang diatur dalam konstitusi. Sejak adanya perubahan struktural di tingkat konstitusi itu, DPR mengalami perubahan secara perlahan. Banyak hal yang sudah dilakukan sejak anggota DPR pasca-Orde Baru terpilih pertama kali pada tahun 1999. Mulai dari perubahan dalam konstelasi partai politik yang berwujud secara formal dalam bentuk fraksi, sampai dengan lahirnya lembaga baru di dalam DPR yaitu Badan Legislasi. Dalam bidang pembuatan undang-undang, terjadi pergeseran hak pembentukan undangundang dari Presiden kepada DPR. Sedangkan dalam bidang pengawasan, amandemen telah mengurangi kemutlakan penggunaan hak prerogatif Presiden dengan melibatkan, meminta pertimbangan dan konsultasi dengan DPR, seperti halnya dalam pengangkatan duta besar, menerima penempatan duta besar negara lain, dan pemberian amnesti dan abolisi. Penataan hubungan ketatanegaraan ini dilakukan berdasarkan suatu kesadaran bahwa salah satu kelemahan utama yang mengakibatkan kurang bekerjanya mekanisme kenegaraan dan pemerintahan yang demokratis adalah bersumber dari tidak proporsionalnya pengaturan hakhak antar lembaga negara. Pergeseran dan peningkatan kewenangan dan kekuasaan DPR tersebut meningkatkan beban dan tanggung jawab DPR, sekaligus menunjukkan semakin signifikannya peran DPR di sistem ketatanegaraan dalam upaya menyalurkan aspirasi masyarakat. Hal ini dilakukan dengan memberikan kesempatan luas kepada masyarakat untuk menyampaikan aspirasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tingginya penghargaan terhadap kebebasan mengemukakan pendapat menjadikan pekerjaan DPR dalam era reformasi menjadi penuh dinamika. Periode ini saya sebut sebagai periode revolusi akan tingginya harapan (revolution of rising expectations) yang tertuju kepada DPR yang merupakan simpul strategis dalam proses transisi dan konsolidasi demokrasi menuju terciptanya sistem politik yang ideal.
Buku ini berupaya mendeskripsikan, menguraikan dan menginformasikan kepada publik akan berbagai realitas dan dinamika keparlemenan dalam alur parliamentary reform policy. Menurut hemat saya, buku ini akan sangat berguna, tidak hanya bagi anggota DPR baru, tetapi juga masyarakat luas sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban politik kepada masyarakat, sesuai dengan amanat undang-undang. Buku ini juga bermanfaat bagi praktisi dan pengamat politik dan pemerintahan yang memerlukan literatur tentang penyelenggaraan negara, khususnya dinamika politik dan proses pembuatan kebijakan di DPR. Buku ini mengajak kita untuk memahami berbagai persoalan yang dihadapi DPR dalam merespon persoalan masyarakat, bagaimana DPR menganalisa permasalahan, serta mengambil sikap yang tepat untuk mengatasinya bersama-sama. Hal ini penting, karena tidak hanya terkait dengan persoalan internal kita sendiri, melainkan lebih jauh ke kompleksitas persoalan bangsa di tengah-tengah dinamika global. Akhirnya, saya mengucapkan selamat dan penghargaan atas jerih payah semua pihak yang terlibat dalam menerbitkan buku ini. Semoga buku ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
KETUA,
Kata Pengantar
Sekretaris Jenderal - DPR RI
VI
Terbitnya buku ini menambah lagi satu akses bagi masyarakat luas, terutama pihak-pihak yang berkepentingan dengan DPR, untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai berbagai kegiatan yang dilakukan oleh DPR dan Sekretariat Jenderal DPR RI (Setjen DPR RI). Berbeda dengan buku laporan tahunan yang selama ini diterbitkan oleh Setjen DPR RI, yang merupakan dokumentasi lengkap seluruh rapat dan kegiatan DPR, buku laporan lima tahun ini disusun dalam tampilan dan bahasa yang lebih populer, disertai sejumlah foto dan desain yang lebih menarik. Diharapkan buku laporan ini melengkapi buku laporan tahunan yang sudah ada dan memberi inspirasi bagi laporan tahunan selanjutnya untuk meningkatkan layanan pemberian informasi kepada masyarakat. Oleh karena itu, saya menyambut gembira penerbitan buku laporan lima tahun ini. Untuk mendukung seluruh kegiatan DPR secara maksimal, Setjen DPR RI terus-menerus meningkatkan kinerjanya, terutama dengan meningkatkan kemampuan staf dari bidangbidang dan biro-bironya. Setjen DPR RI telah menyelenggarakan berbagai pendidikan dan pelatihan kepada staf, baik pelatihan yang bersifat strategis, administratif, teknis, serta mental (keagamaan). Di masa mendatang, Setjen DPR RI menghadapi berbagai tantangan besar sebagai pendukung tugas DPR. Di era keterbukaan dan transparansi ini, Setjen DPR RI dituntut mampu menjalankan tugas dengan cepat, tepat dan cermat. Masyarakat yang makin kritis meningkatkan partisipasi masyarakat melalui kedatangan delegasi atau pengaduan ke DPR, sehingga diperlukan mekanisme penanganan dan pelayanan secara maksimal untuk menjembatani masyarakat dan anggota Dewan. Tantangan lain termasuk krisis ekonomi yang melebar hingga menjadi krisis kepercayaan terhadap kinerja pemerintah yang berpengaruh pada kinerja Setjen DPR RI. Setjen DPR RI diharapkan mampu menjalankan misi, tugas dan fungsinya sebagai elemen penunjang tugastugas Dewan. Kami senantiasa mengembangkan diri untuk menjawab tuntutan yang ada, mulai dari penyediaan rumusan tugas dan rincian tugas bagi tenaga fungsional khusus perancang undang-undang, perencana/analis kebijakan, peneliti, pranata komputer, maupun pegawai. Itu semua merupakan tanggungjawab yang harus dipikul demi kelancaran tugas Dewan.
VII
Salah satu tantangan lain terkait pembentukan citra positif DPR melalui informasi, pengetahuan, dan pendidikan yang disampaikan kepada publik. Penerbitan buku laporan lima tahun ini bertujuan menampilkan wajah DPR yang transparan dan dinamis, serta seobyektif mungkin menjadi bentuk tanggung jawab Dewan dalam mengemban amanat dan aspirasi rakyat. Publik dapat mencermati cara DPR bekerja, mulai dari membuat undang-undang, menyusun anggaran, mengawasi jalannya pemerintahan hingga melakukan aksi sosial dan humanis lainnya. Buku ini diharapkan menerbitkan inspirasi bagi semua pihak yang peduli dengan kinerja lembaga legislatif ini untuk maju dan berkembang. Akhirnya, kami berharap buku ini bisa memberi manfaat pada upaya tranparansi dan peningkatan kinerja DPR. Kami akui bahwa masih ada bagian dari laporan yang tidak sempurna, namun kami bertekad untuk terus belajar dan memperbaiki hal tersebut dalam mendukung kinerja Dewan secara maksimal. Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah bekerja sama dalam penulisan buku ini, baik dengan meluangkan waktu kepada tim penulis untuk melakukan wawancara, maupun dengan menyumbangkan gagasan dalam proses penulisan, diskusi kelompok, lokakarya, dan penyempurnaan laporan. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada UNDP yang mendukung Setjen DPR RI melalui program PROPER serta tim penyusun buku yang membantu penerbitan laporan.
SEKRETARIS JENDERAL,
Daftar isi
VIII IV Kata Pengantar Sekretaris Jenderal - Dpr Ri VI Daftar Isi VIII
Kata Pengantar Ketua - DPR RI A. Pendahuluan B. Sekilas Tentang DPR C. Dinamika Lima Tahun Mengemban Amanat Rakyat D. Laporan Pelaksanaan Tugas Alat Kelengkapan Dewan E. Komisi-Komisi 1. Komisi I - Bidang Pertahanan dan Intelijen, 24 Luar Negeri, Komunikasi dan Informatika, dan Telekomunikasi 2. Komisi II - Bidang Pemerintahan Dalam Negeri, Otonomi Daerah, Aparatur Negara, dan Agraria 3. Komisi III - Bidang Hukum dan Perundang-undangan, HAM, dan Keamanan 4. Komisi IV - Bidang Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Kelautan, Perikanan, dan Pangan 5. Komisi V - Bidang Perhubungan, Pekerjaan Umum, Perumahan Rakyat, dan Pembangunan Daerah Tertinggal 6. Komisi VI - Bidang Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, UKM, Investasi, Persaingan Usaha, Standarisasi, dan BUMN. 7. Komisi VII - Bidang ESDM, Lingkungan Hidup, dan Riset dan Teknologi 8. Komisi VIII - Bidang Sosial, Agama, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak 9. Komisi IX - Bidang Kesehatan, Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kependudukan, dan BPOM 10. Komisi X - Bidang Pendidikan Nasional, Pemuda dan Olah Raga, Pariwisata, dan Perpustakaan Nasional 11. Komisi XI - Bidang Perencanaan Pembangunan Nasional dan BPS, Keuangan, Perbankan, dan Lembaga Keuangan Bukan Bank F. Panitia-Panitia 1. Panitia Anggaran 2. Panitia Khusus
79
1 5 10 20
83
87
92 97 105 111 120 129 135 139 141 148 158 170 182 190 197 218 223
31
38
45
H. Pimpinan DPR I. Partisipasi Publik dan Pembinaan Hubungan Dewan dengan Publik J. Aktivitas Lainnya K. Sekretariat Jenderal DPR RI L. Pengelolaan Anggaran DPR RI M. Tantangan DPR RI Lampiran
53
59
65 72
1. Daftar Singkatan 2. Daftar Nama Anggota DPR RI 2004-2009 3. Daftar Daerah Pemilihan Pemilu 2004 4. Daftar Inventarisasi RUU yang Telah Disahkan DPR RI 2004-2009
A. Pendahuluan
Di alam demokrasi Indonesia saat ini, tuntutan masyarakat terhadap keterbukaan informasi semakin besar. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai sebuah lembaga negara tidak lepas dari tuntutan tersebut termasuk dalam menyajikan laporan yang komprehensif bagi publik. Oleh karena itu, diterbitkanlah laporan lima tahun ini dalam format yang mempermudah kalangan internal DPR, masyarakat luas, maupun kalangan akademisi serta pihak terkait lainnya untuk mencerna dan memahami dinamika dan seluk-beluk DPR Periode 2004-2009. Selain memiliki unsur informatif, laporan ini diharapkan juga memiliki unsur edukatif. Buku laporan lima tahun DPR ini mengusung tema Mengemban Amanat dan Aspirasi Rakyat yang sejatinya merupakan esensi dari implementasi fungsi DPR sebagai lembaga representasi rakyat. Tema ini sangat tepat menggambarkan maksud, keberadaan, dan fungsi DPR sebagai lembaga negara. Buku ini bertujuan melaporkan dan menampilkan sisi apa adanya tentang DPR selama periode lima tahun yang terkait dengan implementasi tiga fungsi DPR yaitu fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Ketiga fungsi Dewan tersebut diimplementasikan dalam kerangka representasi atau perwakilan rakyat. Informasi dan materi di dalam buku laporan lima tahun ini disusun dari berbagai sumber dan dokumentasi resmi DPR terutama Buku Laporan Tahunan DPR RI tahun 2004-2005, 2005-2006, 2006-2007, dan 2007-2008. Saat buku laporan ini ditulis, Laporan Tahunan 20082009 masih dalam penyusunan. Pembaca yang tidak menemukan pokok bahasan dalam buku laporan lima tahun ini, disarankan merujuk ke Laporan Tahunan DPR atau Risalah Sidang. Dokumen-dokumen tersebut, termasuk laporan lima tahun ini, tersedia di kantor Sekretariat Jenderal DPR RI (Setjen) dan bisa dilihat di situs www.dpr.go.id. Dinamika DPR periode ini merupakan kelanjutan dari DPR pada awal reformasi Periode 19992004. Dalam hal keanggotaan, berbeda dengan periode sebelumnya yang komposisi keanggotaannya berasal dari 22 partai politik (parpol) dan membentuk sembilan fraksi, maka pada Periode 2004-2009 diisi oleh 16 parpol dan membentuk 10 fraksi. Selain itu, jumlah anggota DPR periode ini meningkat menjadi 550 orang dari 500 orang pada periode sebelumnya. Hal penting lainnya dari ini adalah tidak adanya Fraksi Tentara Nasional Indonesia (TNI)/ Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang para anggotanya diangkat langsung tanpa melalui proses pemilihan umum (pemilu).1 Keanggotaan DPR berisikan 72,36 persen wajah baru di awal periode, kemudian mengalami perubahan dengan Penggantian Antar Waktu (PAW) yang antara lain karena anggota meninggal dunia, mengundurkan diri atau ditarik atas usul parpol yang bersangkutan. Namun, penggantian anggota itu tidak mengubah komposisi fraksi-fraksi. Perubahan lain juga terjadi pada kursi pimpinan di Periode 20042009 ini, tepatnya di tahun ketiga, dengan adanya PAW terhadap anggota DPR dari Fraksi Partai Bintang Reformasi (FPBR), Zaenal Maarif, yang menjabat Wakil Ketua DPR RI/Koordinator Bidang Kesra (Korkesra), karena yang bersangkutan ditarik keanggotaannya di DPR oleh partainya. Sampai dengan Tahun Sidang 2006-2007, posisi tersebut belum diisi, menunggu kesepakatan fraksi-fraksi untuk menetapkan mekanisme terbaik dalam mengisi jabatan tersebut. Hingga tahun kelima, posisi ini tetap dikosongkan dan jabatan Korkesra dirangkap Ketua DPR RI. Dalam pelaksanaan kegiatan legislasi, selama kurun waktu lima tahun ini, DPR berhasil menuntaskan pembahasan 173 rancangan undang-undang (RUU) untuk disahkan 1
1 Keberadaan FTNI/POLRI pada periode sebelumnya merupakan warisan dari pemerintahan Orde Baru yang meniadakan hak ikut serta dalam Pemilu bagi anggota TNI dan Polri. Oleh karena itu, TNI/POLRI langsung diberi jatah sejumlah kursi dalam DPR untuk mewakili kepentingan kedua institusi tersebut. Sejak reformasi, jumlah anggota FTNI/POLRI dalam DPR mulai dikurangi dan akhirnya dihapus sama sekali pada Periode 2004-2009.
Pendahuluan
menjadi undang-undang (UU) dari 284 UU yang semula direncanakan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) lima tahun.2 Hal ini disebabkan sebagian RUU yang terdapat dalam Prolegnas ternyata hanya berupa gagasan awal yang pengerjaannya harus dimulai dari nol. Beberapa hambatan dalam proses penyelesaian sejumlah RUU ini antara lain karena keterbatasan tenaga ahli yang ada di DPR dan keterbatasan waktu dan padatnya jadwal rapat anggota DPR. Beberapa UU yang disahkan dan memiliki signifikansi dengan kehidupan warga negara pada periode ini antara lain UndangUndang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan; Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban; Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2
2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang; Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP); Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM); dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Dalam pelaksanaan tugas pengawasan, selain melakukan rapat kerja dengan Pemerintah, Dewan juga menggunakan hakhak kelembagaannya yaitu hak interpelasi soal Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, serta dukungan Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Nomor 1747 soal perluasan sanksi terhadap Iran. Dewan juga mengusulkan penggunaan hak
Pimpinan DPR RI Periode 20042009 yang dilantik pada 2004 siap mengemban amanat dan aspirasi rakyat
Pendahuluan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) didahului dengan penyampaian Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara beserta nota keuangannya oleh Presiden. Selain itu DPR juga melakukan pembahasan tentang Laporan Realisasi Semester I dan prognosis enam bulan berikutnya untuk APBN serta pertanggungjawaban Pemerintah atas pengelolaan keuangan negara. Pada tahun 2006, DPR membentuk Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI yang beranggotakan 21 orang berdasarkan Keputusan Pimpinan DPR RI Nomor 12/ PIMP/III/2005-2006 tanggal 16 Februari 2006 tentang Pembentukan Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI. Tim ini bertugas mengkaji, menganalisa, serta mengevaluasi kondisi dan masalah, kemudian mencari solusi dan merumuskan rekomendasi. Tindak lanjut dari tim ini adalah dibentuknya Tim Peningkatan Kinerja DPR RI yang dipimpin langsung oleh Ketua DPR RI dan beranggotakan 31 orang. Inti dari buku laporan lima tahun ini adalah laporan kegiatan sidang-sidang Alat Kelengkapan Dewan (AKD) serta unitunit pendukungnya. Selain itu, dipaparkan juga kegiatan DPR membina hubungan dan berinteraksi dengan publik dan pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya, upaya DPR mengusung transparansi dengan melaporkan laporan keuangan yang sudah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), serta kinerja Setjen. Semoga buku laporan ini memenuhi harapan masyarakat luas tentang keterbukaan informasi mengenai DPR meskipun masih terdapat kekurangan, baik yang bersifat substantif maupun teknis. Dan semoga buku Laporan Lima Tahun DPR RI 2004-2009: Mengemban Amanat dan Aspirasi Rakyat ini bermanfaat bagi semua lapisan masyarakat dan dapat menjadi pegangan bagi anggota DPR Periode 2009-2014.
angket untuk menyelidiki skandal korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) kredit macet Bank Mandiri dan kasus impor beras walaupun kedua hak angket ini tidak dapat ditindaklanjuti menjadi hak angket DPR. Dewan juga menggunakan hak angket untuk kasus penjualan tanker Pertamina serta penyelidikan atas Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2009. Selain penggunaan hak-hak, DPR juga telah menyetujui dan mengangkat sejumlah pejabat publik melalui mekanisme fit and proper test. Sedangkan dalam melaksanakan tugas di bidang anggaran, DPR setiap tahun mengadakan pembicaraan pendahuluan dengan Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) dalam rangka menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN). Pembahasan dan penetapan
Gedung DPR RI tempat para wakil rakyat menjalankan fungsi legislasi, pengawasan dan anggaran untuk kepentingan bangsa dan negara
Sejarah DPR
Cikal bakal DPR sudah muncul pada masa kolonial Belanda, yaitu Volksraad atau Dewan Rakyat (1918-1942). Pada era kemerdekaan (1945-1949), dibentuklah lembaga legislatif yang diberi nama Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan beranggotakan 60 orang. KNIP menjalankan fungsi sebagai Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) merangkap badan legislasi melalui Badan Pekerja KNIP. Ketika akhirnya terjadi perubahan bentuk negara Republik Indonesia dari negara kesatuan menjadi negara serikat, maka badan legislatif negara Republik Indonesia Serikat (RIS) dibagi menjadi dua kamar, yaitu Senat dan DPR (1949-1950). Jumlah anggota DPR pada masa itu sebanyak 146 orang yang mewakili negara-negara bagian, sedangkan anggota Senat adalah 32 orang, masing-masing dua orang dari tiap negara bagian. Setelah pengakuan resmi kemerdekaan Republik Indonesia oleh Belanda pada 27 Desember 1949, DPR dan Senat RIS membubarkan negara RIS berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan membentuk NKRI, serta membentuk
(PPP), Partai Demokrasi Indonesia (PDI), dan Golongan Karya (Golkar) serta anggota yang diangkat dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).1 Hal ini sontak berubah ketika angin reformasi berembus pada 1998. Pelaksanaan pemilu yang digelar pada 1999 menghasilkan Anggota Dewan yang mewakili 19 parpol yang dipilih rakyat, ditambah sejumlah anggota yang diangkat sebagai perwakilan TNI/POLRI. Namun seiring dengan tuntutan reformasi, jumlah anggota FTNI/POLRI di DPR hasil Pemilu 1999 berkurang dari 75 orang menjadi 35 orang, sementara partai-partai politik memperebutkan 465 kursi.
1 Bila pada pemilu 1971 masih terdapat 10 partai peserta pemilu, maka sejak terbitnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya, jumlah peserta pemilu hanya tinggal tiga kekuatan politik, yakni PPP, PDI, dan Golkar. Kedua partai politik tersebut merupakan hasil penggabungan (fusi) dari sejumlah parpol yang ada.
Sebagai unsur kelembagaan MPR, DPR Periode 1999-2004 ini memiliki andil dalam upaya menata sistem ketatanegaraan. Pada periode itu, MPR melakukan empat tahap amandemen Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), yang kemudian antara lain membentuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD), melaksanakan sistem pemilihan Presiden (pilpres) secara langsung, dan membentuk MK. Secara total, jumlah UU yang dihasilkan pada periode ini mencapai 175 UU. Salah satu UU yang disahkan DPR periode ini adalah UndangUndang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menjadi landasan hukum berdirinya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Proses transisi ini kemudian ditransformasikan ke DPR Periode 2004-2009. Setelah lima tahun masa reformasi, kedudukan DPR semakin
Anggota Parlemen perempuan hadir dalam sebuah pertemuan internasional tentang Millenium Development Goals (MDGs) di Ulan Bator, Mongolia, 2006
seimbang dengan Pemerintah sehingga DPR dapat melaksanakan tugas pengawasan secara optimal.
pemilu dapat mengajukan calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/ Kota untuk setiap Daerah Pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30 persen. Rupanya pasal ini dinilai tidak mewajibkan adanya keterwakilan 30 persen dari calon legislatif perempuan dan juga sanksi bagi partai yang tidak menjalankan ketentuan tersebut. Sehingga, dalam Pemilu 2004, tidak semua parpol peserta pemilu memenuhi aturan tersebut. Dari 24 parpol, hanya 14 parpol yang memenuhi sekurang-kurangnya 30 persen keterwakilan perempuan yang tercermin dari calon legislatifnya yaitu Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Bintang Reformasi (PBR), Partai Buruh Sosial Demokrat (PBSD), Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan (PDK), Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PIB), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB), Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Merdeka, Partai Nahdlatul Ummah Indonesia (PNUI), Partai Persatuan Daerah (PPD), Partai Penegak Demokrasi Indonesia, dan Partai Sarikat Indonesia (PSI). Soal kuota perempuan 30 persen ini kemudian diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR,
Perempuan di Parlemen
Keterwakilan perempuan di DPR hasil pemilu 2004 mencapai 65 orang (11,82 persen) dari total 550 anggota. Sebelumnya, dalam Pemilu 1999, perempuan yang duduk di Parlemen berjumlah 44 anggota, atau 8,9 persen. Dari data tersebut, terlihat adanya peningkatan jumlah perempuan yang menjadi anggota Parlemen. Upaya untuk meningkatkan jumlah perempuan yang duduk di DPR terlihat dari beberapa UU yang mencerminkan keberpihakan kepada perempuan, di antaranya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD serta Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Pencalonan perempuan anggota legislatif sudah diatur dengan kuota 30 persen melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum, yaitu dalam pasal 65 ayat 1 yang berbunyi Setiap parpol peserta
2 Sali Susiana, Affirmatif Action dan Keterwakilan Politik Perempuan: Analisis Hasil Pemilu 2004 dan Proyeksi Pemilu 2009 dalam Pemilu 2009 dan Konsolidasi Demokrasi; Kajian P3DI Sekjen DPR RI: 2008
Partai Politik
Partai Golongan Karya PDI Perjuangan Partai Persatuan Pembangunan Partai Amanat Nasional Partai Demokrat Partai Kebangkitan Bangsa Partai Keadilan Sejahtera Partai Bintang Reformasi Partai Damai Sejahtera JUMLAH
19 12 3 7 8 7 5 2 2 65
DPD, dan DPRD. Berbeda dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2003, rumusan tentang keterwakilan perempuan terdapat dalam pasal 53 yang berbunyi Daftar bakal calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 memuat paling sedikit 30 persen (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan. Selain syarat 30 persen, UU ini juga mengadopsi sistem selang-seling (zipper) yaitu bahwa dalam setiap tiga orang bakal calon terdapat sekurang-kurangnya satu orang perempuan. Meski demikian, UU ini tidak mengatur sanksi bagi parpol yang tidak menerapkan aturan. Komisi Pemilihan Umum (KPU) hanya akan mengembalikan Daftar Calon Sementara (DCS) kepada parpol untuk diperbaiki. Satusatunya sanksi adalah sanksi moral saat KPU mengumumkan DCS dan Daftar Calon Tetap (DCT) di media massa. Sistem zipper yang diberlakukan dalam Pemilu 2009 itu rupanya dinilai kurang efektif dalam mengakomodasi keterwakilan perempuan, apalagi dengan adanya parpol yang
menerapkan aturan suara terbanyak untuk menentukan calon legislasi (caleg) terpilih. Hal ini diperkuat lagi dengan putusan sidang MK tanggal 23 Desember 2008 yang melakukan uji materi atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 yang meniadakan aturan nomor urut dan memberlakukan penerapan sistem suara terbanyak dalam Pemilu 2009. Dengan demikian untuk periode ke depan, upaya untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di Parlemen masih perlu ditingkatkan, setidaknya hingga mencapai kuota 30 persen.
Organisasi DPR
Dalam tata tertib (tatib) DPR dijelaskan bahwa DPR terdiri atas fraksi dan AKD. Sementara untuk mendukung kerja anggota, DPR memiliki Sekretaris Jendral (Sekjen). Paparan berikut ini menjelaskan hal tersebut.
Fraksi
Peraturan tatib DPR menyatakan bahwa setiap anggota harus menjadi anggota salah satu fraksi,
FBPD 4%
FPG
129
FPDIP 109
FPG 23%
58 57 53 52 45 14 13 20
FPPP 11%
yang merupakan pengelompokan berdasarkan konfigurasi parpol hasil pemilu. Oleh karena tatib DPR menetapkan bahwa fraksi mempunyai anggota sekurang-kurangnya 13 orang, maka parpol yang jumlah kursinya tidak mencukupi untuk membentuk satu fraksi harus bergabung dengan parpol lain. (Lihat diagram) Fraksi bertugas melakukan koordinasi atas semua kegiatan para anggotanya dalam melaksanakan tugas dan wewenang DPR, termasuk meningkatkan kemampuan anggota dan kedisiplinan dalam kehadiran serta menerapkan langkah dan pola kerja anggota secara efektif dan efisien. Fraksi hanya bertanggung jawab kepada parpol atau gabungan parpol yang membentuk fraksi tersebut. Sementara pimpinan fraksi ditetapkan oleh anggota fraksi itu sendiri. DPR menyediakan sarana dan anggaran guna kelancaran pelaksanaan tugas fraksi dengan besaran sesuai jumlah anggota tiap-tiap fraksi.
DPR memiliki AKD, baik yang bersifat tetap maupun sementara. AKD yang bersifat tetap adalah Komisi, Pimpinan Dewan, Badan Musyawarah (Bamus), Badan Legislasi (Baleg), Panitia Anggaran (Panggar), Badan Urusan Rumah Tangga (BURT), Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP), dan Badan Kehormatan (BK). Sedangkan AKD yang bersifat sementara adalah Panitia Khusus (Pansus) yang dibentuk untuk tugas tertentu dan dalam jangka waktu tertentu. Sementara itu, bila perlu, AKD dapat membentuk Panitia Kerja (Panja) dengan tugas tertentu dan jangka waktu tertentu pula.
Jenis-Jenis Rapat di DPR Rapat Paripurna Rapat Paripurna Luar Biasa Rapat Fraksi Rapat Pimpinan Rapat Badan Musyawarah Rapat Komisi Rapat Gabungan Komisi Rapat Badan Legislasi Rapat Panitia Anggaran Rapat BURT Rapat BKSAP Rapat Badan Kehormatan Rapat Panitia Khusus Rapat Panitia Kerja Rapat Kerja Rapat Dengar Pendapat Rapat Dengar Pendapat Umum
Rapat Paripurna memiliki agenda beragam, antara lain mendengarkan pidato kenegaraan Presiden, persetujuan atas RUU, hingga persetujuan pelaksanaan hak DPR dalam bentuk hak angket dan hak interpelasi, serta pengesahan APBN. Berikut ini adalah sejumlah Rapat Paripurna beserta agendanya dalam Periode 20042009 yang mendapat banyak perhatian dari masyarakat.
1
Keputusan Pertemuan Konsultasi Pimpinan DPR dengan Pimpinan FraksiFraksi/Pengganti rapat Bamus tanggal 9 November 2004
Sejumlah Rapat Paripurna Periode 2004 - 2009 yang Mendapat Perhatian Masyarakat
Tanggal Agenda Mulai muncul usulan Interpelasi 27 Oktober 2004 terkait penggantian Panglima TNI sebagaimana diusulkan Jenderal Endriartono Sutarto selaku Panglima Usulan Interpelasi ditolak. Panglima 8 Februari 2005 Lanjutan usulan Interpelasi pergantian Panglima TNI TNI pengganti Jenderal Sutarto adalah Marsekal TNI Djoko Suyanto setelah melalui fit and proper test di Komisi I. Munculnya berbagai interupsi usai pembacaan pendapat fraksi soal usul 24 Januari 2006 Membahas Impor Beras hak angket dan interpelasi mengenai kebijakan Pemerintah tentang impor beras. Dianggap sebagai UU yang progresif 12 Juli 2006 Pengesahan RUU Kewarganegaraan karena merupakan langkah tegas mengenai status anak-anak hasil perkawinan campur. Jawaban Pemerintah atas Hak 5 Juni 2007 Interpelasi tentang Resolusi Dewan Keamanan (DK) Persatuan BangsaBangsa (PBB) mengenai nuklir Iran Masalah ini selama tahun itu belum mencapai kata sepakat. Keterangan
11
Rapat Paripurna diwarnai sejumlah interupsi terkait ketidakhadiran Presiden dalam rapat.
Sedikitnya 20 anggota DPR langsung melakukan interupsi secara Jawaban Pemerintah atas Hak 12 Februari 2008 Interpelasi DPR soal kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) bergantian. Mereka mempertanyakan ketidakhadiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono secara langsung untuk menyampaikan jawaban Pemerintah. Seorang anggota melakukan aksi walk out. Fraksi Partai Demokrasi Indonesia 30 Oktober 2008 UU Pornografi Perjuangan (FPDIP) dan Fraksi Partai Damai Sejahtera (FPDS) melakukan aksi walk out saat Sidang Paripurna. Pengambilan keputusan penggunaan 26 Mei 2009 Hak Angket kasus DPT dalam Pemilu Legislatif 2009 Penggunaan hak angket disetujui.
12
Pembentukan Undang-Undang
Dalam proses pembentukan UU, wewenang DPR bersumber dari Pasal 21 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa DPR berhak mengajukan usulan RUU. Selain DPR, terdapat dua lembaga negara lainnya yang juga memiliki hak mengajukan usulan RUU, yaitu Presiden dan DPD. Namun DPD hanya bisa mengajukan RUU di bidang tertentu, dan hanya bisa berpartisipasi dalam diskusi tentang RUU tanpa dapat menetapkan RUU. Wewenang Presiden mengajukan RUU bersumber dari Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan Presiden berhak mengajukan RUU untuk dibahas oleh DPR dan Presiden sehingga mencapai persetujuan bersama. Sedangkan wewenang DPD bersumber pada Pasal 22D ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa DPD dapat mengajukan kepada DPR tentang RUU yang terkait otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Berikut adalah proses pembentukan UU:
Penyusunan dan Pengajuan
Perencanaan
Dalam merencanakan penyusunan UU, DPR berpedoman pada ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang menyatakan bahwa perencanaan penyusunan UU dilakukan dalam Prolegnas lima tahun. Di dalam Prolegnas itulah ditetapkan skala prioritas - baik lima tahun maupun satu tahun - sesuai perkembangan dan kebutuhan hukum dari masyarakat. Prolegnas itu sendiri merupakan hasil rumusan atau kesepakatan bersama antara Pemerintah dan DPR. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, penyusunan Prolegnas di DPR dikoordinasikan oleh Baleg, sedangkan di pihak Pemerintah dikoordinasikan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM). Koordinasi penyusunan legislasi nasional antara pihak DPR dan Pemerintah dilakukan oleh Baleg. Pada Periode 2004-2009, Prolegnas disepakati sebanyak 284 RUU. Mekanisme penyusunannya dimulai dari inventarisasi masukan dari fraksi, komisi, DPD dan masyarakat. Baleg kemudian berkonsultasi dengan Pemerintah dan hasil tersebut berupa Prolegnas lima tahun dan Prolegnas prioritas tahunan yang dilaporkan dalam Rapat Paripurna untuk ditetapkan dengan keputusan Dewan. RUU yang diajukan DPR, Presiden, atau DPD disusun berdasarkan Prolegnas. Namun hanya DPR dan Presiden yang bisa mengajukan RUU di luar Prolegnas.
Perencanaan
Pembahasan
Lobi-lobi dalam pengambilan keputusan atas suatu RUU atau hal lain juga sering dilakukan pimpinan dan anggota
menyetujui dengan atau tanpa penyempurnaan atau menolak RUU tersebut sebagai RUU usulan DPR. Bamus kemudian memutuskan AKD yang akan menangani pembahasan RUU usulan DPR dimaksud.
Dalam Pembicaraan Tingkat I ini DPR dapat mengadakan rapat intern, rapat kerja (raker) dengan Pemerintah, Rapat Dengar Pendapat (RDP), dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan masyarakat untuk mencari masukan atau menjaring aspirasi masyarakat. Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan diadakan dalam Rapat Paripurna yang berisi penyampaian laporan hasil pembicaraan Tingkat I, pendapat akhir dari fraksi-fraksi dan pendapat akhir Pemerintah. Kegiatan dalam Rapat Paripurna ini memuncak pada pengambilan keputusan.
13
Pembahasan
Pembahasan RUU di DPR dilakukan oleh Komisi, Baleg, atau Pansus melalui dua tingkat pembicaraan, yakni Tingkat I dan Tingkat II. Pembicaraan Tingkat I mencakup, antara lain, pemberian pandangan serta pendapat fraksifraksi terhadap RUU dari Pemerintah, bila RUU tersebut diajukan oleh Pemerintah. Untuk RUU yang diajukan Pemerintah, pembicaraan Tingkat I juga melibatkan dan memasukkan pandangan dan pendapat DPD. Proses selanjutnya adalah memberikan kesempatan kepada Pemerintah sebagai pengusul RUU untuk memberikan tanggapan atas pandangan dan pendapat fraksi-fraksi, atau pandangan dan pendapat fraksi dan DPD atas RUU tertentu. Bila RUU bersumber dari inisiatif DPR maka Pembicaraan Tingkat I ini memberikan kesempatan kepada Pemerintah untuk memberikan pandangan dan pendapat terhadap RUU dari DPR tersebut, atau pandangan dan pendapat Pemerintah dan DPD. Proses selanjutnya adalah kesempatan DPR untuk memberikan tanggapan atas pandangan dan pendapat dari Pemerintah, atau pandangan dari Pemerintah dan DPD untuk RUU tertentu.
14
DUA TINGKAT PEMBICARAAN DI DPR DISETUJUI DPR DITANDATANGANI PRESIDEN UNDANG-UNDANG dapat mengingatkan Pemerintah untuk segera melengkapi peraturan pelaksanaannya. Secara ringkas mekanisme pembentukan UU ini bisa digambarkan dalam skema di atas. Jumlah RUU Prioritas tahunan ditambah dengan jumlah RUU Kumulatif terbuka selama 2005-2009 ada 335 RUU. Dalam praktiknya RUU yang dibahas DPR tidak seluruhnya berasal dari prioritas tahunan, namun dari RUU yang dianggap penting di luar RUU yang masuk dalam Prolegnas 2005-2009. Sedangkan pengusul RUU selama Periode 20042009 ini bisa dilihat dari data di bawah ini.
Pengusul RUU DPR DPD Presiden JUMLAH Jumlah UU yang Disahkan 87 0 86 173
Tahun
Disetujui
Persentase
DPD beberapa kali mengajukan usul RUU, namun ketika RUU tersebut disampaikan ke DPR, DPR telah terlebih dahulu mengajukan usul inisiatif atau telah menerima RUU dari Pemerintah misalnya Rancangan UndangUndang tentang Keistimewaan Yogyakarta dan Rancangan Undang-Undang tentang Lingkungan Hidup.
14 39 40 61 19* 173
Suasana sidang kadang memanas seperti saat pembahasan soal BBM pada 2008
Kuasa Hukum. Tim ini dapat melibatkan anggota DPR dari AKD apabila terkait dengan RUU yang pernah dibahasnya dan didampingi Tim Asistensi. Selain menugaskan Tim Kuasa Hukum untuk menghadapi persidangan di MK, Pimpinan DPR juga menugaskan sejumlah anggota Komisi III DPR sebagai Tim Kuasa Hukum DPR untuk mewakili DPR dalam penanganan perkara perdata di lingkungan peradilan umum. Dalam melaksanakan tugasnya, Tim Kuasa Hukum DPR yang menangani perkara di peradilan umum dapat memberikan kuasa substitusi kepada Bagian Hukum Biro Hukum dan pemantauan pelaksanaan UU Setjen DPR RI untuk mewakili DPR dalam persidangan di pengadilan negeri. Secara umum, pada Periode 2004-2009, Tim Kuasa Hukum lebih banyak menangani perkara permohonan uji materiil. Hasilnya, beberapa permohonan dikabulkan MK. Pada sidang 15 Februari 2005 MK mengabulkan permohonan bahwa Pasal 36 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung tidak memiliki kekuatan hukum tetap. Selain itu, pada tahun 2005 itu juga dikabulkan sejumlah permohonan uji materiil antara lain Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Pada tahun-tahun selanjutnya, Tim Kuasa Hukum tetap menghadapi sejumlah kasus permohonan uji materiil atas UU yang telah disahkan. Dalam kasus-kasus peradilan, tim ini lebih banyak memberikan keterangan tertulis atas beberapa perkara, termasuk di antaranya Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional; Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; UndangUndang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD; Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden; serta Gugatan Perkara Perdata terhadap DPR yang mengajukan Usul Rancangan UndangUndang tentang Anti Pornografi dan Pornoaksi.
15
16
2005
2006
2007
2008
2009
TOTAL
15
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharan Negara; dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara. Pelaksanaan fungsi anggaran DPR dilakukan oleh AKD, termasuk Komisi-Komisi dan Panggar. Hingga Agustus 2009, DPR telah mengesahkan 15 RUU tentang APBN.
Pengawasan
Dalam hal pelaksanaan fungsi pengawasan, DPR mengawasi eksekutif dalam menjalankan atau melaksanakan UU dan APBN serta pengawasan terhadap kebijakan Pemerintah, dengan mengadakan raker Komisi dengan pasangan kerja masing-masing atau rapat gabungan komisi, kunjungan kerja, dan membentuk kepanitiaan seperti Pansus dan Panja untuk menanggapi permasalahan yang berkembang di masyarakat.
penggunaan hak-hak DPR dan hak-hak anggota secara perorangan. Beberapa hak yang dimiliki DPR sehubungan dengan tugas pengawasan ini adalah hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Dalam Periode 20042009, sejumlah hak interpelasi dan hak angket yang diusulkan oleh para anggota DPR dapat bergulir ke Rapat Paripurna. Selain itu, pasca-amandemen UUD 1945, DPR berwenang memberikan pertimbangan kepada presiden dalam hal pengangkatan dan penerimaan duta negara lain (Pasal 13 ayat 2 dan 3 amandemen UUD 1945), serta dalam hal pemberian amnesti dan abolisi (Pasal 14 ayat 2 amandemen pertama UUD 1945).
17
Masalah Kebijakan 22 Maret 2005 Pemerintah Menaikkan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM)
kebijakan Pemerintah menaikkan harga BBM sebesar 29 persen (28 Februari 2005), namun ditolak. Angket BBM kedua pada 24 Januari 2006 setelah BBM kembali dinaikkan Pemerintah sebesar 128 persen (1 Oktober 2005). Pemerintah menaikkan lagi harga BBM sebesar 28,7 persen (24 Mei 2008) yang diikuti usul hak angket DPR pada 3 Juni 2008. Sebanyak 23 anggota DPR dari 10 fraksi mengajukan hak angket atau penyelidikan penjualan dua unit kapal tanker milik Pertamina pada pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri pada 2004. Dua partai pendukung pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla, Partai Golkar dan Partai Demokrat, melalui fraksinya di DPR, mendominasi pengusul hak angket ini. Sebanyak 88 anggota DPR dari 10 fraksi mengajukan usul penggunaan hak angket untuk mengungkap dan mendorong pengungkapan kasus kredit macet Bank Mandiri. Fraksi pengusul antara lain Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN), Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP), FPDIP, FPDS, FPBR, serta Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi (FBPD). Dalam Rapat Paripurna, usulan untuk angket Lelang Gula Ilegal ditolak. Fraksi yang menolak: Fraksi Golongan Karya (FPG),
24 Maret 2005
19 Mei 2005
31 Mei 2005
Fraksi Partai Demokrat (FPD), Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), FBPD, FPPP, dan FPBR. Fraksi yang menerima: FPDIP, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB), dan FPDS. Fraksi yang abstain: FPAN
18
Penggunaan Hak Angket (lanjutan) Tanggal Kasus Keterangan Sejumlah anggota DPR mengajukan hak menyelidiki dan mempertanyakan kebijakan Pemerintah soal impor beras 24 Januari 2006 Masalah Kebijakan Impor Beras melalui penggunaan hak angket dan interpelasi. Namun usulan ini kandas di Rapat Paripurna karena tidak didukung mayoritas anggota DPR. Dari 452 Anggota Dewan, 184 orang menolak hak angket dan interpelasi, 151 orang mendukung hak angket, dan 107 orang setuju dengan hak interpelasi. Kekisruhan DPT Pemilu Legislatif 2009 mendorong digelarnya Masalah 26 Mei 2009 Pelanggaran Hak Konstitusional Warga Negara (Angket DPT) voting penggunaan hak angket. Sebanyak 129 Anggota Dewan menyetujui hak angket dan 73 menolak dan satu suara abstain. Jumlah anggota DPR yang mengikuti voting 203 orang dari 550 anggota DPR. Fraksi yang setuju: FPG, FPDIP, FPPP dan FPAN. Fraksi yang menolak: FPD, FPKS dan FPDS. Sedangkan FPKB terbelah menjadi 3 kelompok: 16 orang setuju, satu menolak dan satu abstain.
Secara umum peranan DPR dalam proses pengangkatan pejabat publik dapat dikategorikan menjadi dua kelompok. Pertama, kelompok pejabat publik yang dalam pengangkatannya diusulkan oleh DPR, dengan persetujuan DPR, dan dipilih oleh DPR. Kelompok pejabat ini dalam proses pencalonannya memerlukan persetujuan melalui Paripurna DPR sebelum disampaikan kepada Presiden untuk diproses lebih lanjut. Kedua, kelompok pejabat publik yang dalam pengangkatannya harus mendapatkan
Pengangkatan pejabat publik merupakan salah satu tugas yang diemban oleh DPR RI seperti saat pencalonan anggota KPU oleh Komisi II, Maret 2006
19
pertimbangan dari DPR atau dikonsultasikan dengan DPR. Untuk kelompok ini, proses pencalonannya tidak memerlukan persetujuan Rapat Paripurna DPR. Hasil pertimbangan dari AKD yang ditugaskan akan langsung dikirim kepada Presiden untuk diproses lebih lanjut. Pada Periode 2004-2009 ini beberapa kegiatan yang termasuk dalam kategori pengangkatan pejabat publik yang cukup menonjol antara lain:
Pertimbangan DPR terhadap: Usul calon anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Periode 2006-2011 Pemberian amnesti dan abolisi kepada semua orang yang terlibat dalam Gerakan Aceh Merdeka (GAM) 25 calon Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI Calon anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Calon anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas)
Persetujuan DPR terhadap: Pencalonan anggota Dewan Pengawas Televisi Republik Indonesia (TVRI) Pencalonan anggota Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPIP) Periode 2007-2010 Pencalonan Hakim Agung Pencalonan anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Periode 2007-2012 Pencalonan anggota dan Ketua Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) masa jabatan 2007-2011 Pencalonan anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) masa jabatan 2007-2010 Pencalonan Deputi Gubernur BI Kantor Akuntan Publik (KAP) untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan tahunan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Calon anggota BPK (dari 7 menjadi 9 orang) Pencalonan Deputi Gubernur BI Pencalonan anggota KPU Pencalonan Pimpinan KPK Pemberhentian dan pengangkatan Panglima TNI Penggantian Hakim Konstitusi Kantor Akuntan Publik untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan tahunan BPK Calon Gubernur BI Calon Deputi Gubernur BI
Komisi
DPR memiliki komisi yang bersifat tetap dan dibedakan berdasarkan bidang tugas yang diemban. Tugas setiap komisi diarahkan untuk menjadi spesialis kebijakan di bidangnya masing-masing, termasuk menjadi pengawas kebijakan Pemerintah, anggaran, maupun RUU yang dibuat. Di bidang legislasi, tugas komisi DPR adalah sebagai berikut: Menyiapkan, membahas, dan menyempurnakan RUU; Menyusun RAPBN bersama Pemerintah; - Membahas dan memberikan usulan penyempurnaan - Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN, kebijakan Pemerintah - Menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK - Membahas dan menindaklanjuti usulan DPD Untuk menjalankan tugas tersebut, komisi bisa mengadakan raker dengan Presiden, menteri, RDPU dengan pejabat dan instansi Pemerintah serta melakukan kunjungan kerja dan kunjungan lapangan terkait permasalahan yang menjadi pokok perhatian dan bahasannya. Susunan dan keanggotaan komisi ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan Tahun Sidang sesuai perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Selama Periode 2004-2009, jumlah komisi yang ada di DPR ditetapkan sebanyak 11 komisi sesuai keputusan Rapat Paripurna pada 15 Oktober 2004 termasuk pembagian bidang tugas dan mitra kerja masing-masing. Jumlah rata-rata anggota tiap komisi adalah 50 orang. Pembagian bidang tugas dan mitra kerja DPR selama lima tahun adalah sebagai berikut: Pimpinan masing-masing komisi tersebut merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif, yang terdiri dari satu ketua dan empat wakil ketua, yang dipilih dari dan oleh anggota masing-masing komisi secara musyawarah dan proporsional menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi di DPR. Pimpinan komisi dapat berubah setiap tahunnya bila dikehendaki masing-masing fraksi, dan penggantian pimpinan diusulkan oleh fraksi dan ditetapkan dalam rapat komisi. Para anggota komisi harus memiliki keahlian yang sesuai dengan bidang masing-masing komisi tempat mereka bekerja.
Suasana di salah satu Rapat Paripurna DPR
21
Departemen Pertahanan (Dephan) Departemen Luar Negeri (Deplu) TNI Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) Dewan Ketahanan Nasional (Wantanas) Badan Intelijen Negara (BIN) Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) Lembaga Informasi Nasional (LIN) Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Lembaga Kantor Berita Nasional Antara (LKBN Antara) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
II
Departemen Dalam Negeri (Depdagri) Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Kemeneg PAN) Kementerian Sekretaris Negara (Mensekneg) Sekretariat Kabinet (Setkab) Lembaga Administrasi Negara (LAN) Badan Kepegawaian Negara (BKN) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Arsip Nasional RI (ANRI) KPU Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Depkum HAM) Kejaksaan Agung (Kejakgung) Polri KPK KON Komisi Hukum Nasional (KHN) Komnas HAM Komisi Yudisial (KY) Setjen MA Setjen MK Setjen MPR Setjen DPD Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN)
III
22
Pembagian Bidang Tugas dan Mitra Kerja Komisi DPR RI (lanjutan) Komisi IV Bidang Pertanian Perkebunan Kehutanan Kelautan Perikanan Pangan Perhubungan Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat Pembangunan Pedesaan dan Kawasan Tertinggal Departemen Pekerjaan Umum (PU) Departemen Perhubungan (Dephub) Kementerian Negara Perumahan Rakyat (Kemenegpera) Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemeneg PDT) Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Badan SAR Nasional (Basarnas) Mitra Kerja Departemen Pertanian (Deptan) Departemen Kehutanan (Dephut) Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Badan Urusan Logistik (Bulog) Dewan Maritim Nasional (DMN)
VI Perdagangan Perindustrian Investasi Koperasi, UKM dan BUMN Persaingan Usaha Standarisasi
Departemen Perindustrian (Deperin) Departemen Perdagangan (Deperdag) Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenegkop UKM) Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Badan Standarisasi Nasional (BSN) Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) KPPU
VII Energi dan Sumber Daya Mineral Riset dan Teknologi Lingkungan Hidup Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kementerian Negara Lingkungan Hidup (Kemeneg LH) Kementerian Negara Riset dan Teknologi (Kemeneg Ristek) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Dewan Riset Nasional (DRN) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Badan Tenaga Nuklir (Batan) Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapetan) Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakorsurtanal) Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) BPH Migas BP Migas
Pembagian Bidang Tugas dan Mitra Kerja Komisi DPR RI (lanjutan) Komisi VIII Bidang Agama Sosial Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Mitra Kerja Departemen Sosial (Depsos) Departemen Agama (Depag) Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan (Kemeneg PP) KPAI Badan Nasional Penanggulangan Bencana
23
IX
Departemen Kesehatan (Depkes) Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kenbudpar) Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga (Kemenegpora) Perpustakaan Nasional (Perpusnas)
XI
Keuangan Perencanaan Pembangunan Nasional Badan Pusat Statistik Perbankan dan Lembaga Keuangan Bukan Bank
Departemen Keuangan (Depkeu) Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas BI Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Badan Pusat Statistik (BPS) Sekretariat Jenderal BPK
E. KOMISI-KOMISI
24
RUU yang merupakan ratifikasi konvensi internasional. Berikut ini daftar RUU tersebut:
Status Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya
KOMISI-KOMISI
RUU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik Pengesahan Konvensi PBB Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi
Status Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Konvensi PBB Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi
25
Di bidang anggaran, Komisi I menetapkan besaran Rencana Kerja Anggaran Kementerian/ Lembaga (RKA-K/L) para mitra kerja, termasuk pembahasan pengajuan RAPBN untuk setiap tahunnya, perubahan realisasi anggaran yang telah dipergunakan untuk setiap tahun berjalan (Semester I dan Semester II), serta pembahasan pengajuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) untuk setiap tahun anggaran dalam perubahan terhadap anggaran yang sedang berjalan. Sedangkan untuk bidang pengawasan, Komisi I memberi perhatian antara lain pada kedaulatan dan keutuhan wilayah RI, daerah perbatasan, pencegahan upaya internasionalisasi konflik di dalam negeri, profesionalisme TNI, bisnis TNI, dan alat utama sistem pertahanan (alutsista), serta terorisme.
dan disinkronisasikan dengan Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik. Komisi I mengadakan RDPU dengan sejumlah pakar/akademisi guna mendapatkan masukan untuk RUU tersebut pada 26 Mei 2008, disusul raker dengan Pemerintah pada 28 Mei 2008. Dalam Masa Persidangan IV Tahun Sidang 20082009, pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Rahasia Negara telah selesai di tingkat raker dan telah terbentuk Panja. Panja dalam reses Masa Persidangan IV Tahun Sidang 20082009 melaksanakan kunjungan kerja teknis ke Hungaria dan Thailand untuk perbandingan dengan Rancangan Undang-Undang tentang Rahasia Negara di negara yang bersangkutan. Dari sisi anggaran, Komisi I lebih menekankan pentingnya transparansi kepada para mitra kerja dan juga pemanfaatan sumber-sumber daya dan keuangan dari dalam negeri. Komisi I juga menekankan agar mitra kerja menggunakan anggaran secara efisien, efektif, dan profesional serta menghindari tumpang-tindih dalam pengadaan barang. Dari rangkaian pertemuan dengan mitra kerjanya, selain membahas anggaran rutin dalam RAPBN serta perubahan yang ada dan membahas program kerja mitra setiap tahun, ada beberapa hal dan kebijakan yang dinilai menonjol terkait bidang pertahanan di Komisi I, antara lain: Anggaran bidang pertahanan dan TNI diprioritaskan untuk peningkatan profesionalisme TNI, pemeliharaan dan perawatan alutsista, dan peningkatan kesejahteraan prajurit; Pengiriman 850 pasukan pemelihara
KOMISI-KOMISI
26
perdamaian ke Lebanon untuk memenuhi undangan United Nations Interim Force in Lebanon (UNIFIL) yang bernilai positif bagi Indonesia; Pada Tahun Sidang 2005-2006, meyakinkan pihak Dephan agar menetapkan harga 32 Panser Vehicle Avant Blinde (VAB) buatan Renault Trucks, Perancis, pada kisaran harga yang wajar dan melakukan transaksi pembelian secara transparan. Hasilnya, harga panser dapat ditekan dari semula ditawarkan 700.000 euro per unit menjadi 500.000 euro per unit atau menghemat 200.000 euro; Mengenai pemanfaatan fasilitas kredit ekspor untuk memenuhi kebutuhan alutsista TNI, Komisi I dalam raker dengan Dephan pada 17 Juli 2007 meminta kredit ekspor digunakan bila pembiayaan dan dana dalam negeri betul-betul sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan alutsista TNI dan sedapat mungkin sumber alutsista berasal dari industri strategis dalam negeri dengan tetap mengutamakan kualitas dan efisiensi; Di bidang intelijen, terkait rincian program dan kegiatan BIN dalam Tahun Anggaran 2007, Komisi I meminta BIN untuk menyusun cetak biru (blue print) besaran kebutuhan minimal dan peta anggaran; Untuk menghindari tumpang-tindih dalam pengadaan barang, diperlukan koordinasi bersama yang mencerminkan kebijakan satu pintu. Dalam hal ini, Lemhanas dan Wantanas perlu menyusun anggaran yang harus dihubungkan dengan kinerja program yang tangible dan intangible.
Terkait tugas pengawasan di bidang ini, selama periode lima tahun, Komisi I memberi perhatian penuh antara lain pada soal kedaulatan NKRI, pengawasan perbatasan dan daerah rawan, dan pencegahan internasionalisasi konflik dalam negeri dan profesionalisme TNI terutama terkait bisnis. Selama lima tahun terakhir, kegiatan pengawasan Komisi I yang cukup menonjol di bidang pertahanan mencakup antara lain: TNI-AL agar memprioritaskan kepentingan
di daerah-daerah perbatasan, pulaupulau terpencil, dan daerah-daerah rawan konflik dalam upaya membangun alutsista, meningkatkan pengamanan wilayah perbatasan laut antara Indonesia dengan Malaysia, Singapura, dan Filipina yang sangat rawan terhadap pencurian ikan, penyelundupan barang, dan imigran gelap; Pemerintah agar membahas atau meninjau ulang masalah Flight Information Region (FIR) yang sampai sekarang otoritasnya dipegang oleh Singapura; Pemerintah untuk berpegang teguh pada prinsip NKRI, Otonomi Khusus, pelucutan senjata dan pembubaran GAM untuk menciptakan perdamaian di Aceh melalui Perundingan Helsinki; Terkait internasionalisasi sejumlah konflik di Indonesia dan perkembangan kasus Ambalat, BIN diminta meningkatkan analisis dan upaya/kontra intelijen dan terus melakukan koordinasi dengan instansi lain seperti Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Deplu, Polri, dan TNI, serta melaksanakan operasi intelijen yang lebih intensif untuk mencegah berkembangnya kasus tersebut; Meminta Pemerintah memperbaiki substansi perjanjian Defense Cooperation Agreement (DCA) dengan Singapura yang dinilai lebih menguntungkan Singapura, dan menolak DCA tersebut apabila tidak diperbaiki; Terkait masalah implementasi UndangUndang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, pada Tahun Sidang 2004-2005 meminta TNI menertibkan sejumlah bisnisnya dengan cara mengevaluasi bisnis-bisnis terkait TNI, dan menyusun rencana komprehensif tentang penghapusan bisnis TNI; Dalam hal keamanan dalam negeri, meminta Polri dan jajaran intelijen mengungkap jaringan terorisme yang masih bergerak di Indonesia serta meningkatkan kewaspadaan seiring makin seringnya terjadi kebocoran rahasia negara di instansi dalam maupun luar negeri.
KOMISI-KOMISI
27
Anggota Komisi I mendapatkan penjelasan dari Bupati Sanggau, Kalimantan Barat saat melakukan kunjungan kerja 2005
Kegiatan lain termasuk kajian kesejahteraan prajurit, penyelesaian permasalahan aset tanah dan rumah dinas di lingkungan Dephan/TNI, pendidikan kewarganegaraan, serta pemetaan terhadap adanya aksi yang terkait Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan (SARA) di berbagai daerah di Indonesia.
Luar Negeri
Di bidang luar negeri, Komisi I selama lima tahun terakhir melaksanakan tugas legislasi, terutama ratifikasi RUU antara lain Rancangan UndangUndang tentang Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Sosialis Vietnam tentang Penetapan Batas Landas Kontinen, 2003; Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan Konvensi Internasional Pemberantasan Pengeboman oleh Teroris, 1997; dan Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan Konvensi Internasional Pemberantasan Pendanaan Terrorisme, 1999. Di bidang anggaran, komisi ini terus menekankan perlunya efisiensi anggaran. Komisi I mendesak mitra kerjanya untuk meningkatkan kinerja dengan mencari solusi yang tepat di tengah keterbatasan anggaran. Peningkatan diplomasi Indonesia dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri tetap mengemuka sebagaimana tercermin dalam desakan Komisi I kepada Deplu, misalnya:
Perlunya pengkajian ulang tentang perwakilan luar negeri yang akan ditutup, dibuka, dan dimerjer dalam rangka efisiensi anggaran; Perlunya Deplu memanfaatkan secara optimal anggaran dari alokasi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk meningkatkan peran diplomasi Indonesia serta melakukan peningkatan pelayanan dan perlindungan hukum bagi TKI di luar negeri; Dalam hal perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) dan Badan Hukum Indonesia di Luar Negeri, Komisi I meminta Deplu terus meningkatkan pelayanan terhadap WNI dan Badan Hukum Indonesia di Luar Negeri dan menjamin perlindungan mereka. Selain itu, hubungan bilateral antara Indonesia dengan pihak asing, misalnya Singapura, Malaysia, Amerika Serikat (AS), dan Australia juga mendapat perhatian besar. Prihatin terhadap kedaulatan bangsa dan keutuhan NKRI, Komisi I dalam menjalankan tugas pengawasannya, menggelar sejumlah rapat dengan para mitranya dan menggarisbawahi sejumlah hal, termasuk: Mendesak Pemerintah pada Tahun Sidang 2004-2005 agar dalam perundingan perjanjian ekstradisi dengan Singapura memberikan tenggat waktu perundingan sesegera mungkin agar Singapura tidak mengulur-ulur waktu;
KOMISI-KOMISI
28
Menolak bentuk dan rumusan DCA dan mengharuskan Pemerintah terus memperjuangkan perbaikan substansi perjanjian itu; dalam perkembangan selanjutnya, karena Singapura tidak bersedia memperbaiki substansi DCA, maka Komisi I menolak DCA tersebut; Mendesak dan menegaskan agar pelaksanaan perundingan IndonesiaMalaysia tidak mengurangi yuridiksi Indonesia atas Blok Ambalat; Meminta Menteri Luar Negri (Menlu) melakukan diplomasi total dengan meningkatkan lobi ke Pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pakar, dan Kongres AS serta negara-negara lain untuk meredam gerakan separatis di Provinsi Papua; Mendesak Pemerintah agar meminta komitmen Australia untuk menghormati kedaulatan RI dan tidak mendesakkan pemisahan Papua dari NKRI termasuk menyelidiki 42 WNI asal Papua yang meminta suaka; Meminta Pemerintah memperbaiki perjanjian kerja sama RI-AS tentang Naval
Medical Research Unit Two (NAMRU-2) agar memberi manfaat optimal bagi Indonesia dan terfokus pada penelitian penyakit menular. Secara umum, catatan Komisi I terhadap Deplu, lebih banyak merupakan desakan, saran, dan himbauan untuk memperjuangkan kedaulatan NKRI, diplomasi luar negeri yang lebih aktif, dan juga keterlibatan aktif Indonesia dalam percaturan politik global seperti kasus Myanmar, krisis Timur Tengah, dan penyelesaian krisis antarnegara tetangga. Selain itu Komisi I juga memberikan pertimbangan terhadap pengangkatan Duta Besar Indonesia di luar negeri dan penerimaan Duta Besar negara sahabat untuk Indonesia.
KOMISI-KOMISI
komisi ini. Mengingat substansi RUU ini cukup banyak mendapat sorotan dan memiliki kandungan yang dekat dengan kepentingan publik, jelas terlihat desakan untuk menuntaskan RUU. Dalam Periode 2004-2009, RUU ini termasuk yang paling mendalam dibahas dan diperdebatkan, khususnya sejak awal inisiatif pada Tahun Sidang 2005-2006 hingga pengesahannya dengan nama baru yaitu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Total waktu yang dibutuhkan adalah 22 bulan. Proses yang cepat ini merupakan hasil permintaan Komisi I kepada Pemerintah agar memberi prioritas pada pembahasan RUU tersebut. Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) bertindak mewakili Pemerintah, sedangkan DPR diwakili oleh Komisi I dalam membahas RUU ini. Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik mulai berlaku pada 2010. Hal-hal yang krusial dalam pembahasan Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik ini adalah pembahasan tentang definisi badan publik dimana BUMN, LSM masuk di dalamnya, karena pada intinya setiap institusi yang menggunakan dana rakyat melalui APBN dan juga mendapat bantuan/ dana dari luar negeri termasuk badan publik. Dengan berlakunya prinsip MALE (Maximum Acces Limited Exemption), maka segala informasi pada prinsipnya terbuka luas untuk publik kecuali informasi terkait keamanan nasional, pertahanan, intelijen, dan privasi seseorang. Rancangan Undang-Undang tentang Perposan yang berasal dari DPR 1999-2004 tetap masuk dalam Prolegnas 2004-2009. Dalam rapat-rapat dengan Dirjen Pos dan Telekomunikasi dan Direktur Utama PT Pos, Komisi I mendukung dan mempercepat proses pembuatan UndangUndang tentang Perposan. Dalam proses pembahasannya, Komisi I membentuk Tim Penyempurnaan terhadap RUU tersebut dan sudah mengadakan rapat beberapa kali.
Namun hingga buku laporan ini disusun, RUU ini belum disahkan. Dari segi anggaran, selain menyusun dan menetapkan anggaran untuk mitra kerja setiap tahun, Komisi I secara umum menegaskan agar mitra kerja berkomitmen menjaga aset lembaga negara di bidang informasi dan memperluas pembangunan sarana komunikasi ke daerah-daerah yang kurang tersentuh pembangunan. Oleh karena itu, Komisi I mendorong lembaga negara untuk mencari jalan guna menjamin keberlangsungan operasionalnya. Dorongan tersebut nampak dalam raker yang dilaksanakan Panggar dan Kelompok Kerja (Pokja) dengan mitra-mitra Komisi I. Beberapa hal yang mencuat antara lain: Mendorong agar TVRI, Radio Republik Indonesia (RRI), dan LKBN Antara memaksimalkan tambahan dana dari luar APBN melalui kerja sama dengan pihak lain sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; Mendesak Depkominfo agar melaksanakan program Universal Service Obligation (USO) secara efektif dan efisien dengan memaksimalkan anggaran PNBP USO, sehingga seluruh wilayah Indonesia dapat terjangkau telekomunikasi; Meminta Pemerintah mensinergikan program-programnya dengan program USO guna menyeimbangkan ketimpangan ekonomi serta membuka akses ke berbagai daerah; Meminta Pemerintah mengembangkan teknologi informasi dan komunikasi nasional baik piranti keras maupun lunak termasuk kebijakan yang mendorong industri nasional tersebut; Pada 2006-2007, menolak kenaikan tarif telepon yang memberatkan masyarakat dan meminta Pemerintah menemukan formulasi yang mampu menurunkan tarif telekomunikasi dengan cara adopsi teknologi baru;
29
KOMISI-KOMISI
30
Meminta Pemerintah membuat regulasi soal Short Message Service (SMS) premium berhadiah yang dianggap membodohi rakyat; Meminta lembaga penyiaran publik seperti TVRI, RRI, dan LKBN Antara mempertahankan independensinya. Dari sisi pengawasan, Komisi I senantiasa berpegang pada prinsip kepentingan bangsa dan negara, termasuk dalam menetapkan dan menerapkan regulasi yang tegas di industri komunikasi dalam negeri. Beberapa hal menonjol terkait pengawasan Komisi I antara lain: Pemerintah agar menuntaskan semua pelanggaran keuangan yang ditemukan BPK di lingkungan Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo) pada 2004-2005 agar tidak menjadi kasus korupsi; Pemerintah agar memberdayakan KPI dengan menegaskan bahwa kewenangan pemberian izin lembaga penyiaran berada pada KPI; Pada Tahun Sidang 2005-2006 meminta Pemerintah mempertimbangkan untuk mengambil alih kembali (buy back) PT Indosat karena divestasi Indosat dinilai sebagai kekeliruan mendasar; Pada Tahun Sidang 2006-2007 meminta Pemerintah mengalokasikan frekuensi dengan efektif, efisien, dan tepat bagi kepentingan publik.
Penyerapan Aspirasi
Untuk menjalankan fungsinya, Komisi I melakukan kegiatan untuk menyerap aspirasi masyarakat melalui antara lain RDPU, kunjungan kerja, kunjungan lapangan, penerimaan delegasi masyarakat, dan pengaduan masyarakat. Beberapa kegiatan yang terkait penyerapan aspirasi ini antara lain: Menerima tokoh-tokoh masyarakat Papua pada 2004; RDPU dengan Koalisi untuk Kebebasan Memperoleh Informasi pada 2005 terkait
Rancangan Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik; Menerima perwakilan Serikat Karyawan PT Telkom Tbk pada 2005; Menerima perwakilan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengenai masalah pembebasan sandera WNI di Filipina pada 13 Mei 2005; Untuk kunjungan ke daerah, Komisi I Periode 2004-2009 telah melakukan kunjungan kerja ke perbatasan, pulaupulau terdepan dan kunjungan ke pos-pos TNI di wilayah perbatasan. Dari kunjungan tersebut, Komisi I meminta Pemerintah untuk: - Meningkatkan dukungan anggaran pertahanan khususnya peningkatan sarana dan prasarana pos-pos di wilayah perbatasan; - Perlunya pemberian insentif/tunjangan kemahalan untuk Prajurit TNI yang bertugas di wilayah perbatasan dan pulau-pulau terdepan; - Perlunya dilakukan rotasi minimal 3 bulan sekali untuk prajurit TNI yang ditempatkan di wilayah perbatasan dan pulau-pulau terdepan; - Perlunya dukungan sarana komunikasi di wilayah perbatasan dan pulau-pulau terdepan; - Peningkatan pembangunan, perekonomian, dan pemberdayaan masyarakat di wilayah perbatasan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) dan Pemerintah Pusat melalui departemen terkait.
KOMISI-KOMISI
2. Komisi II
31
Bidang Pemerintahan Dalam Negeri, Otonomi Daerah, Aparatur Negara, dan Agraria
Komisi II berhasil mengesahkan 66 RUU menjadi UU pada Periode 2004-2009. Sebagian besar RUU yang dibahas dan disahkan Rapat Paripurna terkait pembentukan daerah sesuai bidang Otonomi Daerah. Selain soal pembentukan daerah, Komisi II juga menitikberatkan pada pembahasan
RUU 57 RUU pembentukan daerah
sesuai bidang tugasnya. Pada saat buku ini dalam proses pencetakan, Komisi II sedang melakukan pembahasan Rancangan UndangUndang tentang Keistimewaan Yogyakarta. Berikut ini RUU yang diselesaikan Komisi II selama 2004-2009:
Inisiator DPR
Status Menyetujui 57 UU tentang pembentukan daerah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2006 tentang Penetapan Perpu No. 1 Tahun 2006 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD menjadi Undang-Undang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga Atas UndangUndang Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi, dan Kota Batam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua Menjadi Undang-Undang
Administrasi Kependudukan
Pemerintah
DPR
Penetapan Peraturan Penganti UndangUndang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2006 tentang Perubahan Kedua atas UndangUndang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD menjadi Undang-Undang
Pemerintah
Pelayanan Publik
Pemerintah
Perubahan Ketiga Atas UndangUndang Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi, dan Kota Batam
DPR
Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua Menjadi Undang-Undang
Pemerintah
KOMISI-KOMISI
32
RUU Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Menjadi Undang-Undang
Inisiator
Status Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2009 tentang Penetapan Perpu No. 1 Tahun 2009 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Menjadi Undang-Undang Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 Penetapan Perpu Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi UndangUndang Undang-Undang Kearsipan Nasional
Pemerintah
Penetapan Perpu Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi UndangUndang Kearsipan Nasional
Pemerintah
Pemerintah
Untuk pembahasan anggaran selama Periode 2004-2009, Komisi II menetapkan besaran RKA-K/L para mitra kerja, termasuk pembahasan pengajuan RAPBN untuk setiap tahunnya, perubahan realisasi anggaran yang telah dipergunakan untuk setiap tahun berjalan (Semester I dan Semester II), pembahasan pengajuan APBN-P untuk setiap tahun anggaran dalam perubahan terhadap anggaran yang sedang berjalan. Dalam pembahasan anggaran tersebut, Komisi II menekankan pentingnya transparansi, akuntabilitas, dan optimalisasi penggunaan anggaran. Ketika melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU oleh pihak eksekutif dan jalannya pemerintahan, Komisi II antara lain mengadakan sejumlah raker, RDP, RDPU, dan kunjungan kerja, serta kunjungan lapangan pada masa reses. Dalam menjalankan tugas pengawasan ini, Komisi II menegaskan keprihatinan dan keberpihakannya pada masyarakat termasuk di daerah bencana, daerah tertinggal dan perbatasan, masyarakat kelas bawah, dan prinsip transparansi dan antikorupsi. Selain berurusan dengan pemerintahan, aparatur negara dan otonomi daerah, Komisi II juga membidangi masalah politik dalam negeri
dan bermitra kerja dengan KPU dan Bawaslu. Sejak pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung diselenggarakan di negeri ini tahun 2005, banyak masalah yang bermunculan pasca pilkada. Untuk melaksanakan fungsi pengawasan, Komisi II secara rutin mengadakan raker dengan KPU dan Bawaslu, baik untuk mengawasi pelaksanaan tahapan pilkada maupun membahas penyelesaian kasus-kasus yang terjadi. Dalam penyelenggaraan pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD tahun 2009 dan Pilpres 2009 juga muncul banyak masalah. Masalah itu selain bersumber dari faktor produk peraturan perundang-undangan yang banyak dibatalkan oleh MK dan MA serta masalah teknis lain, juga disebabkan oleh kekurangmampuan KPU dalam mengelola penyelenggaraan pemilu. Puncak dari persoalan yang terjadi, adalah berkenaan dengan DPT yang berujung dengan dibentuknya Panitia Angket tentang DPT.
KOMISI-KOMISI
Komisi II saat melakukan salah satu kunjungan lapangan pada September 2008
33
keluarga (KK) menyulut pro dan kontra di antara anggota komisi. Pihak pendukung menyatakan bahwa kolom agama di KTP dan KK tetap dicantumkan karena penghayat kepercayaan menganggap bahwa aliran kepercayaan bukanlah agama. Selain itu, hak-hak administrasi kependudukan penghayat kepercayaan tetap diakomodasi dengan mencatat setiap peristiwa penting dan peristiwa kependudukan para penghayat kepercayaan. Sedangkan, pihak penentang menyatakan bahwa RUU tentang Administrasi Kependudukan masih bersifat diskriminatif terhadap kelompok penghayat aliran kepercayaan. Setelah serangkaian proses pada bulan Desember, akhirnya pada 8 Desember 2006 Rancangan Undang-Undang tentang Administrasi Kependudukan disetujui menjadi UU dengan satu Fraksi (FPPP) yang mengajukan minderheid nota. Selain itu, permasalahan yang menghadang Komisi II di bidang pemerintahan dalam negeri adalah terjadinya tsunami tanggal 26 Desember 2004 di Aceh dan Nias yang menjadi bencana nasional terdahsyat dalam beberapa tahun terakhir dan menghambat administrasi pemerintahan di daerah tersebut. Dalam era reformasi yang terus bergulir, permasalahan otonomi daerah dan pemekaran wilayah semakin membutuhkan payung hukum yang jelas dalam bentuk UU. Oleh karena itu, sebagian besar RUU yang dibahas Komisi II pada Periode 2004-2009 merupakan RUU
KOMISI-KOMISI
34
Kunjungan kerja Komisi II DPR ke Pulau Buton, Sulawesi Tenggara, Maret 2009
tentang pembentukan daerah-daerah otonom baru dengan pembentukan provinsi, kota, dan kabupaten seperti terlihat dari banyaknya RUU yang sudah disahkan menjadi UU.
Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Dari sisi legislasi, salah satu pembahasan RUU yang diselesaikan Komisi II dalam periode ini adalah Rancangan UndangUndang tentang Perubahan Kedua Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Mitra Pemerintah dalam pembahasan RUU ini adalah Menteri Dalam Negri (Mendagri) dan Menteri Hukum dan HAM (Menkum HAM). Alasan mengubah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tersebut adalah untuk menanggapi Putusan MK Nomor 5/ PUU-V/2007 tanggal 23 Juli 2007 tentang calon perseorangan, yaitu calon yang tidak terkait dan tidak didukung oleh partai politik. Walaupun tidak ada fraksi DPR yang menentang calon perseorangan dalam pembahasan di Komisi II, namun terjadi tarikmenarik mengenai persyaratan dukungan minimal yaitu ketika sejumlah anggota menginginkan jumlah dukungan minimal bagi calon perseorangan lebih ringan, antara 2 persen dari jumlah penduduk untuk pilkada provinsi dan 3 persen dari jumlah penduduk untuk pilkada kabupaten/kota. Sementara anggota lain menginginkan jumlah dukungan yang lebih tinggi.
Dalam pembahasan dengan Pemerintah terjadi perbedaan pendapat mengenai persyaratan dana deposit bagi calon perseorangan. Sejumlah anggota Komisi II berpendapat bahwa persyaratan dana deposit antara Rp 200 juta hingga Rp 1,4 miliar untuk calon gubernur/wakil gubernur dan Rp 50 Rp 350 juta bagi calon bupati/ wakil bupati, walikota/wakil walikota sangat penting, namun pihak Pemerintah menyatakan bahwa calon perseorangan tidak perlu dibebani persyaratan dana deposit tersebut. Setelah melalui proses pembahasan yang panjang dan melibatkan banyak pihak dalam RDP, Komisi II dan Pemerintah sepakat untuk menyetujui Rancangan UndangUndang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah pada 27 Maret 2008. RUU yang sudah disepakati tersebut menghilangkan sejumlah ketentuan yang mempersulit dan membatasi calon perseorangan, antara lain dihapuskannya syarat dana deposit dalam bentuk escrow account, dan dihapuskannya ketentuan harmonisasi jumlah calon perseorangan terhadap calon parpol. Terobosan penting lainnya dalam RUU tersebut adalah pengalihan kewenangan memutus sengketa pilkada dari MA ke MK. Akhirnya, Rapat Paripurna DPR tanggal 1 April 2008 menyetujui RUU Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah untuk disahkan menjadi UU.
KOMISI-KOMISI
Terkait masalah anggaran untuk bidang pemerintahan dalam negeri, Komisi II menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran. Desakan ini tercermin dalam raker dan RDP dengan Mendagri dan Sekjen KPU antara lain: Terkait penyelenggaraan pilkada, meminta Mendagri dalam raker pada Tahun Sidang 2004-2005 agar segera membuat rincian alokasi anggaran per daerah secara proporsional dan sesuai rumusan dan kriteria yang telah disepakati, berdasarkan pagu anggaran pilkada dari Panggar; Meminta Sekjen KPU membuat rincian kegiatan dan penggunaan anggaran pos per pos secara jelas dan transparan. Untuk tugas pengawasan, Komisi II menunjukkan keberpihakannya pada korban bencana alam, korban kekerasan, dan mereka yang tinggal di daerah perbatasan melalui antara lain, desakan kepada Pemerintah untuk melakukan sejumlah hal: Terkait bencana tsunami di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Kabupaten Nias, pada Tahun Sidang 20042005 meminta Mendagri meningkatkan peran dalam upaya melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi di kedua daerah tersebut dengan memperhatikan rekomendasi Komisi II; Pada Tahun Sidang 2005-2006 meminta Pemerintah melalui Mendagri mengajukan konsep terpadu tentang pengelolaan wilayah perbatasan, sambil menunggu penyelesaian draft Rancangan Undang-Undang tentang Perbatasan; Menyikapi kekerasan yang terjadi di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), pada 8 Mei 2007 sepakat membentuk Panja IPDN setelah melakukan kunjungan lapangan. Setelah serangkaian RDP dengan berbagai pihak, Panja IPDN Komisi II menyampaikan rekomendasi antara lain, IPDN tidak boleh lagi menerima Praja baru sampai dengan selesainya format pendidikan kedinasan; Depdagri dan pimpinan sementara IPDN
harus melakukan pembenahan dengan antara lain, menghilangkan budaya kekerasan, memperbarui kurikulum pendidikan, dan mengubah manajemen kepemimpinan.
35
KOMISI-KOMISI
36
dari penekanan tersebut tampak jelas misalnya saat Komisi II menugaskan Panggar dan Tim Kerja Aparatur Negara Komisi II untuk mengkaji secara lebih mendalam, termasuk menentukan arah kebijakan dan penentuan prioritas 2008 dalam pembahasan Pagu Indikatif Tahun 2008 untuk Kemeneg PAN, BKN, LAN, dan ANRI. Di bidang pengawasan, masalah kependudukan dan pengangkatan calon Pegawai Negeri Sipil (PNS) mendapat perhatian besar dari Komisi II. Kebijakan penggunaan kartu identitas tunggal bagi penduduk dirasa semakin penting untuk tertib administrasi kependudukan, sementara permasalahan terkait penerimaan calon PNS kadang mengabaikan orang-orang yang sudah lama mengabdi sebagai tenaga honorer namun tidak memenuhi persyaratan pendidikan untuk menjadi PNS. Posisi Komisi II dalam permasalahan ini tampak dalam desakannya sebagai berikut: Dalam pengelolaan penduduk sebagai sumber daya manusia (SDM), pada Tahun Sidang 2004-2005 meminta Meneg PAN menuntaskan rencana kebijakan penggunaan kartu identitas tunggal dengan tetap berkoordinasi dengan instansi lain yang mempunyai kewenangan di bidang kependudukan terutama dengan Depdagri; Pada Tahun Sidang 2005-2006 meminta Meneg PAN tetap berpegang pada prinsip netralitas, obyektivitas, akuntabilitas yang bebas dari KKN dalam pelaksanaan pengadaan calon PNS; Kepedulian terhadap nasib orang kecil berijazah yang menjadi tenaga honorer sebagai guru bantu mendorong Komisi II pada Tahun Sidang 2006-2007 untuk meminta Meneg PAN agar mereka yang berijazah Sekolah Dasar (SD) atau tidak memenuhi syarat sebagai guru tetap mendapatkan haknya untuk diangkat menjadi PNS sebagai tenaga administrasi.
revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria kepada Pemerintah dan telah secara resmi merekomendasikan revisi mendasar. Keluarnya penetapan Perpres Nomor 36 Tahun 2005 menjadi dasar keluarnya rekomendasi Komisi II yang memandang bahwa Perpres tersebut melemahkan posisi rakyat sebagai pemegang hak atas tanah di hadapan kekuasaan. Selain itu, Komisi II juga mendukung penyusunan sejumlah RUU seperti Rancangan Undang-Undang tentang Hak Atas Tanah, Rancangan Undang-Undang tentang Pendaftaran Tanah, Rancangan UndangUndang tentang Pendaftaran Hak Guna Ruang Atas Tanah/Hak Guna Ruang Bawah Tanah, dan Rancangan Undang-Undang Kadastral Kelautan usulan BPN untuk diproses melalui Baleg DPR sehingga diagendakan pada 2007 sesuai prioritas. Keprihatinan terhadap optimalisasi dan transparansi realisasi anggaran oleh mitra kerjanya juga selalu ditunjukkan oleh Komisi II dalam pembahasan anggaran. Salah satu contohnya adalah ketika Komisi II mengadakan rapat dengan BPN guna membahas alokasi anggaran 2009 dengan melakukan pembintangan yang ditujukan pada anggaran kegiatan yang dianggap belum mendesak, performa dari satuan kerja (satker) yang bersangkutan, dan efektifitas dari program/kegiatan yang dianggarkan dengan memperhatikan realisasi/tingkat pencapaian target pada tahun sebelumnya. Di bidang pengawasan, Komisi II menaruh perhatian besar pada pemulihan kepemilikan tanah bagi korban tsunami di Provinsi NAD, pelayanan administrasi pertanahan yang bersih dari penyelewengan, dan pelaksanaan reformasi agraria. Dalam konteks agraria ini Komisi II menyampaikan beberapa catatan kepada Pemerintah:
Agraria
Di bidang agraria, Komisi II terus mempertanyakan perkembangan penyusunan
KOMISI-KOMISI
Pada Tahun Sidang 2004-2005, untuk penentuan kembali batas bidang-bidang tanah yang telah rusak dan hilang, menemukan kembali pemilik tanah di Provinsi NAD, dan penetapan tata ruang baru, BPN diminta berkoordinasi dengan pihak Bappenas dan Pemda dengan memperhatikan kultur dan aspirasi masyarakat; Pada Tahun Sidang 2005-2006, untuk memberikan kepastian, jaminan, dan perlindungan hukum terhadap hak atas tanah kepada masyarakat, termasuk kasuskasus tanah di daerah-daerah, BPN diminta meningkatkan pelayanan pertanahan yang mudah, murah, tepat waktu, dan bebas KKN dengan membangun sistem kinerja yang terukur, juga mendukung penyelesaian atas kasus-kasus pertanahan tersebut hingga ke tingkat Pemerintah Pusat; Untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, pada Tahun Sidang 2006-2007, BPN diminta menetapkan besaran jumlah biaya pengurusan administrasi pertanahan yang disosialisasikan sampai ke tingkat kelurahan dan desa di seluruh Indonesia untuk menghindari penyimpangan pelayanan administrasi pertanahan yang berkaitan dengan biaya pengurusan administrasi pertanahan di daerah-daerah; Pada Tahun Sidang 2007-2008, Kepala BPN diminta mensosialisasikan pelaksanaan program Reforma Agraria kepada jajarannya sampai ke tingkat bawah di daerah agar program tersebut berhasil mencapai tujuan.
Menanggapi keinginan masyarakat dan Pemda untuk membentuk Daerah Otonom, Komisi II pada saat reses dalam Masa Persidangan I-IV Tahun Sidang 2006-2007 mengunjungi 16 daerah yang diusulkan untuk dimekarkan. Beberapa di antaranya adalah Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Gorontalo Utara, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Kabupaten Memberamo Raya, Kabupaten Minahasa Tenggara, Kota Subulussalam NAD, dan Kabupaten Pidie Jaya; Guna menanggapi keinginan masyarakat dan Pemda untuk membentuk Daerah Otonom, pada Masa Sidang I-IV Tahun Sidang 2007-2008, DPR mengadakan kunjungan lapangan ke 27 daerah yang diusulkan untuk dimekarkan. Beberapa di antaranya adalah Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Angkola Sipirok, Kabupaten Meranti, Kabupaten Mandau, dan Kabupaten Manggarai Timur; Untuk menindaklanjuti pengaduan masyarakat, Tim Kerja Pertanahan melakukan beberapa kunjungan lapangan antara lain pada 21 Februari 2007 berkunjung ke Kelurahan Kapuk Muara, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara untuk mendapatkan masukan tentang permasalahan antara PT Mandara Permai dengan ahli waris Almarhum Hamim Rachmat. Komisi II juga mendapat masukan dari berbagai elemen masyarakat melalui surat pengaduan masyarakat. Selama 2004-2009, Komisi ini menerima sekitar 2.332 surat pengaduan dengan masalah pertanahan sebagai kasus yang paling banyak.
37
Penyerapan Aspirasi
Selain rapat-rapat kerja dengan mitra kerja, Komisi II juga menyerap aspirasi masyarakat antara lain melalui RDPU, kunjungan kerja ke sejumlah provinsi, kunjungan lapangan, penerimaan delegasi masyarakat dan pengaduan masyarakat. Berikut ini adalah sejumlah kegiatan Komisi II untuk berinteraksi langsung dengan masyarakat:
KOMISI-KOMISI
38
3. Komisi III
RUU Pembentukan Pengadilan Tinggi Agama Banten Pembentukan Pengadilan Tinggi Agama Bangka Belitung Pembentukan Pengadilan Tinggi Agama Gorontalo Pembentukan Pengadilan Tinggi Agama Maluku Utara Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana
Inisiator DPR
Status Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2005 tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi Agama Banten Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2005 tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi Agama Bangka Belitung Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi Agama Gorontalo Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2005 tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi Agama Maluku Utara Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana
DPR
DPR
DPR
DPR
DPR
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
Pengesahan Konvensi PBB Anti Korupsi 2003 Pengesahan Perjanjian antara Republik Indonesia dan Republik Rakyat Cina Mengenai Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana
Pemerintah
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan Konvensi PBB Anti Korupsi 2003 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pengesahan Perjanjian antara Republik Indonesia dan Republik Rakyat Cina Mengenai Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman
Pemerintah
DPR
Ombudsman
DPR
Perubahan Kedua atas UndangUndang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
Pemerintah
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
KOMISI-KOMISI
Di sisi anggaran, Komisi III secara umum berhasil meningkatkan jumlah anggaran para mitra kerjanya, antara lain anggaran untuk instansi berikut:
Tahun Anggaran 2006 Polri: Rp 16,6 triliun Kejaksaan Agung: Rp 1,51 triliun KPK: Rp 284,3 miliar
Tahun Anggaran 2009 Polri: Rp 24,8 triliun Kejaksaan Agung: Rp 1,91 triliun KPK: Rp 315,23 miliar
kepada KON untuk melakukan investigasi atas prakarsa sendiri. KON juga diberi wewenang mengumumkan temuan, kesimpulan dan rekomendasi agar memiliki peran lebih strategis dalam meningkatkan pelayanan publik. Saat pembahasan, selain melakukan raker dengan Menkum HAM, Komisi III juga melakukan RDPU antara lain dengan pakar hukum tata negara Prof. Dr. Romly Atmasasmita, Prof. Dr. Miftah Toha, dan H. Zain Badjeber. Komisi III juga melakukan kunjungan kerja dalam rangka studi banding ke Swedia pada tanggal 19-25 Maret 2007 dan Yunani pada 26-31 Maret 2007. Pendukung RUU ini berpendapat bahwa UU Ombudsman dibutuhkan untuk memperkuat sistem hukum nasional dan meningkatkan kinerja lembaga yang melayani masyarakat. Namun, pihak yang menyangsikan efektifitas RUU tersebut mengingatkan masih adanya sejumlah pasal karet terutama pasal soal kewenangan Ombudsman yang dalam RUU sekedar mengajukan rekomendasi untuk ditindaklanjuti instansi terkait. Akhirnya disepakati bahwa Ombudsman berwenang membuat rekomendasi mengenai penyelesaian laporan, mengumumkan temuan, kesimpulan dan rekomendasi. Ombudsman juga diberi wewenang menyampaikan saran kepada Presiden, kepala daerah atau pimpinan penyelenggara negara lainnya guna perbaikan dan penyempurnaan organisasi dan/atau prosedur pelayanan publik. Dalam Rapat Paripurna tanggal 9 September 2008, semua fraksi setuju Rancangan UndangUndang tentang Ombudsman ini disahkan menjadi UU.
39
Sedangkan dalam melaksanakan tugas pengawasan, Komisi III menegaskan keprihatinan atas berbagai kasus korupsi, terorisme, pelanggaran HAM, dan kriminalitas yang terjadi di tanah air. Oleh karena itu, desakan Komisi III pada mitra kerjanya selalu diarahkan pada penuntasan kasus-kasus tersebut demi kepentingan bangsa dan negara.
KOMISI-KOMISI
40
Anggota Komisi III mengunjungi Lapas Wanita Tangerang Banten, November 2006
disepakati untuk menjadi RUU inisiatif DPR. Proses pembahasan yang tertutup sempat dipertanyakan sejumlah kalangan masyarakat. DPR berpendapat bahwa pembahasan yang dilakukan Panja tidak mungkin dilakukan secara terbuka karena bertentangan dengan tatib DPR. Selain itu, sebelum RUU diajukan sebagai usul inisiatif, DPR telah melakukan RDP dengan kelompok masyarakat seperti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Indonesian Corruption Watch (ICW), Komnas Perempuan, Komisi Hukum Nasional (KHN), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBHAPIK), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Kontras, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, LBH Pers, Mitra Perempuan, dan Solidaritas Perempuan. Mengenai susbtansi, kalangan DPR berpendapat masih terdapat beberapa aturan dalam RUU yang perlu diperbaiki, antara lain istilah ancaman kekerasan, definisi bentuk-bentuk ancaman, definisi perlindungan sementara, dan definisi program perlindungan. Sementara kalangan masyarakat di luar DPR berpendapat, antara lain, bahwa RUU tersebut tidak mengakomodsasi kepentingan dari saksi
pelapor karena yang dilindungi hanya saksi, bukan pelapor. Selain itu, imbalan bagi saksi yang juga sekaligus tersangka dianggap kurang memadai karena hanya berupa keringanan pidana. Namun, kalangan pendukung RUU tersebut di DPR berpendapat bahwa perlindungan hukum yang diberikan kepada saksi, korban, dan pelapor sudah sangat tegas diatur dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban tersebut, yaitu dengan tidak dapat dituntutnya mereka secara hukum, kecuali mereka memberikan kesaksian palsu. Selain itu, RUU ini juga dipandang akan memperkuat landasan hukum bagi perlindungan saksi dan korban, sehingga diharapkan memberi keberanian masyarakat untuk berpartisipasi sebagai saksi. Akhirnya, dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006, 10 fraksi menyatakan mendukung RUU tersebut untuk disahkan menjadi UU. Terkait legislasi, Komisi III menerima kritik tajam dari publik terhadap orientasi UU yang tidak pro-rakyat, namun 10 UU yang dihasilkan Komisi III justru dinilai mencerminkan penguatan hak-hak rakyat. Selain itu, UndangUndang tentang Mahkamah Agung juga
KOMISI-KOMISI
sempat kontroversial. Setelah gagal dicapai kesepakatan dalam Pansus, pasal tentang usia pensiun Hakim Agung juga gagal divotingkan dalam paripurna sehingga sempat dipersoalkan oleh ICW baik melalui mekanisme melaporkan ke BK maupun ke MK. Di sisi anggaran, meski secara keseluruhan berhasil meningkatkan jumlah anggaran para mitra kerjanya, namun Komisi III tetap menekankan agar penggunaan anggaran diarahkan pada peningkatan kinerja yang terukur, sesuai dengan bidang tugas, dan memperhatikan efisiensi anggaran. Berikut adalah kegiatan anggaran Komisi III di sepanjang Periode 2004-2009: Dengan naiknya pagu anggaran 2006 untuk Depkum HAM sebesar 111 persen dari anggaran 2005 atau Rp 3,20 triliun, Depkum HAM diminta meningkatkan kinerjanya sehingga lebih baik dan terukur; Pada APBN 2006, memutuskan untuk tidak memperjuangkan penambahan anggaran bagi Kejaksaan Agung (Kejakgung) atas dasar penyusunan rencana anggaran yang tidak memenuhi standar; Dalam raker dengan Kejakgung pada Tahun Sidang 2006-2007, terkait realisasi pelaksanaan APBN Kejakgung tahun 2006 yang hingga bulan Juli sudah mencapai 46,76 persen, diminta agar sisa anggaran digunakan sesuai program yang telah ditetapkan disertai peningkatan kinerja di lingkungan Kejakgung; Dalam raker dengan Menkum HAM pada Tahun Sidang 2006-2007, terkait realisasi pelaksanaan APBN Depkum HAM tahun 2006 sampai bulan Agustus yang mencapai 52,98 persen, diminta agar sisa anggaran digunakan sesuai program yang telah ditetapkan; Dalam raker dengan Kejakgung pada Tahun Sidang 2007-2008, terkait adanya penghematan anggaran kementerian/ lembaga negara sebesar 15 persen dari total alokasi pagu anggaran, Jaksa Agung diminta merevisi anggaran 2008
secara cermat sehingga penghematan tersebut tidak sampai menghambat upaya peningkatan kinerja Kejakgung; Dalam raker dengan Kejakgung pada Tahun Sidang 2008-2009, terkait rendahnya realisasi anggaran Kejakgung hingga Triwulan Kedua Tahun 2008 yang baru mencapai 34,23 persen, Komisi III meminta Jaksa Agung meningkatkan realisasi anggaran dengan tetap memperhatikan dan berpedoman pada penggunaan anggaran yang berbasis kinerja sehingga penggunaan anggaran dapat dinilai kemanfaatan dan kegunaannya oleh masyarakat. Di sisi pengawasan, Komisi III menjaga dan mengawasi agar pelaksanaan penegakan hukum sesuai dengan prinsip-prinsip hukum; menjaga dan mengawasi agar tertib hukum dapat terwujud dalam penyelenggaraan negara yang dilakukan para pejabat administrasi negara, terutama aparat penegak hukum. Dalam menjalankan pengawasan ini, Komisi III menegaskan keprihatinannya atas berbagai kasus korupsi, terorisme, pelanggaran HAM, dan kriminalitas di tanah air. Berikut adalah desakan-desakan Komisi III kepada para mitra kerjanya dalam berbagai raker selama Periode 2004-2009: Sehubungan dengan menumpuknya perkara korupsi yang belum lengkap untuk dilimpahkan ke pengadilan, pada Tahun Sidang 2004-2005 Jaksa Agung diminta untuk terus berkoordinasi secara sungguh-sungguh dengan Polri dan KPK untuk menuntaskan kasus-kasus korupsi; Pada Tahun 2004-2005 Jaksa Agung diminta secara serius, transparan dan terusmenerus sesuai peraturan perundangan yang berlaku untuk menyelesaikan proses hukum terhadap dugaan pelanggaran HAM berat seperti pelanggaran HAM Timor Timur, peristiwa Tanjung Priok, peristiwa Abepura, kasus Trisakti, kasus Semanggi I dan Semanggi II, dan kasus kerusuhan Mei 1998;
41
KOMISI-KOMISI
42
Berkaitan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 110/2000 tentang Susunan dan Kedudukan Keuangan Dewan Perwakilan Pemerintah Daerah (DPRD), Komisi III memunculkan dalam raker terkait terbitnya SE Jaksa Agung No 520/F/F.2.1/08/2003 yang isinya agar PP No. 110/2000 tidak digunakan lagi dalam penyidikan. Menyusul hal tersebut, Ketua MA kemudian menerbitkan SE MA No. 1/2006 yang membatalkan PP tersebut; Dalam raker dengan Menkum HAM pada Tahun Sidang 2006-2007, menteri didesak untuk mempercepat pembahasan penyelesaian perjanjian ekstradisi antara RI dan Singapura dan mencari langkah penyelesaian terhadap hal-hal yang menjadi kendala perjanjian ekstradisi tersebut; Dalam raker dengan Kejakgung pada Tahun Sidang 2007-2008, Jaksa Agung diminta antara lain untuk: - Mengusut kasus dugaan tindak pidana korupsi secara tegas, tuntas, menyeluruh, dan transparan demi tegaknya kepastian hukum; - Melakukan pemeriksaan internal terhadap adanya dugaan keterlibatan aparat kejaksaan lainnya dalam kasus jaksa Urip Tri Gunawan yang sedang diusut KPK. Dalam raker dengan Kejakgung pada Tahun Sidang 2008-2009, Kejakgung didorong agar mempercepat pembenahan internal dan meningkatkan kinerja dalam pemberantasan korupsi sehingga dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap Kejaksaan sebagai ujung tombak pemberantasan tindak pidana korupsi; Dalam raker dengan KPK pada tahun 2009, Komisi III dan KPK akan meneliti kemungkinan adanya kesalahan prosedur atau pelanggaran hukum dalam rencana penambahan anggaran sebesar Rp 90 miliar untuk pembangunan gedung kantor KPK.
Terkait tugas pengawasan dan representasi, pada tahun 2006 Komisi III mendapat penghargaan dari Serikat Buruh BUMN atas kesungguhannya dalam membela hak buruh Perseroan Terbatas (PT) Iglas Surabaya yang dikriminalisasi di tengah upaya membongkar korupsi dalam PT tersebut. Namun Komisi III belum berhasil membela kelompok petani dalam kasus konflik tanah melawan PT Arara Abadi di Riau meski sudah beberapa kali diadakan pertemuan mediasi. Pemihakan aparat terhadap perusahaan dinilai menyulitkan upaya Komisi III memberikan perlindungan kepada petani.
Keamanan
Dalam membahas anggaran dengan mitra kerjanya, Komisi III berulang-ulang menekankan penggunaan anggaran secara optimal, disiplin, dan mengarah pada peningkatan kinerja, serta transparansi dalam menindaklanjuti temuan BPK. Berikut ini adalah sejumlah desakan Komisi III yang mencerminkan keprihatinannya dalam pembahasan anggaran: Berdasarkan alokasi APBN Polri Tahun Anggaran 2005, yang naik sebesar Rp 1,99 triliun, Polri diminta melakukan optimalisasi penggunaan anggaran dengan tetap melakukan evaluasi dalam penggunaannya dan memprioritaskan peningkatan kinerja dan tugas pokok Polri; Meminta PPATK untuk menggunakan seluruh anggaran yang ada pada 2005 dan rancangan kebutuhan anggaran 2005 secara efisien, cermat dan tepat sesuai program yang telah ditetapkan, khususnya dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang; Berkaitan dengan alokasi APBN Polri Tahun Anggaran 2006 sebesar Rp 14,38 triliun, Kepala Kepolisian RI (Kapolri) diminta menggunakan anggaran secara disiplin, efisien dan efektif dengan tetap melakukan
KOMISI-KOMISI
Pimpinan Komisi III DPR dan Menkum HAM menandatangani pengesahan Rancangan UndangUndang Perubahan Kedua atas UndangUndang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, Desember 2008
43
evaluasi dalam penggunaannya; Meminta Kapolri untuk segera menindaklanjuti hasil temuan/audit BPK dari hasil pemeriksaan dan perhitungan Tahun Anggaran 2005 semester I secara tuntas dan transparan; Berkenaan dengan alokasi anggaran pendidikan dan latihan Polri Tahun Anggaran 2006 yang mencapai 2,98 persen dari anggaran Polri, Kapolri diminta menyusun rencana kebutuhan tambahan anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan sistem dan kurikulum pendidikan yang tepat, agar dapat melahirkan personel Polri yang profesional; Beberapa anggota Komisi III perempuan menyesalkan belum diwujudkannya komitmen Polri untuk merekrut lebih banyak polisi wanita sehingga tercapai komposisi 30%, walau hal tersebut tertuang dalam kesepakatan rapat di bidang anggaran setiap tahun sejak pembahasan APBN 2006; Meminta Kapolri pada Tahun Sidang 20082009 untuk terus-menerus meningkatkan transparansi dan akuntabilitas publik di sektor keuangan. Dalam menjalankan pengawasan di bidang keamanan, Komisi III menunjukkan
keprihatinannya pada masalah kejahatan, terorisme, illegal logging, korupsi, dan narkoba hingga masalah keamanan di Poso dan Papua dan kerukunan hidup umat beragama. Berikut ini adalah desakan-desakan Komisi III kepada mitra kerjanya dalam berbagai raker: Pada Tahun Sidang 2004-2005 meminta Kapolri, antara lain, memfokuskan penanganan dan menuntaskan sejumlah masalah kejahatan seperti kasus meninggalnya Munir, kasus terorisme dalam peristiwa bom di Jl. HR. Rasuna Said, Jakarta, kasus illegal logging, perdagangan orang, pembajakan hak cipta, narkoba dan psikotropika, kasus korupsi, kasus Poso dan Papua; Pada Tahun Sidang 2006-2007 meminta Kapolri melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penangkapan/penahanan secara cermat dan konsisten sesuai prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan; Pada Tahun Sidang 2007-2008 meminta Kapolri, antara lain, memberikan perlindungan terhadap setiap warganegara untuk menjalankan kebebasan beribadah sesuai keyakinan dan ketentuan peraturan perundang-undangan; Meminta Kapolri pada Tahun Sidang 2007-2008 terus berkoordinasi secara
KOMISI-KOMISI
44
maksimal dengan pihak terkait dalam rangka mengungkap dan memutus jaringan perdagangan dan peredaran gelap narkoba; Meminta Kapolri pada Tahun Sidang 20082009 untuk mengevaluasi secara berkala kinerja Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) dalam mengimplementasikan program akselerasi transformasi Polri menuju Polri yang mandiri, profesional, humanis, dan dipercaya masyarakat; Menanggapi pengaduan masyarakat adanya kecenderungan pelapor tindak pidana korupsi dilaporkan kembali oleh terlapor menggunakan delik pencemaran nama baik, Komisi III berhasil mendorong Kapolri untuk mengingatkan para penyidik polisi untuk mendahulukan penanganan kasus korupsi daripada pencemaran nama baik atas pelapor. Dalam menjalankan tugas pengawasan, Komisi III juga secara sendiri atau bersama dengan komisi lainnya membentuk Panja atau Tim, antara lain Panja Alat Komunikasi dan Jaringan Komunikasi di Polri, Panja Keimigrasian terkait dengan pembuatan paspor dengan sistem foto terpadu berbasis biometrik, Panja Penegakan Hukum dan Pemerintahan Daerah (bersama Komisi II), dan Tim Investigasi untuk berkunjung ke Provinsi Sumatera Utara terkait peristiwa unjuk rasa di DPRD Provinsi Sumatera Utara yang mengakibatkan meninggalnya Ketua DPRD setempat, dan ke Riau terkait dikeluarkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap 13 kasus illegal logging oleh Kepolisian Daerah Riau.
masukan tentang pemerintahan yang bersih dan bebas KKN pada tanggal 3 November 2004; RDPU dengan Imparsial dan Kontras untuk menerima masukan terhadap sebabsebab meninggalnya Munir pada tanggal 22 November 2004; Menerima delegasi Paguyuban Pedagang Senen Raya Jakarta terkait sewa tanah dengan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) pada tanggal 4 November 2005; Menerima delegasi Solidaritas Nasional untuk Papua mengenai pengaduan adanya kekerasan senjata oleh oknum Brigade Mobil (Brimob) di Gunung Mulia, Puncak Jaya, Papua, tanggal 24 November 2005; Menerima penyampaian aspirasi dalam RDPU dengan, antara lain: - Tim Pembela Muslim, tanggal 15 Agustus 2008; - Anggota DPRD Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan para karyawan PT PAN Gas Nusantara, tanggal 9 September 2008; - Himpunan Falungong Indonesia, tanggal 21 April 2009; - Forum Silahturahmi Dekan Perguruan Tinggi Negeri dan Perguruan Tinggi Swasta, tanggal 19 Mei 2009; - Masyarakat Kampung Taroy Teluk Bintuni, Papua; Koordinator Perjuangan Bersama Warga Sukolilo Surabaya; dan Aliansi Pemudan dan Mahasiswa Peduli Cagar Budaya, tanggal 23 Juni 2009.
Penyerapan Aspirasi
Komisi III juga menyerap aspirasi masyarakat antara lain melalui RDPU, kunjungan kerja, kunjungan lapangan, penerimaan delegasi masyarakat, penerimaan pengaduan masyarakat diantaranya adalah sebagai berikut: RDPU dengan ICW, Transparency International Indonesia (TII), dan lembaga Propatria dengan agenda menerima
Selain itu, Komisi III juga melakukan kunjungan kerja teknis luar negeri untuk mendapatkan masukan terkait bidangnya, antara lain ke Amerika Serikat pada tanggal 21-27 Oktober 2007 dan ke Hongaria pada tanggal 22-28 Oktober 2007.
KOMISI-KOMISI
4.Komisi IV
45
kepentingan masyarakat petani. Searah dengan keberpihakan ini, Komisi IV mendesak mitranya agar penggunaan areal perkebunan selalu melibatkan masyarakat sekitar. Namun, Komisi IV juga memberi perhatian pada
Status Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2006
Inisiator
Pemerintah
tentang Pengesahan Perjanjian Mengenai Sumber Daya Genetik Tanaman untuk Pangan dan Pertanian Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006
DPR
tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007
Pemerintah
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan
Pemerintah
Dari sisi anggaran, Komisi IV mengarahkan penggunaan anggaran untuk menyejahterakan rakyat di daerah produsen pangan, kawasan hutan, dan pesisir untuk menciptakan ketahanan pangan. Arah kebijakan anggaran Komisi IV ini tampak dalam desakan kepada para mitra kerjanya untuk mengalokasikan dana untuk subsidi pupuk, subsidi kredit/bunga, dan menggerakkan perekonomian masyarakat di sekitar hutan dan pesisir. Selain itu, Komisi IV terus mendorong pembelian beras oleh Bulog dari sumber-sumber dalam negeri. Dari segi pengawasan, Komisi IV mempertegas keberpihakannya pada petani, terutama korban bencana, dengan melakukan desakan-desakan kepada mitranya demi
terciptanya kepastian hukum bagi pengusaha kehutanan dalam mengembangkan Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Hutan Tanaman Rakyat (HTR).
Pertanian
Di bidang pertanian, Komisi IV berhasil menuntaskan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang kemudian disahkan dalam Rapat Paripurna tanggal 12 Mei 2009 untuk menjadi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Hingga buku laporan ini disusun, Komisi IV masih membahas Rancangan UndangUndang tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang merupakan usul
KOMISI-KOMISI
46
DPR. Berikut ini adalah sekilas pembahasan RUU oleh komisi IV:
Di sisi anggaran untuk bidang pertanian, Komisi IV menekankan pentingnya menggerakkan perekonomian di tingkat petani untuk ketahanan pangan dalam bentuk swasembada beras. Pemerintah didesak menyediakan dana untuk keperluan subsidi pupuk dan benih, serta subsidi untuk petani. Berikut ini adalah desakan-desakan Komisi IV kepada mitranya: Pada Tahun Sidang 2005-2006, meminta Deptan lebih konsentrasi dalam meningkatkan efektifitas berbagai program yang secara langsung menyentuh tingkat kesejahteraan petani, antara lain Penguatan Modal Usaha; Kelompok/Koperasi, Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan, dan Kredit Ketahanan Pangan; Didorong keprihatinan atas rendahnya penyerapan APBN Tahun 2006 pada Tahun Sidang 2006-2007, Deptan didesak meningkatkan penyerapan anggaran APBN 2006 agar pergerakan perekonomian rakyat dapat berkembang; Meminta kepada Deptan agar dalam penyusunan RKA-K/L Tahun Anggaran 2007 secara jelas mencerminkan program dan kegiatan yang bermakna revitalisasi pertanian baik secara kuantitatif maupun kualitatif; Meminta Menteri Pertanian (Mentan) untuk segera mempersiapkan Rencana Kerja
KOMISI-KOMISI
Anggaran Belanja Tambahan untuk berbagai program yang mendukung suksesnya target Pemerintah dalam meningkatkan produksi beras dua juta ton pada APBN-P 2007; Pada Tahun Sidang 2007-2008, meminta Pemerintah mengalokasikan dana sekurang-kurangnya Rp 21 triliun untuk subsidi pupuk, subsidi benih, dan subsidi bunga melalui program Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE), Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP); Menyetujui pengajuan tambahan anggaran dalam APBN-P 2008 untuk mencukupi kebutuhan pupuk bersubsidi hingga Desember 2008 sebesar Rp 7,48 triliun; terdiri dari Revitalisasi Kakao Rp 1 triliun; DAK Rp 1,49 triliun; subsidi pupuk Rp 17,4 triliun dan subsidi benih Rp 1,3 triliun; Kebijakan anggaran tahun 2008-2009 di bidang pertanian meminta Pemerintah mengalokasikan anggaran untuk subsidi pupuk, subsidi Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU), Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3), Pengembangan Usaha Agrobisnis Perdesaan (PUAP) dan usaha peternakan di dalam negeri. Dari sisi pengawasan, nasib petani korban bencana tsunami maupun semburan lumpur di Sidoarjo menjadi keprihatinan yang terus mengemuka di sejumlah raker, RDP dan RDPU yang dilaksanakan Komisi IV dengan mitra kerja dan anggota masyarakat. Berikut ini adalah sejumlah desakan Komisi IV kepada mitranya: Pada Tahun Sidang 2004-2005, mendorong Deptan agar mempercepat program pemulihan pasca tsunami di Provinsi NAD dan Nias berupa rehabilitasi SDM di bidang pertanian, rehabilitasi lahan pertanian, pengadaan sarana dan permodalan, dukungan program, serta optimalisasi produksi pertanian; Mengusulkan Asosiasi Produsen Pupuk
Indonesia pada Tahun Sidang 2004-2005 agar lebih meningkatkan pelayanan pupuk kepada masyarakat petani untuk meningkatkan produksi pertanian; Meminta Mentan segera menuntaskan berbagai persoalan yang timbul akibat serangan flu burung, termasuk mengenai transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana kompensasi yang dikucurkan sejak Tahun Anggaran 2003 hingga 2005; Dalam rapat dengan Badan Litbang Departemen Pertanian (BLDP) pada Tahun Sidang 2005-2006, Komisi IV mengharapkan BLDP lebih memfokuskan penelitian yang tepat guna dan secara nyata dapat mendukung usaha peningkatan pendapatan petani; Pada Tahun Sidang 2006-2007 meminta Deptan segera membentuk Tim Terpadu untuk mengurangi dampak negatif lumpur Sidoarjo terhadap kehidupan petani dan kegiatan usaha tani secara keseluruhan; Pada Tahun Sidang 2006-2007 mengharapkan Deptan memberi bantuan/ subsidi pupuk organik untuk memperbaiki struktur fisik dan kimia tanah lahan pertanian; Pada Tahun Sidang 2007-2008 merekomendasikan agar Deptan melanjutkan program pengadaan benih bersubsidi, Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian (SP3), LM3, dan Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (LUEP); Meminta agar distribusi pupuk bersubsidi ditetapkan Mentan dan bukan Menteri Perdagangan (Mendag) karena pupuk bersubsidi bukan komoditas perdagangan; Meminta Pemerintah menyiapkan anggaran ganti rugi biaya produksi bagi petani yang produksinya dinyatakan puso oleh Pemerintah; Pada Tahun Sidang 2008-2009 meminta Pemerintah melaksanakan kebijakan yang lebih berpihak pada petani melalui peningkatan volume pupuk bersubsidi baik pupuk organik maupun non-organik dan pengawasan lebih ketat terhadap distribusi
47
KOMISI-KOMISI
48
pupuk bersubsidi; Meminta Pemerintah dan pemangku kepentingan yang terkait penyaluran dan pengguna pupuk bersubsidi untuk segera memenuhi kebutuhan pupuk bersubsidi secara nasional, melakukan operasi pasar, menindak tegas pelaku penyelewengan pupuk bersubsidi, dan mengevaluasi kebijakan perpupukan nasional, termasuk usulan perlunya peninjauan pengalihan subsidi secara langsung ke petani; Mendukung pelaksanaan sistem distribusi pupuk secara tertutup namun Deptan masih perlu mengevaluasi dan mengkaji secara komprehensif pengadaan dan sistem distribusi yang mengoptimalkan peran kelembagaan petani; Meminta Pemerintah segera melakukan revitalisasi industri pupuk; Meminta Pemerintah melindungi peternak sapi perah khususnya peternak kecil dalam negeri; Meminta Pemerintah mempercepat penyiapan sarana pendukung percepatan realisasi Undang-Undang tentang Penyuluhan, khususnya tenaga penyuluh di setiap desa yang pengadaannya disesuaikan dengan perundangan yang berlaku; Meminta Pemerintah memerhatikan usaha-usaha pengolahan produksi kakao dan kelapa sawit (Crude Palm Oil, CPO) sebagai produk primer menjadi produk sekunder, sehingga petani lebih menikmati keuntungan dari peningkatan nilai tambah program dari program pengolahan produksi tersebut.
Penebangan Pohon di Dalam Hutan Secara Ilegal yang merupakan inisiatif Pemerintah. Di sisi anggaran, Komisi IV mengarahkan pada pemberdayaan rakyat, pembangunan ekonomi rakyat, dan peningkatan kesejahteraan rakyat di sekitar atau di dalam hutan. Berikut ini adalah sejumlah kegiatan Komisi IV di bidang kehutanan: Pada Tahun Sidang 2005-2006 meminta Dephut segera mencari solusi upaya percepatan reboisasi di kawasan hutan lindung khususnya di Jawa. Selain itu, meminta Dephut memprioritaskan programprogram yang menyangkut peningkatan kesejahteraan rakyat dan rehabilitasi hutan dan lahan secara terukur; Pada Tahun Sidang 2006-2007 mendorong Dephut meningkatkan penyerapan anggaran APBN tahun 2006 agar perekonomian rakyat dapat berkembang dan sungguh-sungguh memprioritaskan kegiatan yang menyangkut rehabilitasi lahan kritis, pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan, serta mengatasi permasalahan di hutan lindung; Memutuskan bahwa dalam rangka perlindungan hutan dan konservasi sumber daya alam (SDA), perlu dialokasikan anggaran yang memadai untuk kelengkapan perangkat pengamanan dan penyuluh kehutanan serta program peningkatan ekonomi masyarakat desa di sekitar dan di dalam hutan dengan menggunakan PNBP tahun 2006;
Kehutanan
Masalah kehutanan mendapat perhatian besar dari Komisi IV, terutama hal-hal terkait dengan kelestarian hutan. Hingga laporan ini disusun, Komisi IV membahas sejumlah RUU terkait dengan masalah ini, antara lain Rancangan Undang-Undang tentang Pemberantasan dan Pencegahan Pembalakan Liar yang merupakan inisiatif DPR, dan Rancangan Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana
KOMISI-KOMISI
Pada Tahun Sidang 2007-2008 menyetujui kegiatan RKA-K/L APBN-P Tahun Anggaran 2007 yang alokasinya antara lain untuk pembangunan hutan rakyat dan kegiatan pencegahan, penanggulangan kebakaran hutan, dan program perlindungan hutan lainnya; Mendorong Dephut meningkatkan penyerapan anggaran APBN tahun 2008 dengan meningkatkan sosialisasi program HTR dari Badan Layanan Umum (BLU), kegiatan prioritas strategis Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) serta perawatan sarana dan prasarana pendukung Biro Umum Dephut; Meminta Pemerintah mengalokasikan sekurang-kurangnya Rp 2,3 triliun antara lain untuk kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan) di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Cianjur, dan Dieng-Muria; rehabilitasi lahan gambut; percepatan pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), perlindungan hutan dan konservasi alam, penyuluhan kehutanan, dukungan untuk Debt for Nature Swap (DNS); Menyetujui usulan Dephut mengalihkan dana pembangunan Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) sebesar Rp 170,46 miliar untuk membiayai kegiatan Gerhan 2008 dan Rp 94,939 miliar untuk membiayai kegiatan penanaman dan pemeliharaan reboisasi pada wilayah BUMN dan kegiatan reboisasi di Provinsi Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta dan Lampung. Dana selebihnya dialokasikan untuk Hutan Rakyat Pola Block Grant dan di luar kawasan. Sisa dana sebesar Rp 133,64 miliar disetujui untuk dialokasikan menjadi tambahan pagu APBN-P tahun 2009 untuk kegiatan Gerhan dan kegiatan strategis lainnya; Menyetujui alokasi APBNP tahun 2009 untuk kegiatan prioritas dan strategis di lingkup Dirjen PHKA, perawatan sarana dan prasarana serta dana Gerhan yang belum terserap, kemudian dana hibah Australian Center for International Agricultural
Research (ACIAR) untuk kegiatan Reduces Emissions from Deforestation and Degradation (REDD). Dari sisi pengawasan, Komisi IV memberikan perhatian besar pada transparansi dan akuntabilitas. Komisi IV mendesak Pemerintah untuk bersikap tegas terhadap pengusaha perkebunan yang menelantarkan lahan atau yang bermasalah, dan juga kepada pelaku pembalakan liar. Berikut beberapa kegiatan pengawasan Komisi IV: Pada Tahun Sidang 2004-2005 meminta Menteri Kehutanan (Menhut) dan Menteri Keuangan (Menkeu) menjelaskan alokasi penggunaan Dana Reboisasi (DR) 60 persen pusat dan 40 persen daerah, termasuk total DR sampai Mei 2005, secara proporsional dan transparan; Audit terhadap Gerhan tahun 2003-2004 perlu dilakukan oleh BPK; Pada Tahun Sidang 2005-2006 meminta Menhut agar areal yang sudah dilepas untuk perkebunan tetapi ditelantarkan untuk dicabut dan diberikan kepada pemohon baru dengan lebih memperhatikan keterlibatan masyarakat; Meminta Dephut memperluas program hutan rakyat terkait Program Hutan Rakyat pada Tahun Sidang 2006-2007; Mendesak Pemerintah menyelesaikan kasus-kasus pembalakan liar dan pembakaran hutan/lahan secara konsisten; Pada Tahun Sidang 2007-2008 meminta Dephut mengevaluasi/mengkaji ulang izin perusahaan HTI yang bermasalah, dan segera menyelesaikan persoalan sengketa lahan dengan masyarakat secara bijak dan berkeadilan sesuai peraturan dan perundangan yang berlaku; Meminta Pemerintah memberi ketegasan dan kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan kepada dunia usaha kehutanan; Pada Tahun Sidang 2008-2009 meminta Pemerintah segera menyelesaikan persoalan Rencana Tata Ruang Wilayah
49
KOMISI-KOMISI
50
Provinsi (RTRWP) sesuai peraturan perundangan sehingga akselerasi pembangunan daerah tidak terhambat; Meminta Pemerintah lebih memprioritaskan program-program yang berorientasi pada pengentasan kemiskinan masyarakat di dalam dan sekitar hutan; Meminta Pemerintah agar kegiatan perlindungan hutan, pengelolaan kawasan konservasi, dan peningkatan hasil jasa lingkungan menjadi perhatian prioritas sehingga kelestarian hutan dapat terjaga.
masyarakat pesisir, di samping menekankan pentingnya peningkatan pengawasan, rehabilitasi cadangan SDA, dan keutuhan wilayah NKRI. Berikut ini adalah sejumlah kegiatan anggaran yang dilaksanakan oleh Komisi IV: Pada Tahun Sidang 2004-2005 menyetujui pagu anggaran untuk RKA-K/L DKP dengan program antara lain peningkatan pengawasan dan akuntabilitas negara dan rehabilitasi pemulihan cadangan SDA; Mendorong DKP agar mengoptimalkan realisasi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) APBN dan APBN-P 2005 sebagai upaya pemantapan program DKP dalam rangka mendorong kesejahteraan masyarakat, khususnya nelayan dan pembudidaya ikan; Mendukung upaya DKP dalam menuntaskan pendataan dan penamaan pulau-pulau kecil, khususnya penanganan dan pengembangan terhadap pulau-pulau terluar, dan mendesak Pemerintah untuk mengalokasikan anggaran dalam Dana Alokasi Khusus; Pada Tahun Sidang 2006-2007 mendorong DKP meningkatkan penyerapan anggaran APBN agar perekonomian rakyat dapat berkembang; Dalam perencanaan alokasi anggaran APBN tahun 2008, meminta DKP untuk meningkatkan komposisi alokasi anggaran yang lebih ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan, pembudidaya ikan, pengolah ikan, dan masyarakat pesisir; Meminta DKP lebih mengutamakan peningkatan belanja modal yang bermanfaat langsung bagi nelayan/pembudidaya ikan sesuai kebutuhan dan aspirasi daerah, baik untuk belanja APBN-P 2007 maupun RAPBN 2008; Menyetujui pagu definitif APBN 2008 untuk DKP dan meminta rincian APBN 2008 dirancang kembali agar berfokus pada penurunan tingkat kemiskinan, perluasan lapangan kerja, dan peningkatan produksi; Mempertahankan anggaran Direktorat
KOMISI-KOMISI
Jendral (Ditjen) Perikanan Tangkap dan Ditjen Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan untuk Tahun Anggaran 2008 dengan permintaan, antara lain agar Pemerintah meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan serta memberikan pembinaan dan bantuan, peningkatan kualitas dan mutu alat tangkap, serta fasilitas pelabuhan perikanan; Meminta DKP meningkatkan penyerapan anggaran APBN tahun 2008 dengan meningkatkan kinerja guna mencapai realisasi APBN, Pinjaman/Hibah Luar Negri (PHLN), dan PNBP sesuai rencana; Meminta Pemerintah dalam kebijakan anggaran 2008-2009 mengalokasikan anggaran untuk kegiatan peningkatan kesejahteraan nelayan dan pembudidaya ikan; Menyetujui usulan tambahan pagu PHLN tahun 2008 untuk pembangunan kelautan dan perikanan sebesar Rp 25 miliar untuk 50 hari operasi kapal pengawas dalam rangka peningkatan penanggulangan illegal fishing; Mendukung kegiatan Sistem Kapal Inspeksi Perikanan Indonesia (SKIPI) melalui PHLN pada tahun 2009; Menyetujui usulan tambahan pagu PHLN sebesar Rp 57 miliar untuk kegiatan Fisheries Training Development in Indonesia (FTDI), sedangkan sisanya Rp 26,3 miliar untuk alokasi tahun 2009.
mata pencaharian alternatif rumah tangga nelayan, dan peningkatan teknologi penangkapan dan profitabilitas usaha perikanan tangkap; Mendorong Ditjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di DKP untuk mengelola pulaupulau kecil sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir; Merekomendasikan DKP agar melakukan penyederhanaan birokrasi dan penyaluran Pemanfaatan Dana Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir pada Tahun Sidang 2005-2006; Mendorong DKP segera membentuk Tim Terpadu untuk mengurangi dampak limbah lumpur panas di Sidoarjo terhadap kehidupan petambak, nelayan, dan aktivitas usaha perikanan secara keseluruhan dan mengatasi pencurian ikan pada Tahun Sidang 2006-2007; Meminta Pemerintah memprioritaskan pembangunan kelautan dan perikanan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan nelayan dan pembudidaya ikan; Pada Tahun Sidang 2008-2009 meminta Pemerintah meningkatkan kinerja terutama dalam meningkatkan ekonomi nelayan dan masyarakat pesisir, pembudidaya ikan serta memperkuat pengawasan dalam penanggulangan illegal fishing; Meminta Pemerintah menegaskan kembali pengelolaan pulau-pulau kecil terluar yang berbatasan dengan negara lain dalam rangka penegasan kedaulatan NKRI.
51
Dalam menjalankan tugas pengawasannya, Komisi IV memberi perhatian besar pada peningkatan perekonomian masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Kegiatan pengawasan difokuskan pada hal-hal berikut ini: Pada Tahun Sidang 2004-2005 mendorong Ditjen Perikanan Tangkap untuk penanggulangan kemiskinan melalui cara antara lain percepatan pendirian dan optimalisasi solar packed dealer untuk nelayan (SPDN) melalui koordinasi dengan PT Pertamina, pengembangan
Pangan
Pembahasan RUU yang dilakukan Komisi IV di bidang pertanian, perkebunan dan kelautan merupakan upaya meraih swasembada di bidang pangan. Sementara pembahasan anggaran untuk sektor pangan difokuskan, antara lain untuk memenuhi kebutuhan beras bagi masyarakat miskin. Oleh karena itu pembelian beras dari sumber-sumber dalam negeri mendapat perhatian penting dari Komisi IV dalam raker dengan para mitra kerjanya.
KOMISI-KOMISI
52
Berikut ini adalah sejumlah kegiatan anggaran yang dilakukan Komisi IV: Pada Tahun Anggaran 2005-2006 menerima usulan Perum Bulog untuk RAPBN 2006 dan RAPBN 2007 yang bertujuan, antara lain memperbaiki penyediaan beras untuk masyarakat miskin (raskin); Pada Tahun Anggaran 2006-2007 mendorong Bulog meningkatkan penyerapan anggaran APBN tahun 2006 agar perekonomian rakyat dapat berkembang; Menyetujui APBN-P Tahun Anggaran 2006 Perum Bulog sebesar Rp 396 miliar untuk Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang sepenuhnya dibeli dari pengadaan beras dalam negeri; Meminta Pemerintah mengalokasikan tambahan anggaran subsidi Raskin untuk memenuhi 12 bulan dalam APBN-P Tahun 2008 berikutnya; Pada Tahun Anggaran 2008-2009 digunakan untuk subsidi Raskin, Public Service Obligation (PSO) yaitu CBP, pendukung PSO dan kajian infrastruktur, serta untuk meninjau Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah dan beras tahun 2009. Raskin dan impor beras baik oleh Perum Bulog maupun oleh pihak swasta mengemuka dalam kegiatan pengawasan Komisi IV. Berikut ini sejumlah rekomendasi dan permintaan yang diutarakan kepada mitra kerja: Merekomendasikan Pemerintah pada Tahun Sidang 2004-2005 melalui Perum Bulog untuk menetapkan pihak yang berhak mendapatkan raskin agar tidak terjadi kerancuan tentang penerima beras tersebut; Meminta Pemerintah pada Tahun Sidang 2005-2006 agar izin impor beras yang diberikan kepada perusahaan umum (perum) Bulog/swasta mempertimbangkan situasi harga beras/gabah dalam negeri dan cadangan beras nasional yang dikelola perum Bulog untuk menstabilkan harga beras/gabah di dalam negeri bila keran impor dibuka. Komisi IV juga meminta
perum Bulog agar mendistribusikan beras hasil impor hanya untuk memenuhi stok pangan di daerah yang kekurangan beras dan tidak untuk keperluan pasar; Menyikapi temuan dari hasil audit BPK atas Pemeriksaan Semester I Tahun 2006, antara lain mengenai penggelapan raskin di beberapa provinsi, Komisi IV pada Tahun Sidang 2006-2007 merekomendasikan perum Bulog agar segera menindaklanjuti temuan/saran BPK; Pada Tahun Sidang 2007-2008 meminta agar pengadaan subsidi Raskin dan penyediaan CBP mengoptimalkan pengadaan dari sumber petani domestik; Pada Tahun Sidang 2008-2009 meminta Pemerintah mengantisipasi kemungkinan naiknya angka kemiskinan dan pengangguran sebagai dampak krisis finansial global dengan memerhatikan CBP dan raskin, serta meminta Pemerintah meninjau HPP gabah dan beras tahun 2009.
Penyerapan Aspirasi
Komisi IV pada Tahun Sidang 2004-2009 juga menyerap aspirasi masyarakat antara lain melalui kunjungan kerja ke berbagai provinsi, antara lain pada Tahun Sidang 2005-2006 ke Provinsi Papua Barat, Jambi, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Jawa Barat. Pada Tahun Sidang 2007-2008 ke Provinsi Sumatera Utara, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Jambi, Kalimantan Timur, dan Papua untuk mendapatkan informasi mengenai berbagai permasalahan, seperti pupuk bersubsidi, pemberian PUAP, BLBU, pembalakan liar, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi/ Kabupaten (RTRWP/K), Gerhan, pencurian ikan (illegal fishing), serta masyarakat penerima raskin. Sejumlah kunjungan tersebut menjadi masukan untuk pemberian rekomendasi oleh Komisi IV kepada Pemerintah.
KOMISI-KOMISI
5. Komisi V
53
Bidang Perhubungan, Pekerjaan Umum, Perumahan Rakyat dan Pembangunan Daerah Tertinggal
Komisi V menuntaskan pembahasan lima RUU yang kemudian disahkan oleh Rapat Paripurna DPR menjadi UU. Di sisi anggaran, selain pembahasan rutin anggaran tahunan para mitra kerja, Komisi V merekomendasikan peningkatan penyerapan anggaran, dan melakukan tata kelola yang
RUU Revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian Revisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran Revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan Revisi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu-Lintas dan Angkutan Jalan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
memberi perhatian pada penanggulangan kecelakaan yang sering terjadi pada berbagai moda angkutan. Pengawasan juga diberikan pada pembangunan infrastruktur di wilayahwilayah perbatasan. Benang merah dari semua kegiatan pengawasan adalah mendorong terjadinya transparansi dan akuntabilitas bagi para mitra kerjanya.
Status Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu-Lintas dan Angkutan Jalan Undang-Undang tentang Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
Inisiator Pemerintah
Pemerintah
Pemerintah
Pemerintah
Pemerintah
baik pada para mitra kerjanya sehingga bisa meningkatkan layanan di bidangnya masingmasing misalnya layanan terkait transportasi. Pada periode ini, terjadi peningkatan anggaran yang signifikan dari tahun ke tahun, namun demikian belum dapat memenuhi target anggaran yang diusulkan masing-masing mitra kerja. Hal utama yang menjadi perhatian adalah bahwa anggaran masing-masing mitra kerja, pada dasarnya berpedoman pada pagu indikatif yang ditetapkan oleh Menkeu, sehingga kalau ada pagu sementara yang meningkat, bahkan pagu definitif sekalipun, pada dasarnya adalah hasil tata kelola yang dihasilkan oleh Panggar DPR. Dalam melakukan pengawasan, Komisi V
Perhubungan
Dalam Periode 2004-2009, Komisi V merampungkan pembahasan lima RUU terkait sektor perhubungan yang dirasa sangat mendesak mengingat terjadinya serangkaian kecelakaan di darat, laut dan udara. Berikut adalah sekilas pembahasan tiga RUU terkait sektor perhubungan tersebut:
KOMISI-KOMISI
54
Komisi V dalam sebuah kunjungan kerja di Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur, Juli 2009
institusi yang memiliki keterkaitan dengan penyelenggaraan perkeretaapian. Materi yang banyak mendapat perhatian dalam RUU ini adalah terbukanya peluang bagi pihak swasta dan Pemda untuk terlibat dalam penyelenggaaraan perkeretaapian dan penerapan PSO. Di Komisi V, RUU ini merupakan yang pertama diselesaikan pembahasannya. Rapat Paripurna DPR menyetujui RUU ini untuk disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.
tersebut. Rapat Paripurna DPR menyetujui Revisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
KOMISI-KOMISI
Dari sisi anggaran, Komisi V mendorong mitra kerjanya memikirkan kebutuhan masyarakat akan layanan transportasi yang aman baik di darat, laut, dan udara. Oleh karena itu muncul rekomendasi untuk peningkatan anggaran dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat, antara lain kebutuhan akan transportasi dan kebutuhan masyarakat di daerah bencana, seperti di Provinsi NAD dan Nias. Selain itu, Komisi V juga menyuarakan tuntutan rakyat untuk terciptanya tata kelola yang baik (good governance) pada mitra kerjanya. Berikut adalah sejumlah kegiatan anggaran Komisi V: Pada Tahun Sidang 2005-2006, walaupun menyatakan memahami sementara rincian usulan APBN-P 2006 Dephub, namun Dephub diminta melakukan antara lain realokasi dana untuk memenuhi kebutuhan transportasi masyarakat dan membuat skala prioritas pada program mendesak untuk meningkatkan keselamatan dan tanggap darurat akibat tsunami di Provinsi NAD dan Nias yang belum terselesaikan; Pada periode yang sama, Komisi V sependapat dengan BMG untuk membicarakan RAPBN 2007 lebih lanjut agar terdapat peningkatan anggaran sebesar Rp 1,4 triliun dengan memperhatikan kriteria antara lain program yang sesuai tuntutan/kebutuhan masyarakat dan penambahan jaringan pengamatan; Pada Tahun Sidang 2006-2007 meminta Dephub dan Departemen PU untuk melakukan Penyusunan RKA-K/L RAPBN 2007 dengan memperhatikan antara lain Rencana Strategis (renstra) Dephub, keseimbangan pusat dan daerah, dan keseimbangan pembangunan kawasan barat dan timur; Meminta agar BMG menerapkan antara lain e-procurement dan e-auction untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengelolaan anggaran dan mewujudkan tata kelola yang baik dan bersih.
Pada Tahun Sidang 2007-2008, bersama Menhub menyepakati tambahan alokasi anggaran pada APBN-P 2008 untuk Dephub dengan prioritas antara lain pada lanjutan pembangunan Bandara Kualanamu, Medan, peningkatan SDM, pengembangan pelayanan perintis, peningkatan pelayanan dan keselamatan transportasi darat, laut, udara, dan kereta api. Dari sisi pengawasan, Komisi V banyak menyoroti seringnya kecelakaan yang melibatkan moda transportasi darat, laut, dan udara. Oleh karena itu, Komisi V juga mendorong terjadinya audit transparan dan modernisasi peralatan, selain menyikapi masalah cyber crime. Berikut adalah kegiatan pengawasan Komisi V: Pada Tahun Sidang 2004-2005, sepakat dengan BMG untuk modernisasi peralatan BMG sehingga mampu memproduksi dan menyebarkan data serta informasi hingga ke tingkat kabupaten, terutama daerah rawan bencana alam dan bandara rawan perubahan cuaca; Mendorong Pemerintah secepatnya mengeluarkan peraturan perundangan yang berkaitan dengan cyber crime; Pada Tahun Sidang 2005-2006 mendorong Dephub secepatnya menerapkan e-procurement dan e-auction untuk meningkatkan kualitas proses pengadaan dan pelelangan dalam upaya mewujudkan tata kelola yang baik dan bersih; Seiring seringnya kecelakaan kereta api dan pesawat udara pada Tahun Sidang 20052006, Komisi V sepakat dengan Dephub akan perlunya audit investigatif terhadap PT Kereta Api Indonesia (KAI), meminta Pemerintah secepatnya menyelesaikan kasus-kasus kecelakaan pesawat udara dengan memberikan perlakuan yang sama, transparan, dan akuntabel terhadap semua maskapai, dan melakukan langkah-langkah intensif untuk menghindari terjadinya kecelakaan; Pada Tahun Sidang 2006-2007 kembali mendesak Menhub segera melakukan
55
KOMISI-KOMISI
56
audit keselamatan menyeluruh dan independen pada semua moda transportasi yang meliputi aspek regulasi, SDM, sarana prasarana, teknologi, dan manajemen untuk mewujudkan pelayanan transportasi yang berpijak pada prinsip keselamatan dan keamanan; Membentuk Panja Keselamatan Transportasi untuk melakukan pengawasan menyeluruh pada seluruh moda transportasi terkait berbagai kecelakaan beruntun; Pada Tahun Sidang 2007-2008 meminta Dephub lebih fokus mengimplementasikan Road Map to Zero Accidents yang telah menjadi kebijakan Dephub setahun terakhir; Mendesak Pemerintah Pusat dan Daerah meningkatkan pelayanan transportasi massal sebagai moda transportasi utama, melakukan pembangunan sarana dan prasarana transportasi secara bertahap dan tidak menimbulkan masalah baru.
2007 dengan memperhatikan, antara lain, renstra Departemen PU, kesimbangan program antara pusat dan daerah, serta pembangunan kawasan barat dan timur; Pada Tahun Sidang 2007-2008, bersama Menteri PU sepakat atas tambahan alokasi pada APBN-P Tahun 2008 untuk Departemen PU yang diprioritaskan pada rehabilitasi pascabencana; Dalam hal pengawasan, Komisi V menunjukkan keprihatinannya pada pembangunan infrastruktur di berbagai wilayah, termasuk wilayah-wilayah perbatasan demi mempertahankan NKRI, sementara tetap memberi perhatian pada transparansi dan akuntabilitas, serta masyarakat kecil. Berikut ini adalah kegiatan pengawasan Komisi V: Pada Tahun Sidang 2004-2005, bersama Menteri PU sepakat mengarahkan program pembangunan pada wilayah-wilayah perbatasan untuk memperkokoh dan memperkuat keutuhan NKRI; Pada Tahun Sidang 2005-2006 menghendaki APBN-P 2006 dan APBN 2007 mengalokasikan anggaran, antara lain, untuk Trans bagian barat Sumatera, Trans bagian selatan Jawa, Trans Kalimantan (bagian selatan, tengah dan utara), Trans Sulawesi, Trans Flores, dan Trans Maluku; Pada Tahun Sidang 2006-2007 meminta Pemerintah mendesak PT Lapindo Brantas segera membayar Rp 1,3 triliun dana tanggap darurat dan Rp 2,5 triliun dana ganti rugi kepada masyarakat korban lumpur di Sidoarjo; Terkait penanganan banjir di Jakarta, mendesak Pemerintah merelokasi penduduk dari bantaran sungai di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta ke Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa); Pada Tahun Sidang 2007-2008 mendorong Departemen PU memperbaiki status opini penilaian BPK dengan memperbaiki sistem pengendalian internal dengan merancang
Pekerjaan Umum
Dalam bidang PU, Komisi V lebih memfokuskan pada masalah anggaran dan pengawasan. Masalah penyerapan anggaran dan pembuatan skala prioritas menjadi salah satu perhatian utama Komisi V, ditambah keprihatinan pada keseimbangan pembangunan antara pusat dan daerah, kawasan barat dan timur. Berikut adalah pelaksanaan kegiatan anggaran Komisi V: Pada Tahun Sidang 2005-2006 meminta Departemen PU meningkatkan penyerapan anggaran pada 2006 dengan melaksanakan program kegiatan 2006 secara konsisten, efektif, efisien, dan optimal; Meminta Departemen PU lebih realistis dalam melakukan realokasi anggaran karena keterbatasan kondisi keuangan negara, dan membuat skala prioritas pada program yang mendesak antara lain dalam rangka meningkatkan penyediaan infrastruktur bagi masyarakat; Pada Tahun Sidang 2006-2007 meminta Departemen PU menyusun RKA-K/L RAPBN
KOMISI-KOMISI
Komisi V saat melakukan kunjungan lapangan ke sebuah proyek Rumah Susun Sederhana Milik (Rusunami), Oktober 2007
57
berbagai rencana kerja berupa antara lain bimbingan teknis, asistensi, dan monitoring dan evaluasi.
untuk memprioritaskan programprogram yang terkait langsung dengan pembangunan daerah tertinggal, antara lain program pengembangan ekonomi lokal dan pengembangan daerah khusus; Pada Tahun Sidang 2006-2007 sepakat mengupayakan kenaikan pagu sementara anggaran 2007 pada Kemeneg PDT mengingat pentingnya percepatan pembangunan untuk daerah-daerah tertinggal; Pada Tahun Sidang 2007-2008 sepakat memperjuangkan alokasi anggaran tambahan bagi Kemeneg PDT untuk Program Penyediaan Pembangkit Listrik Alternatif untuk minimal 64 kabupaten di 27 provinsi yang tercakup dalam Program Percepatan Pembangunan Infrastruktur Pedesaan (P2IP). Dari sisi pengawasan, penyediaan perumahan yang layak dengan harga terjangkau merupakan salah satu fokus pelaksanaan tugas pengawasan Komisi V. Pelaksanaan tugas Komisi V di bidang ini antara lain: Pada Tahun Sidang 2004-2005 mendorong Menegpera berkoordinasi dengan pihakpihak terkait agar lebih bersinergi dalam upaya penyediaan rumah bagi masyarakat
KOMISI-KOMISI
58
terutama golongan menengah ke bawah; Pada Tahun Sidang 2005-2006 merekomendasikan Kemeneg PDT dan/atau Departemen PU menindak penyimpangan pada pelaksanaan Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak Infrastruktur Pedesaan (PKPS BBM-IP); Pada Tahun Sidang 2006-2007 mendukung pembangunan Rumah Susun Sederhana Milik (Rusunami) di kota-kota besar sesuai program 1.000 menara Rumah Susun Sederhana (Rusuna) dan memandang perlu penyederhanaan izin lokasi dan pengurangan biaya Izin Mandirikan Bangunan (IMB), serta tanggungan Pemerintah untuk biaya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Biaya Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) untuk Rusunami; Pada Tahun Sidang 2007-2008 mendorong Kementerian Negara PDT untuk segera menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK Semester I Tahun 2007 dan meningkatkan status opini BPK ke arah yang lebih baik demi mewujudkan tata kelola penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan akuntabel; Meminta Pemerintah melalui Menpera agar BI dapat menyediakan pendanaan murah bagi upaya pembebasan tanah untuk Rusunami.
Kunjungan Lapangan Musibah Tenggelamnya KM. Tri Star ke Provinsi Palembang pada Tahun Sidang 2006-2007; Kunjungan Lapangan Bencana Longsor di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada Tahun Sidang 2006-2007; Kunjungan Lapangan ke Kawasan Pluit Mas, Pantai Indah Kapuk untuk meninjau penyebab terjadinya banjir pada Tahun Sidang 2007-2008; Kunjungan Lapangan untuk meninjau kerusakan publik, khususnya jalan raya, pada Tahun Sidang 2007- 2008. Sementara dalam rangka mendapatkan data dan informasi empiris mengenai bidang Perhubungan, PU, Perum, PDT, Badan Meteorologi dan Geofisika, serta Badan Search and Rescue Nasional (Basarnas), Komisi V melakukan kunjungan kerja teknis luar negeri antara lain ke Uni Emirat Arab, Perancis, dan Afrika Selatan pada Tahun Sidang 2006-2007.
Penyerapan Aspirasi
Selain rapat-rapat kerja dengan mitra kerja, Komisi V pada Tahun Sidang 2004-2009 juga menyerap aspirasi masyarakat antara lain melalui kunjungan lapangan dan kunjungan kerja ke berbagai tempat seperti Stasiun Manggarai, Tol Cipularang, dan Stasiun Gambir di Jakarta, serta ke berbagai provinsi, antara lain ke Provinsi NAD, Provinsi DI Yogyakarta, Provinsi Kalimantan Tengah, dan Provinsi Bengkulu, termasuk kunjungan lapangan. Berikut ini adalah sejumlah kegiatan tersebut:
KOMISI-KOMISI
6. Komisi VI
59
Bidang Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, UKM, Investasi, Persaingan Usaha, Standarisasi, dan BUMN
Komisi VI menyelesaikan pembahasan empat RUU yang kemudian disahkan menjadi UU dalam Rapat Paripurna DPR. Berikut ini adalah daftar RUU yang diselesaikan Komisi VI.
Inisiator Pemerintah
Pemerintah
Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Menjadi Undang-Undang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
Pemerintah
Pemerintah
Dari sisi anggaran, Komisi VI menekankan pentingnya transparansi dalam penggunaan dan realisasi anggaran oleh para mitra kerjanya. Selain itu, Komisi VI mendesak mitra kerja untuk mengoptimalkan daya serap anggaran mereka. Dalam menjalankan tugas pengawasan, Komisi VI memberi perhatian pada penciptaan iklim yang mendukung dunia usaha, termasuk pelaku di sektor Industri Kecil Menengah (IKM) dan Usaha Kecil Menengah (UKM). Meski mendorong investasi di dalam negeri, namun Komisi VI tetap mengingatkan para mitra kerjanya akan penguasaan industri strategis dalam negeri oleh investor asing.
pembahasan dua RUU, yakni Rancangan Undang-Undang tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, dan Rancangan UndangUndang tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2007 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. Berikut adalah kegiatan Komisi V dalam membahas Rancangan UndangUndang tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah:
KOMISI-KOMISI
60
Kunjungan langsung Komisi VI ke salah satu pabrik pengolahan kayu di Kalimantan Selatan, Maret 2006
yang menunjuk Menteri Koperasi/Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Menkop / UMKM) sebagai wakil Pemerintah dalam pembahasan RUU ini. Komisi VI melakukan sejumlah raker dengan, antara lain, Menkop/ UMKM, Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, dan RDPU antara lain bersama Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Kerukunan Usahawan Kecil dan Menengah Indonesia (KUKMI), dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). RUU ini disetujui secara aklamasi oleh semua fraksi di DPR dalam Rapat Paripurna DPR untuk disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Dalam pembahasan anggaran dengan para mitra kerja, Komisi VI mengarahkan alokasi anggaran untuk pembinaan dan pengembangan IKM dan UKM, ketersediaan kredit yang terjangkau bagi IKM dan UKM, dan daya serap anggaran oleh para mitra kerjanya. Berikut ini pelaksanaan tugas Komisi VI di bidang anggaran: Dalam RDP dengan Sekjen Deperin pada Tahun Sidang 2004-2005 untuk membahas RAPBN 2006, Komisi VI antara lain mendorong agar implementasi program
pengembangan dan pembinaan IKM dilakukan dengan memperhatikan struktur industrinya, pengembangan teknologinya, penguatan manajemennya serta perluasan pasar untuk produknya sedemikian rupa sehingga mendukung klaster-klaster industri dan berorientasi ekspor; Mendesak Deperin agar menelaah kembali rencana penetapan anggaran program pembinaan IKM yang kecil pada Tahun Anggaran 2005 berjalan dan prognosa RAPBN 2006; Pada Tahun Sidang 2005-2006 meminta Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) untuk mengoptimalkan pelaksanaan seluruh kegiatan yang telah disusun pada Tahun Anggaran 2006 mengingat rendahnya realisasi serapan anggaran Kemenkop UKM pada tahun berjalan; Pada Tahun Sidang 2007-2008 mendorong Deperdag melakukan optimalisasi penggunaan anggaran mengingat realisasi pelaksanaan anggaran Deperdag baru mencapai Rp 219,20 miliar atau 14,81 persen dari pagu anggaran pada akhir Mei 2008; Mengusulkan Pemerintah agar mengalokasikan anggaran subsidi bunga
KOMISI-KOMISI
kepada Usaha Mikro dalam satu paket dengan program KUR sehingga bunganya maksimal 12 persen per tahun untuk meningkatkan daya saing pelaku usaha mikro. Dalam menjalankan tugas pengawasan di bidang ini, Komisi VI menekankan pentingnya rencana strategis pengembangan IKM, mengatasi ekonomi biaya tinggi, penyerapan tenaga kerja, dan meningkatkan ketahanan dan keberadaan pasar tradisional. Berikut ini adalah pelaksanaan tugas pengawasan Komisi VI: Pada Tahun Sidang 2004-2005 menyatakan perlunya membuat renstra bidang industri yang perlu dikembangkan antara lain industri manufaktur yang berdasarkan pada aspek penyerapan tenaga kerja yang luas, memenuhi kebutuhan dasar dalam negeri, mampu mengolah pertanian dalam arti luas dan SDA lainnya dari dalam negeri, dan memiliki potensi pengembangan ekspor; Mengharapkan Pemerintah segera mengeluarkan Perpu Anti-Penyelundupan dan menekan biaya ekonomi tinggi, antara lain melalui penyederhanaan perizinan dan penghapusan Peraturan Dearah (Perda) yang kurang mendukung pengurangan ekonomi biaya tinggi; Menyatakan perlunya dibuat konsep dana bergulir guna mendukung programprogram pemberdayaan koperasi dan UKM, termasuk pengembangan pasar tradisional; Pada Tahun Sidang 2005-2006 meminta Kemenkop UKM untuk berkoordinasi dengan Depkeu dan BI agar proses hapus tagih tunggakan Kredit Usaha Tani (KUT) Tahun Penyediaan 1998/1999 tetap dilaksanakan secara transparan dan selektif bagi petani yang benar-benar tidak mampu mengembalikan kredit; Pada Tahun Sidang 2006-2007 mendesak Deperin mengoptimalkan penggunaan anggaran agar sasaran akhir tahun 2006
antara lain tingkat pertumbuhan industri sebesar 7,7 persen, penyerapan tenaga kerja 500,000 orang, dan penyerapan investasi sebesar Rp 40-50 triliun dapat terlaksana; Mendesak Deperdag untuk memberdayakan pedagang pasar tradisional dalam menghadapi persaingan melawan pemodal besar/modern yang memiliki jaringan luas dari sektor hulu ke sektor hilir; Pada Tahun Sidang 2007-2008 mendesak Kemenkop UKM agar meningkatkan kerja sama dengan instansi-instansi terkait untuk memperkecil dampak kenaikan harga BBM bagi pertumbuhan UMKM berkaitan dengan kenaikan harga BBM.
61
KOMISI-KOMISI
62
Sejumlah anggota Komisi VI DPR tengah mengamati proses penenunan tradisional di salah satu industri kecil, Desember 2005
menganggap fasilitas tersebut tidak berdasar hukum maka FPDIP melakukan tindakan keluar ruang sidang (walkout), sedangkan FPKB meminta penundaan pengesahan RUU dan menyatakan tidak bertanggung jawab atas pasal tersebut. Dalam rangka pembahasan RUU ini, Komisi VI melakukan kunjungan kerja luar negeri ke Belanda, Cina, Thailand, Amerika Serikat, dan Jepang. Di negaranegara tersebut mereka bertemu dan berdiskusi dengan instansi yang relevan untuk mendapatkan masukan bagi RUU tersebut. Dari sisi anggaran, Komisi VI tidak saja mendukung peningkatan anggaran sejumlah mitra kerjanya untuk meraih kinerja yang maksimal, tetapi juga mendorong para mitra kerja untuk mengoptimalkan daya serap anggaran. Berikut ini beberapa kegiatan anggaran Komisi VI: Pada Tahun Sidang 2004-2005, melalui Panggar, mendorong upaya-upaya BKPM dalam meningkatkan anggaran biaya promosi pada tahun-tahun anggaran mendatang, mengingat nilai investasi yang terealisasi masih sangat rendah;
Mendukung usulan kenaikan anggaran tahun 2006 dari KPPU di atas pagu yang telah ditetapkan bagi Deperdag mengingat peran KPPU masih sangat diperlukan bagi penciptaan iklim persaingan usaha yang sehat; Melihat rendahnya realisasi penggunaan anggaran BSN dan KPPU pada Tahun Sidang 2005-2006, BSN dan KPPU didesak untuk segera mengimplementasikan langkah-langkah untuk mengoptimalkan pelaksanaan kegiatan untuk Tahun Anggaran 2006 dengan mengacu kepada Indikator Kinerja Keberhasilan yang telah ditetapkan; Mendukung pelaksanaan program-program BSN pada Tahun Anggaran 2007, terutama yang memprioritaskan peningkatan kesempatan kerja, investasi dan ekspor, akreditasi, dan pengendalian mutu; Mendorong BKPM melakukan optimalisasi penggunaan anggaran karena realisasi pelaksanaan anggaran BKPM hingga 19 Juni 2008 baru mencapai 27,19 persen dari pagu anggaran; Mendesak KPPU meningkatkan kinerja sesuai kebijakan, program dan kegiatan serta target pencapaian mengingat realisasi pelaksanaan anggaran KPPU
KOMISI-KOMISI
hingga akhir Mei 2008 baru mencapai 17,66 persen dari pagu anggaran. Terciptanya kepastian iklim investasi, kepastian status lembaga pengawas persaingan usaha yang sangat diperlukan untuk menciptakan aturan main yang sehat bagi kalangan usaha, dan kejelasan aturan standarisasi produk menjadi beberapa hal yang disoroti Komisi VI dalam rapat-rapat kerja dengan sejumlah mitra kerja. Berikut adalah kegiatan Komisi VI dalam menjalankan fungsi pengawasannya: Pada Tahun Sidang 2004-2005 mengharapkan Pemerintah segera menyerahkan Rancangan UndangUndang tentang Penanaman Modal yang naskahnya telah disusun sejak sembilan tahun sebelumnya; Pada Tahun Sidang 2005-2006 mendesak BSN agar segera melakukan program pengembangan sistem informasi Standard Nasional Indonesia (SNI) untuk menciptakan standarisasi produk pangan dan energi; Pada Tahun Sidang 2006-2007 mendesak Pemerintah segera memperjelas status kelembagaan KPPU; Pada Tahun Sidang 2006-2007 mendesak KPPU agar menyelidiki dan memberi saran kebijakan terhadap dugaan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat terkait dugaan penyalahgunaan posisi dominan beberapa perusahaan asing di industri telekomunikasi; Pada Tahun Sidang 2007-2008 mendorong Kepala BKPM mempercepat penyelesaian Peraturan Pelaksana terkait pelayanan terpadu satu pintu, fasilitas penanaman modal, dan regulasi untuk mengatasi hambatan investasi.
membahas RUU yang secara spesifik terkait dengan BUMN pada Periode 2004-2009. Dari sisi anggaran, salah satu fokus penting dalam kegiatan pelaksanaan fungsi anggaran Komisi VI adalah terjadinya transparansi di pihak mitra kerjanya, yang akan menciptakan kinerja efisien dan efektif. Berikut adalah pelaksanaan fungsi anggaran Komisi VI di bidang BUMN: Mengacu pada catatan dari BPK seperti ketidaksesuaian standar audit laporan keuangan BUMN dan hambatan akses untuk memeriksa BUMN, pada Tahun Sidang 2004-2005 Kemeneg BUMN didesak membuat standar prosedur operasional untuk pelaporan keuangan; Pada tahun sidang berikutnya, Komisi VI mengharap pemberian PSO dilaksanakan sebaik-baiknya, efisien, dan efektif sehingga masyarakat dapat menerima manfaat sebesar-besarnya, dengan tetap mempertimbangkan keberlangsungan dan pengembangan usaha BUMN. Penguasaan oleh pihak asing terhadap industri strategis dalam negeri menjadi perhatian Komisi VI, begitu juga masalah pekerja di BUMN, serta akuntabilitas manajemen BUMN. Berikut ini adalah sikap Komisi VI dalam berbagai permasalahan dalam rapatrapat dengan para mitra kerjanya: Pada Tahun Sidang 2004-2005 meminta Pemerintah mempertahankan mayoritas kepemilikan saham Pemerintah pada PT Semen Gresik Tbk minimal sebesar 51 persen dan tidak melakukan spin off unit Tuban I, II dan III dari PT Semen Gresik Tbk; Terhadap permasalahan yang disampaikan Forum Serikat Pekerja Pertamina Bersatu terkait Surat Keputusan Direksi Pertamina yang memberhentikan secara sepihak 4.015 orang Pekerja Waktu Tertentu, pada Tahun Sidang 2005-2006 Meneg BUMN diminta memeriksa dan meneliti seluruh proses sehingga sesuai dengan ketentuan perundang-undangan;
63
KOMISI-KOMISI
64
Mendesak Kemeneg BUMN agar memeriksa masalah special audit oleh konsultan keuangan Pricewaterhouse Coopers terhadap PT Semen Padang tahun operasi 2002 yang diduga melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dan Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik; Pada Tahun Sidang 2006-2007 mendesak Kemeneg BUMN mengarahkan kebijakan, program dan aktivitasnya dengan mengacu pada tiga fokus Pemerintah, yaitu peningkatan kesempatan kerja, pengurangan kemiskinan, dan peningkatan kesejahteraan; Pada Tahun Sidang yang sama Kemeneg BUMN diminta menerapkan sistem reward and punishment bagi para direksi dan komisaris BUMN.
Karyawan PT Dirgantara Indonesia pada Tahun Sidang 2006-2007; Audiensi dengan Sekretariat Bersama Pedagang Tanah Abang dengan agenda mendengarkan keresahan para pedagang seiring meningkatnya tekanan yang dilakukan jajaran Pemda DKI Jakarta, pada Tahun Sidang 2006-2007; Audiensi dengan Pegawai P.N. PPD dengan agenda Masalah Hak Pensiunan pada Tahun Sidang 2006-2007. Komisi VI juga melakukan kunjungan kerja teknis luar negeri ke Jepang, Rusia, Selandia Baru, Finlandia, dan Estonia dalam rangka pembahasan RUU selama Periode 20042009.
Penyerapan Aspirasi
Selain rapat-rapat kerja dengan mitra kerja, Komisi VI pada Tahun Sidang 2004-2009 juga menyerap aspirasi masyarakat antara lain melalui kunjungan lapangan dan kunjungan kerja ke berbagai provinsi dan tempat, seperti Pasar Pondok Gede, Bekasi dan PTPN VIII, Garut, Jawa Barat, dan RDPU dengan berbagai instansi dan serikat pekerja seperti Serikat Pekerja BUMN, Asosiasi Pengrajin Rotan Indonesia, dan Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia. Sejumlah kegiatan penyerapan aspirasi tersebut antara lain: Audiensi dengan Forum Komunikasi Petani Tebu Rakyat Indonesia dengan agenda Masalah Penentuan Harga Gula Nasional dan Nasib Petani Tebu Rakyat Ke Depan di Tahun Sidang 2005-2006; Audiensi dengan Lingkar Studi Mahasiswa Jakarta dengan agenda penyampaian permasalahan politisasi yang ada di tubuh BUMN di Tahun Sidang 2005-2006; Audiensi dengan DPRD Provinsi Jawa Barat dan Serikat Pekerja Forum Komunikasi Karyawan PT Dirgantara Indonesia dengan agenda Penyampaian Permasalahan
KOMISI-KOMISI
7. Komisi VII
65
Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral, Lingkungan Hidup, dan Riset dan Teknologi
Komisi VII menyelesaikan empat RUU yang kemudian disahkan dalam Rapat Paripurna DPR. Berikut ini adalah daftar RUU yang diselesaikan Komisi VII.
RUU Energi Pengesahan Konvensi Stockholm tentang Bahan Pencemar Organik yang Persisten (Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutants) Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Ketenagalistrikan Inisiator DPR
pemangku kepentingan, baik dari kalangan asosiasi profesi, swasta, LSM, yayasan maupun perguruan tinggi, seperti Kadin, YLKI, Persatuan Ahli Tambang Indonesia
Status Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2009 tentang Ratifikasi Konvensi Stockholm tentang Bahan Pencemar Organik yang Persisten Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-Undang tentang Ketenagalistrikan
Pemerintah
DPR Pemerintah
Dalam membahas anggaran dengan para mitra kerjanya untuk setiap tahun anggaran, Komisi VII menekankan penggunaan anggaran yang efektif serta alokasi anggaran dan subsidi yang tepat sasaran. Dari sisi pengawasan, Komisi VII memberi perhatian antara lain pada masalah korupsi, pemenuhan kewajiban dari para kontraktor di sektor minyak dan gas (migas), dan penegakan hukum bagi perusahaan yang merusak lingkungan.
(PERHAPI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Pertanian Bogor, dan Institut Teknologi Bandung. Dalam pembahasan RUU ini, pihak Pemerintah diwakili oleh Menteri ESDM. Dalam proses pembahasan hingga pengesahan, RUU ini mendapat masukan dari berbagai pihak. RUU yang terdiri dari 10 Bab dan 34 Pasal ini merupakan dasar bagi pengembangan manajemen pengelolaan sektor energi yang lebih efektif dan komprehensif. Sejumlah materi pokok RUU ini antara lain kemandirian pengelolaan energi; tersedianya energi untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri, pemenuhan kebutuhan bahan baku industri dalam negeri, dan peningkatan devisa negara; terjaminnya pengelolaan sumber daya energi secara optimal, terpadu, dan berkelanjutan; peningkatan akses terhadap energi bagi masyarakat tidak mampu atau di daerah terpencil; terciptanya lapangan kerja; dan terjaganya kelestarian fungsi lingkungan hidup. RUU ini disetujui semua fraksi secara aklamasi untuk menjadi Undang-Undang
KOMISI-KOMISI
66
Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi dalam Rapat Paripurna DPR pada 17 Juli 2007. Di sisi anggaran, Komisi VII antara lain memberi perhatian pada pentingnya peningkatan penyerapan anggaran, optimalisasi penggunaan anggaran, termasuk pengawasan alokasi subsidi BBM, subsidi listrik dan tarif listrik, volume dan lifting migas, dan konversi minyak tanah ke Liquified Petroleum Gas (LPG). Hasilnya tampak dalam tingkat penyerapan anggaran Departemen ESDM yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Bila pada Tahun Anggaran 2005 tingkat penyerapan anggaran oleh Departemen ini masih relatif kecil, yaitu 61,92 persen dari total anggaran belanja senilai Rp 6.163,9 miliar, maka pada tahun 2008 tingkat penyerapan anggaran belanjanya meningkat menjadi 92,21 persen dari total anggaran senilai Rp 5.903,2 miliar. Berikut adalah sikap Komisi VII dalam rapat dengan para mitra kerjanya di sepanjang Periode 2004-2009: Dalam pembahasan APBN-P 2005 (Perubahan Kedua) dengan Departemen ESDM, bersama Departemen ESDM menyepakati jumlah konsumsi BBM tahun 2005 sebesar 59,63 juta kilo liter dengan catatan bahwa jumlah BBM yang telah menggunakan harga pasar tidak dimasukkan lagi dalam jumlah konsumsi tersebut. Kemudian, kedua pihak sepakat untuk meninjau konsep subsidi BBM, yaitu
bukan produk BBM yang disubsidi melainkan subsidi langsung kepada konsumen yang benar-benar membutuhkan; Pada Tahun Sidang 2007-2008, selain menyepakati besaran subsidi tahun 2008 senilai Rp 61,01 triliun, Komisi VII juga memutuskan tidak adanya kenaikan tarif dasar listrik (TDL). Selain penetapan subsidi BBM, yang terdiri dari premium, solar, dan minyak tanah, Komisi VII juga menyepakati adanya subsidi LPG yang digunakan dalam program konversi minyak tanah ke LPG; Pada Tahun Sidang 2008-2009 disepakati adanya subsidi Bahan Bakar Nabati (BBN). Alokasi subsidi BBN untuk tahun 2009 adalah Rp 1.000 per liter atau sebesar Rp 831,43 miliar bila harga BBN lebih tinggi dari harga BBM. Pemberian subsidi BBN dimaksudkan untuk mendorong perluasan pemanfaatan sumber energi tersebut. Dari sisi pengawasan, Komisi VII menekankan optimalisasi pelaksanaan program-program Pemerintah, implementasi perundangundangan, termasuk alokasi subsidi energi untuk sampai kepada konsumen dengan tepat. Komisi VII juga memberi perhatian khusus pada rencana kenaikan harga BBM bersubsidi dan perbaikan distribusi minyak tanah dengan sistem tertutup melalui penggunaan kartu kendali. Selain itu, Komisi VII juga mengawasi kewajiban para kontraktor di sektor migas dan pertambangan umum, mengingat dampaknya yang sangat besar bagi keuangan negara dan perkembangan sektor migas, mineral batubara, dan panas bumi,
KOMISI-KOMISI
serta listrik dan pemanfaatan energi. Komisi ini selain meminta menunda kenaikan harga BBM kepada Pemerintah, juga meminta mempercepat kenaikan harga BBM tertentu. Komisi VII juga berperan dalam proses pemilihan Kepala BP Migas, BPH Migas, dan Dewan Energi Nasional termasuk memberi pertimbangan terhadap pimpinan BP Migas serta pemberian rekomendasi pemberhentian Kepala BP Migas kepada Presiden. Berikut ini adalah posisi Komisi VII dalam sejumlah rapat dengan para mitra kerjanya: Di sektor migas, pada Tahun Sidang 20042005, menyatakan keberatan atas rencana Pemerintah untuk mengurangi subsidi BBM dengan menaikkan harga BBM, sebelum: 1) Pemerintah menjamin keberhasilan program kompensasi tepat sasaran pada penanggulangan kemiskinan secara terukur mengenai besaran, jumlah orang, lokasi dan sebagainya; serta 2) Pemerintah siap dengan kebijakan penanggulangan dampak kenaikan harga BBM berupa kenaikan harga kebutuhan pokok dan jasa serta kenaikan tingkat inflasi. Perlu dicatat bahwa pada tahun sidang ini, Pemerintah menaikkan harga BBM sebanyak dua kali; Meminta Pemerintah pada Tahun Sidang 2005-2006 untuk mengutamakan percepatan realisasi produk migas di Blok Cepu demi kemandirian bangsa di masa depan dan manfaatnya bagi rakyat banyak; Meminta PT Pertamina pada Tahun Sidang 2007-2008 mengoptimalkan produksi di sumur-sumur tua untuk meningkatkan produksi minyak bumi di dalam negeri dengan memberi kesempatan kepada pihak ketiga. Komisi VII juga meminta Pemerintah dan BP Migas untuk mempercepat pemanfaatan sumur-sumur tua tersebut; Terkait menurunnya harga minyak mentah dunia pada Tahun Sidang 2008-2009, Pemerintah diminta menurunkan harga BBM dan mengkaji kembali sistem subsidi BBM tertentu agar di masa mendatang
besaran komponen subsidi BBM dalam APBN menjadi lebih realistis; Di sektor Pertambangan Umum, Menteri ESDM pada Tahun Sidang 2004-2005 diminta mengkaji serta mempelajari kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) antara Pemerintah dan kontraktor dalam perpanjangan kontrak, dengan melibatkan Pemda agar kontrak karya dan PKP2B memberikan pendapatan yang sebesarbesarnya untuk Negara; Meminta Pemerintah pada Tahun Sidang 2005-2006 untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pertambangan mineral dan batubara serta mempercepat peraturan perundang-undangan di bawah UU untuk menertibkan pertambangan emas tanpa izin; Meminta Pemerintah pada Tahun Sidang 2006-2007 agar mengambil tindakan tegas terhadap PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) sehingga perusahaan tersebut merealisasikan divestasi sahamnya sebesar 3 persen kepada Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat dan 7 persen kepada Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) selambat-lambatnya pada 7 Desember 2007; Meminta Departemen ESDM pada Tahun Sidang 2008-2009 untuk berkoordinasi dengan Depkeu terkait percepatan revisi Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 2006 tentang PNBP, yang mengakibatkan tertundanya realisasi alokasi dana pengadaan batubara dalam bentuk in-kind (batubara yang merupakan hasil pembayaran royalti dalam bentuk barang) untuk PT PLN (Persero); Di sektor ketenagalistrikan dan pemanfaatan energi, pada Tahun Sidang 2005-2006 berpendapat TDL tahun 2006 tidak perlu dinaikkan. Untuk memenuhi kekurangan biaya pengadaan tenaga listrik sesuai audit BPK, Komisi VII meminta Panggar dan Pemerintah untuk menambah subsidi Tahun Anggaran 2006 sebesar Rp 5 triliun;
67
KOMISI-KOMISI
68
Pada Tahun Sidang 2007-2008 menyetujui PT PLN (Persero) melakukan penghematan pemakaian listrik.
Lingkungan Hidup
Di bidang Lingkungan Hidup (LH), Komisi VII menyelesaikan Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutants yang disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2009 tentang Pengesahan Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutants. Hingga laporan ini disusun, Rancangan Undang-Undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup sedang dibahas.
produksinya menghasilkan dioksin dan furan yang masuk kategori POPs. Akhirnya disepakati bahwa pelaksanaan kewajiban pengurangan dioksin dan furan sesuai dengan Konvensi Stockholm dilakukan secara bertahap sesuai kondisi dan teknologi yang tersedia dan dapat diterapkan. Dengan demikian, Rapat Paripurna tanggal 12 Mei 2009 mengesahkan Rancangan UndangUndang tentang Pengesahan Konvensi Stockholm tentang Bahan Pencemar Organik yang Persisten. Dari sisi anggaran, penyerapan anggaran terendah dalam waktu lima tahun terakhir terjadi di tahun 2005 ketika anggaran Kemeneg LH sebesar Rp 276,89 miliar terserap 85,08 persen. Sedangkan untuk Tahun Anggaran 2009, dari APBN Kementerian LH sebesar Rp 376,40 miliar, hingga awal Juni 2009 baru terealisasi 30,41 persen. Ke depan, Komisi VII berpendapat Kemeneg LH perlu mengoptimalkan penggunaan anggaran dengan memprioritaskan kegiatankegiatan yang berhubungan langsung atau dapat dirasakan langsung oleh masyarakat sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku. Di bidang pengawasan, Komisi VII menekankan pentingnya penegakan hukum terhadap perusahaan, terutama yang menimbulkan bencana lingkungan. Berikut adalah posisi komisi ini terkait pengawasan selama Periode 2004-2009: Berkaitan dengan impor limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) baik yang dilakukan secara illegal atau dengan pemalsuan dokumen, upaya Kemeneg LH untuk melakukan ekspor ulang limbah B3 ke negara asal, yaitu Singapura, Jerman, dan Korea Selatan dengan pengawasan yang ketat didukung Komisi VII. Di samping itu, Pemerintah didesak menyelesaikan masalah impor limbah B3 tersebut secara diplomatis melalui Sekretariat Konvensi Basel, serta mengambil langkah hukum pidana maupun perdata, termasuk tuntutan ganti rugi atas pelanggaran hukum yang
Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan Konvensi Stockholm tentang Bahan Pencemar Organik yang Persisten
Indonesia bersama 150 negara telah menandatangani kesepakatan tentang Persistent Organic Pollutants (POPs) tanggal 23 Mei 2001. Tujuh tahun kemudian, pada 10 April 2008, Pemerintah mengajukan pengesahan kesepakatan tentang POPs tersebut kepada Pimpinan DPR, yang memutuskan untuk membahas lebih lanjut dalam Bamus. Rapat Bamus tanggal 15 Mei 2008 memutuskan untuk menyerahkan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan Konvensi Stockholm tentang Bahan Pencemar Organik yang Persisten kepada Komisi VII. Dalam pembahasannya, Komisi VII melibatkan berbagai pemangku kepentingan dari perguruan tinggi, LSM, asosiasi profesi dan instansi Pemerintah terkait, antara lain Meneg Riset dan Teknologi (Ristek), Menteri Meneg PAN, Menteri Kesehatan (Menkes), Mendag, Menperin, Kepala BPPT, dan Kepala BPOM. Sebagian besar para pemangku kepentingan mendukung perlunya pengesahan ratifikasi Konvensi Stockholm tersebut, namun penentangan datang dari sektor industri besi dan baja, yang proses
KOMISI-KOMISI
Anggota Komisi VII saat berkunjung ke Sarawak Energy terkait isu tentang sumber daya energi, Januari 2009
69
terjadi dengan melimpahkan kasus tersebut ke Kejakgung dan Kapolri. Pada saat yang sama, Presiden diminta menindak tegas aparat birokrasi yang terlibat; Dengan terjadinya tingkat degradasi lingkungan pada taraf yang sangat memprihatinkan, Kemeneg LH diminta bertindak cepat dan tegas menetapkan status quo (penghentian kegiatan) atas proyek-proyek yang dinilai dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan dan/atau merugikan program pelestarian lingkungan hidup, antara lain pembangunan jalan Ladia Galaska dan reklamasi Pantura Jawa. Selain itu, mendukung Kemeneg LH untuk memberlakukan kebijakan Moratorium Penebangan Hutan, serta meminta perhatian serius terhadap pengelolaan limbah rumah sakit; Dalam rangka penguatan dan sosialisasi program, Kemeneg LH diminta menyusun cetak biru rencana lingkungan hidup hingga tahun 2020; mensosialisasikan dan mengimplementasikan hasil Conferences of the Parties (COP) ke-13 United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), terutama yang berkaitan dengan agenda mitigasi dan adaptasi dalam rangka perubahan iklim.
berkaitan dengan bidang ristek. Namun dalam sejumlah bidang yang berkenaan dengan ruang lingkup Kemeneg Ristek, Komisi VII mendukung Kemeneg Ristek untuk berpartisipasi aktif dalam pembahasan RUU tentang Pengelolaan Bencana, yang sekarang sudah disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Bencana dan Rancangan Undang-Undang tentang Pengelolaan Ruang Udara Nasional, terutama yang menyangkut aspek Pengaturan FIR yang menjadi salah satu program kegiatan Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional. Dari aspek anggaran, secara umum alokasi dan realisasi penyerapan anggaran Kemeneg Ristek serta Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) Ristek setiap tahunnya terus mengalami peningkatan, yakni dari pagu Anggaran Tahun 2005 sebesar Rp 1,51 triliun dengan realisasi penyerapan anggaran sebesar 86,2 persen menjadi Rp 2,50 triliun dengan realisasi penyerapan anggaran sebesar 94,5 persen pada Tahun Anggaran 2008. Dalam menjalankan tugas anggarannya di sepanjang Periode 2004-2009, Komisi VII mendukung pengajuan anggaran oleh Kemeneg Ristek dan LPND, terutama berkenaan dengan anggaran program kegiatan yang strategis, antara lain: Mendukung anggaran pengadaan peralatan survei seismik yang diajukan BPPT untuk
KOMISI-KOMISI
70
pemetaan potensi energi di perairan Indonesia dan pendataan batas landas kontinen dalam APBN-P 2006 dan APBN 2007; Mendukung anggaran Bakosurtanal, BPPT, dan LIPI untuk mempercepat pembuatan peta detil wilayah Indonesia, terutama untuk pendataan pulau-pulau terluar, bangunanbangunan penanda batas wilayah terluar, pendataan instalasi bawah permukaan pada daerah-daerah terluar, dan pemetaan batas landas kontinen, dengan memasukkan anggaran pembiayaannya dalam APBN 2007; Mendukung penambahan anggaran yang memadai untuk LAPAN guna mempercepat realisasi program prioritas LAPAN dalam pengembangan teknologi antariksa, terutama teknologi peluncuran roket dan satelit, yang diperuntukkan bagi tugas penyediaan peta dasar nasional. Pada aspek pengawasan, Komisi VII menekankan sejumlah hal yang sangat mendasar kepada Kemeneg Ristek serta LPND Ristek, yaitu koordinasi pelaksanaan kegiatan antardepartemen dan LPND, dan diseminasi hasil penelitian kepada masyarakat, Pemda, dan kalangan industri. Berikut adalah sikap Komisi VII dalam berbagai permasalahan di sektor ristek sepanjang Periode 2004-2009: Meminta Kemeneg Ristek agar RAPBN Tahun 2006 diarahkan pada program-program prioritas untuk meningkatkan kemampuan serta kemandirian bangsa dalam bidang teknologi yang sangat dibutuhkan untuk pangan, energi, informasi dan komunikasi, transportasi, pertahanan, kesehatan, dan penumbuhan serta pemanfaatan aspek keunggulan lokal di daerah; Meminta Kemeneg Ristek untuk meningkatkan pengawasan penggunaan anggaran dan mengkaji perlunya unit pengawasan internal. Untuk Kemeneg Ristek diminta meningkatkan koordinasi dan konsolidasi program baik antara LPND maupun internal lembaga sehingga
meminimalkan tumpang-tindih program Mendesak Kemeneg Ristek untuk mengintensifkan riset energi alternatif seperti biodiesel dan gasohol, serta membuat terobosan teknologi agar dapat bersaing dengan harga BBM; Meminta Meneg Ristek untuk meningkatkan kontribusi ristek dalam memberikan solusi terhadap berbagai tantangan bidang pertahanan dan keamanan maupun stabilitas sosial politik, khususnya berkenaan dengan pengamanan batasbatas negara serta penanganan konflik dan gejolak sosial yang mengancam keutuhan bangsa dan negara; Meminta BATAN mempercepat pemanfaatan energi nuklir untuk reaktor energi dan melakukan berbagai studi yang komprehensif untuk pemanfaatan uranium alam Indonesia dan studi limbah nuklir, serta mempersiapkan SDM yang berkompeten untuk operasional dan sosialisasi Pusat Listrik Tenaga Nuklir.
Penyerapan Aspirasi
Selain raker dengan mitra kerja, Komisi VII mengadakan sejumlah kunjungan kerja dan kunjungan lapangan ke sejumlah provinsi, kunjungan kerja teknis ke luar negeri, dan audiensi dengan masyarakat di sepanjang Periode 2004-2009. Kunjungan kerja dan kunjungan lapangan yang dilakukan Komisi VII, antara lain ke: Kalimantan Timur, Jambi, dan Sumatera Utara untuk pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Ratifikasi Perjanjian ASEAN mengenai Transboundary Haze Pollutants; Bali dan Batam untuk pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pengelolaan Sampah; Riau untuk meninjau dampak lingkungan akibat pembalakan liar; Sidoarjo untuk meninjau perkembangan penanganan dampak semburan lumpur panas di Porong, Sidoarjo;
KOMISI-KOMISI
Cikarang dan Bekasi untuk meninjau lokasi pembuangan limbah B3 milik PT Dong Woo di sekitar wilayah permukiman penduduk. Kunjungan kerja teknis luar negeri yang dilakukan antara lain ke: Jerman dan Cina, dalam rangka pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pengelolaan Sampah; Jepang dan Norwegia, dalam rangka pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Energi; Amerika Serikat dan Kanada, dalam rangka pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Ketenagalistrikan; Brazil dan Chili, dalam rangka pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batubara; Jerman, dalam rangka memenuhi undangan Parlemen Jerman untuk bersidang bersama guna membahas kerja sama bidang pendidikan dan riset, khususnya terkait kerja sama Indonesia-Jerman pada program Tsunami Early Warning System dan Teknologi Satelit Mikro; Russia, dalam rangka mempererat kerja sama antarparlemen untuk mendukung rencana kerja sama pengembangan sumber daya energi baru dan terbarukan, teknologi antariksa, dan energi nuklir untuk tujuan perdamaian. Komisi VII mengadakan audiensi dan menerima aspirasi dari berbagai kalangan, antara lain yang meliputi permasalahan di bidang: Kuota, distribusi, dan harga BBM, menerima antara lain: - Koalisi Penyelamat Bangsa tentang penolakan harga BBM; - DPRD Kabupaten Belitung Timur tentang penambahan kuota BBM, khususnya minyak tanah untuk wilayah pemekaran Kabupaten Belitung Timur; - DPRD dan Gubernur Provinsi Jambi tentang permintaan penambahan kuota BBM dan pembangunan depot tambahan.
Energi dan Ketenagalistrikan, menerima antara lain: - Serikat Pekerja PT PLN (Persero) yang menolak rencana PT PLN (Persero) untuk melakukan unbundling (pemisahan badan usaha sesuai fungsi usaha); - Himpunan Rintihan Masyarakat Desa Tanjung, Kabupaten Kampar, Riau, tentang ganti rugi lahan akibat pembangunan PLTA Kota Panjang; - Komisi C DPRD Jawa Timur tentang Implementasi Peraturan Daerah Pengelolaan Energi Panas Bumi di Jawa Timur oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Konflik Pertambangan Migas, menerima antara lain: - DPRD Kabupaten Blora, tentang dampak dan kontribusi kegiatan pertambangan gas bumi di Kabupaten Blora; - Forum Koordinasi Penanggulangan Korban Lumpur dan Gas Karang Desa Bendo tentang dampak semburan lumpur Sidoarjo; - DPRD Bontang tentang implementasi bagi hasil pertambangan migas dan mineral antara daerah dan pusat yang belum terealisasi dengan baik. Degradasi Fungsi Lingkungan Hidup, menerima antara lain: - Ikatan Mahasiswa dan Pemuda Aceh tentang permasalahan konflik lingkungan antara PT Semen Andalas Indonesia dengan masyarakat Lhok Nga dan Leupung, NAD; - Masyarakat Menolak Limbah Tambang Sulawesi Utara; - Yayasan Suara Nurani dan Aliansi Masyarakat Menolak Limbah Tambang tentang dampak kegiatan pertambangan PT Meares Soputan Mining dan PT Tambang Tondano Nusa Jaya.
71
KOMISI-KOMISI
72
8. Komisi VIII
RUU, RDP dengan sejumlah lembaga yang peduli dan bekerja di bidang kesejahteraan sosial, dan uji publik ke delapan provinsi, yaitu Sumatera Utara, Sumatera Selatan,
Status Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial
Dalam membahas anggaran dengan para mitra kerjanya, Komisi VIII mencermati dan memperhatikan kecukupan anggaran untuk pelaksanaan program dari mitra kerja, dengan tetap menekankan sistem pengawasan yang intensif. Sedangkan dari sisi pengawasan, Komisi VIII menyoroti sejumlah program penyaluran bantuan, penyimpangan dana, dan masalah seputar kesejahteraan perempuan dan anak.
Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah. Terdapat tiga masalah aktual terkait perubahan fundamental sebagai pondasi dalam pembangunan kesejahteraan sosial di dalam Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Sosial, yakni, pertama, Undang-Undang tentang Kesejahteraan Sosial merupakan implementasi dan manifestasi Pasal 34 UUD 1945 yang dibangun atas konsep dasar welfare pluralism atau pembangunan kesejahteraan sosial yang tetap berakar dari nilai-nilai budaya bangsa yang majemuk; kedua, terjadi perubahan paradigmatik dalam pelayanan sosial, antara lain, dari bentuk respons bantuan sosial menjadi pelayanan yang berdasarkan manajemen kesejahteraan sosial, pelayanan charity berubah menjadi pelayanan yang memberdayakan, membangkitkan, dan memecahkan masalah kesejahteraan sosial; dan ketiga, semangat dan roh yang terkandung dalam Undang-Undang tentang Kesejahteraan Sosial adalah melakukan transformasi pendekatan pembangunan kesejahteraan sosial yang ditandai dengan menguatnya pendekatan penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang berbasis hak-hak manusia. Akhirnya, Rapat Paripurna DPR pada bulan Februari 2009 mengesahkan
KOMISI-KOMISI
Anggota Komisi VIII yang membidangi masalah sosial dalam sebuah kunjungan lapangan sedang meninjau bengkel kerja pembuatan kaki palsu untuk penyandang cacat, Juli 2007
73
tentang menjadi
Dalam membahas masalah anggaran, Komisi VIII mencermati apakah besaran anggaran yang diajukan oleh mitra kerja sungguhsungguh mencukupi untuk menjalankan program masing-masing. Sekali lagi, tekanan ada pada pemberdayaan masyarakat yang tidak saja berdiam di daerah tertinggal, namun juga mereka yang tertinggal dan dipinggirkan masyarakat, termasuk orang lanjut usia (lansia) dan korban penyalahgunaan narkotika. Berikut adalah pendapat Komisi VIII: Pada Tahun Sidang 2004-2005, Komisi VIII berpendapat bahwa kenaikan pagu sementara Depsos Tahun Anggaran 2006 terlalu rendah, hanya naik 0,69 persen menjadi Rp 2,03 triliun dibanding alokasi anggaran tahun 2005 sebesar Rp 2,02 triliun. Untuk itu Komisi VIII mengusulkan agar Depsos membangun opini dengan menampilkan potret permasalahan sosial yang aktual secara luas; Pada saat yang sama, Komisi VIII juga menganggap Depsos perlu menyusun program bagi pemberdayaan masyarakat di daerah-daerah terpencil dan perbatasan negara dengan dukungan kriteria
tingkat keberhasilan. Peningkatan aspek kesejahteraan di daerah terpencil dan wilayah perbatasan diharapkan dapat menjadi perekat dalam menjaga persatuan, kesatuan, dan keutuhan negara; Pada Tahun Sidang 2006-2007 Komisi VIII menyetujui dan menerima penjelasan tentang penggunaan alokasi anggaran Depsos Tahun Anggaran 2007 secara kumulatif sebesar Rp 2, 38 triliun; Program Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) agar dipertimbangkan dalam bentuk voucher serta peningkatan program Asuransi Kesejahteraan Sosial (ASKESSOS) ; Pada Tahun Sidang 2007-2008 Depsos didorong terus meningkatkan daya serap Anggaran Tahun 2007 dengan tetap berpedoman pada peraturan penggunaan Anggaran Negara; Sependapat dengan Depsos bahwa kebijakan Pemerintah atas penghematan anggaran Depsos sebesar 15 persen dan keharusan Depsos mengeluarkan Dana Reintegrasi Aceh (DRA) sebesar Rp 450 miliar akan membebani Depsos. Oleh karena itu Komisi VIII mendukung agar Depsos dikecualikan dari penghematan sebesar 15 persen itu, dan agar DRA Tahap I dialokasikan melalui DIPA Depsos Tahun 2008 sebesar Rp 250 miliar. Komisi VIII mengusulkan
KOMISI-KOMISI
74
agar DRA selanjutnya dibebankan secara sektoral kepada kementerian terkait untuk mengurangi beban Depsos yang anggarannya sangat minim; Memandang perlunya perhatian khusus terkait kecenderungan meningkatnya persoalan sosial, antara lain penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA), meningkatnya penduduk lansia dan penyandang ketunaan; Mengharapkan Depsos agar dalam RKAK/L tahun 2007 memberikan rincian alokasi anggaran untuk tiap program, dan menyusun kegiatan dengan prioritas program sebagai berikut: - Program Pemberdayaan Fakir Miskin, Komunitas Adat Terpencil dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) lainnya; - Program Bantuan dan Jaminan Kesejahteraan Sosial; - Program penguatan kelembagaan pengarusutamaan gender dan anak. Dalam Program Tahun Sidang 2008-2009, memberikan perhatian serius atas kebijakan Pemerintah tentang Kebutuhan Anggaran BLT bagi rumah tangga sasaran (RTS), yang terdiri dari Rumah Tangga Sangat Miskin, Rumah Tangga Miskin, Rumah Tangga Hampir Miskin, yang berjumlah 19,1 juta RTS. Namun demikian, tetap mencermati dan memperhatikan rekomendasi Menkeu sebagaimana tertuang dalam surat Nomor S-396-MK.02/2008 tentang perlunya pelaksanaan program BLT mengikutsertakan kementerian/lembaga teknis untuk pengelolaan dana BLT sebesar Rp 14,1 triliun. Pengawasan penyaluran bantuan kepada yang membutuhkan, termasuk bentuk bantuan tersebut, misalnya BLT, mendapat sorotan dari Komisi VIII dalam pelaksanaan pengawasan. Berikut adalah posisi Komisi VIII dalam sejumlah rapat dengan para mitra kerjanya: Pada Tahun Sidang 2004-2005 mendorong Mensos untuk meningkatkan pengawasan
dalam memberi bantuan bagi korban bencana alam agar tepat waktu dan sasaran; Setelah memperhatikan ekses yang timbul sebagai akibat pemberian BLT pada masyarakat miskin, pada Tahun Sidang 2005-2006, Komisi VIII mendorong Pemerintah mengubah strategi pemberian BLT dengan mengalihkan anggaran sekurang-kurangnya Rp 2 triliun ke program dana bergulir dalam bentuk bantuan kredit mikro untuk membiayai pemberdayaan ekonomi keluarga miskin; Pada Tahun Sidang 2006-2007 meminta Depsos untuk terus-menerus berkoordinasi dengan sektor terkait untuk mengurangi dampak sosial yang ditimbulkan berbagai persoalan pembangunan, antara lain pengangguran, bencana, dan kemiskinan; Pada Tahun Sidang 2007-2008 meminta Depsos melanjutkan pelibatan dunia usaha untuk pengembangan komunitas melalui program corporate social responsibility (CSR); Pada Tahun Sidang 2008-2009 menemukan bahwa pelaksaan program dan kegiatan yang didanai APBN di beberapa daerah masih mengalami beberapa kendala, baik kendala teknis pelaksanaan program dan anggaran maupun prosedur pelaporannya; Perlunya meningkatkan pembangunan kesejahteraan sosial didukung adanya database penganggulangan PMKS, potensi sumber kesejahteraan sosial, dan peningkatan kerja sama dengan mitra kerja, LSM serta organisasi sosial di masyarakat.
Agama
Dari sisi legislasi, selama Periode 2004-2009 Komisi VIII membahas Rancangan UndangUndang tentang Jaminan Produk Halal, yang merupakan inisiatif Pemerintah. Hingga saat penulisan buku laporan ini, RUU tersebut masih dibahas dalam Panja, namun tetap diharapkan dapat disahkan menjadi UU pada tahun 2009. Substansi dan masalah yang dibicarakan dalam RUU tersebut antara lain: Kelembagaan penjaminan produk halal
KOMISI-KOMISI
Komisi VIII sedang melakukan kunjungan kerja terkait dengan urusan penyediaan fasilitas bagi jamaah haji Indonesia di Arab Saudi, Januari 2007
75
berbentuk struktural Depag atau Badan Layanan Umum; Pembagian kewenangan antara Pemerintah dan MUI, mengingat MUI melalui LPPOK MUI sudah menangani sertifikasi halal sejak tahun 1989; Jaminan produk halal wajib atau tidak wajib; Pembiayaan sertifikasi halal harus dapat ditekan menjadi lebih murah. Komisi VIII juga membahas Rancangan Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat sebagai amandemen atas Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999. RUU ini merupakan usul inisiatif DPR, dan telah dimasukkan dalam Prolegnas tahun 2008. Hingga akhir Juni 2009, RUU tersebut belum disinkronisasikan. Di sisi anggaran, Komisi VIII antara lain: Memberi apresiasi pada Tahun Sidang 20042005 atas meningkatnya anggaran fungsi pendidikan sebesar Rp 4,2 triliun atau 62,79 persen dari keseluruhan anggaran Depag sebesar Rp 6,69 triliun, dan mengharapkan anggaran tersebut akan meningkatkan lembaga pendidikan keagamaan, khususnya dalam rangka pencapaian target pendidikan dasar sembilan tahun pada tahun 2009; namun menilai rasio anggaran pendidikan tersebut masih belum sesuai harapan, khususnya rendahnya Unit Cost Madrasah
di lingkungan Depag dibandingkan Unit Cost Sekolah Umum di lingkungan Depdiknas; Mengenai program dan anggaran Dirjen Pendidikan Islam Tahun Anggaran 2007 dengan program sementara Rp 3,71 triliun di luar gaji guru atau naik sebesar Rp 643 miliar dibanding Tahun Anggaran 2006, Komisi VIII pada Tahun Sidang 2006-2007 memandang anggaran tersebut belum memadai bila dibandingkan dengan kebutuhan riil pendidikan Islam, dan masih belum sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 062/PUU-III/2006 tanggal 22 Maret 2006 yang menegaskan bahwa anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN/APBD; Pada Tahun Sidang 2007-2008, disepakati bahwa pemberian tunjangan fungsional bagi guru non-PNS sebesar Rp 200.000 untuk 501.831 orang guru mulai tahun 2007 dan seterusnya hendaknya dibayarkan secara langsung melalui rekening guru yang bersangkutan. Selanjutnya Komisi VIII sepakat untuk memasukkan kekurangan anggaran tunjangan fungsional guru nonPNS sebesar Rp 322,286 miliar untuk diperjuangkan dalam APBN-P Tahun 2008; Memberi saran pada Tahun Sidang 20082009 untuk penyempurnaan RKA-K/L Depag Tahun 2009, sebagai berikut: - Depag perlu melakukan optimalisasi
KOMISI-KOMISI
76
pendidikan agama dan keagamaan baik dari segi kualitas maupun kuantitas; - Mengingat proporsi fungsi pendidikan dibandingkan keseluruhan anggaran Depag, Depag didorong untuk lebih cermat dalam menyusun RKA-K/L fungsi pendidikan, khususnya dengan memperhatikan penambahan alokasi anggaran pendidikan bagi lembaga pendidikan swasta, termasuk anggaran kesejahteraan guru. Dari sisi pengawasan, Komisi VIII menyoroti berbagai hal terkait pembangunan bidang pendidikan dan penyelenggaraan ibadah haji. Dalam melakukan tugas pengawasan tersebut, Komisi VIII mengadakan raker dengan Menteri Agama (Menag), RDP dengan jajaran Eselon I Depag, kunjungan kerja ke seluruh provinsi di Indonesia yang dilaksanakan setiap akhir masa persidangan, dan RDPU dengan masyarakat dan/atau pemangku kepentingan. Berikut ini adalah pengawasan oleh Komisi VIII terhadap mitra kerjanya: Dalam pengawasan lintas Eselon I pada Tahun Sidang 2004-2005, Depag didesak melakukan pengawasan terhadap Dana Abadi Umat (DAU), biaya pendidikan agama, penyelenggaraan haji; Pada tahun sidang yang sama, disepakati bahwa Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri sangat penting bagi kehidupan umat beragama di Indonesia, karena itu, jika memungkinkan, SKB Tiga Menteri ditingkatkan statusnya menjadi UU agar memiliki kekuatan hukum lebih tinggi; Dalam bidang penyelenggaraan ibadah haji, masih ditemui pemalsuan paspor haji sehingga memungkinkan persoalan jemaah haji yang melanggar aturan dan over stay di Arab Saudi; Dalam rangka pemberantasan korupsi dan penegakan good governance dalam pengelolaan keuangan negara di lingkungan Depag, Komisi VIII menekankan pentingnya pembaruan dan perbaikan sistem Pelaporan Keuangan Depag melalui
koordinasi dengan Depkeu agar tidak terjadi penyimpangan laporan keuangan karena kesalahan administratif pelaporan; Terkait penyelenggaraan ibadah haji, pada Tahun Sidang 2005-2006 bersama Menag disepakati untuk mencabut Surat Nomor Dt.I.IV/1/Hj.02/1738/2000 tertanggal 12 Mei 2006 perihal Baju Seragam Jemaah Haji Indonesia, dengan alasan surat tersebut bertentangan dengan Undang-Undang tentang Persaingan Usaha, karena ternyata surat tersebut menyebutkan merek tertentu; Mengenai pengelolaan DAU yang dipandang bermasalah karena tidak transparan dan kurang memenuhi asas akutabilitas publik, dibentuk Panja DAU yang beranggotakan 15 anggota Komisi VIII dan mewakili fraksi-fraksi di DPR. Panja DAU bertugas meneliti dan mengkaji DAU sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji; Atas tragedi kelaparan jemaah haji di Arafah-Mina (Armina) tahun 1427 H/2006 Masehi, pada Tahun Sidang 20062007 Depag didesak merombak sistem penyelenggaraan ibadah haji. Dalam reformasi manajemen penyelenggaraan ibadah haji, khusus katering di Madinah dan Armina tidak boleh dimonopoli pihak tertentu, melainkan harus melalui tender terbuka; Terkait Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 Nomor KEP-033/A/JA/6/2008, dan Nomor 199 Tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah Kepada Penganut, Anggota, dan/ atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia dan Warga Masyarakat, Komisi VIII pada Tahun Sidang 2007-2008 memahami penjelasan Menag, Jaksa Agung, dan Mendagri serta mendorong Pemerintah mengawasi pelaksanaan keputusan bersama tersebut; Pada Tahun Sidang 2008-2009 mendorong agar kehidupan dan kerukunan antarumat
KOMISI-KOMISI
beragama memperoleh perhatian serius dari Pemerintah, sehingga tercipta kehidupan yang kondusif bagi umat beragama dalam rangka mendukung pembangunan nasional; Mengenai penyelenggaraan ibadah haji, Komisi VIII menjadi leading sector dalam pembahasan Hak Angket DPR tentang Kasus Kelaparan Haji di Armina tahun 1427 H/2006 Masehi, dan Pemondokan dan Transportasi bagi Jemaah Haji di Mekkah yang pemondokannya jauh dari Masjidil Haram.
PP yang berasal dari hibah luar negeri, yakni Korea International Cooperation Agency (KOICA) sebesar Rp 37,14 miliar yang belum jelas realisasinya, dapat diganti mata uang rupiah; Pada tahun sidang yang sama, Komisi VIII menerima penjelasan Meneg PP atas hasil perubahan Rencana Kerja dan Anggaran Tahun 2008 yang disesuaikan dengan pemotongan 10 persen atas pagu anggaran Kemeneg PP Tahun 2008, dengan formulasi pemotongan anggaran sebesar Rp 20,48 miliar dari total anggaran Kemeneg PP, tidak termasuk alokasi anggaran sebesar Rp 10,02 miliar untuk KPAI; Pada Tahun Sidang 2008-2009 memahami penjelasan Sekretaris Menteri Negara (Sesmeneg) PP tentang Rincian Pagu Sementara dan RKA-K/L Kemeneg PP Tahun 2009 sebesar Rp 121,74 miliar, sekaligus menyatakan akan mengupayakan penambahan anggaran sesuai usulan Kemeneg PP sebesar Rp 212,2 miliar. Kesejahteraan perempuan dan anak, termasuk permasalahan tenaga kerja wanita (TKW), pekerja seks komersial (PSK), dan anak jalanan merupakan salah satu fokus Komisi VIII dalam melaksanakan tugas pengawasannya yang dilakukan melalui beberapa hal berikut: Pada Tahun Sidang 2004-2005 mendesak Kemeneg PP agar segera merumuskan problem anak Indonesia dengan paradigma baru yang menempatkan anak sebagai subyek. Selain itu juga mengharapkan penanganan masalah PSK dan anak jalanan secara serius; Pada tahun sidang yang sama, KPAI didesak segera menyusun mekanisme kerja penelaahan, pemantauan, pengawasan, evaluasi, mekanisme pengaduan, dan sistem informasi penyelenggaraan perlindungan anak; Pada Tahun Sidang 2005-2006, KPP diminta berkoordinasi dengan Depnakertrans dalam rangka menangani TKW bermasalah di Arab Saudi dan negara-negara lainnya;
77
KOMISI-KOMISI
78
Pada tahun sidang berikutnya, Kemeneg PP diharapkan lebih memprioritaskan implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pindana Perdagangan Orang (PTPPO); Pada Tahun Sidang 2007-2008, Meneg PP diminta meningkatkan pengawasan internal dan melakukan tertib administrasi serta tertib pengelolaan terhadap aset milik negara dan mencegah terjadinya penyimpangan; Dalam rangka meningkatkan kinerja Kemeneg PP, pada tahun sidang yang sama, Kemeneg PP diminta merumuskan kebijakan yang mampu mendorong percepatan pemberdayaan perempuan, kesejahteraan, dan perlindungan anak; Pada Tahun Sidang 2008-2009 Kemeneg PP didorong memprioritaskan anggaran yang ada untuk menangani berbagai persoalan pembangunan pemberdayaan perempuan dan kesejahteraan serta perlindungan anak yang telah teridentifikasi pada tahun 2008, antara lain: (a) masih rendahnya kualitas hidup dan peran perempuan dibandingkan laki-laki; (b) masih tingginya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak; (c) masih rendahnya peran perempuan dalam proses politik dan jabatan politik; (e) masih banyaknya hukum dan peraturan perundang-undangan yang bias gender, diskriminatif terhadap perempuan dan belum peduli anak; dan (f) masih lemahnya kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak, termasuk partisipasi masyarakat; Di bidang perlindungan anak, pada tahun sidang yang sama, Komisi VIII turut merasa prihatin dengan pembentukan KPAI yang tidak sesuai tugas pokok dan fungsi KPAI; oleh karena itu Komisi VIII mendorong terbentuknya perwakilan KPAI di daerahdaerah sesuai Keputusan Presiden (Keppres). Pengawasan terhadap hal ini
Penyerapan Aspirasi
Selain raker dengan mitra kerja, Komisi VIII mengadakan sejumlah RDPU dengan berbagai lembaga swasta maupun perseorangan, menerima pengaduan dari kelompok maupun perseorangan, serta melakukan kunjungan kerja ke berbagai provinsi dan ke luar negeri di sepanjang Periode 2004-2009. RDPU antara lain dilakukan dengan Komnas Perempuan, KPAI, Forum Komunikasi Masyarakat Katholik, dan Konferensi Wali Gereja Indonesia dengan agenda Pembahasan mengenai Relasi dan Intervensi Negara terhadap Agama dan Kebebasan Berkeyakinan serta Hidup Beragama; Yayasan Putri Indonesia dan Miss Club Indonesia untuk membahas kontroversi pengiriman Putri Indonesia ke ajang Miss Universe. Audiensi antara lain dilakukan dengan: Forum Komunikasi Kristiani Indonesia; Masyarakat/ Warga Anti Gusuran Paksa di daerah Tanjung Priok, Jakarta Utara mengenai penggusuran rumah untuk dijadikan lintasan kereta api; Guru Sukarelawan Depag yang mengharapkan guru bantu didanai APBN/ APBD dan tenaga kontrak dapat diangkat sebagai calon PNS; Delegasi PT Rumah Sakit Haji Jakarta tentang manajemen Rumah Sakit Haji yang memiliki dua kepemimpinan, yaitu Depag dan Gubernur DKI. Sedangkan kunjungan kerja teknis luar negeri antara lain dilakukan ke Arab Saudi untuk mengawasi pelaksanaan kesepakatan antara Pemerintah dan DPR menyangkut pengelolaan haji; Selandia Baru dalam rangka mencari model penanganan kesejahteraan sosial, pemberdayaan perempuan, dan perlindungan anak; serta Maroko untuk mencari masukan berkaitan kebijakan kehidupan beragama, mekanisme sertifikasi produk halal dan penanggulangan kemiskinan/sosial.
KOMISI-KOMISI
9. Komisi IX
79
Bidang Kesehatan, Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kependudukan, dan Badan Pengawas Obat dan Makanan
Di bidang legislasi, Komisi IX menuntaskan pembahasan dua RUU yang kemudian disahkan dalam Rapat Paripurna DPR untuk menjadi UU.
RUU
pada tingkat Tim Sinkronisasi (Timsin) dan direncanakan disahkan pada September 2009. Sementara RUU lain yang masih dibahas adalah
Inisiator
Status Undang-Undang Nomor 2 tahun 2005 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2005 tentang Penangguhan Mulai Berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Menjadi UndangUndang Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian
Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2005 tentang Penangguhan Mulai Berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Menjadi UndangUndang
Pemerintah
Pemerintah
Dari sisi anggaran, selain membahas anggaran tahunan untuk para mitra kerja, Komisi IX senantiasa mendorong mitranya untuk mengoptimalkan penggunaan anggaran, sekaligus meminta penundaan efisiensi anggaran. Dalam hal pengawasan, Komisi IX antara lain menaruh perhatian terhadap beredarnya obat kadaluwarsa, dan mendorong adanya jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin. Masalah lain yang mendapat perhatian Komisi IX adalah penanggulangan pengangguran, pengiriman tenaga kerja ke luar negeri, transmigrasi, dan ledakan penduduk.
Rancangan Undang-Undang tentang Rumah Sakit yang merupakan usulan Pemerintah. Di sisi anggaran, optimalisasi anggaran merupakan keprihatinan Komisi IX. Selain itu, keberpihakan kepada kaum ekonomi lemah dalam bentuk penyediaan asuransi merupakan salah satu poin penting yang ditekankan Komisi IX. Berikut adalah sikap Komisi IX: Di bidang kesehatan, meningkatkan anggaran Depkes dari Rp 15 triliun pada Tahun Anggaran 2005 menjadi Rp 21 triliun pada Tahun Anggaran 2009, dengan senantiasa mendorong mitra kerja untuk penggunaan anggaran yang berlandaskan pada keberpihakan terhadap masyarakat miskin/kurang mampu; Pada Tahun Anggaran 2005-2006, mendukung sepenuhnya alokasi anggaran dari hasil optimalisasi APBN Tahun 2006 untuk Depkes sebesar Rp 1,7 triliun untuk mendukung promosi kesehatan, lingkungan
Kesehatan
Komisi IX menyerahkan RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Hingga penulisan buku laporan ini, pembahasan RUU inisiatif DPR tersebut sudah sampai
KOMISI-KOMISI
80
sehat, UKM, Usaha Kesehatan Perorangan (UKP), pencegahan dan bantuan proyek perbaikan gizi dan sumber daya kesehatan; Mulai Tahun Anggaran 2007-2009 berupaya menyediakan anggaran Tugas Pembantuan (TP) bagi rumah sakit umum daerah (RSUD) dalam rangka pelayanan kesehatan bagi pasien rawat inap kelas III dan pengadaan alat kesehatan; Mendesak Depkes untuk meningkatkan anggaran Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (Askeskin) tahun 2008 mengingat kekurangan tahun sebelumnya senilai Rp 1,17 triliun; Di bidang pengawasan obat dan makanan (POM), sikap Pemerintah yang belum memberi perhatian signifikan terhadap anggaran BPOM disesalkan Komisi IX. Hingga tahun 2009, anggaran BPOM baru mencapai Rp 600 miliar. Di sisi pengawasan, beberapa masalah yang mendapat perhatian adalah peredaran obat kadaluwarsa, harga obat yang terjangkau dan jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin. Hal tersebut dapat dilihat dari sikap Komisi IX sebagai berikut: Pada Tahun Sidang 2004-2005 mendukung komitmen Depkes untuk menciptakan clean government dan menghargai upaya Depkes menurunkan harga obat generik serta mendorong rumah sakit Pemerintah untuk menggunakan obat generik minimal 50 persen; Pada tahun sidang yang sama, Depkes diminta melakukan crash program penerimaan calon PNS untuk memenuhi kebutuhan PNS medis dan paramedis di Provinsi NAD dan Sumatera Utara; Pada Tahun Sidang 2005-2006 Depkes didesak menindaklanjuti hasil pertemuan lintas sektoral tentang beredarnya jamu kimia karena membahayakan kesehatan masyarakat; Pada tahun sidang yang sama, BPOM diminta meningkatkan pengawasan terhadap makanan dan minuman kadaluwarsa, baik
dari dalam maupun luar negeri; Pada Tahun Sidang 2007-2008 membentuk Panja Askeskin yang merekomendasikan agar Depkes bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat miskin. Oleh karena itu Depkes harus memperhatikan kesehatan keuangan pemberi pelayanan kesehatan (provider) agar tetap dapat melayani peserta yang membawa kartu kepesertaan dan Surat Keterangan Tanda Miskin (SKTM).
KOMISI-KOMISI
81
Komisi IX mengamati perahu karet untuk menunjang kegiatan petugas kesehatan, April 2007.
- Mengharapkan adanya penundaan efisiensi anggaran BKKBN yang akan memangkas Pagu Anggaran Tahun 2008 senilai Rp 1,6 triliun. Tenaga Kerja dan Transmigrasi: - Pada Tahun Sidang 2004-2005 mendukung usulan Depnakertrans mengenai Anggaran Belanja Tahun 2005 sebesar Rp 387,521 miliar dan Rancangan APBN 2005 senilai Rp 1,882 triliun; - Pada tahun sidang berikutnya, Komisi IX mendukung sepenuhnya alokasi anggaran dari hasil optimalisasi APBN Tahun 2006 untuk Depnakertrans senilai Rp 215,478 miliar; - Mendukung Rancangan Usulan Program dan Anggaran Depnakertrans Tahun 2008 sebesar Rp 8,632 triliun untuk memenuhi sasaran dalam Renstra 2005-2009; - Pada Tahun Sidang 2007-2008 meminta Panggar DPR agar memperhatikan usulan Depnakertrans mengenai pergeseran dana antar program APBN-P 2008 senilai Rp 60 miliar untuk mengembangkan konsep kota terpadu mandiri. Masalah lain yang menjadi menjadi fokus pelaksanaan fungsi pengawasan komisi ini adalah: program pengendalian pertumbuhan penduduk, pemberantasan kemiskinan, dan perlindungan terhadap TKI. Berikut ini adalah
upaya Komisi IX terkait masalah-masalah tersebut selama Periode 2004-2009: Kependudukan - Pada Tahun Sidang 20042005, BKKBN diharap terus mengupayakan efektifitas penggunaan berbagai metode kontrasepsi; - Terkait bencana tsunami, pada tahun sidang yang sama, Kepala BKKBN didesak untuk memberi perhatian khusus terhadap karyawan dan keluarganya yang menjadi korban gempa dan tsunami di NAD dan Nias; - Pada Tahun 2006 mendukung BKKBN memperjuangkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tentang Urusan Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota serta RPP tentang Organisasi Pemerintah Daerah untuk segera disahkan dan menjadi acuan dalam pembentukan kelembagaan Keluarga Berencana (KB) di daerah berupa organisasi yang berbentuk Dinas. Tenaga Kerja dan Transmigrasi - Peningkatan pengawasan TKI di luar negeri dengan melakukan kunjungan kerja teknis luar negeri ke negara- negara tempat TKI bekerja; - Penanganan TKI yang bermasalah di luar negeri; - Penertiban terminal kedatangan dan
KOMISI-KOMISI
82
- -
pemberangkatan TKI di Bandara Soekarno Hatta; Revitalisasi Balai Latihan Kerja di seluruh daerah di Indonesia; Mengupayakan keharmonisan antara Depnakertrans dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI); Penyelesaian masalah pemutusan hubungan kerja (PHK) di BUMN dan swasta, antara lain PT Great River, PT Dirgantara Indonesia, PT Timah, PT Damri, dan PT Texmaco; Mengingat masih banyaknya perusahaan yang tidak mengikutsertakan karyawannya dalam program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), Depnakertrans didesak untuk memberi teguran terhadap perusahaan tersebut.
penyelesaian pesangon karyawan dalam PHK massal; ke Pasar Obat Pramuka dan Unit Cuci Darah Yayasan Ginjal Diatrans di Rumah Sakit Pusat TNI- Angkatan Udara (AU) Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur, untuk melihat secara langsung peredaran obat murah dan apotik rakyat, serta lokasi perebutan unit pencucian darah antara Yayasan Ginjal Diatran dan pihak RSP TNI-AU; ke PT Great River Cibinong, Bogor guna melihat secara langsung dan berdialog dengan para pekerja yang belum mendapatkan hak dan gaji mereka; juga ke Lokasi Gempa di Bengkulu; ke PT Kimia Farma di Pulo Gadung, Jakarta, dan PT Kalbe Farma di Cibitung; Terminal II dan IV Bandara Sukarno-Hatta, Cengkareng, Banten; serta Ruang Tahanan Direktorat Narkotika Polda Metro Jaya. Adapun kunjungan luar negeri antara lain dilakukan ke Hong Kong dan Korea Selatan dalam rangka kunjungan kerja teknis ke negara-negara tempat TKI bekerja; ke Kuba dan Yordania; serta ke Mesir dan Cina dalam rangka pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera.
Penyerapan Aspirasi
Untuk mendapat masukan tentang berbagai permasalahan yang menjadi bidang kerjanya, Komisi IX melakukan sejumlah kunjungan lapangan di sepanjang Periode 2004-2009, antara lain ke PT Wastra Indah, Kota Batu, Malang, Jawa Timur dan ke PT Texmaco Group di Kabupaten Karawang, Jawa Barat untuk menindaklanjuti pengaduan tentang
KOMISI-KOMISI
10. Komisi X
83
Bidang Pendidikan Nasional, Pemuda dan Olah Raga, Pariwisata, dan Perpustakaan Nasional
kegiatan pengawasan oleh Komisi X, baik dalam bidang pendidikan maupun pembangunan kepariwisataan.
Di bidang legislasi, selama Periode 2004-2009, Komisi X menyelesaikan pembahasan tujuh RUU yang kemudian disahkan dalam Rapat Paripurna DPR untuk menjadi UU. Berikut adalah daftar RUU yang ditangani Komisi X dan sudah disahkan.
RUU Sistem Keolahragaan Nasional Guru dan Dosen Perpustakaan Badan Hukum Pendidikan (BHP) Kepariwisataan Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan Perfilman Inisiator Pemerintah DPR DPR Pemerintah DPR DPR DPR
Status Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan Undang-Undang tentang Perfilman
Hingga laporan ini disusun sedang dibahas Rancangan Undang-Undang tentang Kepemudaan dan Rancangan Undang-Undang tentang Perfilman. Sedangkan yang sudah diselesaikan draftnya adalah Rancangan UndangUndang tentang Kebudayaan dan Rancangan Undang-Undang tentang Pendidikan Kedokteran. Rancangan Undang-Undang tentang Gerakan Pramuka, yang merupakan usul DPR, sedang disusun komisi. Dari sisi anggaran, terjadinya bencana alam yang merusak sejumlah gedung sekolah dan pelaksanaan program wajib belajar mendapat perhatian Komisi X di samping penekanan pada transparansi dan efisiensi sistem pembelanjaan anggaran. Dari sisi pengawasan, keberpihakan kepada kalangan yang kurang mampu merupakan benang merah yang mewarnai sebagian besar
KOMISI-KOMISI
84
Kunjungan kerja Komisi X yang membidangi pendidikan mengunjungi sebuah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Polewali Sulawesi Barat, Desember 2007
sudah sampai pada tingkat Timus dan Timsin. Proses pembahasan Rancangan UndangUndang tentang Badan Hukum Pendidikan melibatkan uji publik dan penyerapan aspirasi para pemangku kepentingan di bidang pendidikan. Proses pengesahan RUU ini hampir tertunda setelah Komisi X menolak usulan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) dalam salah satu raker pada bulan Desember 2008. Usulan yang ditolak adalah usulan perubahan pasal mengenai tata kelola BHP. Meski demikian, Sidang Paripurna pada 17 Desember 2008 akhirnya menyetujui disahkannya Rancangan Undang-Undang tentang Badan Hukum Pendidikan menjadi Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan.
Di sisi anggaran, rasionalitas perhitungan besaran anggaran dan mendesaknya rehabilitasi gedung sekolah pascagempa serta pelaksanaan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun tanpa dipungut biaya mendapat perhatian besar Komisi X. Selain itu, masalah kebocoran dan penyalahgunaan anggaran juga mendapat perhatian khusus. Berikut adalah sikap Komisi X: Pada Tahun Sidang 2005-2006 sepakat mengirimkan surat melalui Pimpinan DPR kepada Presiden guna meminta ketegasan sikap dalam merealisasikan alokasi anggaran pendidikan tahun 2006 minimal 12 persen dari Anggaran Belanja Pusat senilai Rp 375 triliun
(Rp 45 triliun), sesuai kesepakatan DPR dan Pemerintah. Dalam kesepakatan tersebut, Pemerintah menyetujui untuk secara bertahap mencapai anggaran pendidikan 20 persen dari APBN; Terkait dengan disepakatinya dana block grant langsung ke Pemerintah Provinsi dan kabupaten/kota, pada tahun sidang yang sama Komisi X mendesak Pemerintah untuk segera menuntaskan rehabilitasi gedung sekolah pascagempa di DI Yogyakarta dan Jawa Tengah; Meminta Inspektur Jenderal (Irjen) Depdiknas untuk menyesuaikan kembali rasionalitas perhitungan anggaran yang mencerminkan prinsip rasional, efisien, dan efektif; Pada Tahun Sidang 2006-2007 mendesak Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Mandikdasmen) untuk memprioritaskan program/kegiatan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun tanpa dipungut biaya; Dalam pembahasan RKA-K/L Tahun Anggaran 2008, meminta Inspektorat Jenderal (Itjen) Depdiknas untuk memperhatikan hal-hal berikut: - Mencegah kebocoran di lingkungan Depdiknas; - Memulai pengawasan pada saat perencanaan; - Mengaudit seluruh Perguruan Tinggi Negeri berstatus Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Terkait penyalahgunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), meminta Pemerintah untuk memberi sanksi bagi
KOMISI-KOMISI
pelaku; pelaku telah dijatuhi sanksi baik pidana maupun administratif di beberapa daerah; Mempertanyakan fokus kegiatan Kemenegpora karena banyak program prioritas tetapi jumlah anggaran kecil; Mengingat alokasi Rancangan APBN 2007 untuk Kemenegpora masih kurang, Komisi X meminta agar program sinergi dengan Depdiknas lebih konkret di bidang pemuda, pelajar, dan pengembangan atlet; Alokasi anggaran untuk BOS di Depdiknas 50 persen dari total anggaran. Dalam melaksanakan pengawasan, keberpihakan kepada pelajar/mahasiswa dari kalangan kurang mampu dan beasiswa untuk atlet berprestasi merupakan hal yang menonjol. Sementara itu, efisiensi dan transparansi penggunaan anggaran tetap menjadi fokus pengawasan. Berikut adalah posisi Komisi X dalam berbagai permasalahan terkait dengan pendidikan, pemuda, dan olahraga: Pada Tahun Sidang 2004-2005 mendesak Pemerintah untuk menetapkan Kurikulum 2004 agar buku teks yang digunakan sebagai acuan tidak berubah-ubah dan memberatkan orang tua murid; Pada tahun sidang berikutnya, Tim Pengawas menemukan adanya program dan kegiatan yang belum mencerminkan prinsip efisiensi dan efektivitas, serta target pencapaian yang tidak realistis; Berpendapat bahwa Program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) belum sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat luas, terutama mereka yang keadaan sosial ekonominya masih kurang; Meminta Pemerintah agar seluruh penerimaan PT BHMN dan non-PT BHMN dikelola menggunakan azas subsidi silang melalui Sumbangan Pelaksanaan Pendidikan (SPP) mahasiswa untuk membantu mahasiswa yang kurang mampu. Oleh karena itu Tim Pengawas Komisi X memandang perlu melakukan investigasi terhadap seluruh penerimaan Perguruan Tinggi Negeri (PTN)
dalam pembiayaan pendidikan; Pada Tahun Sidang 2006-2007 menyetujui inisiatif Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga (Menegpora) untuk membentuk Tim Monitoring guna memantau anggaran yang dialokasikan untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan menjamin akuntabilitasnya; Masih pada tahun sidang yang sama, dalam pembahasan tentang Asian Games di Doha, Qatar, Menegpora diminta lebih aktif melakukan sinergi program dengan Depdiknas, khususnya mengenai pemberian bea siswa bagi atlet berprestasi untuk studi ke luar negeri; Mendukung upaya Menegpora untuk mengimplementasikan fungsi olahraga dari fungsi budaya dan pariwisata menjadi fungsi pendidikan; Mendesak agar Sekretaris Kemenegpora membuat panduan mengenai standarisasi harga satuan dalam pengadaan barang dan jasa; Pada Tahun Sidang 2007-2008 menginventarisasi sejumlah masalah yang perlu disikapi ke depan, antara lain: - Penyelesaian Peraturan Pemerintah tentang Guru dan Dosen, Tenaga Kependidikan, serta pendanaan Guru dan Dosen; - Keputusan MA yang menetapkan bahwa gaji guru masuk dalam anggaran pendidikan; - Guru bantu, honor, dan tenaga kependidikan terkait dengan pengangkatan calon pegawai negeri sipil (CPNS). Pada tahun Sidang 2008-2009 kegiatan pengawasan yang menonjol antara lain tentang sertifikasi guru dan tunjangan profesi, Ujian Nasional /Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UN/UASBN), Teknologi Informasi dan Komunikasi/Jejaring Pendidikan Nasional (TIK/Jardiknas), block grant, pendidikan kedokteran, program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, cetak biru pendidikan non-formal dan informal,
85
KOMISI-KOMISI
86
Sedangkan dari sisi pengawasan, sikap Komisi X dapat dilihat dari beberapa hal berikut: Pada Tahun Sidang 2005-2006 meminta Pemerintah mengaitkan program pengembangan pariwisata dan upaya pemberantasan kemiskinan. Oleh karena itu bidang pariwisata harus menjadi bagian dari pembangunan bidang investasi sosial dan SDM; Pada tahun sidang berikutnya mendesak Pemerintah untuk lebih memperhatikan dunia film yang saat ini sudah mulai berkembang dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan; Menginventarisasi sejumlah masalah di bidang pariwisata yang perlu disikapi ke depan, antara lain: pengembangan destinasi unggulan; target dan realisasi pemasaran pariwisata; program Visit Indonesia Year 2009, dan destinasi unggulan world heritage seperti pengembangan Pulau Komodo.
Anggota Komisi X berdialog dengan murid sekolah dalam sebuah kunjungan kerja terkait pendidikan, Maret 2009
Penyerapan Aspirasi
Komisi X mengadakan sejumlah RDPU dengan berbagai lembaga swasta maupun perseorangan serta menerima pengaduan dari kelompok maupun perseorangan; melakukan kunjungan kerja ke berbagai provinsi, termasuk ke Riau dalam rangka Rancangan UndangUndang tentang Perfilman; Sulawesi Utara, Bangka Belitung, Papua, Sumatera Barat, dan Kepulauan Riau dalam rangka kunjungan kerja dan kunjungan lapangan. Sementara kunjungan teknis ke luar negeri dilakukan ke beberapa negara seperti Cina, Belanda, Korea Selatan, Spanyol, Yunani, dan Italia.
Di bidang anggaran, sistem pembelanjaan anggaran dan transparansi dalam proses penentuan harga menjadi perhatian Komisi X. Hal itu selalu ditekankan dalam rapat dengan mitra kerjanya, misalnya pada Tahun Sidang 2006-2007 mendesak Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar) agar segera menyusun panduan penetapan harga barang dan jasa sebagai standar dalam menentukan harga barang dan jasa masing-masing satuan kerja. Kebijakan anggaran Depbudpar diarahkan pada pos profesionalitas antara kebudayaan dan pariwisata, sehingga anggaran kebudayaan dan pariwisata berimbang.
KOMISI-KOMISI
11. Komisi XI
87
Bidang Perencanaan Pembangunan Nasional dan BPS, Keuangan, Perbankan, dan Lembaga Keuangan Bukan Bank Perencanaan Pembangunan Nasional dan BPS
Komisi XI tidak membahas RUU yang spesifik
Status Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Perpu Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjaminan Simpanan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Perpu Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang
Di bidang legislasi, Komisi XI menyelesaikan pembahasan lima RUU yang kemudian disahkan menjadi UU. Berikut adalah daftar RUU yang sudah disahkan.
RUU Surat Berharga Syariah Negara Perbankan Syariah Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang Penetapan Perpu Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjaminan Simpanan Penetapan Perpu Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi UndangUndang Inisiator Pemerintah DPR
Pemerintah
Pemerintah
Pemerintah
Dari sisi anggaran, Komisi XI tetap memberi perhatian pada transparansi fiskal, penyusunan/ penyerapan anggaran, dan akuntabilitas yang ditekankan pada pembahasan anggaran dengan para mitra kerjanya. Transparansi dan akuntabilitas ini pada akhirnya akan menghasilkan akuntabilitas publik. Dari sisi pengawasan, pengurangan porsi utang, pengelolaan kekayaan negara, proses privatisasi BUMN, pengawasan pelaksanaan program dan sasaran KUR, pengawasan perbankan yang merugikan nasabah, dan kepemilikan tunggal bank menjadi sorotan Komisi XI dalam sejumlah raker dengan para mitra kerjanya.
terkait bidang perencanaan pembangunan dan BPS dalam Periode 2004-2009. Dari sisi anggaran, Komisi XI berpendapat bahwa subsidi harga BBM harus dipersiapkan sungguh-sungguh sehingga bermanfaat bagi masyarakat penerima subsidi. Selain itu, Komisi XI juga menyoroti masalah kemiskinan dan pengangguran dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP), kesejahteraan pegawai, pembangunan sistem manajemen kinerja yang menjamin transparansi dan akuntabilitias. Berikut ini adalah posisi Komisi XI dalam sejumlah rapat dengan mitra kerjanya.
KOMISI-KOMISI
88
Anggota Komisi XI ketika mengadakan pertemuan dengan pejabat perbankan Indonesia, April 2008
Dalam RDP dengan BPS pada Tahun Sidang 2005-2006, BPS diminta mendata seakurat mungkin seluruh rumah tangga miskin yang berhak menerima kompensasi subsidi harga BBM; Pada Tahun Sidang 2006-2007 menyetujui usulan Kemeneg PPN/Bappenas untuk penambahan anggaran RKA-K/L dalam penetapan pagu anggaran definitif tahun anggaran 2007 sebesar Rp 61,619 miliar dengan catatan kesejahteraan pegawai harus ditingkatkan; Dalam rapat dengan Kemeneg PPN/ Bappenas yang membahas Pagu Indikatif Tahun Anggaran 2009, dinyatakan akan mendalami lebih lanjut usulan penerapan tunjangan kerja pegawai Bappenas Tahun 2009 dalam upaya penerapan sistem manajemen kinerja yang menjamin keadilan, transparansi dan akuntabilitas serta membangun budaya organisasi yang berorientasi pada peningkatan kinerja. Dalam melakukan pengawasan, Komisi XI memberi perhatian besar pada bencana tsunami di Propinsi NAD dan Nias, serta menekankan perlunya penanganan bencana tersebut oleh suatu badan pelaksana guna menjamin keberhasilannya. Sementara di bidang perencanaan pembangunan, diperlukan strategi utang luar negeri yang bermuara pada pengurangan jumlah keseluruhan utang tersebut dengan tetap mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, proses privatisasi
sejumlah BUMN yang diusulkan dirasa perlu dilanjutkan. Beberapa sikap Komisi XI dalam rapat-rapat dengan mitra kerjanya adalah sebagai berikut: Dalam rapat mengenai rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah NAD dan Nias dengan Meneg PPN/Kepala Bappenas pada Tahun Sidang 2004-2005, Pemerintah diminta membentuk Badan Pelaksana yang bertanggung jawab secara keseluruhan atas keberhasilan pelaksanaan rencana rehabilitasi dan rekonstruksi kedua wilayah tersebut. Badan Pelaksana tersebut adalah Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh dan Nias; Mengenai strategi utang luar negeri, pada Tahun Sidang 2005-2006 disepakati dengan Meneg PPN/Kepala Bappenas bahwa adanya perubahan kebijakan fiskal antara sebelum krisis moneter dan pascakrisis, Pemerintah tetap harus berupaya menurunkan jumlah keseluruhan utang luar negeri dan memperbaiki struktur APBN dalam rangka menjaga kebijakan fiskal yang prudent dan sustainable; Dalam raker dengan Meneg PPN/Kepala Bappenas pada Tahun Sidang 20062007, Pemerintah diminta agar kebijakan ekonomi makro pada tahun 2007 diarahkan untuk tetap mendorong pertumbuhan ekonomi agar dapat memecahkan masalah sosial mendasar terutama pengangguran; Dalam raker dengan Menkeu dan Meneg BUMN pada Tahun Sidang 2007-2008,
KOMISI-KOMISI
Komisi XI dan Pemerintah sepakat pada akhir tahun 2007 akan melanjutkan proses privatisasi terhadap perusahaan BUMN yang pernah diusulkan, antara lain PT Krakatau Steel dan PT Garuda Indonesia. Hal ini masih dibahas dalam Tim Privatisasi DPR yang dipimpin Ketua DPR.
Negara meskipun terjadi penolakan oleh Fraksi PDS yang tidak menginginkan adanya UU yang didasarkan pada agama tertentu.
89
KOMISI-KOMISI
90
Juni 2008, Rapat Paripurna DPR akhirnya mengesahkan RUU Inisiatif DPR tentang Perbankan Syariah menjadi UndangUndang No. 21 Tahun 2008 meskipun Fraksi PDS tetap menolaknya. Hingga buku laporan ini disusun, Komisi XI masih menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK) dan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Perpu Nomor 49 Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara. Dari sisi anggaran, hal-hal yang memperoleh perhatian besar dari Komisi XI dalam rapatrapat dengan mitra kerjanya adalah good governance, transparansi fiskal, penyerapan anggaran, audit kinerja, dan audit investigasi. Berikut adalah posisi Komisi XI dalam rapatrapat tersebut: Dalam RDP dengan Sekjen BPK pada Tahun Sidang 2005-2006, BPK diminta meningkatkan audit pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara guna meningkatkan transparansi fiskal pada departemen/lembaga baik di tingkat pusat maupun daerah yang strategis bagi perekonomian; Pada Tahun Sidang 2006-2007, Depkeu diminta menyusun Laporan Realisasi Pelaksanaan APBN 2006 dan Realisasi Pelaksanaan APBN 2007 (sampai bulan Mei 2007) menurut rincian program dan kegiatan; Dalam membahas anggaran operasional BI dengan Gubernur BI pada tahun sidang yang sama, disetujui arah dan strategi Manajemen SDM BI untuk 2007 yang terfokus pada strategi organisasi berdasarkan prinsip good governance didukung oleh knowledge management (organisasi berbasis pengetahuan); Dalam RDP dengan Sekjen BPK pada Tahun Sidang 2006-2007, dipandang perlu mengajukan anggaran untuk Audit Kinerja, di samping Audit Keuangan, dalam rangka
meningkatkan kinerja keuangan negara di seluruh kementerian/lembaga negara maupun Pemda dan BUMN serta Anggaran Audit Investigasi dalam rangka investigasi lebih lanjut tentang pengelolaan keuangan negara dengan memperhatikan skala prioritas; Dalam rapat dengan BPKP pada Tahun Sidang 2006-2007, dipahami usulan BPKP untuk penambahan anggaran Satuan Tiga dalam penetapan pagu anggaran definitif Tahun Anggaran 2007, yang akan dipergunakan untuk memfasilitasi percepatan terselenggaranya good governance, pelayanan publik dan pemberantasan KKN di sektor Pemerintah maupun BUMN. Komisi XI menganggap perlu pengawasan yang baik pada kementerian dan lembaga negara, terutama melalui audit, untuk menekan tingkat kebocoran dan kerugian negara. Dalam kebijakan perbankan, perlu adanya kebijakan yang berpihak kepada UKM. Berikut ini pendapat Komisi XI dalam rapat-rapat dengan mitra kerjanya: Dalam RDP dengan Sekjen BPK pada Tahun Sidang 2004-2005, Sekjen BPK diminta menyusun konsep dan strategi yang komprehensif dan sistematis dalam mengungkapkan permasalahan yang berindikasi tindak pidana korupsi melalui Audit Investigatif dan Fraud Audit; Dalam RDP dengan BPKP pada Tahun Sidang 2004-2005, terkait masih tingginya angka kebocoran dan kerugian negara, BPKP diharapkan lebih meningkatkan kinerja dan kualitas pengawasan internal Pemerintah; Dalam Raker dengan Menkeu pada Tahun Sidang 2005-2006, dalam rangka percepatan pengembalian uang negara melalui penjualan aset-aset dalam pengelolaan PT Perusahan Pengelola Aset (PPA), Menkeu diminta membuat strategi penjualan yang optimal dalam kurun waktu yang tepat dan cepat sehingga dapat
KOMISI-KOMISI
Penyerapan Aspirasi
Komisi XI melakukan beberapa audiensi di sepanjang Periode 2004-2009, antara lain: Audiensi dengan 10 anggota dan perwakilan forum nasabah Bank Negara Indonesia (BNI) Securitas pada Tahun Sidang 20052006 dengan arah pembicaraan mengenai masalah reksadana tanggal 28 Juni 2006; Audiensi dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia pada Tahun Sidang 2005-2006 yang menyampaikan aspirasi mengenai masalah TDL tanggal 17 Februari 2006; Audiensi Pokja Keuangan dengan Koalisi Anti Utang pada Tahun Sidang 2005-2006, terkait wacana untuk mengembalikan pinjaman dari International Monetary Fund (IMF) tanggal 8 Juni 2006; Audiensi dengan Gabungan Pengusaha Penilai Indonesia (GPPI) pada Tahun Sidang 2006-2007 terkait dampak pemberlakuan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No. 406/KMK.06/2006 tentang Usaha Jasa Penilai Berbentuk Perseroan Terbatas; Audiensi dengan Tim Indonesia Bangkit pada Tahun Sidang 2006-2007 dengan agenda penyampaian hasil analisa Tim Indonesia Bangkit tentang menuntut kredibilitas dan independensi BPS tanggal 28 Mei 2007; Audiensi dengan DPRD Payakumbuh tanggal 6 Agustus 2009 mengenai masalah PP Nomor 37 Tahun 2006 yang diubah dengan PP Nomor 21 tahun 2007. Selain itu, Komisi XI juga melakukan kunjungan kerja teknis luar negeri untuk mendapatkan masukan terkait bidang kerjanya antara lain ke Selandia Baru, tanggal 29 April-5 Mei 2007 pada Tahun Sidang 2006-2007; Australia, tanggal 5-11 Agustus 2007 pada Tahun Sidang 2006-2007; Qatar, Jerman, Spanyol, dan Amerika Serikat, tanggal 28 April 4 Mei 2008 pada Tahun Sidang 2008-2009 terkait antara lain pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Jaring Pengaman Sektor Keuangan.
91
Anggota Komisi XI ketika mengadakan pertemuan dengan Perbanas dan kalangan perbankan, Mei 2006
memberi dampak sosial dan ekonomi bagi bangsa; Dalam raker dengan Gubernur BI pada Tahun Sidang 2005-2006, melalui kebijakan perbankan, BI diminta terus mendorong keberpihakan perbankan pada UMKM melalui program-program yang tercakup dalam Asitektur Perbankan Indonesia (API); Dalam Raker dengan Gubernur BI pada Tahun Sidang 2006-2007, disepakati Kebijakan Kepemilikan Tunggal yang bertujuan mendorong konsolidasi dalam strategi usaha perbankan, sekaligus menata aspek persaingan usaha di sektor perbankan; Dalam RDP dengan BPKP pada Tahun Sidang 2006-2007, BPKP diminta menyusun draft payung hukum yang dapat mengoptimalkan fungsi BPKP dalam rangka melakukan Audit Internal terhadap instansi-instansi pusat dan daerah serta BUMN/BUMN Daerah; Dalam RDP bersama Menkeu, Meneg PPN/Kepala Bappenas, Gubernur BI, dan Kepala BPS pada Tahun Sidang 2007-2008, Pemerintah dan BI diminta mengambil langkah-langkah strategis dalam kebijakan fiskal dan moneter untuk mengurangi dampak negatif kenaikan harga minyak dunia terhadap APBN-P Tahun 2007.
F. PANITIA-PANITIA
92
1. Panitia Anggaran
Panggar DPR bertugas untuk melaksanakan hak anggaran, yaitu menyusun dan menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD. Susunan keanggotaan Panggar ditetapkan berdasarkan perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan Tahun Sidang. Pimpinan Panggar terdiri dari Ketua dan empat Wakil Ketua yang masingmasing bisa berganti setiap tahun sesuai kebutuhan dan ditetapkan oleh Rapat Panitia. Adapun tugas utama Panggar adalah membahas APBN. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Panggar dapat mengadakan kegiatan sebagai berikut: Pembicaraan pendahuluan dengan Pemerintah dan BI dalam rangka penyusunan RAPBN; Pembahasan realisasi Semester I dan Prognosis Semester II; Pembahasan penyesuaian APBN dengan perkembangan dan/atau perubahan dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan APBN Tahun Anggaran yang bersangkutan; Pembicaraan Tingkat I/Pembahasan RUU tentang APBN-P; Pembicaraan Tingkat I/Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara. Untuk melaksanakan tugas tersebut, Panggar melakukan sejumlah kegiatan, antara lain raker dengan Presiden yang dapat diwakili Menteri; RDP dan RDPU, baik atas permintaan Panggar maupun pihak lain; konsultasi dengan DPD; kunjungan teknis luar negeri; membentuk Panja atau Tim; melakukan tugas atas keputusan Rapat Paripurna DPR dan/atau Bamus; mengusulkan pada Bamus tentang hal yang dipandang perlu dimasukkan dalam acara DPR; menginventarisasi masalah pada akhir masa keanggotaan DPR, baik yang sudah maupun yang belum terselesaikan untuk dapat dipergunakan sebagai bahan oleh Panggar pada masa keanggotaan berikutnya; menyusun rancangan anggaran sesuai kebutuhan dalam rangka melaksanakan tugasnya, yang selanjutnya disampaikan kepada BURT; serta membahas hasil pembicaraan pendahuluan RAPBN yang dibahas oleh komisi-komisi.
Pelaksanaan Tugas
Kegiatan-kegiatan Panggar pada tahun sidang 2004-2005 antara lain: Pelaksanaan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perhitungan Anggaran Negara (PAN) Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggaran 2003, yang melibatkan raker dengan Menkeu tanggal 18 Januari 2005, dan Rapat Konsultasi dengan BPK pada 20 Januari 2005 untuk mengetahui hasil pemeriksaan BPK atas PAN Tahun Anggaran 2003. Pada saat itu, BPK menemukan perbedaan antara PAN yang disampaikan Presiden tanggal 9 Juli 2004 dengan PAN yang disampaikan Dirjen Perbendaharaan Depkeu, sehingga Panggar menunda pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perhitungan Anggaran Negara Anggaran Pendapaan Belanja Negara Tahun Anggaran 2003. Namun, karena BPK tetap tidak dapat menyatakan pendapat atas PAN Tahun Anggaran 2003 dan tidak melakukan koreksi terhadap angka PAN Tahun Anggaran 2003 tersebut, maka Pemerintah meminta DPR untuk melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perhitungan Anggaran Negara Anggaran Pendapaan Belanja Negara Tahun Anggaran 2003. Dalam raker dengan Menkeu pada 11 Mei 2005, Panggar dan Menkeu akhirnya sepakat untuk menunda pembahasan PAN Tahun Anggaran 2003 sampai BPK menyelesaikan pemeriksaan dengan tujuan tertentu;
PANITIA-PANITIA
Pembicaraan Tingkat I/Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2004 tentang Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggaran 2005 untuk menanggapi permintaan Pemerintah kepada Panggar. Pengajuan Rancangan UndangUndang tentang Anggaran Pendapatan Belanja Negara-Perubahan 2005 ini lebih cepat dari siklus APBN karena terjadinya perubahan yang mendasar yang diakibatkan, antara lain oleh bencana tsunami di Provinsi NAD dan Pulau Nias, dan perubahan harga minyak mentah di pasar dunia. Karena permintaan ini diajukan sebelum Laporan Semester I dan Prognosa Semester II APBN 2005, maka Panggar dan Pemerintah sepakat untuk membahas hanya mengenai penyebab pengajuan RUU tersebut, sedangkan pembahasan Rancangan Undang-undang tentang Perubahan Anggaran Pendapatan Belanja Negara 2005 secara menyeluruh akan dilakukan setelah penyampaian Laporan Semester I APBN 2005. Panggar berhasil menyelesaikan Pembicaraan Tingkat I dan meneruskannya ke Rapat Paripurna yang menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Anggaran Pendapatan Belanja Negara 2005 untuk disahkan menjadi UU; Pembahasan Pembicaraan Pendahuluan Penyusunan RAPBN 2006 dengan kesepakatan, antara lain kebijakan perbaikan pendapatan aparatur negara dalam tahun 2006 melalui kenaikan gaji pokok, dan mempertahankan pemberian gaji ke-13. Menyangkut kebijakan subsidi dalam RAPBN 2006 tersebut, Panggar akan membahas lebih lanjut setelah Pemerintah menyampaikan Nota Keuangan dan Rancangan APBN 2006 kepada DPR; Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2004 tentang Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggaran 2005, yaitu Perubahan yang cukup signifikan pada berbagai indikator ekonomi makro yang
berpengaruh pada pokok kebijakan fiskal dan pelaksanaan APBN 2005. Panggar telah menyelesaikan Pembicaraan Tingkat I, dan kemudian RUU ini disahkan Rapat Paripurna menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2005 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 36 Tahun 2004 tentang Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggaran 2005. Kemudian, pada Tahun Sidang 2005-2006, kegiatan yang menonjol dari Panggar antara lain: Lanjutan Pembahasan Rancangan UndangUndang tentang Perhitungan Anggaran Negara Tahun 2003 yang kemudian diteruskan dalam Rapat Paripurna 21 Februari 2006, yang akhirnya menyetujui Rancangan UndangUndang tentang Perhitungan Anggaran Negara Tahun Anggaran 2003 untuk disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2006 tentang Perhitungan Anggaran Negara Tahun Anggaran 2003; Pembahasan pembicaraan pendahuluan penyusunan RAPBN 2007, yang intinya kebijakan penerimaan dan pengeluaran yang akan digunakan dalam Rancangan APBN 2007 adalah sama, dan melanjutkan kebijakan tahun sebelumnya. Beberapa hal yang cukup menonjol antara lain: - Arah kebijakan fiskal yang akan diambil oleh Pemerintah adalah mensinergikan langkah-langkah konsolidasi fiskal untuk mewujudkan kesinambungan fiskal dengan menstimulasi perekonomian dan kualitas pertumbuhan ekonomi; dan penciptaan lapangan pekerjaan serta penanggulangan kemiskinan. Dalam hal pengelolaan utang, diupayakan penurunan beban utang, pembiayaan yang efisien dan menjaga kredibilitas pasar modal; - Kebijakan Belanja Pemerintah Pusat diarahkan pada: (i) perbaikan pendapatan dan kesejahteraan aparatur negara dan pensiunan; (ii) pemenuhan kewajiban pembayaran bunga utang; (iii) peningkatan
93
PANITIA-PANITIA
94
- -
kualitas pelayanan dan operasional pemerintahan, serta pemeliharaan aset negara; (iv) investasi Pemerintah di bidang infrastruktur untuk mendukung kegiatan ekonomi nasional; (v) pemberian subsidi untuk membantu menstabilkan harga barang dan jasa yang berdampak luas ke masyarakat; (vi) peningkatan anggaran pendidikan sejalan dengan amanat UUD 1945 dan Keputusan MK; (vii) kesinambungan bantuan langsung ke masyarakat di bidang pendidikan dan kesehatan; Menyepakati kebijakan perbaikan pendapatan aparatur negara dan pensiunan dalam tahun 2006 melalui tambahan anggaran untuk gaji PNS baru yang menjadi beban APBN, serta peningkatan sharing pensiun dari 82,5 persen:17,5 persen menjadi 85,5 persen:14,5 persen; Kebijakan belanja barang ditekankan pada tahun 2007 diarahkan untuk: (i) mempertahankan fungsi pelayanan publik setiap instansi Pemerintah; (ii) meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengadaan barang dan jasa, perjalanan dinas, dan perbaikan pemeliharaan aset negara; (iii) mendukung kegiatan pemerintahan, baik operasional maupun non-operasional; Kebijakan subsidi dalam Rancangan APBN 2007 menggunakan pola PSO sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara; Mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN; Rasio defisit dalam Rancangan APBN 2007 adalah 0,7 persen - 0,9 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Untuk menutup defisit tersebut, Pemerintah akan meningkatkan sumber pembiayaan yang berasal dari sumber pembiayaan dalam dan luar negeri.
Pembahasan Laporan Semester I Pelaksanaan APBN Tahun 2006 dan Prognosis Semester II APBN Tahun 2006. Pelaksanaan APBN Semester I Tahun 2006 sangat dipengaruhi oleh: (i) perkembangan kondisi ekonomi makro yang masih menghadapi tantangan cukup berat, faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja ekonomi Indonesia dalam Semester I tahun 2006; (ii) berbagai langkah kebijakan di bidang perpajakan dan PNBP, Belanja Negara, maupun pembiayaan anggaran, yang telah ditempuh dalam tahun 2005 dan selama periode Januari-Juni 2006; Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2005 tentang Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006 telah diteruskan dalam Rapat Paripurna tanggal 12 September 2006 untuk dilanjutkan dalam Pengambilan Keputusan dalam Rapat Paripurna dan menyetujui RUU untuk disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2006 tentang Perubahan UndangUndang Nomor 13 Tahun 2005 tentang Anggaran Pendapatan Belanja Negara 2006; Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007 yang diteruskan dan disetujui dalam Rapat Paripurna untuk disahkan menjadi UndangUndang Nomor 18 Tahun 2006 tentang Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun 2007 pada tanggal 15 November 2006. Adapun kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan pada Tahun Sidang 2006-2007 antara lain: Pembahasan permohonan persetujuan penggunaan anggaran yang disampaikan Menkeu kepada DPR, yaitu pengunaan dana pascabencana yang bersumber dari Bagian Anggaran 69 yang antara lain untuk dana pascabencana, serta penggunaan dana cadangan umum sosial keamanan yang bersumber dari Bagian Anggaran 62; Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang
PANITIA-PANITIA
Nomor 13 Tahun 2005 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2006, yang kemudian disetujui menjadi Undang-Undang dalam Rapat Paripurna dan diundangkan menjadi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2005 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2006; Pembahasan dan pengesahan dalam Rapat Paripurna atas Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan Belanja Negara 2007 menjadi Undang-undang Nomor 18 Tahun 2006 tentang Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun 2007 tanggal 15 November 2006; Pembahasan dan pengesahan dalam Rapat Paripurna atas Rancangan UndangUndang tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggaran 2004 menjadi Undang-Undang No. 14 Tahun 2006 tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggaran 2004. Hal yang perlu dicatat di sini adalah bahwa RUU ini merupakan RUU pertama yang menyajikan laporan keuangan yang komprehensif walaupun masih belum sempurna. Laporan ini dinilai sebagai awal babak baru pengelolaan keuangan negara, sekaligus menandai kesetaraan dengan organisasi pemerintahan modern lainnya di bidang pertanggungjawaban keuangan. Pihak BPK menghargai keberhasilan Pemerintah Pusat dalam menyajikan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2004 ini, namun mengingat masih terdapat berbagai hal yang masih perlu disempurnakan, BPK menyatakan tidak menyatakan pendapat atas LKPP Tahun 2004; Pembicaraan Tingkat I/Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2006 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007. Hasil raker Panggar dengan Pemerintah yang diwakili Menkeu dan Gubernur BI pada tanggal 12 Juli 2007 menyetujui RUU menjadi
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2007; Pembentukan empat Panja terkait RKP Tahun 2008 dan Pembicaraan Pendahuluan Penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008, yaitu Panja Asumsi Dasar, Pendapatan, Defisit dan Pembiayaan; Panja RKP 2008 dan Skala Prioritas 2008; Panja Kebijakan Belanja Pemerintah Pusat; dan Panja Kebijakan Belanja Daerah. Hasil pembahasan tersebut dirumuskan dalam kesimpulan yang diputuskan dalam raker Panggar DPR dengan Pemerintah yang diwakili Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas, Menkeu, serta Gubernur BI. Pada Tahun Sidang 2007-2008, kegiatankegiatan Panggar antara lain: Pengajuan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Rancangan UndangUndang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang rutin diajukan setelah disampaikan Laporan Semester I dan Prognosa Semester II pelaksanaan APBN berjalan, pada 2008 ini diajukan lebih awal oleh Pemerintah. Hal ini dilakukan karena beberapa faktor, antara lain perkiraan perlambatan kondisi perekonomian global, kecenderungan naiknya harga minyak mentah di pasar dunia, kecenderungan meningkatnya harga komoditas pangan dunia, kecenderungan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, perkiraan penurunan lifting minyak tanah dari APBN, serta peluncuran Paket Kebijakan Stabilitas Harga Pangan (PKSH); Persetujuan terhadap masalah penggunaan anggaran yang diajukan Menkeu terkait penggunaan dana pascabencana, bantuan operasional Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) yang bersumber dari Bagian Anggaran 69, dan penggunaan Dana Tanggap Darurat Sosial Keamanan yang bersumber dari Bagian Anggaran 62. Kegiatan yang dilaksanakan Panggar pada Tahun Sidang 2008-2009 adalah rapat pembahasan
95
PANITIA-PANITIA
96
tahunan tentang APBN, termasuk antara lain: Pembicaraan Tingkat I/Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2009 dengan Menkeu dan Gubernur BI serta persetujuan dalam Rapat Paripurna untuk pengesahan menjadi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2008 tentang Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun 2009 tanggal 19 November 2008; Pembicaraan Tingkat I/Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun 2006 dengan Menkeu, persetujuan Rapat Paripurna atas Rancangan UndangUndang tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun 2006 untuk diundangkan menjadi Undang-Undang No 8 Tahun 2009 tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belaja Negara Tahun 2006 tanggal 13 Januari 2009; Persetujuan terhadap masalah penggunaan anggaran yang diajukan Menkeu, yaitu permohonan usulan penanganan pascabencana tahun 2008 yang dibebankan pada Bagian Anggaran 69 Pos Penanggulangan Bencana; Persetujuan usulan rencana penerusan hibah dari Jepang kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta; Pembahasan usulan Pemerintah yang diwakili Menkeu, Meneg PPN/Kepala Bappenas, dan Gubernur BI mengenai upaya mengatasi dampak krisis global pada perekonomian nasional melalui Program Stimulus Fiskal APBN Tahun 2009, melakukan perubahan terhadap beberapa asumsi makro yang sudah tidak realistis, dan penyesuaian besaran belanja negara, belanja, defisit dan pembiayaan dengan tujuan mempertahankan dan/ atau meningkatkan daya beli masyarakat; mencegah PHK dan meningkatkan daya tahan dan daya saing usaha, serta menangani dampak PHK dan mengurangi
tingkat pengangguran; Besaran stimulus fiskal APBN 2009 adalah Rp 73,3 triliun, yang terdiri dari Stimulus Perpajakan dan Kepabeanan sebesar Rp 56,3 triliun yang berasal dari penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh), kenaikan Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP), PPN Ditanggung Pemerintah, Bea Masuk Ditanggung Pemerintah, Fasilitas PPh pasal 21 dan PPh Panas Bumi. Stimulus Belanja Negara sebesar Rp 17,0 triliun. Dari total stimulus belanja negara tersebut, terdapat stimulus belanja infrastruktur sebesar Rp 12,2 triliun.
PANITIA-PANITIA
2. Panitia Khusus
Dalam situasi tertentu ketika satu masalah memerlukan pembahasan secara khusus, Rapat Paripurna DPR bisa membentuk Pansus yang memiliki tugas khusus dan dalam jangka waktu tertentu pula. Dengan kata lain, keberadaan Pansus bersifat sementara dan akan berakhir setelah menyelesaikan tugasnya. Keanggotaan Pansus berasal dari fraksifraksi yang ditetapkan secara proporsional oleh Rapat Paripurna dengan jumlah antara 25-50 anggota. Pansus dipimpin satu ketua dan empat wakil ketua yang dipilih secara musyawarah untuk mufakat dan proporsional. Sepanjang Periode 2004-2009, hingga 23 Juni 2009, Pansus DPR sudah menyelesaikan 40 RUU dan menjalankan tugas pengawasan DPR seperti Angket. Dalam periode tersebut Rapat Paripurna telah membentuk Pansus untuk membahas sejumlah RUU dan Pansus Non RUU untuk pelaksanaan tugas pengawasan DPR termasuk hak penyelidikan.
97
Selama Periode 2004-2009, sejumlah Pansus RUU mendapat perhatian besar dari media dan masyarakat luas. Bahkan ada RUU yang cenderung kontroversial. Berikut ini beberapa di antaranya:
PANITIA-PANITIA
98
2005 terbentuklah Pansus Rancangan Undang-Undang tentang Anti Pornografi dan Pornoaksi. Dalam pembahasan RUU, pihak Pemerintah diwakili Menag, Menkum HAM, Menkominfo, dan Meneg PP. Pembahasan di dalam Pansus berlangsung alot dengan perdebatan antara pihak yang menentang dan mendukung RUU ini. Di luar gedung DPR, berbagai demonstrasi dilakukan kedua pihak. Pihak yang mendukung menganggap RUU tersebut sangat dibutuhkan untuk melindungi bangsa dari dampak pornografi, sedangkan pihak yang menentang menganggap bahwa RUU tidak diperlukan karena masalah pornografi sudah diatur dalam UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Para penentang justru memandang bahwa RUU tersebut akan membahayakan keutuhan dan kemajemukan bangsa. Beberapa anggota melakukan kunjungan dalam negeri untuk bertemu dengan Pemda, tokoh masyarakat, media elektronik, dan surat kabar untuk mendapatkan masukan. Kunjungan dilakukan antara lain ke Provinsi Batam, Bali, dan Papua pada tanggal 3-5 Maret 2007 untuk memberikan informasi mengenai RUU tersebut atau sosialisasi pertama, serta Provinsi Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, dan DI Yogyakarta untuk sosialisasi kedua. Kunjungan Teknis Luar Negeri dilakukan ke Turki yang dilaksanakan pada tanggal 1218 Maret 2007 untuk bertemu Duta Besar RI di Istanbul, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Pariwisata, Majelis Ulama dan media elektronik. Kunjungan juga dilakukan ke Amerika Serikat pada 2329 Maret 2007 untuk bertemu Kongres AS, kejaksaan dan pengadilan AS, serta LSM tentang anak.
Setelah melalui proses pembahasan di DPR, definisi pornografi pun mengalami perumusan ulang begitu juga dengan sejumlah substansi RUU tersebut, bahkan nama Rancangan Undang-Undang tentang Anti Pornografi dan Pornoaksi pun berubah menjadi Rancangan Undang-Undang tentang Pornografi sesuai keputusan Rapat Pansus tanggal 24 Januari 2007. Pansus Rancangan Undang-Undang tentang Pornografi akhirnya menyetujui draft RUU pada 28 Oktober 2008 untuk diteruskan ke Bamus, yang akan mengagendakan pengesahannya dalam Rapat Paripurna DPR. Hanya FPDIP yang mengambil keputusan keluar ruang sidang (walkout) dalam pengambilan keputusan di tingkat Pansus tersebut. Pada 30 Oktober 2008, Rancangan Undang-Undang tentang Pornografi ini disahkan menjadi UU, yakni UndangUndang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Namun, pengesahan ini masih diwarnai tindakan walkout oleh dua fraksi, yakni FPDIP dan FPDS. Bahkan proses uji materi ke MK telah diajukan oleh sebagian kelompok masyarakat dan proses uji materi tersebut masih terus berlangsung.
PANITIA-PANITIA
negara Indonesia yang menikah dengan pria warga negara asing masih dimungkinkan untuk kehilangan kewarganegaraannya. Walaupun masih ada pihak-pihak yang menginginkan penundaan pengesahan RUU, pada 11 Juli 2006 Rapat Paripurna DPR akhirnya menyetujui RUU ini menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.
99
dengan warga negara asing untuk mempertahankan kewarganegaraannya. Bila dalam Undang-Undang Kewarganegaraan yang lama, wanita Indonesia yang menikah dengan warga negara asing akan otomatis mengikuti kewarganegaraan suaminya, maka dalam Pasal 26 Rancangan UndangUndang tentang Kewarganegaraan yang baru, perempuan Indonesia dapat mempertahankan kewarganegaraannya dengan membuat pernyataan; - Kewarganegaraan ganda terbatas. Bila sebelumnya anak hasil perkawinan antara perempuan Indonesia dengan pria asing akan mengikuti kewarganegaraan ayahnya, maka dalam Rancangan Undang-Undang tentang Kewarganegaraan yang baru, anak tersebut akan memiliki kewarganegaraan ganda sampai berusia 18 tahun. Setelah itu sang anak harus menentukan pilihan mengenai kewarganegaraannya. Pihak pendukung RUU ini berpendapat bahwa RUU tersebut merupakan ikhtiar DPR untuk menghapus praktik-praktik diskriminasi berdasarkan ras dan gender dalam masalah kewarganegaraan. Namun ada sejumlah pihak yang beranggapan bahwa RUU tersebut seharusnya ditunda karena masih diskriminatif terhadap perempuan karena perempuan warga
Rancangan Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik merupakan RUU peninggalan DPR periode sebelumnya. Setelah menerima surat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tanggal 5 September 2005 yang disertai naskah Rancangan Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, maka DPR membentuk Pansus Rancangan Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Draft RUU tersebut berasal dari Depkominfo. Dalam proses pembahasan, Pansus juga menampung banyak pendapat dan aspirasi masyarakat. Pihak pendukung mengatakan, Rancangan Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik memberikan manfaat, menjamin kepastian hukum bagi masyarakat yang melakukan transaksi elektronik dan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Selain itu, jika diundangkan RUU ini bisa mencegah terjadinya kejahatan berbasis teknologi informasi, dan melindungi masyarakat dan pengguna jasa yang memanfaatkan teknologi informasi. Namun, pihak penentang berpendapat bahwa RUU ini dapat membahayakan kebebasan berekspresi, berpendapat serta kebebasan pers. Mereka berpandangan bahwa ada pasal yang berbahaya bagi kebebasan pers, yakni Pasal 27 ayat 3 yang berbunyi Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
PANITIA-PANITIA
100
dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi dan/atau dokumen yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik... Pasal ini memuat sanksi yang cukup berat, yakni maksimal hukuman penjara selama-lamanya enam tahun atau denda sebesar-besarnya Rp 1 miliar. Sejumlah materi yang tercakup dalam Rancangan Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik termasuk relatif baru bagi masyarakat Indonesia. Materi tersebut mencakup, antara lain, pornografi, judi online, kejahatan antarnegara yang memanfaatkan teknologi informasi sebagai alat, hacking, dan cyber squating. Selain itu, RUU tersebut memberikan terobosan penting, yakni tanda tangan elektronik diakui memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional, alat bukti elektronik diakui sebagai alat bukti lainnya sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pada 19 Maret 2008, Pansus dalam raker dengan Menkominfo membawa RUU ini ke Rapat Paripurna DPR untuk disahkan menjadi UU. Kemudian, pada Rapat Paripurna, 25 Maret 2008, DPR secara aklamasi menyetujui Rancangan UndangUndang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik untuk disahkan menjadi UU, yakni Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
adalah bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas sudah tidak mampu lagi mengakomodasi perkembangan bisnis yang kian pesat. Rapat Paripurna membentuk Pansus Rancangan Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas pada tanggal 22 November 2005 setelah menerima surat dan draft RUU tersebut. Sejumlah materi yang dibahas oleh Pansus antara lain tata cara pendirian, pendaftaran, perubahan anggaran dasar, mekanisme pengumuman PT dan modal minimal pendirian PT. Namun, dalam perkembangannya ada satu pasal, yakni Pasal 74, yang menciptakan pro dan kontra di masyarakat yaitu bahwa perseroan yang menjalankan usahanya di bidang dan/ atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Pelanggarnya akan mendapatkan sanksi. Pansus berpendapat masuknya pasal mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan ini diperlukan karena terjadinya kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh industri pertambangan di berbagai daerah di Indonesia. Ternyata dalam proses pembahasan, pasal tersebut disetujui oleh Pemerintah. Namun, pihak yang menentang masuknya Pasal 74 tersebut berpendapat bahwa isi pasal tersebut bertentangan dengan konsep tentang tanggung jawab sosial perusahaan yang sebenarnya. Pansus juga melakukan kunjungan kerja teknis luar negeri ke dua negara yaitu Republik Rakyat Cina (13-18 Mei 2007) dan Thailand (8-13 Mei 2007) untuk mengetahui, mempelajari, mendapatkan data dan informasi, serta memperoleh penjelasan secara langsung mengenai pengaturan PT dan penegakan aturan serta mencari masukan-masukan yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan.
PANITIA-PANITIA
Setelah melalui sejumlah raker dan RDP dengan berbagai pihak, Pansus PT berhasil menghantar Rancangan UndangUndang tentang Perseroan Terbatas ke dalam Rapat Paripurna DPR pada 20 Juli 2007. Dalam Rapat Paripurna tersebut, 10 fraksi sepakat bulat menyetujui RUU untuk disahkan menjadi UU, yakni UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
101 Perubahan Ketiga atas UndangUndang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta Sebagai Ibukota Negara Kesatuan RI (Usul DPR); Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai; Perseroan Terbatas; Pengesahan Perjanjian Ekstradisi antara Republik Indonesia dan Republik Korea (Treaty on Extradition between The Republic of Indonesia and The Republic of Korea); Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2007 tentang Penanganan Permasalahan Hukum Dalam Rangka Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias, Provinsi Sumatera Utara menjadi Undang-Undang; Partai Politik; Pengesahan Konvensi ILO no 158 mengenai Konvensi Perubahan Dokumen Identitas Pelaut, 1958; Penggunaan Bahan Kimia dan Larangan Penggunaan Bahan Kimia Sebagai Senjata Kimia; Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD; Informasi dan Transaksi Elektronik; Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaran Ibadah Haji Judul menjadi Penyelenggaraan Ibadah Haji; Pengesahan Perjanjian tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana (Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters); Pengelolaan Sampah; Perubahan Keempat atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;
PANITIA-PANITIA
102 Kementerian Negara (Usul DPR); Pengesahan Piagam Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN); Wilayah Negara (Usul DPR); Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis (Usul DPR); Pemilu Presiden dan Wakil Presiden; Pornografi (Usul DPR); Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia; Pertambangan Mineral dan Batubara; Pengesahan Protokol Mencegah, Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak-anak Melengkapi Konvensi PBB Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi; Pengesahan Protokol Menentang Penyelundupan Migran Melalui Darat, Laut, dan Udara Melengkapi Konvensi PBB Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi; Persetujuan untuk Melaksanakan Ketentuan-ketentuan dari Konvensi PBB tentang Hukum Laut Tanggal 10 Desember 1982 yang Berkaitan dengan Konservasi dan Pengelolaan Sediaan Ikan yang Beruaya Terbatas dan Sediaan Ikan yang Beruaya Jauh; Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Rancangan UndangUndang tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan; MPR, DPR, DPD, DPRD Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Penandatanganan RUU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang merupakan usul DPR, 2007
PANITIA-PANITIA
mengawasi dan memastikan bahwa Pertamina benar-benar melaksanakan keputusan KPPU yang telah dikuatkan oleh keputusan MA; - KPK atau Kejakgung agar segera mengusut tuntas pihak-pihak yang diduga terkait kasus penjualan kedua tanker tersebut; - MemintaPimpinanDPRuntukmenugaskan Komisi III DPR supaya mendesak KPK atau Kejakgung untuk segera menuntaskan kasus tersebut. Setelah hampir satu tahun sidang, pada Rapat Paripurna 16 Januari 2007, DPR menyetujui rekomendasi Pansus Hak Angket tentang Penyelidikan Kasus Penjualan Tanker Milik Pertamina. Namun, setelah melalui proses pengadilan, hingga ke pengadilan tingkat banding di MA, dinyatakan bahwa tidak ada pelanggaran dalam penjualan kedua kapal tanker tersebut. Akhirnya, Kejakgung pada Februari 2009 menghentikan penyidikan kasus dugaan korupsi penjualan dua tanker milik Pertamina yang melibatkan mantan Menteri Negara BUMN Laksamana Sukardi karena tidak terjadi kerugian negara dalam kasus tersebut.
Dalam perjalanannya, upaya membubarkan Pansus ini terus terjadi. Fraksi pendukung Pemerintah menganggap keberadaan Pansus Kenaikan Harga BBM tidak relevan lagi karena Pemerintah telah menurunkan harga BBM sebanyak tiga kali. Namun, fraksi lainnya yang mendukung Pansus hak angket beranggapan bahwa Pansus tidak bisa dibubarkan begitu saja di tengah jalan sebab Pansus belum menyelesaikan tugasnya. Bahkan mereka menyatakan bahwa membubarkan Pansus berarti membubarkan lembaga DPR itu sendiri. Hingga laporan ini disusun, Pansus masih melaksanakan tugasnya.
103
Panitia Angket Tentang Kebijakan Pemerintah Menaikkan Harga Bahan Bakar Minyak
Rapat Paripurna pada 1 Juli 2008 membentuk Pansus Hak Angket Kenaikan Harga BBM setelah dalam Rapat Paripurna sebelumnya tanggal 24 Juni 2008 terjadi voting dengan hasil 233 anggota menyatakan setuju atas penggunaan hak angket, sedangkan 127 lainnya menolak. Alasan pendukung Pansus Kenaikan Harga BBM adalah bahwa DPR perlu menyelidiki kebijakan strategis kenaikan harga BBM yang diduga bertentangan dengan aturan perundang-undangan. Sementara pihak penentang menolak hak angket karena konsisten dengan sikap partai mereka yang mendukung kebijakan Pemerintah.
Panitia Angket tentang Pelanggaran Hak Konstitusional Warga Negara untuk Memilih
Rapat Paripurna DPR tanggal 26 Mei 2009 secara resmi menyetujui penggunaan hak angket untuk menyelidiki hal-hal terkait pelanggaran hak konstitusional warga negara untuk memilih, atau yang dikenal sebagai hak angket DPT. Keputusan menggunakan hak angket DPT ini diambil melalui voting, yang diikuti oleh 203 orang dari 550 anggota DPR. Hasilnya, 129 anggota menyatakan setuju, dan 73
PANITIA-PANITIA
104
menolak. Menindaklanjuti keputusan itu, dibentuklah Pansus DPT pada 2 Juni 2009 dalam Rapat Paripurna DPR. Hingga saat penulisan Buku Laporan ini, Pansus DPT telah mengadakan pertemuan dengan 18 Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten/Kota dan Provinsi, serta masih melaksanakan tugasnya.
Undang-Undang tentang Pengelolaan Sampah, Pansus berkunjung ke Republik Rakyat Cina dan Jerman. Sedangkan Pansus Non RUU seperti Pansus hak angket Penyelenggaraan Ibadah Haji melakukan kunjungan kerja teknis luar negeri ke Arab Saudi pada 2009 untuk mendapatkan konfirmasi terkait kasus penyelenggaraan haji.
Panitia Angket tentang Pelaksanaan Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1429 H/2008 M
Pembentukan Pansus ini terkait buruknya pelaksanaan ibadah haji tahun 2008, khususnya mengenai pemondokan yang jauh dari Masjidil Haram dan sistem transportasi yang tidak memadai sehingga sangat merugikan jemaah dalam melaksanakan ibadah. Dalam perkembangan pembahasan, Pansus juga menyoroti terjadinya kasus kelaparan di Arafina pada penyelenggaraan haji tahun 2006. Hingga laporan ini disusun, Pansus masih melaksanakan tugasnya.
G. BADAN-BADAN
1. Badan Legislasi
Baleg merupakan AKD yang bersifat tetap. Keanggotaan Baleg ditetapkan secara proporsional menurut perimbangan jumlah fraksi, pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan Tahun Sidang. Baleg berisi 50 anggota. Penetapan susunan dan keanggotaan Baleg diputuskan dalam Rapat Paripurna DPR. Pimpinan Baleg terdiri dari 1 pimpinan dan 4 wakil ketua yang ditunjuk menurut perimbangan jumlah anggota tiaptiap fraksi. Tugas utama Baleg terkait pembentukan UU yaitu antara lain menyusun Prolegnas baik lima tahun maupun prioritas tahunan; menyiapkan RUU inisiatif DPR; melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU yang diajukan anggota, komisi, atau gabungan komisi; memberikan pertimbangan terhadap RUU yang diajukan anggota, komisi, dan gabungan komisi di luar Prolegnas; melakukan pembahasan, perubahan/penyempurnaan RUU yang secara khusus ditugaskan oleh Bamus; serta menyebarluaskan RUU yang sedang dibahas untuk memperoleh masukan dan mengevaluasi materi RUU melalui koordinasi dengan komisi; memberi masukan kepada pimpinan DPR atas RUU usul DPD; serta memberi pertimbangan terhadap RUU yang sedang dibahas DPR. Dalam melaksanakan tugas ini, Baleg senantiasa berkoordinasi dengan komisi dan AKD lain termasuk dengan DPD yang menangani legislasi. Termasuk dalam tugas ini adalah melakukan raker, RDP, dan RDPU dengan masyarakat, serta membentuk Panja atau tim. Berikut ini adalah beberapa kegiatan Baleg yang cukup menonjol selama Periode 20042009. 105
Anggota Badan Legislasi DPR saat melakukan sosialisasi draft RUU tentang Demokrasi Ekonomi ke Kalimantan Timur, Desember 2008
BADAN-BADAN
106
Prolegnas
Terkait dengan Prolegnas, Baleg bersama Pemerintah, dalam hal ini BPHN, menetapkan sebanyak 284 RUU untuk Prolegnas 20052009. Untuk per tahunnya, Baleg dan Pemerintah menetapkan sejumlah RUU yang
pembahasannya merupakan prioritas tahunan. Selain itu, Baleg juga menyiapkan dan menyelesaikan sejumlah RUU yang menjadi RUU inisiatif Baleg dan disampaikan pada Pimpinan DPR, antara lain:
Tahun Sidang
Rancangan Undang-Undang tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi Agama Gorontalo Pembentukan Pengadilan Tinggi Agama Banten Pembentukan Pengadilan Tinggi Agama Maluku Utara Pembentukan Pengadilan Tinggi Agama Bangka Belitung Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer
2004-2005
Kewarganegaraan Dewan Penasihat Presiden Kementerian Negara Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Badan Pemeriksa Keuangan Mata Uang
Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
2005-2006
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja Rancangan Undang-Undang tentang Wilayah Negara Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Mahkamah Konstitusi Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial Pencabutan atas Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman
2007-2008
BADAN-BADAN
Tahun Sidang
Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Peradilan Umum Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebgaimana telah diubah
107
2007-2008
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama
Harmonisasi RUU
Dalam Periode 2004-2009, Baleg telah melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi sejumlah RUU yang diajukan ke Baleg dari berbagai komisi. Berikut adalah sejumlah RUU tersebut:
Tahun Sidang
Rancangan Undang-Undang tentang Pembentukan Kabupaten Dogiyai di Papua Pembentukan Kabupaten Puncak di Papua Pembentukan Provinsi Aceh Leuser Antara Pembentukan Provinsi Aceh Barat Selatan Pembentukan Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Angkola Sipirok dan Kabupaten Batubara di Provinsi Sumatera Utara
2005-2006
Pembentukan Kepulauan Meranti dan Kabupaten Mandau di Provinsi Riau Pembentukan Kabupaten Memberamo Raya di Provinsi Papua Pembentukan Kabupaten Buton Utara dan Kabupaten Konawe Utara di Provinsi Sulawesi Tenggara Pembentukan Kabupaten Sumba Tengah dan Kabupaten Sumba Barat Daya di Provinsi Nusa Tenggara Timur Pembentukan Kabupaten Manggarai Timur di Provinsi Nusa Tenggara Timur
BADAN-BADAN
108
Tahun Sidang
Rancangan Undang-Undang tentang Pembentukan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Kota Kotamobago, Kabupaten Kepulauan Sitaro, dan Kabupaten Minahasa Tenggara di Provinsi Sulawesi Utara Pembentukan Kabupaten Gorontalo Utara di Provinsi Gorontalo Pembentukan Kota Tual di Provinsi Maluku Pembentukan Kabupaten Nduga, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Yalimo, dan Kabupaten Memberamo Tengah di Provinsi Papua
2005-2006
Pembentukan Kabupaten Kayong Utara dan Kabupaten Kubu Raya di Provinsi Kalimantan Barat Pembentukan Kabupaten Bandung Barat di Provinsi Jawa Barat Pembentukan Kabupaten Tana Tidung di Provinsi Kalimantan Timur Pembentukan Kota Subulussalam dan Kabupaten Pidie Jaya di Provinsi NAD Pembentukan Kabupaten Pesawaran di Provinsi Lampung Pembentukan Kota Serang di Provinsi Banten
Tahun Sidang 2006-2007 Tahun Sidang 2007-2008 Tahun Sidang Perfilman 2008-2009 Lingkungan Hidup Perposan Kesejahteraan Sosial
Rancangan Undang-Undang tentang Perpustakaan Nasional Rancangan Undang-Undang tentang Kepariwisataan Rancangan Undang-Undang tentang
Kajian Baleg
Selain tugas-tugas pokok yang diatur dalam tatib, Baleg pada Periode 2004-2009 diberi tugas melakukan sejumlah kajian terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi Dewan. Kajian-kajian tersebut antara lain: Kajian mengenai mekanisme pemberian pertimbangan terhadap calon Duta Besar Negara Sahabat untuk Indonesia; Kajian terhadap mekanisme pencalonan anggota BPK berdasarkan Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan; Kajian terhadap Rancangan UndangUndang tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang diusulkan DPD; Kajian terhadap Rancangan UndangUndang tentang Keuangan Mikro yang diusulkan DPD; Kajian terhadap Penggabungan Rancangan Undang-Undang Narkotika dengan Substansi Undang-Undang tentang Psikotropika;
BADAN-BADAN
sejumlah kunjungan ke provinsi-provinsi dan kabupaten-kabupaten di Indonesia. Dalam setiap masa reses, Baleg mengirimkan ratarata tiga delegasi yang terdiri dari delapan orang anggota untuk berkunjung ke tiga daerah yang berbeda. Misalnya, pada tahun 2007, Baleg mengadakan kunjungan kerja ke Provinsi Sumatera Utara guna mendapatkan masukan untuk Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan UndangUndang tentang Komisi Yudisial. Baleg bertemu dengan Pemda Provinsi Sumatera Utara, dan Civitas Akademika Universitas Sumatera Utara, Universitas HKBP Nommensen, dan Universitas Islam Sumatera Utara. Masukan yang didapat untuk Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial dalam serangkaian pertemuan tersebut antara lain: Pengawasan perilaku hakim dibatasi pada hal-hal yang bersifat non-teknis, harus berkoordinasi dengan MA dalam pelaksanaan pengawasan terhadap perilaku hakim. Kewenangan pengawasan terhadap hakim bukan berarti kewenangan untuk menjatuhkan sanksi; Pengawasan secara langsung dan tak langsung terhadap perilaku dan kinerja hakim secara periodik disertai tindak lanjut terhadap hakim yang diduga (telah) melakukan pelanggaran berdasarkan pengaduan masyarakat; Pengawasan hakim oleh KY meliputi pengawasan terhadap hakim MA dan MK; Kodeetikperilakuhakimhendaknyadirumuskan oleh KY setelah mendapatkan masukan baik dari MA maupun MK. Selain masukan untuk Rancangan UndangUndang Perubahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, Baleg juga mendapatkan masukan untuk Rancangan Undang-Undang Perubahan Kedua Undangundang tentang Mahkamah Agung, antara lain: Pengawasan terhadap hakim yang menyangkut teknis penyelenggaraan
109
Anggota Badan Legislasi DPR saat melakukan sosialisasi RUU tentang Pembangunan Perdesaan dengan civitas akademika Unidar Ambon, Juli 2008
Kajian atas Tindak Lanjut Penanganan Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan Asean Agreement on Transboundary Haze Pollution; Kajian terhadap pandangan/pendapat Presiden mengenai Rancangan UndangUndang tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; Kajian terhadap Keputusan DPD Nomor 6/ DPD/2009 mengenai Rancangan UndangUndang tentang Lingkungan Hidup yang diusulkan oleh DPD; Kajian terhadap penggunaan lambang/logo DPR.
Kunjungan Kerja
Baleg melakukan berbagai kunjungan kerja dalam Periode 2004-2009 untuk menyebarluaskan RUU yang sedang disiapkan dan dibahas untuk mengumpulkan data dan masukan dari masyarakat/pemangku kepentingan lainnya guna penyempurnaan RUU yang diajukan ke Baleg oleh anggota DPR, komisi/gabungan komisi DPR. Kunjungan dilakukan ke provinsi-provinsi untuk bertemu dengan Pemda, civitas akademika, LSM dan berbagai unsur masyarakat lainnya yang terkait dengan substansi RUU. Selama Periode 2004-2009, Baleg telah melakukan
BADAN-BADAN
110
peradilan (tugas yudisial, administratif, dan keuangan) dilakukan oleh MA. Substansi pengawasan eksternal dan pengawasan internal harus diatur secara jelas batasannya. Syarat calon Hakim Agung dari unsur non-karir diusulkan sekurang-kurangnya berusia 45 tahun. Sedangkan masukan untuk Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan UndangUndang tentang Mahkamah Konstitusi, antara lain: KY dapat melakukan pengawasan terhadap Hakim MK dalam hal yang menyangkut perilaku; Hukum acara dalam MK perlu diatur lebih terperinci terutama dalam hal pembatasan kewenangan MK; Perlu ada hukum acara tersendiri/terpisah untuk judicial review, sengketa lembaga, hasil pemilu dan pembubaran parpol.
Yudisial, Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas UndangUndang Nomor 14 Tahun 1985 tentang MA, dan Rancangan Undang-undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK); Kunjungan Kerja Teknis Luar Negeri terhadap sistem kekuasaan kehakiman; Pelaksanaan dan konsistensi proses legislasi dengan Konstitusi dan Hukum Islam; Pandangan Yordania terhadap perkembangan hukum internasional dan mekanisme ratifikasi di sana.
Penerimaan Tamu
Selain melakukan berbagai rapat dan kunjungan kerja dalam dan luar negeri, Baleg juga menerima sejumlah tamu dari berbagai daerah dan negara, antara lain DPRD dari berbagai daerah; parlemen negara-negara sahabat, misalnya Vietnam dan Amerika Serikat; LSM/NGO; perguruan tinggi; dan lembaga internasional lain, misalnya Senior Centre for International Legal Cooperation (CILC) dari Belanda dan House Democratic Assistance Commission dari Kongres Amerika Serikat. Pokok pembicaraan di setiap kunjungan bervariasi, antara lain tentang Program Legislasi Daerah (Prolegda), pembentukan dan mekanisme kerja Panitia Legislasi DPRD, dan masukan untuk penyusunan Perda; amandemen Undang-Undang tentang Komisi Yudisial; penyusunan RUU dengan pendekatan gender; kerja sama Pendidikan dan Latihan (Diklat) Penyusunan Peraturan Pengganti UU di dalam dan luar negeri; dan konsultasi mengenai Penyusunan Peraturan Tata Tertib, Pembentukan dan Penyusunan Prolegnas.
BADAN-BADAN
111
Delegasi Muhibah
Sepanjang 2005-2009, DPR mengirimkan Delegasi Muhibah ke Jepang, Thailand, Polandia, Turki, Cina, Iran, Kamboja, Malaysia, Brunei Darussalam, Korea Selatan, Finlandia, Aljazair, Selandia Baru, Arab Saudi, Mesir, Rumania, Uzbekistan, Polandia, Portugal, Chili, Brazil, Argentina, Australia, India, Korea Utara, Rusia, dan Vietnam.
Pembentukan GKSB
Hingga semester I 2009, BKSAP telah membentuk 38 Grup Kerja Sama Bilateral (GKSB). Keberadaan GKSB ini sangat penting dalam menunjang tujuan keseluruhan BKSAP, karena GKSB ini menjadi jembatan untuk mempererat hubungan dengan parlemen negara-negara sahabat. Dengan kata lain, pembentukan GKSB merupakan bagian dari kegiatan BKSAP dalam rangka meningkatkan hubungan bilateral antarparlemen dimana anggota DPR secara aktif menjalin hubungan dengan parlemen negara-negara sahabat. GKSB DPR dibentuk untuk merespon pembentukan grup serupa di negara-negara sahabat. GKSB memiliki peran penting dalam menjalankan diplomasi demi kepentingan bangsa karena hubungan antarnegara saat ini tidak hanya dilakukan pihak Pemerintah. Dalam konsep diplomasi total, GKSB berperan melakukan
BADAN-BADAN
112
seminar berikut:
regional/internasional
sebagai
Acara Parliamentary Hearing Sidang Majelis Umum PBB ke-59 di New York, Amerika Serikat, Konferensi Internasional bertema Strengthening Legislature in Response to Globalization and International Security Issues di Manila, Filipina, 2-3 Desember 2004 The 5th General Assembly of the Association of Asian Parliaments for Peace (AAPP) di Islamabad, Pakistan, 29 November 2004-3 Desember 2004 The 13th Annual Meeting of the Asia-Pacific Parliamentary Forum (APPF) di Ha Long City, Vietnam, 9-14 Januari 2005 The 7th Council Parliamentary Union of OIC Member States (PUOICM) di Beirut, Lebanon, 8-9 Februari 2005 The 4th AIPO Fact Finding Committee (AIFOCOM) Meeting to Combat The Drug Menace, di Luang Prabang, Laos, 9-13 Maret 2005 The 112th Assembly Inter-Parliamentary Union (IPU) di Manila, Filipina, 2-8 April 2005 ASEAN Parliamentarians Seminars on the Spread of Avian Influenza di Bangkok, Thailand, 19-20 April 2005 Pertemuan Group ASEAN + 3 di Tokyo, Jepang, 18-23 April 2005 Global Young Political Leaders Session 2005 Future Summit di Melbourne, Australia, 5-7 Mei 2005 AIPO Study Committee Meeting on the Possibility of Establishing an ASEAN Parliament di Chiang Mai, Thailand, 13-16 Mei 2005 Asia Pacific Parliamentary Conference on Renewable Energy di Gifu, Jepang, 4 Juni 2005 AIPO Ad-Hoc Committee Meeting to Study Means to Promote Cultural and Eco-Tourism in the ASEAN Region di Siem Rap, Kamboja, 13-17 Juli 2005 The 2nd Meeting of AIPO Study Committee on the Possibility of Establishing an ASEAN Parliament di Bangkok, Thailand 7-10 Agustus 2005 Executive Council Meeting of AAPP di Islamabad, Pakistan, 22-23 Agustus 2005 Forum for East Asia-Latin America Cooperation (FEALAC) Young Parliamentarians Forum (YPF) di Singapura, 22 24 Agustus 2005 Sidang Umum AIPO ke-26 di Vientiane, Laos, 18-23 September 2005 Sidang Umum AAPP ke-6 di Pattaya, Thailand, 19-24 November 2005 Assembly ke-113 IPU di Jenewa, Swiss, 17-19 Oktober 2005 6th Annual Conference of the Parliamentary Network on the World Bank (PnoWB), di Helsinki, Finlandia (disponsori World Bank), 21-23 Oktober 2005
2005
BADAN-BADAN
Tahun
Acara Parliamentary Hearing at the United Nations (UN), di tengah Sidang Umum PBB ke-60 di New York, Amerika Serikat, 31 Oktober-2 November 2005
113
2005
Hong Kong Session of the Parliamentary Conference on the World Trade Organization (WTO), ditengah penyelenggaraan Konferensi Tingkat Menteri (KTM) WTO ke-6 di Hong Kong, Cina, 12-15 Desember 2005 Pertemuan Tahunan ke-14 APPF di Jakarta, 15-20 Januari 2006 The First Meeting of AIPO Ad Hoc Committee on the Transformation of AIPO into a more Effective and Closely Integrated Institution di Bali, Indonesia, 22-26 Maret 2006 The 12th General Assembly of the Asia-Pacific Parliamentarians Conference on Environment and Development (APPCED) di Whistler, Kanada, 18-21 April 2006 The Fourth Asia-Europe Parliamentary Partnership (ASEP) di Helsinki, Finlandia, 4-5 Mei 2006 AIPO Technical Working Group (TWG) Meeting di Jakarta, Indonesia, 28 Mei-1 Juni 2006 Meeting on Legal Cooperation to Combat Trafficking in Women and Minors di Ho Chi Minh City, Vietnam, 2-5 Juli 2006 The Second Meeting of AIPO Ad Hoc Committee on the Transformation of AIPO into a more Effective and Closely Integrated Institution di Jakarta, 26-30 Juli 2006 Regional Seminar on Development Protective Framework for Children: the Rule of Parliament di Hanoi, Vietnam, 15-17 Februari 2006 Sidang Council ke-8 dan Konferensi ke-4 Parliamentary Union of the OIC Member States (PUIC) di Istambul, Turki, 10-13 April 2006 Fourth International Conference of Support for Palestine di Teheran, Iran, 14-16 April 2006 Assembly ke-114 IPU di Nairobi, Kenya, 7-12 Mei 2006 Seminar Regional Security Sector Reform in the National and Regional Contexts di Phuket, Thailand, 1-2 September 2006 The First APPCED Parliamentarians Workshop: Millenium Development Goals and the International Development Cooperation in Asia-Pacific Region di Seoul, Korea Selatan, 1-4 September 2006 Seminar Law and Justice: The Case for Parliamentary Scrutiny di Jenewa, Swiss, 25-27 September 2006 Assembly ke-115 IPU di Jenewa, Swiss, 16-18 Oktober 2006 Executive Council Meeting and The 7th General Assembly of AAPP di Teheran, Iran, 1014 November 2006. Di sini AAPP berubah nama menjadi Asian Parliamentary Assembly (APA) dan Sidang Umum ke-7 AAPP adalah merupakan Sidang Pertama APA Annual Session Parliamentary Hearing UN di New York, Amerika Serikat, 13-14 November 2006 Annual Session of Parliamentary Conference on WTO di Jenewa, Swiss, 1-2 Desember 2006
2006
BADAN-BADAN
114
Tahun
Acara The 15th APPF di Moscow, Federasi Rusia, 21-26 Januari 2007 The 2007 Parliamentary Hearing at the UN during the 62th Session of the General Assembly di New York, Amerika Serikat, 15-16 Februari 2007 The 13th General Assembly of APPCED di Islamabad, Pakistan, 26 Februari-3 Maret 2007 The 6th Asia-Europe Young Parliamentarians Meeting (AEYPM 6) di Den Haag, Belanda, 26 Februari-3 Maret 2007 The 5th General Assembly of the International Parliamentarians Association for Information Technology (IPAIT) di Helsinki, Finlandia, 15-18 Januari 2007 The 9th Session of the Council of the PUOICM di Kuala Lumpur, Malaysia, 15-16 Februari 2007 Assembly ke-116 IPU di Nusa Dua, Bali, Indonesia, 29 April-4 Mei 2007 The Third Conference of the International Union of the Parliamentarians for Defense of Palestinian Cause di Beirut, Lebanon, 11-12 Juni 2007 Parliamentary Events on the Occasion of the 7th Global Forum on Reinventing Government
2007
di Wina, Austria, 25-29 Juni 2007. Sidang ini menghasilkan Deklarasi Vienna Declaration, mencakup meningkatkan kerja sama dan dialog antara Utara-Selatan dan SelatanSelatan The 3rd Inter-Parliamentary for Social Service (IPSS) General Assembly di Seoul, Korea Selatan, 22-25 Agustus 2007 Sidang Umum ke-28 ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) di Kuala Lumpur, Malaysia, 18-24 Agustus 2007 Parliamentary Panel within the Framework of the WTO Public Forum 2007 di Jenewa, Swiss, 45 September 2007 The First Meeting of the Executive Council of the APA di Teheran, Iran, 9-11 September 2007 The 7th Session of the United Nations of the Convention to Combat Desertification (UNCCD) Forum for Parliamentarians di Madrid, Spanyol, 12-13 September 2007 Assembly ke-117 Inter-Parliamentary Union (IPU) di Jenewa, Swiss, 8-10 Oktober 2007 Seminar for Members of Parliamentary Committees on Human Rights and other Committees Addressing Migration Issues di Jenewa, Swiss, 24-26 Oktober 2007 The Second Meeting of the Executive Council of the APA dan the Second Plenary Session of APA di Teheran, Iran, 17-21 November 2007 Regional Seminar for the Parliament of the Asia Pacific States; Global Capacity Building
2008
Initiative for Parliament on Sustainable Development di Vientin, Laos, 26-28 November 2007 The 29th Parliamentarians for Global Action (PGA) Annual Forum di Abuja, Nigeria, 12-13 November 2007
BADAN-BADAN
Tahun
Acara AIPA di Tokyo, Jepang, 14-18 Januari 2008 The 16th APPF di Auckland, Selandia Baru, 19-25 Januari 2008 Konferensi ke-5 dan Sidang Council ke-10 PUOICM di Kairo, Mesir, 27-31 Januari 2008 Parliamentary Meeting on the Occasion of the Vienna Forum to Fight Human Trafficking di Wina, Austria, 12-15 Februari 2008 Parliamentary Meeting on the Occasion of the 52nd Session of the Commission on the Status of Women di New York, Amerika Serikat, 27 Februari 2008 The First Meeting of the Asia Pasific Group (APG) Working Group di Ottawa, Kanada, 14 Maret 2008 Second Extraordinary Session of the PUOICM Council di Istambul, Turki, 24 Maret 2008 Konferensi ke-118 IPU di Cape Town, Afrika Selatan, 12-18 April 2008 International Leader Forum atas undangan dari National Democratic Institute (NDI) di Denver, Colorado, 23-29 Agustus 2008 Annual 2008 Session of the Parliamentary Conference on the WTO, 1112 September 2008 di Jenewa, Swiss
115
2008
Meeting of the APG Working Group di Vancouver, Kanada, 20 September 2008 The 119th Assembly of the IPU di Jenewa, Swiss), 13 15 Oktober 2008 Seminar HAM yang bertema The Universal Declaration of Human Rights Sixty Years on Achievements And Challenges di Jenewa, Swiss, 3-5 November 2008 The Third Global Conference of Parliamentarians Against Corruption (GOPAC) di Kuwait, 17-20 November 2008 The 2008 Parliamentary Hearing at the UN during the 63rd Session of the General Assembly, di New York, Amerika Serikat, 20-21 November 2008 Parliamentary Conference on Maternal and New Born Health and Survival, di Den Haag, Belanda, 26-28 November 2008 The 29th General Assembly of AIPA di Singapura, 19-24 Agustus 2008 Workshop on Public Participation and Reconciliation di Bangkok, Thailand, 24-28 September 2008 APA Sub Committee Meetings dan The First Meeting of APA Executive Council di Teheran, Iran, 6-9 Oktober 2008 The Third Plenary Session of APA di Jakarta, 26-29 November 2008 AIPA Seminar on Enhancing Parliamentary Cooperation di Ho Chi Minh City, Vietnam, 30 November-3 Desember 2008
BADAN-BADAN
116
Acara First Open-Ended Extraordinary Meeting of the Executive Committee of the PUIC di Extra-ordinary Session of the Executive Committee of the IPU di Jenewa, Swiss, 29- 30 Januari 2009 Sidang Council ke-11 PUIC di Niamey, Nigeria, 17-19 Februari 2009 The Meeting of the Commission on the Status of Women (CSW) The Role of Parliaments in Promoting Equal Sharing of Responsibilities between Women and Men di New York, Amerika Serikat, 4 Maret 2009 Regional Seminar on the Role of Parliaments in Promoting Peaceful and Sustainable Societies in South East Asia di Phnom Penh, Kamboja, 9-11 Maret 2009 Meeting of the APG Working Group di Beijing, Cina, 20 Maret 2009 Assembly IPU ke-120 di Addis Ababa, Ethiopia, 5-10 April 2009 Parliamentary Conference on the Global Economic Crisis di Jenewa, Swiss, 7-8 Mei 2009 Training Seminar for New Officials of Asian National Commissions for UNESCO di Colombo, Sri Lanka, 22-25 Juni 2009 IPU Preparatory Committee Meeting of the Third Conference of the Speakers of Parliaments di Jenewa, Swiss, 16-17 Juli 2009 APA Troika Mission ke Syria, Lebanon dan Jordan 7-10 Januari 2009 The 17th Annual Meeting of APPF di Vientiane, Laos, 10-16 Januari 2009 APA Sub Committee Meeting on Global Financial Crisis di Kuala Lumpur, Malaysia, 23-24 Februari 2009 AIPA Preparatory Meeting and the Informal Meeting with the ASEAN Heads of Government di Cha-am, Phetchaburi, Thailand, 26 Februari-1 Maret 2009 International Conference Supporting Palestine, Symbol of the Resistance Gaza, Victim of Atrocities di Teheran, Iran, 4-5 Maret 2009 The First AIPA Caucus di Kuala Lumpur, Malaysia, 26-29 April 2009 The 6th Meeting of AIFOCOM di Chiangrai, Thailand, 10-14 Mei 2009 The Second APA Sub Committee Meeting on Global Financial Crisis di Amman, Yordania, 27-28 Mei 2009 APA Sub Committee on Combating Corruption and Challenges and Opportunities of Globalization di Jakarta, 18-19 Juni 2009 APA Sub Committee on Cultural Diversity and Achieving Health Equity di Teheran, Iran, 28-30 Juni 2009 APA Sub Committee on Environmental Issues di Seoul, Korea Selatan, 30 Juni-2 Juli 2009 APA Sub Committee on Alleviating Poverty in Asia di Siem Reap, Kamboja, 27-28 Juli 2009
2009
BADAN-BADAN
Ketua DPR dan Pimpinan BKSAP menerima kunjungan Presiden Palestina
hubungan bilateral kedua negara; Delegasi Parlemen Cheko, membahas hubungan perdagangan kedua negara; Delegasi Majelis As Shura Arab Saudi, membahas hukum dan kerja sama di berbagai bidang; Delegasi Majelis Nasional Turki, membahas masalah politik; Delegasi Parlemen Kamboja, membahas masalah perundang-undangan dan politik; Delegasi Staf Kongres Amerika Serikat, membahas demokrasi; Delegasi Parlemen Cina, membahas masalah lingkungan hidup; Delegasi Majelis Nasional Vietnam, membahas perkembangan AIPO; Delegasi Parlemen Swedia, membahas masalah kebudayaan; Delegasi House Democracy Assistance Commission (HDAC) Amerika Serikat, membahas masalah demokrasi; Delegasi Parlemen Kuwait, membahas masalah bantuan luar negeri; Delegasi Majelis Shoraye Eslami Republik Islam Iran, membahas hubungan bilateral kedua negara; Delegasi Parlemen Australia, membahas hubungan bilateral kedua negara; Delegasi Parlemen Eropa, membahas perkembangan politik di Indonesia dan perdamaian di Aceh; Delegasi Parlemen Portugal, membahas hubungan bilateral kedua negara; Delegasi Parlemen Hongaria, membahas MoU kedua negara; Delegasi Parlemen Pakistan, membahas hubungan Pakistan-Indonesia untuk masalah Kashmir; Delegasi Majelis Nasional Laos, membahas peningkatan perdagangan serta pertukaran budaya dan pendidikan; Delegasi Parlemen Australia, membahas hubungan bilateral kedua negara; Delegasi Parlemen Timor Leste, membahas hubungan bilateral kedua negara; Delegasi Dewan Etnis Majelis Nasional Vietnam, dalam rangka tukar informasi
117
BADAN-BADAN
118
tentang parlemen kedua negara; Menteri Luar Negeri Serbia, membahas situasi di Kosovo; Menteri Luar Negeri Rumania, membahas hubungan bilateral kedua negara; Komisi Urusan Penanganan Proposal & Usul Majelis Permusyawaratan Politik Republik Rakyat Cina, membahas hubungan perdagangan kedua negara; Delegasi Parlemen Australia, membicarakan usaha-usaha untuk mengatasi krisis ekonomi yang saat ini sedang melanda dunia.
APA Sub Committee Meeting on Alleviating Poverty in Asia di Jakarta, 12-13 Juni 2008 Sidang Pleno ke-3 APA di Jakarta, 26-29 November 2008 The First Forum of Asia-Pacific Parliamantary for Education (FASPPED) Executive Bureau Meeting di Jakarta, 9 Juni 2009 APA Sub Committee Meeting on Combating Corruption and Challenges and Opportunities of Globalization di Jakarta, 18-19 Juni 2009 Sidang Executive Council APA di Jakarta, 11-12 Agustus 2009
Keberhasilan di IPU
BKSAP memberi sumbangsih penting kepada Organisasi Parlemen Sedunia, atau IPU, dengan keberhasilan penyelenggaraan Sidang IPU ke-116 di Bali, 29 April-4 Mei 2007. Indonesia mencatat sejarah karena berhasil menangani dua sidang IPU dalam tujuh tahun. Sidang IPU sebelumnya diadakan pada tanggal 15-20 Oktober 2000 di Jakarta. Melalui kerja BKSAP, lembaga legislatif Indonesia mendapat pengakuan dari IPU dengan terpilihnya Ketua BKSAP, Abdillah Thoha, sebagai Wakil Presiden Komite Eksekutif IPU pada 18 April 2008 dalam sidang ke-118 IPU di Cape Town, Afrika Selatan. Disamping itu, beberapa anggota
BADAN-BADAN
di Jakarta tanggal 26-29 November 2008, selain mengukuhkan Ketua DPR sebagai Presiden APA untuk periode 2008-2010, sidang juga mengesahkan Jakarta Declaration on the Urgency for the Establishment of a New Global Financial Architecture yang merupakan usulan Indonesia. Deklarasi ini menyatakan adanya tantangan dalam mewujudkan lingkungan finansial yang stabil akibat krisis global yang melanda dunia, sehingga diperlukan langkah-langkah kolektif untuk mengatasi krisis termasuk pembentukan suatu sistem finansial global yang baru.
119
BKSAP dipercaya menduduki beberapa jabatan di IPU: Simon Patrice Morin sebagai Wakil Komisi Perdamaian dan Keamanan IPU, Aisyah Hamid Baidlowi sebagai Ketua Komisi Koordinasi Wanita IPU, Luthfi Hasan Ishaaq menjadi Anggota Komisi Timur Tengah dan Wila Chandrawila Supriadi sebagai Anggota Kehormatan Hukum Internasional. Terpilihnya Ketua dan beberapa anggota BKSAP ini merupakan penghargaan dan pengakuan IPU atas peran aktif dan kepemimpinan BKSAP di IPU.
Keberhasilan di AIPA
DPR Periode 2004-2009 mencatat keberhasilan dalam memperjuangkan gagasan untuk melakukan transformasi organisasi Asean InterParliamentaryOrganization(AIPO)menjadiAsean Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) sebagai tahapan awal menuju pembentukan Parlemen ASEAN. Transformasi tersebut dilakukan agar organisasi menjadi lebih efektif dan integratif. Langkah-langkah kongkrit yang dilakukan untuk mewujudkan tujuan tersebut antara lain dengan mengubah Statuta AIPO, mengadakan pertemuan rutin antara Pemimpin AIPA dengan ASEAN serta mengangkat Sekretaris Jenderal AIPA dari kalangan profesional.
Keberhasilan di APA
Pada Sidang Pleno ke-3 APA yang diselenggarakan
BADAN-BADAN
120
3. Badan Musyawarah
Bamus dibentuk oleh DPR pada masa permulaan keanggotaan DPR. Jumlah anggota Bamus adalah sepersepuluh dari jumlah anggota DPR atau 55 orang. Susunan dan keanggotaan Bamus ditetapkan oleh Rapat Paripurna DPR berdasarkan perimbangan jumlah anggota di tiap-tiap fraksi. Anggota Bamus ditentukan oleh masing-masing fraksi, dan untuk jabatan Pimpinan Bamus dipegang oleh Pimpinan DPR, sedangkan anggota Bamus terdiri dari pimpinan-pimpinan fraksi. Bamus bertugas menetapkan jadwal rapat DPR untuk satu Tahun Sidang, satu Masa Persidangan, atau sebagian dari Masa Persidangan. Dalam setiap Tahun Sidang atau sebagian dari Masa Persidangan tersebut, Bamus menetapkan antara lain: Penanganan RUU oleh alat kelengkapan, baik yang berasal dari usul inisiatif DPR, termasuk dari komisi dan AKD lainnya seperti Baleg, maupun dari Pemerintah; Memproses penggunaan hak-hak anggota DPR, misalnya hak interpelasi, Hak Angket, dan hak menyatakan pendapat; Menugaskan AKD untuk membahas dan menetapkan mekanisme pengangkatan pejabat publik; Mengagendakan usul inisiatif anggota DPR yang ditandatangani minimal 13 anggota baik untuk RUU, hak interpelasi, Hak Angket, dan hak menyatakan pendapat; Bamus juga mengagendakan pembentukan Tim DPR atas usul pimpinan DPR, pimpinan fraksi-fraksi maupun perorangan. Dengan demikian, penanganan RUU baru masih terbatas. Beberapa RUU penting yang ditangani prosesnya oleh Bamus selama Tahun Sidang 2004-2005 antara lain: 61 RUU peninggalan DPR 1999-2004 DPR mengembalikan 11 RUU dari Pemerintah, dan Pemerintah dapat mengajukan kembali RUU tersebut ke DPR. DPR juga menarik kembali 27 RUU Inisiatif DPR 1999-2004 yang telah disampaikan ke Pemerintah. RUU-RUU tersebut akan disampaikan kembali ke Pemerintah walaupun sedang dalam proses pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban Rancangan Undang-Undang tentang Ombudsman Rancangan Undang-Undang tentang Kewarganegaraan Pada tahun peralihan anggota DPR Periode 1999-2004 ke Periode 2004-2009, Bamus tidak menjadwalkan semua RUU yang belum tuntas pembahasannya oleh DPR pada periode sebelumnya. Hal ini dikarenakan semua RUU yang tidak selesai pada periode sebelumnya dianggap gugur. Namun, apabila diperlukan kembali untuk kepentingan bangsa dan negara, maka beberapa RUU dapat diajukan kembali pada periode berikutnya. Pada tahun 2005 Bamus membahas penanganan berbagai RUU, baik dari DPR maupun dari Pemerintah. Beberapa RUU yang sudah disahkan menjadi UU, antara lain mengenai: Penetapan Perpu Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang Guru dan Dosen Penetapan Perpu Nomor 1 tahun 2005 tentang Penundaan Mulai Berlakunya
BADAN-BADAN
dan
Penasehat
121
Konferensi pers terkait RUU Penyelenggaraan Pemilu, 12 Maret 2007. Bamus menjadwalkan penanganan sejumlah RUU termasuk RUU yang mendesak untuk diselesaikan seperti RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu ini
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Menjadi UndangUndang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2005 tentang Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara Menjadi Undang-Undang Pada tahun 2006, secara garis besar, kegiatan Bamus dalam menjadwalkan RUU mencakup penetapan jadwal acara pembahasan berbagai RUU, termasuk mengalokasikan pembahasannya dalam Rapat Paripurna DPR, Rapat Komisi, dan Rapat Pansus. Sejumlah RUU yang pembahasannya sudah selesai dan disahkan oleh Rapat Paripurna DPR adalah RUU tentang: Pengesahan Konvensi Internasional Pemberantasan Pengeboman oleh Teroris, 1997 Pengesahan Konvensi PBB Anti Korupsi, 2003 Perlindungan Saksi dan Korban Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Penetapan PERPU Nomor 1 Tahun 2006 tentang Perubahan Kedua atas UndangUndang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Pemerintahan Aceh Kewarganegaraan Republik Indonesia Badan Pemeriksa Keuangan
Sementara pada tahun 2007, Bamus kembali menjadwalkan penanganan sejumlah RUU. Beberapa di antara RUU tersebut sangat mendesak dalam rangka pembangunan bangsa, misalnya dalam hal keamanan, ekonomi, hukum, pangan, dan sosial. Bamus menugaskan AKD untuk menangani beberapa RUU pada 2007 mengenai: Perubahan atas Undang-Undang No.13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian, berubah judul menjadi Perkeretaapian Penanaman Modal Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Penyelenggaraan Pemilu Penataan Ruang Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Filipina tentang Kegiatan Kerjasama Bidang Pertahanan dan Keamanan Perseroan Terbatas Partai Politik Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2007 tentang Penanganan Permasalahan Hukum dalam Rangka Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat di Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumut Menjadi Undang-Undang Hingga tahun 2008 Bamus menugaskan AKD untuk membahas beberapa RUU antara lain RUU tentang: Penggunaan Bahan Kimia dan Larangan Penggunaan Bahan Kimia Sebagai Senjata Kimia Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD Informasi dan Transaksi Elektronik Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Perubahan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaran Ibadah Haji Keterbukaan Informasi Publik
BADAN-BADAN
122
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 tahun 1992 tentang Pelayaran Pengelolaan Sampah Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua Menjadi Undang-Undang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Kementerian Negara Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Wilayah Negara Pornografi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia Badan Hukum Pendidikan Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung Sedangkan pada tahun 2009, Bamus menugaskan AKD untuk membahas RUU tentang: Pengesahan Protokol Mencegah, Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang Terutama Perempuan dan Anak-anak Melengkapi Konvensi PBB Menentang Tindak
Pidana Transnasional Yang Terorganisasi Penetapan Perpu Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UndangUndang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang Penetapan Perpu Nomor 1 tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Menjadi Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pelayanan Publik
BADAN-BADAN
No. 1
Keterangan Singkat
123
Hak Angket tentang Kebijakan Pemerintah Rapat Bamus 19 Februari 2005 memutuskan Menaikkan Harga BBM hal tersebut ditangani Panggar DPR Proses sudah selesai.
Rapat Bamus 19 Januari 2006 memutuskan untuk ditangani Komisi III dan IV DPR Laporan Komisi III dan IV tentang Kasus lelang Gula Ilegal dalam Rapat Paripurna 12 September 2006 Proses sudah selesai.
Hak
Angket
tentang
Penyelidikan
Kasus Paripurna 7 Juni 2005 menyetujui menjadi Hak Angket dan membentuk Panitia Angket Rapat Paripurna 16 Januari 2007 menyetujui laporan Panitia Angket untuk disampaikan kepada Presiden RI. Proses sudah selesai.
Hak Angket tentang Penyelidikan terhadap Paripurna 17 Januari 2006 memutuskan tidak Skandal KKN Kredit Macet Bank Mandiri dapat menerima Hak Angket tersebut dan menyerahkan kepada AKD yang membidangi untuk membahas lebih lanjut. Hak Menyatakan Pendapat
Hak Mengajukan Usul dan Pendapat tentang Telah ditindaklanjuti dengan meneruskan surat Penggantian Panglima TNI kepada Presiden RI. Hak Mengajukan Pertanyaan
Hak
Mengajukan Surat
Pertanyaan Wakil
terhadap Pimpinan DPR telah menyampaikan surat dan Mengajukan Pertanyaan dari 15 Anggota DPR.
keluarnya Bakornas
Penanggulangan Tim
Penanganan Pengungsi Nomor 01/2004 tentang Pembentukan Bencana Aceh Nasional Penanganan
Tahun Sidang 2005-2006 merupakan tahun yang padat bagi Bamus. Selain jumlah rapat yang meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, materi rapat juga makin beragam
seiring proses demokrasi yang bergulir di DPR dan masyarakat Indonesia, termasuk soal penanganan hak anggota.
BADAN-BADAN
124
BADAN-BADAN
Selama Tahun Sidang 2006-2007, jumlah hak anggota DPR yang ditangani Bamus tidak sebanyak tahun sebelumnya. Beberapa permasalahan yang diangkat menjadi usulan Tahun Sidang 2006-2007
No. 1 Uraian Tugas
hak interpelasi adalah rencana impor beras, persetujuan Pemerintah RI terhadap Resolusi Dewan Kemanan PBB Nomor 1747, dan penyelesaian lumpur Sidoarjo.
125
Hak Interpelasi terhadap Kebijakan Impor Beras Paripurna tanggal 17 Oktober 2006 menolak oleh Pemerintah pengajuan usul interpelasi Anggota DPR terhadap - Disetujui menjadi Hak Angket DPR dalam Paripurna tanggal 15 Mei 2007 Telah dilakukan Pertemuan Konsultasi antara Pimpinan DPR dengan Presiden tanggal 18 Juni 2007 - Telah dilakukan Pertemuan Konsultasi antara Presiden dengan Pimpinan DPR, Pimpinan fraksi-fraksi dan Pimpinan Komisi I dan BKSAP pada tanggal 3 Juli 2007 - Dalam Rapat Paripurna tanggal 10 Juli 2007 dilaksanakan Keterangan Presiden terhadap Interpelasi DPR dan memutuskan menyetujui Keterangan Presiden terhadap DPR tentang Persetujuan Pemerintah RI atas Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1747
Hak
Interpelasi
Persetujuan Pemerintah Republik Indonesia atas Resolusi Dewan Keamanan PBB No.1747
Usul penggunaan Hak Interpelasi anggota DPR Disetujui terhadap Penyelesaian Kasus Lumpur Sidoarjo
menjadi
Hak
Interpelasi
DPR
tanggal 21 Agustus 2007 dan pembentukan Tim Pengawas Penyelesaian Kasus Lumpur Sidoarjo sebanyak 28 orang anggota
BADAN-BADAN
126
Pada Tahun Sidang 2007-2008, sejumlah permasalahan baru diangkat oleh anggota DPR menjadi usulan hak interpelasi, hak menyatakan pendapat dan Hak Angket. Tahun Sidang 2007-2008
No. 1 Uraian Tugas
Sejumlah hak interpelasi dan hak angket yang diajukan ternyata memiliki substansi yang sama dan akhirnya harus disatukan.
Keterangan Singkat Hak Interpelasi Dalam Rapat Paripurna 12 Februari 2008, Menko Ekonomi, Keuangan, dan Industri (Menko Ekuin) menyampaikan Keterangan Presiden terhadap Interpelasi DPR tentang Penyelesaian Kasus KLBI dan BLBI Pada Rapat Paripurna 1 April 2008 telah dibacarakan Jawaban Presiden atas Pendapat Pengusul dan Anggota yang lain terhadap Keterangan Presiden atas Interpelasi DPR RI tentang Penyelesaian Kasus KLBI dan BLBI Proses sudah selesai
Usul Penggunaan
DPR RI terhadap Penyelesaian Kasus Kredit Likuidasi Bank Indonesia (KLBI) dan BLBI
Usul Hak Interpelasi terhadap Kebijakan Antisipasi Pemerintah atas Kenaikan Harga Bahan Pokok untuk Menjamin Ketersediaan Kebutuhan Pokok yang Murah dan Terjangkau Bagi Masyarakat
Disetujui menjadi hak interpelasi DPR pada Rapat Paripurna 10 Juni 2008 Pada Rapat Paripurna 1 Juli 2008, Pemerintah melalui menterinya telah memberi keterangan mengenai interpelasi ini. Diputuskan untuk memberi kesempatan kepada Pemerintah agar menyempurnakan kembali dan memberi jawaban tertulis pada para anggota DPR
Usul Hak Interpelasi terhadap Kenaikan Harga Rapat Paripurna pada 24 Mei 2008 memutuskan BBM Terhitung sejak 24 Mei 2008 menolak usul interpelasi tersebut Proses sudah selesai Hak Angket
Hak Angket tentang Penyelesaikan Kasus KLBI Dalam Rapat Paripurna 10 Juni 2008 disetujui dan BLBI pembentukan Tim Pengawas Penyelesaian Kasus KLBI dan BLBI sebagai tindaklanjut usul hak angket Pada 12 Juni 2008 Bamus menyetujui Tim Pengawas Penyelesaian Kasus KLBI dan BLBI berjumlah 28 orang dengan prioritas anggota dari Komisi III dan Komisi XI DPR RI, dipimpin Wakil Ketua DPR RI/Koordinator Politik Ekonomi, dan Keuangan (Korpolekku) Masih dalam Proses
BADAN-BADAN
No. 2
Keterangan Singkat
127
Hak Angket terhadap Transfer Pricing PT Adaro Rapat Paripurna pada 17 Juni 2008 menolak Indonesia Usul Penggunaan Hak Angket ini Proses sudah selesai
Hak Angket terhadap Kebijakan Pemerintah Rapat Paripurna pada 1 Juli 2008 mengesahkan Menaikkan Harga BBM terbentuknya Panitia Angket tentang Kebijakan Pemerintah Menaikkan Harga BBM. Masih dalam Proses Hak Menyatakan Pendapat
Hak Menyatakan Pendapat tentang Penyelesaian Rapat Bamus pada 29 Mei 2008 memutuskan KLBI dan BLBI agar usul itu ditarik dan substansinya disatukan dengan hak angket terhadap Penyelesaian Kasus KLBI dan BLBI
Bamus
pada
23
September
2008
Kebijakan Antisipatif Pemerintah atas Kenaikan memutuskan bahwa fraksi-fraksi menyetujui Usul Harga Pokok yang Murah dan Terjangkau Bagi Menyatakan Pendapat tersebut dianggap sudah Masyakarat selesai dan telah diumumkan pada Paripurna tanggal 24 September 2008 Proses sudah selesai Hak Mengajukan Pertanyaan 1 Hak Mengajukan Pertanyaan Perihal Polemik Proses sudah selesai Hukum Pengangkatan Gubernur Lampung
Pada Tahun Sidang 2008-2009, hak DPR yang digunakan adalah hak angket dan hak menyatakan pendapat terkait antara lain Hak Angket atas Pelaksanaan Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun Tahun Sidang 2008-2009
No. 1 Hak Angket Uraian Tugas
1429 H/2008 M dan usulan Hak Menyatakan Pendapat tentang Presiden telah Melakukan Pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2008 tentang APBN 2009.
Keterangan Singkat Hak Angket Terjadinya Rapat Pimpinan Dewan pada 15 Desember 2008
terhadap KPU
Dugaan
Pengabaian dan Pelanggaran atas Kewenangan memutuskan menunda Penyampaian Keterangan Konstitusional dengan diterbitkannya Pengusulan atas Penggunaan Hak Angket DPR RI Keppres Nomor 85/P tanggal 27 September tersebut yang seharusnya direncanakan pada 16 tentang Pengangkatan Gubernur dan Wakil Desember 2008 Gubernur Maluku Utara 2 Masih dalam Proses Panitia Angket DPR tentang Hak Angket atas Pelaksanaan Penyelenggaraan Rapat Paripurna pada 12 Maret 2009 telah disahkan Ibadah Haji Tahun 1429 H/2008 M (Kasus pembentukan Indonesia di Arab Saudi) 1429 H / 2008 M. Masih dalam Proses Pemondokan dan Transportasi Jemaah Haji Pelaksanaan Penyelenggaraan Ibadah Haji tahun
BADAN-BADAN
128
No. 3
Keterangan Singkat
Hak Angket atas Pelanggaran Hak Konstitusional Rapat Paripurna 26 Mei 2009 telah mengesahkan Warga Negara untuk Memilih pembentukan Panitia Angket tentang Pelanggaran Hak Konstitusional Warga Negara untuk Memilih setelah sebelumnya dilaksanakan voting yang menyetujui hal ini sebagai hak angket DPR Masih dalam Proses Hak Menyatakan Pendapat
Usulan Hak Menyatakan Pendapat tentang Presiden telah Melakukan Pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2008 tentang APBN 2009
Rapat Fraksi
Paripurna atas
23
Juni
2009
melaksanakan acara Pandangan FraksiUsul Penggunaan pada 2 Menyatakan Pendapat tersebut Pertemuan Konsultasi menyepakati bahwa Jawaban Pengusul Hak Menyatakan Pendapat akan diacarakan kembali pada masa sidang akan datang Masih dalam Proses
Pencalonan Anggota Komnas HAM 20072012 Pengangkatan dan Pemberhentian Panglima TNI Seleksi calon Pimpinan KPK Penggantian Kepala BP Migas Calon Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) dari Pemangku Kepentingan Periode 2008-2013 Calon Hakim Konstitusi Calon Anggota Unsur Pengarah Badan Nasional Penanggulangan Bencana dari Masyarakat Profesional Calon Deputi Gubernur Senior BI Pencalonan Anggota KIP 2009-2013
BADAN-BADAN
4. Badan Kehormatan
BK merupakan salah satu AKD yang bersifat tetap dan dibentuk berdasarkan amanat Pasal 98 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPRD, dan DPD, dan keputusan DPR Nomor 08/DPR RI/2005-2006 tentang Peraturan Tata Tertib DPR RI (Pasal 56-63) yang ditetapkan tanggal 27 September 2005. Berdasarkan Pasal 57 Peraturan Tata Tertib DPR, Dewan menetapkan susunan dan keanggotaan BK menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi, pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan Tahun Sidang dengan jumlah anggota 13 orang, yang terdiri dari tiga orang Pimpinan dan 10 anggota. Tugas dan wewenang BK sebagaimana tercantum dalam Pasal 59 ayat (1) adalah sebagai berikut: a. Melakukan penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan terhadap anggota karena tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai anggota; tidak lagi memenuhi syarat-syarat calon anggota sebagaimana dimaksud dalam UU tentang pemilihan umum; melanggar sumpah/janji, kode etik, dan/atau tidak melaksanakan kewajiban sebagai anggota; melanggar peraturan larangan rangkap jabatan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. b. Menetapkan keputusan hasil penyelidikan dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a c. Melanggarkeputusansebagaimanadimaksud pada ayat (1) huruf b kepada Pimpinan DPR. BK berwewenang memanggil anggota yang bersangkutan untuk memberikan penjelasan dan pembelaan terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan; memanggil pelapor, saksi, dan/ atau pihak-pihak terkait lainnya untuk dimintai keterangan, termasuk dokumen atau bukti lain. Selain Peraturan Tata Tertib DPR RI, dalam menjalankan tugasnya BK juga berpegang pada peraturan DPR RI Nomor 01/DPR RI/IV/20072008 tentang Tata Beracara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Kehormatan DPR RI, yang
129
Rapat BK
Data Tidak Lengkap Data Lengkap
Pengaduan
Pengaduan dari :
1. Pimpinan DPR-RI a. Aspirasi masyarakat b. Aspirasi anggota DPR-RI c. Perkembangan dalam masyarakat 2. Dari masyarakat / pemilih
Sekretariat BK
Verifikasi: a. Sekretariat BK - Aduan - Absensi kehadiran anggota dalam rapat (tanpa aduan) b. Tenaga Ahli BK - Analisa materi aduan c. Hasil: a. Lengkap: diajukan Rapat BK b. Belum lengkap: lengkapi c. Tidak lengkap: tidak diregistrasi
Rapat BK
1. Bahas: a. Aduan b. Ketidakhadiran anggota dalam rapat 2. Hasil/Keputusan Rapat BK: a. Bahan lengkap : - Sidang verifikasi - Beritahu teradu b. Bahan belum lengkap - Panggil pengadu c. Bahan tidak lengkap: - Drop
Rapat BK
1. Verifikasi dengan pengadu 2. Hasil/Keputusan Rapat BK a. Data lengkap: - Sidang verifikasi - Beritahu teradu b. Data belum lengkap: - BK adalah rapatrapat lanjutan untuk mendapatkan data c. Data tidak lengkap: - Drop
Sidang Verifikasi
Verifikasi: - Pengaduan (+ ketidakhadiran anggota dalam rapat - Pembuktian - Pembelaan
Rapat BK
1. Pengambilan keputusan a. Tidak terbukti - Rehabilitasi b. Terbukti - Sanksi: 1. Teguran lisan 2. Teguran tertulis 3. Pindah penugasan 4. Pemberhentian dari jabatan 5. Pemberhentian dari anggota
Sumber: Lampiran Peraturan DPR RI No. 01/DPR RI/IV/2007-2008 tanggal 10 Juni 2008
BADAN-BADAN
130
disahkan tanggal 10 Juni 2008. Tata Beracara tersebut berisikan hukum materil yang mengatur mekanisme pengaduan, sanksi, dan keputusan.
Pengaduan
Mekanisme dan tata cara pengaduan ke BK diatur dalam Pasal 3 Tata Beracara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Kehormatan DPR RI sebagai berikut: 1. Pengaduan kepada BK disampaikan Pimpinan DPR, masyarakat dan/atau pemilih 2. Dalam hal pengaduan disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada BK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh anggota DPR, berasal dari (a) masyarakat, (b) anggota DPR, dan/atau (c) perkembangan yang telah diketahui secara luas dalam masyarakat. Pengaduan disampaikan kepada Sekretariat BK secara tertulis dan dilengkapi identitas yang sah. Sekretariat kemudian melakukan verifikasi terhadap unsur administrasi dan materi aduan dengan dibantu tenaga ahli. Seketariat BK melakukan verifikasi terhadap unsur administratif, sedangkan tenaga ahli melakukan verifikasi terhadap unsur materi aduan.
Pengaduan-pengaduan Masuk ke BK
yang
BK menerima sejumlah pengaduan dari masyarakat di sepanjang Periode 2004-2009. Berikut ini adalah beberapa dari pengaduan yang masuk tersebut, terutama yang sempat menarik perhatian masyarakat. Tahun Sidang 2004-2005 Pengaduan mengenai kericuhan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 15-16 Maret 2005. BK menerima sejumlah pengaduan dari: - Emilia Puspita, surat diterima tanggal 2 Maret 2005 - Pinping Wiranata, Rudi Sugianto dan
Rohmadi, surat diterima 16 Maret 2005 - Lingkar Studi Indonesia Maju, surat diterima tanggal 18 Maret 2005 - Perempuan FPD, surat diterima tanggal 21 Maret 2005 - Aliansi Pemuda Peduli Parlemen, surat diterima tanggal 24 Maret 2005 Pengaduan dari Lembaga Advokasi Reformasi Indonesia mengenai dugaan korupsi dan penyelundupan beras 60.000 Metrik Ton asal Vietnam yang melibatkan anggota DPR, surat diterima tanggal 2 Maret 2005 Pengaduan dari Staf Pemda Pesisir Selatan mengenai kunjungan kerja beberapa anggota DPR yang telah menguras uang daerah sebesar Rp 100 juta Pengaduan dari Amalya Murad mengenai penyalahgunaan status keanggotaan oleh anggota DPR dalam pemeriksaan di Polda Pengaduan dari Sutardjo dan Chafid Masjkur mengenai penggunaan ijazah palsu dalam pencalonan sebagai anggota DPR Pengaduan dari DPC PAN Pesisir Selatan mengenai pelanggaran oleh anggota DPR dalam Pilkada
BK telah membahas dan menindaklanjuti seluruh pengaduan yang masuk. Dalam hal ini, salah satu pengaduan yang dinilai cukup banyak diketahui oleh masyarakat adalah kericuhan di Rapat Paripurna tanggal 15-16 Maret
BADAN-BADAN
2005. BK telah memanggil pengadu, teradu dan pihak-pihak yang terkait untuk dimintai keterangan. Setelah melakukan penyelidikan, verifikasi dan mengumpulkan bukti-bukti yang dianggap cukup, maka BK mengambil keputusan dengan membuat Surat Keputusan tentang Teguran Tertulis kepada anggota DPR yang terlibat. Keputusan tersebut disampaikan kepada Pimpinan DPR dan Pimpinan Fraksi yang bersangkutan. Tahun Sidang 2005-2006 Surat dari Pimpinan DPR RI Nomor KD.02/5857/DPR RI/2005, tanggal 5 September 2005, perihal isu negatif terhadap anggota DPR; surat ini menjadi dasar bagi BK untuk menindaklanjuti pengaduan tersebut; Pengaduan dari Bupati Semeulue mengenai dugaan pemerasan yang dilakukan anggota DPR, surat diterima tanggal 9 Februari 2006; Pengaduan dari Aliansi Mahasiwa & Masyarakat Riau dan Yusri Sabri mengenai dugaan keterlibatan seorang anggota DPR dalam peristiwa pemboman di Provinsi Kepulauan Riau, surat diterima tanggal 23 Februari 2006; Pengaduan dari anggota DPD mengenai permintaan pengembalian uang sewamenyewa rumah dinas Blok E/412, Kalibata, surat diterima tanggal 5 April 2006; Surat dari Pimpinan DPR RI Nomor KD.02/4000/DPR RI/2006, tanggal 31 Mei 2006, perihal Tindak Lanjut Laporan Uang Pansus RUU tentang Pemerintahan Aceh; Pengaduan dari Sekretariat Bersama Pokja Petisi 50, Komite Waspada Orde Baru (TEWAS ORBA), Gerakan Rakyat Marhaen (GRM) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) mengenai kasus percaloan di pemondokan haji dan katering, surat diterima tanggal 12 Juni 2006. BK telah membahas dan menindaklanjuti pengaduan-pengaduan tersebut dengan memanggil pengadu, teradu serta pihak terkait.
Tahun Sidang 2006-2007, BK tetap melakukan tugas dan wewenangnya, di antaranya tetap melakukan sejumlah rapat BK (penyelidikan dan verifikasi) untuk setiap pengaduan yang masuk pada tahun sebelumnya dengan mengundang pengadu terlebih dahulu dan teradu. Kasus yang cukup menarik perhatian adalah laporan ICW tentang kasus dugaan aliran dana non-bujeter DKP senilai Rp 1 miliar ke anggota DPR. Kasus ini telah ditindaklanjuti dan diputus melalui proses hukum. Selama tahun sidang 2007-2008, BK menerima sedikit pengaduan, antara lain dari Koalisi Penegak Citra DPR RI mengenai kasus dugaan aliran dana BI ke DPR yang diterima pada 20 Agustus 2007 serta pengaduan dari Masyarakat Profesional Madani pada 13 November 2007 terkait skandal keuangan antar lembaga negara. BK menindaklanjuti pengaduan ini, termasuk pengaduan dari tahun sebelumnya yang belum selesai penanganannya, dengan mengundang berbagai pihak, termasuk pelapor, dan mendengarkan masukan dari sejumlah instansi yang memiliki kompetensi di bidangbidang terkait dugaan perkara. Tindak lanjut yang dilakukan BK adalah: Mengundang pengadu dan teradu dalam rangka mediasi mengenai pengembalian sertifikat tanah; Mengundang anggota DPR dalam rangka pemberian nasihat; Mengundang anggota DPR dalam rangka meminta keterangan terkait dugaan penggunaan ijazah palsu; Mengundang pengadu untuk dimintai keterangan terkait pengaduannya mengenai adanya intervensi hukum dari anggota DPR terhadap kasus penganiayaan; Terkait dugaan aliran dana BI ke DPR: - Mengundang pengadu untuk dimintai keterangan; - Mengundang Ahli Tingkat Madya dari BPK untuk memperoleh pemahaman
131
BADAN-BADAN
132
mengenai prosedur pengelolaan di bidang keuangan pada lembagalembaga negara; - Mengundang Direktur Penyelidikan KPK untuk konsultasi mengenai kasus dugaan aliran dana BI ke DPR; - Mengundang tiga pejabat BI untuk dimintai keterangan dalam penanganan kasus Mengundang Staf BNP2TKI bersama kuasa hukumnya untuk dimintai keterangan atas pengaduannya terhadap anggota DPR mengenai tindakan pemukulan yang dilakukan anggota DPR; Mengundang kuasa hukum Syamsir Siregar untuk permintaan keterangan atas pengaduan terhadap anggota DPR mengenai pencemaran nama baik dan fitnah yang dilakukan oleh anggota DPR terhadap pengadu; Mengundang Kader Muda Demokrat untuk permintaan keterangan atas pengaduannya terhadap anggota DPR yang dianggap melecehkan Presiden RI di depan pers dan kebohongan publik; Mengundang Masyarakat Peduli Pajak untuk permintaan keterangan atas pengaduannya terhadap anggota DPR mengenai dugaan penggelapan pajak dan perbuatan tidak etis oknum yang dilakukan anggota DPR yang merusak citra DPR.
Pada Tahun Sidang 2008-2009 pengaduan yang muncul dan cukup menonjol adalah ketika ICW mengirim pengaduan atas dugaan pelanggaran Tatib oleh Ketua DPR pada saat memimpin Rapat Paripurna Pengambilan Keputusan atas Rancangan Undang-undang tentang Mahkamah Agung tanggal 18 Desember 2008. Terkait pengaduan ini, BK memanggil sejumlah pihak terkait, antara lain Sekjen DPR dan Deputi Sekjen Bidang Persidangan dan KSAP. Setelah dilakukan verifikasi oleh BK, maka BK memutuskan bahwa Ketua DPR tidak melanggar peraturan tatib.
Sanksi
Setelah melakukan penyelidikan dan verifikasi dengan memanggil pengadu, teradu dan saksisaksi yang terkait, BK mengadakan rapat internal untuk mengambil keputusan dengan menetapkan sanksi bagi teradu. Sanksi yang dijatuhkan sebagaimana diatur dalam Pasal 41 Tata Beracara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Kehormatan DPR RI adalah Teguran Lisan, Teguran Tertulis, Pemindahan keanggotaan di AKD, Pemberhentian dari jabatan Pimpinan DPR atau Pimpinan AKD, dan Pemberhentian sebagai anggota DPR. Namun, apabila anggota DPR tidak terbukti melanggar, maka BK dapat menetapkan rehabilitasi yang diumumkan dalam Rapat Paripurna DPR. Terkait penyelidikan dan verifikasi yang telah dilakukan, selama Periode 2004-2009, BK telah memberikan sanksi berupa teguran tertulis maupun lisan, baik melalui pemanggilan langsung oleh BK ataupun melalui pimpinan fraksi dari anggota yang melanggar Tata Tertib dan Kode Etik DPR, antara lain: Surat teguran tertulis kepada tiga orang anggota yang terlibat pelanggaran pada peristiwa kericuhan Rapat Paripurna tanggal 15-16 Maret 2005; Teguran lisan terkait kasus percaloan dana
BK juga melakukan kunjungan ke sejumlah daerah dalam rangka mencari data/bukti terkait penanganan pengaduan pada Tahun Sidang 2006-2007. Kunjungan dilakukan ke: Provinsi DI Yogyakarta dalam kasus percaloan dana bencana alam Semarang dalam kasus pengaduan dari Abdul Aziz Bahlmar terhadap anggota DPR mengenai tindakan ikut campur dalam pengadilan Provinsi Jawa Timur dalam kasus ijazah palsu atas nama anggota DPR Provinsi Sulawesi Selatan dalam kasus ijazah palsu atas nama anggota DPR
BADAN-BADAN
133
bencana alam; kunjungan kerja teknis luar negeri ke Mesir; pencemaran nama baik dan fitnah terhadap Kepala BIN; dan pemukulan yang dilakukan oleh anggota DPR; Teguran tertulis terkait kasus percaloan dana bencana alam; kunjungan kerja teknis luar negeri ke Mesir; dugaan pemerasan oleh anggota DPR; perkara sewa-menyewa rumah dinas di Kalibata; uang Pansus RUU tentang Pemerintahan Aceh; pelecehan dan pencemaran nama baik Presiden RI; penelantaran rumah tangga; dan kasus intervensi yang dilakukan anggota DPR terhadap proses hukum; Pemberhentian anggota DPR terhadap Kasus Percaloan Pemondokan Haji dan Katering; Pemberhentian sebagai anggota DPR terkait kasus foto asusila anggota DPR yang tersebar di media massa dan pelanggaran terhadap tatib; Rehabilitasi terkait kasus dugaan pelanggaran Tata Tertib dan Kode Etik DPR dan gratifikasi dalam penyelenggaraan haji; Pemindahan keanggotaan di AKD terkait kasus penyelewengan dana block grant
dari Direktorat Pembinaan dan Pendidikan Luar Biasa dan tindakan penzaliman; Putusan Perkara Etik yang menyatakan bahwa anggota DPR yang diadukan tidak terbukti melanggar Tata Tertib dan Kode Etik.
BADAN-BADAN
134
Pelanggaran tersebut tidak memerlukan pengaduan. BK menugaskan sekretariat untuk membuat rekapitulasi dan melakukan verifikasi terhadap kehadiran anggota DPR dalam setiap masa sidang untuk mencari anggota DPR yang tidak hadir tiga kali berturut-turut dalam rapat sejenis tanpa izin dari pimpinan fraksi. Pada Tahun Sidang 2004-2005, terdapat satu anggota DPR yang tiga kali berturutturut tidak hadir dalam rapat-rapat DPR sejenis tanpa izin dari pimpinan fraksi. Anggota tersebut mendapat sanksi berupa teguran tertulis. Pada Tahun Sidang 20052006, terdapat 24 anggota DPR yang tiga kali berturut-turut tidak hadir dalam rapat-rapat DPR sejenis tanpa izin dari pimpinan fraksi. Mereka mendapatkan teguran tertulis.
Dalam kunjungan-kunjungan ini delegasi DPRD meminta BK DPR RI agar meninjau ulang keberadaan PP Nomor 53 Tahun 2005 tentang Perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Tata Tertib DPRD yang dianggap telah mengurangi peran BK DPRD. Salah satu pasal menyebutkan bahwa Rapat Paripurna DPRD dapat menolak hasil rekomendasi BK DPRD mengenai hasil penelitian dan pemeriksaan yang telah dilakukan atas dugaan pelanggaran yang dilakukan anggota DPRD. Terkait hal ini, BK mengunjungi DPRD Provinsi Kalimantan Barat, Bali, dan Gorontalo. Beberapa DPRD yang dikunjungi BK dalam rangka kunjungan kerja dalam negeri pada tahun sidang ini adalah DPRD Provinsi NTB, Sumatera Utara, dan Kalimantan Tengah. Pada Tahun Sidang 2008-2009, BK melakukan kunjungan kerja ke sejumlah DPRD, antara lain DPRD Provinsi Riau, NAD, dan Sulawesi Utara. Untuk kunjungan kerja luar negeri, pada 20062007 BK melakukan serangkaian kunjungan kerja teknis ke Amerika Serikat, Afrika Selatan, dan Spanyol untuk mendapat masukan mengenai kode etik/kode perilaku anggota parlemen di negara tersebut. Demikian juga pada Tahun Sidang 2007-2008, dalam rangka mencari masukan mengenai BK dan kode etik/ kode perilaku yang diterapkan di parlemen negara lain, BK melakukan kunjungan kerja ke Belgia dan Perancis. Sedangkan pada Tahun Sidang 2008-2009, hingga semester pertama tahun 2009, BK telah melakukan kunjungan kerja teknis luar negeri ke Chekoslowakia, Inggris, dan Argentina untuk mendapatkan masukan tentang hal-hal terkait kode etik.
BADAN-BADAN
135
Bidang Anggaran
Di bidang anggaran, BURT bertugas merencanakan dan menyusun anggaran Dewan dan anggaran Setjen DPR yang telah disiapkan AKD dan Setjen DPR. Anggaran DPR dibagi dua DIPA, yaitu anggaran Dewan dan anggaran Setjen. Dalam menjalankan tugasnya, BURT bekerja sama dengan Setjen DPR. Laporan ini tidak membahas rincian dan besaran anggaran setiap AKD yang dibahas di BURT, namun memaparkan sejumlah kegiatan yang menonjol.
APBN-P
Pembahasan APBN-P Tahun Anggaran 2006 bersama-sama dengan pimpinan Panggar, pimpinan AKD dan Setjen DPR, memutuskan: - Setjen DPR agar melakukan sinkronisasi terhadap besaran anggaran dan pelaksanaan APBN-P secara realistis dan proporsional dengan mempertimbangkan skala prioritas program dan kegiatan, serta memperhatikan jangka waktu
BADAN-BADAN
136
pelaksanaan APBN-P yang relatif pendek; - Setjen DPR agar melakukan optimalisasi dan efisiensi terhadap pelaksanaan DIPA TahunAnggaran2006dalamkaitandengan APBN-P DPR. Hal ini dimaksudkan agar hasil optimalisasi dan efisiensi anggaran yang telah dilaksanakan dalam DIPA tersebut segera direvisi dan dimanfaatkan kembali untuk keperluan kegiatan DPR.
Pedoman Pengelolaan Anggaran DPR, Hak Keuangan/Administratif, dan Perjalanan Dinas Pimpinan dan Anggota DPR. Selain itu, pada Tahun Sidang 2008-2009, BURT bersama Setjen DPR telah menyusun pedoman keamanan kawasan gedung DPR dan perumahan Anggota Dewan. Pedoman pengelolaan kehumasan dan pengelolaan informasi masih dalam pembahasan.
BURT saat menerima delegasi dari House Democracy Assistance Commission (HDAC), Juli 2009
Penyusunan SOP
Bersama Setjen, pada Tahun Sidang 2007-2008, BURT berhasil menyusun beberapa standard operating procedures (SOP) dan Pedoman, antara lain tentang
Klasifikasi Anggaran
Pengklasifikasian anggaran di setiap fungsi Dewan sangatlah penting untuk mencegah terjadinya ketimpangan dalam pengalokasian anggaran. Oleh karena itu,
BADAN-BADAN
dalam rapat evaluasi DIPA Tahun Anggaran 2007 Triwulan I, BURT mendesak agar penggunaan anggaran diklasifikasikan sesuai fungsi Dewan, yaitu fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Pada Tahun Sidang 2007-2008, BURT meminta Setjen DPR untuk lebih intensif dalam menyempurnakan dan menertibkan administrasi, lebih efisien dan transparan dalam penggunaan APBN sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku agar tercapai penggunaan anggaran yang tepat sasaran dan tepat guna baik secara kuantitas maupun kualitas.
menentukan kebijaksanan terkait kerumahtanggaan DPR, termasuk kesejahteraan anggota DPR dan pegawai Setjen DPR. Berikut ini adalah sejumlah kegiatan, keputusan dan rekomendasi dari BURT mengenai kesejahteraan selama Periode 2004-2009.
137
Bidang Pengawasan
Dalam bidang pengawasan, BURT mengawasi pelaksanaan dan pengelolaan anggaran DPR maupun pelaksanaan dan pengelolaan lain yang dilakukan Setjen DPR. Berikut ini adalah kegiatan pengawasan menonjol yang dilakukan BURT selama Periode 2004-2009.
Penyerapan Anggaran
Penyerapan Anggaran Setjen DPR Semester I Tahun 2005 belum optimal sehingga diperlukan mekanisme yang terukur untuk penggunaan Anggaran Tahun 2005 agar Anggaran Tahun 2005 dapat diserap secara efektif, efisien, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Bidang Kesejahteraan
BURT membantu Pimpinan DPR dalam
Asuransi Kesehatan
Dalam rapat-rapat dengan diputuskan sebagai berikut: PT Askes
BADAN-BADAN
138
Anggota BURT saat bertemu dengan Ketua Partai Demokrat, Juni 2009
- Untuk Tahun Anggaran 2007 perlu peningkatan fasilitas pelayanan ansuransi kesehatan bagi nggota DPR beserta anggota keluarganya melalui pengalokasian anggaran yang memadai sehingga dapat mengakomodasikan pelayanan kesehatan di dalam maupun di luar negeri; - Sistem pelayanan asuransi kesehatan memerlukan berbagai terobosan yang dapat memberikan kepastian dan kemudahan, antara lain surat rujukan, pemenuhan obat-obatan, dan pelayananpelayanan yang dibutuhkan seperti Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan CAT Scan; - Dalam evaluasi pelaksanaan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Anggota DPR Beserta Anggota Keluarganya Tahun 2007 diputuskan, antara lain: ~ Setjen khususnya Unit Pelayanan Kesehatan (YANKES) agar menyediakan obat-obatan di luar Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) yang dibutuhkan anggota DPR sesuai indikasi medis; dan bersama-sama PT ASKES (Persero) memperbaiki administrasi pembayaran klaim;
PT ASKES (Persero) agar menyediakan sistem pelayanan khusus bagi Anggota DPR sebagai pemegang Kartu Platinum dan Rumah Sakit Provider memiliki database peserta PT ASKES, khususnya pemegang Kartu Platinum. Pada Tahun Sidang 2008-2009, BURT menyetujui perpanjangan kontrak antara Sekjen DPR dan PT ASKES dalam rangka peningkatan pelayanan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi anggota Dewan beserta anggota keluarganya.
H. PIMPINAN DPR
Pimpinan DPR merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif yang terdiri atas satu (1) orang Ketua dan tiga (3) orang Wakil Ketua, yang semuanya dipilih dari dan oleh anggota dalam Rapat Paripurna. Untuk Periode 2004-2009, Pimpinan DPR RI diketuai oleh H.R. Agung Laksono dari unsur FPG, sedangkan Wakil Ketua DPR adalah Soetardjo Soerjogoeritno dari unsur FPDIP, A. Muhaimin Iskandar dari unsur FKB, dan Zainal Maarif dari unsur FBR. Jajaran pimpinan ini dibagi berdasarkan tugas masing-masing: Ketua H.R. Agung Laksono mempunyai tugas yang bersifat umum dan mencakup semua bidang koordinasi; Wakil Ketua Soetardjo Soerjogoeritno mempunyai tugas sebagai Korpolekku yang membidangi ruang lingkup tugas Komisi I, Komisi II, Komisi III, Komisi XI, BKSAP, dan Panggar; Wakil Ketua A. Muhaimin Iskandar mempunyai tugas sebagai Koordinator Bidang Industri Perdagangan dan Pembangunan (Korindagbang) yang membidangi ruang lingkup tugas Komisi IV, Komisi V, Komisi VI, Komisi VII dan Badan Legislasi; Wakil Ketua Zainal Maarif, adalah Korkesra yang membidangi ruang lingkup tugas
Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar menerima delegasi dari negara sahabat, 2005
Komisi VIII, Komisi IX, Komisi X, BURT, dan Badan Kehormatan. Pada tahun sidang ketiga, posisi ini dikosongkan menyusul dilakukannya PAW kepada Zainal Maarif; Secara umum, tugas para Pimpinan DPR adalah memimpin sidang-sidang dan menyimpulkan hasil sidang untuk diambil keputusan; menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja antara Ketua dan Wakil Ketua; menjadi juru bicara DPR; melaksanakan dan memasyarakatkan keputusan DPR; berkonsultasi dengan Presiden dan Pimpinan Lembaga Negara lainnya sesuai keputusan DPR; mewakili DPR dan/atau AKD di pengadilan; melaksanakan keputusan DPR berkenan dengan penetapan sanksi atau rehabilitasi anggota sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; menetapkan arah, kebijakan umum dan strategi pengelolaan anggaran DPR; dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya dalam Rapat Paripurna DPR.
139
Rapat Paripurna
Sebagaimana diketahui, tugas ketua lebih bersifat umum dan mencakup semua bidang koordinasi. Salah satu tugas utamanya pada setiap masa sidang adalah memimpin Rapat Paripurna pembukaaan dan penutupan masa persidangan yang rutin dilaksanakan empat
PIMPINAN DPR
140
kali setiap Tahun Sidang, Rapat Paripurna HUT DPR/MPR RI setiap tanggal 29 Agustus, setiap awal Tahun Sidang, Rapat Paripurna Hasil Pemeriksaan Semester (Hapsem) BPK. Dalam memimpin Rapat Paripurna, Ketua DPR kerap kali didampingi para Wakil Ketua lainnya yang tidak jarang juga menggantikan peran Ketua DPR dalam memimpin Rapat Paripurna.
Penyampaian aspirasi masyarakat yang dilakukan dengan menggelar aksi di depan kompleks Gedung DPR RI
142
Pengaduan Publik
Ada dua jenis pengaduan yang dikelola DPR, yaitu pengaduan langsung dan pengaduan tertulis.
Politik
10
14
11
10
47
DKI, Batam, Irjabar, Aceh, Banten, Porong Sidoarjo, Surakarta, Papua, Maluku Utara, Kab Tan Toraja, kab Rokan Hulu, Timika, Kab Ala dan Abas, Buton, Forum Perjuangan Kaukus Nusantara LSM Peduli Tani Nasional DKI Jakarta, Jateng Sulut, Universitas Nasional DKI, Jateng, Sulawesi Tengah, Jatim, DIY, Jabar DKI Jatim, DKI Jakarta, Forum Umat Islam
8 5 3 1 0 27
0 4 5 4 1 28
1 4 3 3 1 23
1 1 2 0 1 15
1 0 1 0 0 4
11 14 14 8 3 97
143
PIMPINAN DPR DAN KOMISI HASIL PERTEMUAN DISAMPAIKAN KE INSTANSI TERKAIT DAN ALAT KELENGKAPAN DPR RI UNTUK TANGGAPAN UNTUK DISAMPAIKAN KE PELAPOR
MENYALURKAN DELEGASI KE
POS KOPAN
MEMBERITAHUKAN/ MENGANTARKAN KE
BAGIAN HUMAS
MENGHUBUNGI
UNIT-UNIT TERKAIT
MENGANTAR KE
RUANG KERJA
MENGANTAR KE
TEMPAT PERTEMUAN
RDP/RDPU
hasil kajian disampaikan kepada Pimpinan DPR atau pimpinan komisi yang terkait untuk ditindaklanjuti. Masyarakat bisa menyampaikan pengaduan atau aspirasi secara tertulis melalui surat, faksimili, atau e-mail yang ditujukan kepada pimpinan sesuai permasalahan. Dalam proses penerimaan pengaduan ini, DPR memberlakukan prosedur baku yang dikoordinasikan oleh Setjen.
dijawab MASYARAKAT TIDAK LENGKAP SURAT BAGIAN TATA PERSURATAN BAGIAN PENGADUAN MASYARAKAT PROSES DAN ANALISA LENGKAP dianalisa oleh deputi kepada pelapor
INSTANSI TERKAIT A.N. PIMPINAN DPR RI SEKJEN ALAT KELENGKAPAN DPR RI DPR RI
HASIL ANALISA DISAMPAIKAN KEPADA PIMPINAN DPR-RI UNTUK DIMINTAKAN SARAN DAN PENDAPAT
144
Dalam Periode 2004-2009 ini, surat yang diterima DPR memiliki beragam muatan, yaitu dari masalah politik, pendidikan, hingga rumah atau bangunan. Dari tabel 2 di bawah terlihat bahwa dari tahun ke tahun, pengaduan masyarakat bidang politik/hukum menempati urutan pertama, sedangkan bidang tanah/bangunan yang kedua, dan sosial/budaya urutan ketiga. Berdasarkan tabel 3 di samping, terlihat bahwa kelompok bidang yang menerima surat aspirasi dan pengaduan masyarakat terbanyak adalah: pertama, Korpolekku yang antara lain membidangi masalah Pertanahan, Aparatur/ Kepegawaian, Peradilan dan Pelanggaran Hukum, Politik, Ekonomi dan Keuangan; kedua, Koindagbang yang antara lain membidangi Kehutanan dan Lingkungan Hidup; dan ketiga, Korkesra yang antara lain membidangi masalah Tenaga Kerja, Sosial, Pendidikan, Kesehatan, dan Agama.
Pimpinan DPR menindaklanjuti suratsurat yang dikirimkan publik dengan menyampaikannya kepada instansi terkait baik pusat maupun daerah, komisi-komisi DPR dan juga kepada pelapor.
Tanah/Rumah/Bangunan Aparatur Negara/ Kepegawaian Perburuhan/Tenaga Kerja Politik/Hukum Ekonomi dan Keuangan Sosial/Budaya Pendidikan Kesehatan Agama Kehutanan Lingkungan Hidup Jumlah
*Data hingga April 2009
Tabel 3. Surat Aspirasi dan Pengaduan Masyarakat untuk Pimpinan DPR RI, Berdasarkan Koordinator Bidang
Jumlah Surat Koordinator Bidang 20042005 555 101 20052006 902 107 20062007 628 141 20072008 230 42 20082009* 72 5 Total 2004-2009 2.387 396
145
Koordinator Politik, Ekonomi dan Keuangan Koordinator Kesejahteraan Rakyat Koordinator Industri Perdagangan dan Pembangunan Jumlah
*Data hingga April 2009
51
317
61
15
446
707
1.326
830
287
79
3.229
Dari tabel 4 di bawah ini terdapat tiga bidang permasalahan yang menonjol, yaitu pertama bidang politik dan pelanggaran hukum, kedua masalah sosial, dan ketiga masalah tanah/ bangunan.
Komisi yang paling banyak menerima pengaduan masyarakat adalah Komisi III dengan permasalahan hukum, perundangundangan, HAM, keamanan, diikuti Komisi II dengan masalah pemerintahan, aparatur
Tanah/Rumah/Bangunan Aparatur Negara/ Kepegawaian Perburuhan/Tenaga Kerja Politik/Hukum Ekonomi dan Keuangan Sosial/Budaya Pendidikan Kesehatan Agama Kehutanan Lingkungan Hidup Jumlah
*Data hingga April 2009
146
KOMISI I
KOMISI II
45
53
30
62
46
236
KOMISI III
21
56
40
59
71
247
KOMISI IV
13
14
53
KOMISI V
10
33
KOMISI VI
13
14
12
10
52
KOMISI VII
18
26
11
70
KOMISI VIII
11
45
20
87
KOMISI IX
16
25
12
10
71
KOMISI X
13
16
17
60
KOMISI XI Risalah
18 0 7 16 0 1 1 209
18 3 4 13 0 1 2 327
10 0 1 1 0 0 0 183
6 0 1 2 0 1 0 211
10 0 1 1 1 0 2 181
62 3 14 33 1 3 5 1.111
147
dan pertanahan. Selanjutnya adalah Komisi VIII terkait bidang agama, sosial dan pemberdayaan perempuan, terutama pada tahun sidang kedua ketika banyaknya reaksi masyarakat terhadap pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Anti Pornografi dan Pornoaksi. Sementara Komisi VII sebagian besar terkait dengan reaksi masyarakat mengenai kenaikan harga BBM dan rencana kenaikan tarif listrik. Pelaksanaan analisa surat pengaduan masyarakat selain bersumber pada data normatif berupa peraturan perundangan, yurisprudensi dan doktrin dalam ilmu hukum, juga mengkaji kebenaran isi atau substansi surat pengaduan tersebut, yang dilakukan melalui koordinasi dengan instansi terkait. Upaya yang dilakukan meliputi diskusi dan pelatihan praktisi hukum bagi para penganalisa.
Pengiriman Aspirasi Secara Tertulis Bagian Pengaduan Masyarakat, Biro Pengawasan Legislatif Deputi Bidang Anggaran dan Pengawasan Sekretariat Jenderal DPR RI Gedung DPR RI Jl. Jenderal Gatot Subroto Kav 27-29 Jakarta No Telp. (021)-5715818/(021)5715815 No Faks. (021)-5715845 E-Mail: bag_pengaduan@dpr.go.id
J. Aktivitas Lainnya
148 Selain melaksanakan tugas sebagai Anggota Dewan yang terkait dengan tugas pembentukan UU (legislasi), pengawasan dan anggaran, para anggota juga melakukan kegiatan lain, secara politik sesuai kepentingan masing-masing anggota maupun secara sosial. Kegiatan lain Anggota Dewan tersebut antara lain tercermin dalam pembentukan tim-tim yang dilakukan Dewan dan kaukus-kaukus yang dilakukan anggota di dalam maupun di luar DPR. manipulasi persetujuan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Berdasarkan sejumlah kesimpulan tersebut, Tim TPST merekomendasikan Depdagri agar mengambil langkah tegas untuk, antara lain menyelesaikan kasus TPST Bogor dengan mendesak Pemprov DKI Jakarta dan Jawa Barat untuk menghentikan uji coba dan pengoperasian TPST Bojong karena melanggar peraturan perundangundangan yang berlaku. Sedangkan kepada Pemda DKI Jakarta dan Kabupaten Bogor, Tim TPST merekomendasikan, antara lain merelokasi TPST Bojong ke tempat yang memang diperuntukkan sebagai tempat pembuangan akhir.
Tim-Tim DPR
Selama 2004-2009, DPR secara resmi membentuk tim-tim terkait penanganan masalah, atau permasalahan di masyarakat. Berikut ini adalah sejumlah tim tersebut:
Tim DPR RI atas Penanganan Masalah Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bojong Bogor
Tim TPST dibentuk berdasarkan Keputusan Pimpinan DPR RI Nomor 29/ PIMP/II/2004-2005 dan beranggotakan 15 orang. Selanjutnya, sesuai Keputusan Rapat Bamus tanggal 20 Januari 2005 Nomor KD.02/597/DPR RI/2005, anggota tim ditambah enam orang dari unsur Komisi III, sehingga menjadi 21 orang. Dalam menjalankan tugasnya, tim TPST melakukan sejumlah RDP/RDPU dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk Gubernur DKI Jakarta, WALHI, Kepala Kepolisian Wilayah (Kapolsek) dan Kepala Kepolisian Resor Bogor (Kapolres), melakukan peninjauan lapangan serta berdialog langsung dengan masyarakat. Pada 25 Juni 2005, tim TPST melaporkan hasil kerjanya. Kesimpulan tim ini antara lain kesalahan dalam pemberian izin lokasi pembangunan TPST Bojong oleh Pemerintah Kabupaten Bogor; lokasi TPST Bojong yang sangat tidak layak karena dekat permukiman penduduk; dan
Tim Pengawas Penanggulangan Bencana Alam di Provinsi NAD dan Sumatera Utara
Tim ini dibentuk melalui Keputusan Pimpinan DPR Nomor 03/PIMP/III/20042005 tanggal 19 Januari 2005, dan dipimpin Wakil Ketua DPR Bidang Korindagbang, H. Muhaimin Iskandar, dan beranggotakan wakil dari Komisi I hingga XI dan Panggar DPR yang mencerminkan fraksi-fraksi. Tim ini bertugas mengawasi pelaksanaan penanggulangan bencana alam di Provinsi NAD dan Sumatera Utara (Nias) dari masa tanggap darurat hingga masa rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan oleh BRR NAD-Nias. Tim ini merupakan tim ad hoc pertama yang dibentuk DPR dan menjalankan tugasnya selama lima tahun, 2004-2009. Selama masa kerjanya, tim ini melakukan berbagai kegiatan, antara lain, kunjungan lapangan; audiensi dengan berbagai unsur swasta, Pemerintah, maupun LSM; mengadakan Civic Info Fair mengenai bencana Aceh dan Nias; pameran foto; dan Semiloka. Tim ini juga terus-menerus memberikan kritik konstruktif dan masukan kepada BRR NAD-Nias dalam melaksanakan tugasnya.
Aktivitas Lainnya
Tim Pengawas Penanggulangan Bencana Alam di Provinsi DI Yogyakarta & Jawa Tengah
Tim ini dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Pimpinan DPR RI No. 27/PIMP/ IV/2005-2006 untuk mengawasi penyaluran bantuan bencana alam dan rehabilitasi pascagempa di Provinsi DI Yogyakarta dan Jawa Tengah. Tim ini juga mengawasai pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi oleh Tim Koordinasi Rehabilitasi dan Rekonstruksi yang telah dibentuk Pemerintah sesuai Kepres No. 9 Tahun 2006 tanggal 3 Juli 2006. Tim ini dipimpin Wakil Ketua DPR Bidang Korkesra, Zaenal Maarif SH, MA dengan 20 anggota dari unsur fraksi dan komisi, serta didukung tim P3DI dan staf Setjen. Tim ini bekerja dengan melakukan kunjungan lapangan dan RDP dengan Tim Pelaksana yang dibentuk Pemerintah. Dari berbagai temuan dan analisa, Tim Pengawas memberikan rekomendasi, seperti perlunya manajemen bencana yang dikelola para profesional, perlunya pendataan dan alokasi dana yang dibutuhkan; perlunya Pemerintah memerhatikan kelangsungan pendidikan dan kesejahteraan akibat banyaknya anak putus sekolah dan penderita cacat akibat gempa; serta perlunya dorongan dari Pemerintah untuk membangkitkan semangat masyarakat korban.
149
Anggota DPR yang tergabung dalam Tim Pengawas Penanggulangan Bancana Alam di Aceh dan Sumut melakukan kunjungan lapangan ke lokasi bencana tsunami, 2005
Aktivitas Lainnya
150
Wakil Ketua DPR RI Bidang Korpolekku, H. Soetardjo Soerjogoeritno B.Sc. Selama masa perpanjangan, beberapa kegiatan Tim P2LS yang dilakukan, antara lain, menggelar RDP dan RDPU dengan sejumlah pihak seperti Tim Pengawas dan Badan Pelaksana Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), Badan Pertanahan Nasional, Lapindo Brantas Inc., PT Minarak Lapindo Jaya, Dirjen Anggaran, Dirjen Pajak Depkeu, serta delegasi anggota DPRD Sidoarjo dan wakil masyarakat korban. Dalam RDPU tanggal 11 September 2008 dengan BPLS, Lapindo Brantas, dan PT Minarak Lapindo Jaya, Tim P2LS merekomendasikan tambahan anggaran APBN untuk sosial, infrastruktur, dan lingkungan hidup; BPN menawarkan solusi hukum atas status tanah; dan agar BPLS mengantisipasi musim hujan untuk menghindari banjir atau tanggul jebol. Hal ini dikuatkan dengan RDPU lanjutan pada 18 Juni 2009 yang hasilnya menyarankan, antara lain, perlunya revisi Perpres Nomor 14 Tahun 2007 jo Perpres Nomor 48 Tahun 2008 karena Perpres tersebut saat ini sudah tidak dapat menyelesaikan dinamika di lapangan; perlunya percepatan pencairan APBN untuk pembiayaan jual-beli tanah dan bangunan di tiga desa sesuai Perpres 48 Tahun 2008 dan alokasi percepatan infrastruktur lainnya di Sidoarjo; mendesak Pemerintah agar proses pembebasan tanah terkait relokasi infrastruktur dapat dilakukan dengan mekanisme konsinyasi, untuk itu Kepala BPN diminta segera melakukan langkah-langkah pembentukan payung hukum yang bersifat lex specialis guna percepatan mekanisme konsinyasi tersebut; meminta Lapindo untuk menyelesaikan komitmen masalah sosial di dalam peta terdampak sesuai Perpres 14 Tahun 2007, sedangkan di luar itu penanggulangan semburan lumpur agar ditangani dan dibiayai oleh Pemerintah; dan meminta Pemerintah mengambil langkah-
langkah strategis dan mitigasi darurat guna menyelamatkan masyarakat serta menjaga infrastruktur dan memperhatikan risiko lingkungan yang paling kecil. Dari hasil kunjungan lapangan oleh Tim P2LS, ditemukan fakta-fakta antara lain, bahwa kawah lumpur Sidoarjo adalah fenomena alamdantelahmemasukitahappembentukan kaldera, sehingga memberikan landasan rasional bahwa semburan lumpur Sidoarjo sudah tidak rasional lagi untuk dihentikan; sampai bulan Juni 2009 total biaya yang sudah dikeluarkan oleh Lapindo Brantas dan PT Minarak Lapindo Jaya, termasuk untuk penanganan sosial dan realisasi jualbeli tanah dan bangunan mencapai Rp 6,06 triliun; dan untuk penanganan operasional dan lingkungan hidup, maka hal yang terus-menerus dilakukan adalah dengan tetap mempertahankan, memperkuat, dan memelihara tanggul.
Aktivitas Lainnya
Tim mulai bekerja sejak 3 September 2008 dengan melakukan sejumlah rapat internal, dilanjutkan Rapat Konsultasi Tim dengan Menkeu tanggal 4 Februari 2009. Sedangkan Rapat Konsultasi dengan Jaksa Agung dan Kapolri dilakukan pada 13 Mei 2009. Tim Pengawas Penyelesaian Kasus KLBI dan BLBI telah menjalankan tugasnya untuk mendorong agar Pemerintah serius menyelesaikan permasalahan KLBI dan BLBI secara menyeluruh, dari aspek penanganan hukum hingga pengembalian uang negara oleh para obligor dalam kerangka waktu yang jelas dan tegas.
2006 Tahap I (Pertama) dibentuk berdasarkan Keputusan Pimpinan DPR RI Nomor 16/PIMP/ II/2005-2006. Tim ini beranggotakan satu orang Pimpinan/Wakil Ketua DPR dan enam Anggota Dewan yang merupakan gabungan dari Komisi I, V, VII dan XI. Tim ini bertugas selama delapan hari kerja dari tanggal 7-14 Desember 2005 untuk mengawasi penyelenggaraan ibadah haji dengan mencari dan mendapatkan informasi langsung serta data-data akurat sesuai fakta di lapangan; Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI dibentuk berdasarkan Keputusan Pimpinan DPR RI Nomor 12/PIMP/III/2005-2006, dengan komposisi anggota terdiri dari wakil fraksi-fraksi DPR (dua orang dari tiap fraksi). Tugas tim ini adalah melaksanakan pemetaan dan pengkajian permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas-tugas DPR, serta membuat rekomendasi dari hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR; Tim Pengawas Pelaksanaan Distribusi Pupuk Bersubsidi dibentuk berdasarkan Keputusan Pimpinan DPR RI Nomor 13F/PIMP/II/20082009, dengan komposisi keanggotaan terdiri dari unsur Pimpinan DPR dan 28 anggota DPR dari fraksi-fraksi. Tim ini bertugas mengawasi pendistribusian pupuk bersubsidi dan rencana kerja Pemerintah, sesuai dengan tingkat pembicaraan yang diatur dalam Tatib DPR dan Acara Rapat DPR yang ditetapkan Rapat Bamus; Tim Privatisasi BUMN dibentuk berdasarkan keputusan Pimpinan DPR RI Nomor 51/ PIMP/IV/2007-2008, dengan komposisi keanggotaan terdiri dari unsur Komisi VI sebanyak 17 orang dan Komisi XI sebanyak 17 orang, di bawah pimpinan Ketua DPR, sehingga total anggota sebanyak 35 orang. Tim ini bertugas membantu Pimpinan DPR bilamana terjadi perbedaan terhadap persetujuan dan/atau keputusan antara Komisi VI dan Komisi XI mengenai rencana privatisasi BUMN; Panitia Pengarah (Steering Committee) Penataan Ulang Kawasan Kompleks (Grand Design) MPR, DPR dan DPD RI dibentuk
151
Aktivitas Lainnya
152
berdasarkan Keputusan Pimpinan Nomor 25/PIMP/IV/2008-2009 dengan komposisi anggota terdiri dari unsur pimpinan DPR, pimpinan BURT dan pimpinan fraksi yang berjumlah 28 orang. Panitia ini bertugas memberi pengarahan kepada Panitia Pelaksana (Organizing Committee) Grand Design MPR, DPR, dan DPD RI.
Kaukus Parlemen Indonesia untuk Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan (Kaukus Lingkungan)
Kaukus Lingkungan dideklarasikan oleh 60 anggota DPR lintas fraksi dan lintas komisi pada 14 Juni 2007 sebagai forum yang fokus pada peningkatan kualitas dan tata kelola lingkungan hidup. Tujuan dari Kaukus ini adalah sebagai berikut: - Mendorong pengarusutamaan isu lingkungan hidup dalam setiap kebijakan dan strategi penganggarannya di seluruh sektor pembangunan, sehingga sejajar dengan isu-isu strategis lainnya dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan; - Meningkatkan fungsi pengawasan dan penganggaran parlemen dalam bidang konservasi lingkungan dan pembangunan berkelanjutan; - Mendorong penataan kembali berbagai kebijakan dan perundangan terkait lingkungan hidup serta perundanganperundangan lain yang relevan; - Mendorong setiap upaya peningkatan kinerja pengelolaan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan; - Mensosialisasikan akan pentingnya konservasi lingkungan kepada seluruh masyarakat sebagai upaya pencapaian pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat, baik yang dilakukan Pemerintah maupun anggota masyarakat, termasuk kalangan dunia usaha pada umumnya. Salah satu pencapaian penting Kaukus Lingkungan adalah mendorong dilaksanakannya UNFCCC di Bali, Indonesia pada bulan Desember 2007. Sebelumnya, konferensi tersebut akan diadakan di Thailand. Selain itu, KPI-LPB juga berhasil mendorong disahkannya Undang-Undang Nomor 30/2007 tentang Energi, yang antara lain mengatur
Kaukus
Di luar AKD, kegiatan pengawasan para anggota seringkali disalurkan melalui wadah yang disebut kaukus. Kaukus secara umum didefinisikan sebagai pertemuan para pendukung, partai politik, atau fraksi untuk mengkoordinasikan kegiatan para anggota untuk, antara lain, mencermati suatu isu dan menentukan kebijakan kelompok. Selama Periode 2004-2009, berikut sebagian kegiatan beberapa kaukus untuk mencermati isu-isu yang mendapat perhatian masyarakat:
Aktivitas Lainnya
Salah satu Anggota Dewan menandatangani spanduk pernyataan sikap tentang anti penyiksaan terhadap perempuan, 2008
tentang perubahan pemakaian energi fosil menuju non-fosil dan memberi insentif pengembangan energi non-fosil.
politik di dalam tubuh bangsa Palestina itu sendiri dengan, antara lain: - Mengeluarkan petisi yang menuntut pembebasan anggota parlemen Palestina dari tahanan Israel; - Menyatakan keprihatinan atas krisis politik yang terjadi antara Hamas dan Fatah dan meminta Pemerintah Indonesia untuk melakukan peran mediasi terhadap konflik internal tersebut; - Melakukan peran Peduli Palestina pada 19-22 Januari 2009 untuk menggalang bantuan dana kemanusiaan dan mengirimkannya ke rakyat Palestina.
153
Aktivitas Lainnya
154
termasuk Indonesia yang membentuk IFPPD pada 17 Oktober 2001 dan diinagurasi oleh Ketua DPR RI, Bapak Ir. Akbar Tanjung pada tanggal 15 Mei 2002. Kaukus ini bisa dilihat dalam www.ifppd.org.
Aksi Sosial
Untuk meringankan penderitaan masyarakat yang terkena musibah bencana di tanah air, DPR memberikan sumbangan kepada korban. Selain itu, ada juga sumbangan untuk kegiatan sosial keagamaaan, olahraga, dan seni budaya. Salah satu aksi sosial yang dilakukan adalah aksi pengumpulan sumbangan untuk beberapa bencana alam, seperti gempa bumi Nabire; gempa bumi dan tsunami Aceh; tanah longsor di Bandung; banjir Sambas dan Pontianak; gempa bumi Nias; gempa bumi di Talaud, Sulawesi Utara; sumbangan tiga tim ke Kepulauan Riau, Kalimantan Tenggah dan Sulawesi Tenggah; dan sumbangan korban bencana jebolnya bendungan Situ Gintung, Banten. Selain itu, DPR juga menyalurkan sumbangan sosial, keagamaan, dan untuk kegiatan olahraga. Khusus untuk sumbangan tsunami, selain sumbangan yang diberikan DPR, anggota melalui fraksi juga menyalurkan sumbangan mereka. Selain itu, Korpri Setjen juga menghimpun bantuan dana untuk masyarakat korban bencana di Aceh.
Seminar
Salah satu kegiatan yang digelar untuk mendukung kegiatan Dewan adalah seminar untuk mencari masukan dari pakar dan narasumber terkait isu tertentu. Beberapa kajian seminar diselenggarakan oleh Bidang Pengkajian P3DI. Topik seminar dan diskusi yang telah dilaksanakan mulai dari BHP; Pornografi dan Pornoaksi; Pengamanan Selat Malaka dalam Perspektif Indonesia; masalah beras dan ketahanan pangan Indonesia; pembalakan liar; hingga penanggulangan penyakit menular.
Aktivitas Lainnya
155
Wakil Ketua DPR/ Bidang Korpolekku Soetardjo Soerjogoeritno membuka acara pagelaran wayang kulit di lingkungan DPR, 29 Agustus 2006
Anggota DPR menyempatkan diri berfoto bersama di samping bunga Rafflesia ketika melakukan kunjungan kerja ke Bengkulu, 2006
Aktivitas Lainnya
156 DPR menyelenggarakan acara donor darah sebagai bentuk kepedulian terhadap kemanusiaan, 2006
Anggota FPDIP saat melakukan protes impor beras pada tahun 2006 dengan mengenakan caping petani di ruang sidang
Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar menggunakan jasa ojek di lingkungan DPR sebagai bentuk solidaritas terkait isu BBM, Mei 2008
Aktivitas Lainnya
157
Parlemen Remaja Indonesia mengunjungi DPR untuk melihat bagaimana mekanisme di DPR, 2008
Pimpinan DPR mendukung diselenggarakannya Seminar Rokok, Remaja dan Kemiskinan pada Juni 2008 di salah satu kompleks DPR
Kekuatan:
Visi dan misi yang jelas Struktur organisasi Setjen yang baru Meningkatnya fungsi dan peran DPR sebagai lembaga negara Tersedianya SDM aparatur dan anggaran yang mendukung Tersedianya sarana dan prasarana Meningkatnya kesejahteraan pegawai Komitmen dan kemauan politik
Kendala:
Pembinaan dan pengembangan kualitas SDM masih terbatas Kelembagaan dan kemampuan mengelola SDM masih lemah terindikasi dari status bagi jabatan perancang, perencana, dan analis kebijakan Tenaga-tenaga fungsional yang ada kurang memiliki arah yang jelas dan kurang mendapatkan perhatian yang serius dari Pemerintah Hasil kajian/analisis dari tenaga ahli yang ada belum dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi kinerja ke depan Pemanfaatan SDM Sekjen dalam mendukung pelaksanaan tugas Dewan kurang optimal Terbatasnya sarana dan prasarana kerja sebagai pendukung tugas dan kegiatan Dewan Masih lemahnya koordinasi antar unit kerja maupun antar pejabat di lingkungan Sekjen DPR
Dikutip dari Rencana Strategis Sekretariat Jenderal DPR-RI 2006-2009 yang dituangkan dalam Surat Keputusan Sekretaris Jenderal DPR-RI No. 614/Sekjen/ 2005 tentang Rencana Strategis Sekretariat Jenderal DPR-RI tahun 2006-2009
1
Tantangan:
Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam menyalurkan aspirasi ke DPR sehingga diperlukan mekanisme penanganan dan pelayanan secara maksimal untuk menjembatani masyarakat dan Anggota DPR Di era transparansi dan keterbukaan, Setjen dituntut mampu menjalankan tugas dengan cepat, tepat, dan cermat untuk meningkatkan kinerja Dewan Krisis ekonomi yang berdampak pada krisis kepercayaan terhadap kinerja Pemerintah berpengaruh terhadap kinerja Setjen. Untuk itu Sekjen harus mampu menjalankan tugas dan fungsinya sebagai elemen penunjang Dewan Penyediaan rumusan dan rincian tugas bagi tenaga fungsional yang meliputi: perancang Undang-undang, perencana/analis kebijakan, peneliti, pranata komputer, dan pegawaian lainnya Kebijakan penyediaan sarana teknologi informasi untuk menunjang pelaksanaan tugas Dewan Optimalisasi SDM di bidang perundang-undangan, anggaran, dan pengawasan melalui pendidikan dan pelatihan Peluang: Struktur organisasi Setjen sebagai sistem pendukung selalu mengikuti perkembangan DPR; Potensi pemanfaatan SDM secara optimal; Harapan masyarakat yang besar terhadap peningkatan kinerja Dewan; Dukungan internasional untuk menghimpun dan membangun kerja sama antarparlemen; Pengembangan teknologi informasi; Tuntutan pelayanan Dewan dan publik
159
Bidang Legislasi
Terkait dukungan legislasi, pada Periode 20042009, Setjen DPR RI memberi bantuan kepada DPR dalam rangka pembahasan semua RUU. Untuk memperkuat dukungan terhadap pelaksanaan tugas Dewan di bidang ini, Setjen DPR membentuk sistem unit pendukung yang khusus melakukan kegiatan di bidang penyusunan RUU Usul Inisiatif DPR. Selain itu, dibentuk pula Jabatan Fungsional Perancang Undang-Undang yang bertugas memberi bantuan teknis dan keahlian. Dukungan keahlian pada fungsi legislasi diberikan mulai dari penyusunan draft RUU dan naskah akademiknya hingga pelaksanaan tugas Dewan memberi keterangan berkaitan dengan permohonan untuk melakukan uji material UU (judicial review). Setjen DPR melalui unit terkait juga mangadakan seminar dan melakukan berbagai kegiatan penelitian dan pengkajian, kunjungan ke daerah, dan kerja sama dengan berbagai perguruan tinggi/ universitas dalam rangka penyusunan draft RUU dan naskah akademiknya. Dukungan juga diberikan dengan membentuk Tim Asistensi sesuai kebutuhan DPR, baik untuk melakukan perancangan RUU, pendamping
160
pembahasan RUU dengan Pemerintah, serta menyiapkan jawaban atau keterangan pada Sidang MK terkait uji material UU. Dalam proses pembahasan RUU melalui Komisi maupun Pansus, Setjen DPR juga memberi dukungan mulai dari persiapan rapat, penyiapan data dan informasi, penyusunan konsep kesimpulan dan notulensi rapat, penggandaan dan distribusi hasil-hasil rapat hingga melakukan sosialisasi RUU yang akan dibahas.
Bidang Pengawasan
Di bidang pengawasan, Setjen DPR mendukung pelaksanaan tugas DPR melalui raker, RDP, RDPU dan berbagai pertemuan konsultasi. Di samping itu, Setjen DPR juga membantu kegiatan DPR dalam kunjungan lapangan dan kunjungan kerja ke berbagai provinsi serta menyusun laporan yang akan dibahas dengan departemen atau instansi terkait. Terkait peningkatan kualitas pelayanan kepada DPR, Setjen DPR berpartisipasi aktif dalam forum yang mewadahi para pejabat Setjen di tingkat regional maupun internasional. Forum ini sekaligus merupakan sarana pertukaran informasi di antara mereka. Di tingkat internasional terdapat Association of Secretary General of Parliament (ASGP). Sedangkan di tingkat regional, para pejabat Setjen Parlemen tergabung dalam Secretaries-General Forum of Asia-Pacific Parliaments (SGFAPP) yang baru terbentuk pada tahun 2009 di Korea Selatan atas inisiatif Setjen Parlemen Korea Selatan. Dalam ASGP antara lain dibahas hal-hal berkaitan dengan upaya peningkatan pelayanan Setjen kepada parlemen, misalnya isu untuk meningkatkan kualitas pelayanan dalam persidangan/rapat dan persiapan yang harus dilakukan untuk menyambut anggota parlemen baru. Sedangkan dalam SGFAPP, salah satu isu yang menonjol adalah dukungan fasilitas terkait penerapan teknologi informasi dalam mekanisme kerja parlemen, misalnya pada saat voting dan pembuatan laporan secara digital.
Bidang Anggaran
Untuk memfasilitasi kegiatan Dewan di bidang anggaran, Setjen DPR memberikan bantuan administratif terhadap penyediaan dana yang diperlukan DPR untuk memperlancar tugastugas Dewan. Setjen DPR juga melakukan koordinasi secara intensif antar-unit kerja Setjen DPR, termasuk Sekretariat BURT, Sekretariat Panggar, dan instansi-instansi terkait untuk pembahasan dan penyempurnaan Rancangan Anggaran Dewan dan Setjen DPR. Dukungan Setjen DPR pada fungsi penetapan APBN dilakukan melalui dari kegiatan penelitian, pengkajian dan analisis, pengumpulan data dan informasi guna mendapatkan masukan dalam pembahasan APBN, kegiatan pemantauan penggunaan dana perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, serta pengumpulan data dan informasi dalam bentuk database BUMN dan APBN. Dukungan tersebut diarahkan untuk memberi dan membuka akses informasi yang seluasluasnya bagi DPR maupun anggota DPR mengenai semua hal terkait anggaran. Guna mengoptimalkan dukungan di bidang anggaran, pada periode ini Setjen DPR menyusun pola prosedur kerja untuk memudahkan koordinasi dengan unit kerja lain atau komisi yang terkait dalam rapat-rapat pembahasan APBN.
Deputi
Sekjen merupakan koordinator, pembina, dan pengambil kebijakan dalam lingkungan Setjen. Dalam pelaksanaannya, Sekjen dibantu empat deputi yang masing-masing memiliki tugas yang berbeda. Berikut ini beberapa catatan pelaksanaan tugas masing-masing deputi selama 2004-2009.
161
Pimpinan DPR RI memberi selamat atas pelantikan Sekretaris Jenderal DPR RI yang baru, Dra. Nining Indra Shaleh M. Si, Mei 2008
Pidana Korupsi; Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman; Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial; Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
a. Biro Perancangan Undang-Undang Bidang Politik, Hukum, HAM, dan Kesejahteraan Rakyat
Biro ini bertugas antara lain melakukan kajian dan analisis terhadap UU dan RUU dengan menyelenggarakan diskusi dengan para pakar, melaksanakan penelitian lapangan, serta menyusun dan menyampaikan hasil kajian kepada AKD. Biro ini juga memantau pembahasan RUU di komisi/Pansus, mendampingi pembahasan RUU, serta membuat abstraksi dan membuat keterangan tertulis atas sejumlah RUU yang dibahas selama lima tahun. Selain itu, biro ini membantu membuat keterangan tertulis mengenai gugatan uji material terhadap beberapa UU di MK, antara lain: Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
162
Selain itu, biro ini juga melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan UU dan peraturan pelaksanaan UU yang mengamanatkan pembentukan PP, Keputusan Presiden (Keppres), Peraturan Perpres, dan Keputusan Menteri (Kepmen), Peraturan Menteri (Permen) baik UU di bidang politik, hukum, HAM, kesejahteraan rakyat maupun ekonomi, keuangan, industri, dan perdagangan.
Sekretariat Jenderal DPR RI memberikan bantuan untuk korban bencana alam gempa di Yogyakarta, Juni 2006.
data-data APBN sebagai bahan analisa APBN dalam memberi masukan kepada Dewan; mengumpulkan data-data APBN ke beberapa daerah; membuat analisa terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara; menganalisis mengenai asumsi ekonomi makro dalam rangka pembicaraan pendahuluan Rancangan UndangUndang tentang Anggaran Pendapatan Belanja Negara; kebijakan pendanaan dan utang luar negeri; perkembangan defisit dan pembiayaan anggaran; konsumsi, kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi; serta pengalokasian, pendanaan, dan mekanisme penanggulangan bencana alam. Selain itu, biro ini juga menghimpun, mempelajari, dan membuat analisa mengenai seluruh Hasil Pemeriksaan Semester (HPS) I dari BPK berdasarkan pembidangan komisi-komisi DPR, BUMN, BUMD, dan wilayah; menghimpun dan mempelajari keputusan-keputusan dari hasil pengawasan DPD serta menyusun rencana pelaksanaan tugas dan menyederhanakan format analisa Pemeriksaan BPK dan Pengawasan DPD untuk disampaikan ke anggota.
163
164
mempunyai tugas melaksanakan kegiatan kearsipan dan dokumentasi sejarah perkembangan DPR, yaitu pengolahan arsip dan dokumen, antara lain memilah, mendeskripsikan, mendata, dan menata arsip dokumen di unit-unit kerja serta melakukan pencarian, pengumpulan, dan menerima arsip dan dokumen dari unit-unit kerja di lingkungan Setjen DPR. Kegiatan bidang ini meliputi semua kegiatan pengolahan arsip dan dokumen seperti arsip kaset dan teks proses pembahasan RUU, peraturan perundang-undangan lainnya, Pidato Ketua DPR, Laporan Singkat Rapat-rapat Bamus, Laporan Singkat Rapat Komisi, dan Risalah Rapat Paripurna. Selain melakukan kegiatan pengolahan arsip dan dokumen, bagian ini juga memberi bantuan berupa data/bahan masukan kepada anggota DPR dan masyarakat yang memerlukan data/bahan untuk riset, penyusunan, makalah, skripsi, dan tesis. Ruang penyimpanan arsip dan dokumen, sejak Januari 2005, berada di lantai dasar Gedung Nusantara III, sedangkan Lantai 3 Gedung Nusantara I ditata menjadi ruang penyimpanan arsip dan dokumen DPR dan Setjen DPR. Adapun kegiatan Bidang Perpustakaan antara lain: pengadaan, pengolahan, pelayanan peminjaman buku; pengurusan langganan koran dan majalah untuk Pimpinan Dewan, AKD, Anggota DPR, dan Pejabat Setjen DPR; pelayanan informasi kepada pengguna perpustakaan yang berasal dari lingkungan Setjen DPR dan luar instansi DPR; pembuatan kliping surat kabar; pengolahan dan penataan koleksi UU, PP, Keppres, dan peraturan lainnya; penjilidan buku-buku perpustakaan yang rusak, kliping, dan lembaran lepas naskah sidang PBB dan hasil sidang DPR; perawatan buku-buku perpustakaan dengan fumigasi; dan penyerahan bantuan buku kepada Badan Perpustakaan Daerah NAD.
Pengembangan koleksi diprioritaskan pada koleksi di bidang ekonomi, politik, sosial dan hukum. Hingga saat ini, koleksi perpustakaan DPR berjumlah sekitar 16.800 judul, 115 terbitan berseri dalam dan luar negeri, 112.000 kliping dan artikel, koleksi audio visual, koleksi UU dan RUU. Perpustakaan DPR juga dilengkapi situs Mediatrac, Hukum Online, dan Kompas Online. Pengadaan koleksi perpustakaan diperoleh melalui pembelian, hadiah, dan hibah dari perorangan atau instansi lain. Perpustakaan DPR juga memperoleh hibah dari Bank Dunia sebanyak 407 judul buku (2006) dan 960 buku (2008), dari Kedutaan Korea Selatan sebanyak 122 judul buku dan audio visual; dan Asia Foundation 2008 sebanyak 831 judul (2896 eksemplar). Sejak awal 2007, Perpustakaan DPR merintis Perpustakaan berbasis Web dan saat ini pengguna perpustakaan bisa mengunjungi situs intranet Perpustakaan DPR di alamat http://perpustakaan.dpr.go.id, yang memuat seluruh data dan informasi koleksi Perpustakaan DPR yang meliputi buku dan UU dari tahun 2000 hingga 2009. Situs ini akan terus dikembangkan dengan memasukkan ulang data seluruh koleksi perpustakaan seperti majalah, jurnal ilmiah, referensi (kamus, ensiklopedia), dan koleksi produk DPR sehingga diharapkan misi perpustakaan DPR menjadi perpustakaan parlemen yang unggul dalam menyediakan sumber informasi untuk mendukung tugas DPR dapat terwujud.
a. Biro Persidangan
Biro ini menyelenggarakan pelayanan persidangan Paripurna, Komisi, Pansus, dan pelaksanaan transkripsi. Biro ini membawahi Bagian Persidangan Paripurna, Sekretariat Komisi I-XI, serta Sekretariat Pansus dan Risalah. Selama 2004-2009, kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Bagian Persidangan Paripurna antara lain: Pidato Pembukaan Masa Persidangan I, II, III, dan IV tiap tahun sidang; Pidato Kenegaraan Presiden RI dalam Rangkaian HUT Proklamasi Kemerdekaan RI dan Pengantar/ Keterangan Pemerintah atas RUU tentang APBN; Pemandangan Umum Fraksi atas RUU tentang APBN dan Nota Keuangannya; Pidato Ketua DPR dalam Rangka HUT DPR; Jawaban Pemerintah pada Pemandangan Umum Fraksi atas RUU tentang APBN beserta Nota Keuangannya; Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan terhadap berbagai RUU termasuk Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan Belanja Negara. Sementara Bagian Sekretariat Komisi I sampai XI menjalankan tugas operasionalnya untuk mempersiapkan dan mengikuti rapat, baik Rapat Pimpinan, Rapat Intern, Raker, RDP, RDPU, Rapat Konsultasi, maupun Audiensi. Selain melayani rapat, Bagian Sekretariat Komisi juga mempersiapkan dan mendampingi anggota DPR dalam kegiatan kunjungan lapangan dan kunjungan kerja ke daerah yang dilakukan pada masa reses. Kegiatan lainnya adalah melakukan pelayanan dalam kegiatan penerimaan dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat yang disampaikan secara langsung maupun tidak langsung.
Adapun Bagian Sekretariat Pansus selama Periode 2004-2009 melakukan kegiatan pelayanan teknis administratif yang berkaitan dengan sejumlah kegiatan, antara lain: Pansus Hak Angket DPR mengenai Kasus Penjualan Tanker Milik Pertamina; Pansus Usul Inisiatif Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer; Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2005 tentang Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara menjadi Undang-Undang; Pansus Usul Inisiatif Rancangan Undang-Undang tentang Kewarganegaraan; Rancangan Undang-Undang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; Rancangan Undang-Undang tentang Partai Politik; Rancangan Undang-Undang tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Sedangkan Bagian Risalah, sebagian besar aktivitasnya adalah pencatatan rapat pada seluruh AKD yang ada di DPR, pembuatan risalah rapat-rapat Pansus dan Rapat Paripurna DPR, serta dokumentasi seluruh catatan rapat dan risalah rapat. Semua catatan rapat dan risalah rapat yang telah dikerjakan oleh Bagian Risalah diteruskan ke unit kerja terkait dan disimpan sebagai dokumen resmi rapat DPR. Selain kegiatan tersebut di atas, Bagian Risalah juga membantu Biro Persidangan dalam menunjang tugas kesekretariatan Pansus.
165
166
pelayanan kesekretariatan Pimpinan Dewan dan Pimpinan Setjen. Biro ini menyelenggarakan kegiatan tata usaha dan kerumahtanggaan Ketua dan Wakil-wakil Ketua DPR, pelayanan dan administrasi rapat Pimpinan DPR, pertemuan konsultasi dan rapat koordinasi bidang, pelayanan rapat dan administrasi Bamus, dan kegiatan tata usaha Pimpinan Setjen DPR. Biro Kesekretariatan Pimpinan terdiri dari Bagian Tata Usaha Ketua, Bagian Tata Usaha Wakil-wakil Ketua, Bagian Sekretariat Musyawarah Pimpinan, Bagian Sekretariat Badan Musyawarah, dan Bagian Tata Usaha Pimpinan Setjen.
kunjungan delegasi DPR ke luar negeri dan kunjungan delegasi parlemen negara lain, kegiatan GKSB DPR, dan kegiatan alih bahasa.
Pemberian hadiah kepada pegawai negeri sipil di lingkungan Sekretariat Jenderal DPR dalam sebuah acara
dan Pimpinan DPR RI; berkoordinasi dengan sekitar 410 wartawan lokal maupun asing; menyeleksi wartawan yang akan mendapatkan kartu identitas harian, tiga bulanan maupun tahunan. Tugas lainnya adalah melakukan penerbitan buletin Parlementaria dan majalah Parlementaria, mengisi situs dpr.go.id, mengelola pusat informasi media, menyusun jadwal acara media dan situs DPR, mengadakan konferensi pers, mengadakan acara Dialog Bersama Wakil Rakyat di RRI Pro 3, serta menjalin relasi dengan media dan wartawan koordinator DPR. Bagian ini juga menjalin kerja sama dengan beberapa stasiun televisi melalui acara talk show dengan MetroTV (Public Corner), TVRI (Kafe Kata), TVOne, ANTV, dan lain-lain untuk mensosialisasikan RUU dan mengklarifikasi berita terkait DPR. Bagian Pemberitaan juga bekerja sama dengan berbagai media cetak untuk memuat advertorial tentang kegiatan DPR RI di bidang legislasi, pengawasan, dan anggaran. Bagian ini juga mengelola TV Parlemen yang melakukan produksi siaran tentang kegiatan DPR yang ditayangkan secara langsung maupun tunda melalui siaran lokal TV Parlemen dalam gedung DPR maupun siaran nasional melalui TV swasta.
anggaran DPR dan Setjen DPR, pengawasan internal Setjen DPR serta kegiatan administrasi BURT. Biro ini terdiri dari Bagian Perencanaan; Bagian Sekretariat BURT; Bagian Organisasi dan Tatalaksana; dan Bagian Pengawasan Internal. Kegiatan yang dilakukan biro ini, antara lain, menyusun rencana anggaran program dan kegiatan Dewan dan Setjen setiap tahun, menyusun dan membuat standar biaya, serta menyiapakan bahan informasi dan data untuk rapat koordinasi Setjen dan BURT. Salah satu kegiatan penting biro ini pada Periode 2004-2009 adalah melakukan kajian dan analisis serta membuat usulan penghematan/ pemotongan 10 persen dari Pagu Anggaran DPR sebesar Rp 1.837.691.220.000 menjadi Rp 1.653.922.098.000 pada tahun 2008. Penghematan tersebut diusahakan tidak mengganggu pelaksanaan kegiatan tahun anggaran dan diajukan ke Pimpinan BURT guna mendapat persetujuan. Biro ini juga menata organisasi Setjen, termasuk melakukan analisis jabatan dan beban kerja masing-masing pegawai, evaluasi standar prosedur, serta mendukung Tim Analisa Perubahan Struktur Organisasi Setjen. Selain itu, Biro ini melakukan penataan dan penilaian terhadap kinerja rekanan yang bekerja di lingkungan Setjen.
167
168
dari 946 orang laki-laki dan 408 orang perempuan. Komposisi PNS Setjen DPR menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut: Komposisi Tingkat Pendidikan Pegawai
Tingkat Pendidikan S-3 S-2 D-IV/S-1 D-III D-II SLTA SLTP SD Jumlah: Jumlah (orang) 3 129 410 60 2 633 67 50 1.354
Manajemen Informasi dan Dokumen, Kearsipan, Komputer, Fisioterapi, Magister Manajemen Sumber Daya Aparatur, Magister Ilmu Hukum Tata Negara, Magister Ilmu Hukum Ekonomi, Magister Ilmu Komunikasi, Magister Ilmu Administrasi Pengembangan SDM, dan Magister Ilmu Manajemen Perencanaan Kebijakan Publik. Untuk pelayanan kesehatan, Setjen DPR tak hanya menyediakan layanan di Gedung DPR RI, melainkan juga di Kompleks Rumah Jabatan Anggota DPR. Layanan yang disediakan selama lima tahun terakhir meliputi Dokter Umum, Dokter Gigi, Dokter Spesialis Jantung, Dokter Spesialis Mata, Dokter Spesialis Anak, Dokter Jaga 24 Jam, Fisioterapi, Laboratorium, Fitness, Unit Gawat Darurat, Ultrasonografi, Rujukan Dokter Umum, dan Kebidanan. Untuk menunjang pelaksanaan tugas Dewan, Setjen DPR pada Tahun Sidang 2007-2008 juga merekrut tenaga ahli DPR yang ditetapkan dengan Keputusan Sekretaris Jenderal DPR Nomor 57/ SEKJEN/2008 tanggal 1 Februari 2008. Dari proses rekrutmen yang telah dilaksanakan sejak bulan Januari hingga Mei 2008, sebanyak 655 orang tenaga ahli telah memperoleh rekomendasi dari Anggota Dewan, Pimpinan AKD, dan Pimpinan fraksi-fraksi serta ditetapkan dengan SK pengangkatan terhitung mulai tanggal (TMT) 2 Mei 2008 dan 1 Juni 2008, dengan perincian: AKD (91 orang), fraksi-fraksi (64 orang), anggota DPR (490 orang), dan Setjen DPR (11 orang).
Untuk meningkatkan kapasitas, selama 2004-2009 biro ini memberikan diklat kepada pegawai baik pelatihan yang sifatnya strategis, administratif, teknis, dan keagamaan. Beberapa diklat yang telah diselenggarakan mulai dari Diklat Prajabatan CPNS Golongan I, II, dan III; Kursus Singkat Lemhanas; Diklat Kepemimpinan Tingkat I-IV dan Ujian Dinas; Pengadaan Barang/Jasa; Satuan Pengamanan; Tata Cara Pembuatan Laporan Rapat; Bidang Komputer; Bidang Kehumasan; Bahasa Asing (Inggris, Mandarin, dan Jepang); hingga diklat Pembuatan Abstraksi. Di samping melaksanakan kegiatan diklat struktural dan fungsional, Setjen DPR juga mengirimkan pejabat/pegawai Setjen DPR untuk mengikuti diklat/lokakarya/seminar termasuk Program Rintisan Pendidikan non-Gelar dan Gelar untuk tingkat D3, S1, dan S2 berbagai jurusan seperti Teknik Mesin dan Teknik Kelistrikan, Kearsipan,
c. Biro Keuangan
Biro Keuangan mempunyai tugas menyelenggarakan administrasi keuangan DPR dan Setjen DPR, menyelenggarakan kas dan pembukuan serta evaluasi dan laporan keuangan DPR dan Setjen DPR, menyelenggarakan administrasi perjalanan dinas dalam negeri dan luar negeri, serta
mengelola administrasi jabatan fungsional. Biro ini membawahi Bagian Administrasi Keuangan, Bagian Perbendaharaan, dan Bagian Perjalanan.
penyediaan empat unit Sedan Toyota Altis, dua unit minibus Kijang Innova, dua unit minibus Nissan Serena, dua unit ambulans, satu unit minibus Fuso, satu unit Microbus, tiga unit Golf Car, dan lima unit sepeda motor. Melalui Bagian Pengamanan Dalam, Biro Umum memberikan fasilitas pengamanan di Kantor DPR RI dan Rumah Jabatan Anggota DPR. Pengamanan tersebut dianggap sangat penting, terlebih dalam kondisi sosial politik seperti saat ini. Tugas pengamanan tersebut dilaksanakan oleh 521 orang personel keamanan, yang terdiri dari 117 orang PNS, 102 orang tenaga honorer, dan 302 orang dari swasta. Setjen DPR juga menjalin koordinasi yang baik dengan aparat terkait, yang dikuatkan melalui SKtentang Pedoman Pengamanan Rutin di Lingkungan Kompleks DPR RI. Sedangkan untuk pengamanan Rumah Jabatan Anggota DPR, Setjen DPR bekerja sama dengan Polri untuk melakukan patroli secara rutin di kompleks rumah jabatan tersebut.
169
e. Biro Umum
Biro Umum mempunyai tugas menyelenggarakan perlengkapan, tata persuratan, kendaraan, serta keamanan dan ketertiban. Biro ini didukung bagian Perlengkapan, Tata Persuratan, Kendaraan, dan Pengamanan Dalam. Setjen DPR menyediakan sarana untuk transportasi pegawai, termasuk layanan antar-jemput pegawai menggunakan bus,
Kegiatan Program 2004-2007 2008 Perencanaan dan Penetapan Prolegnas Perencanaan dan Penetapan Prolegnas Penetapan RUU Usul DPR RI Persiapan, Penyusunan, dan Perumusan RUU Usul DPR RI Pelaksanaan Tugas Badan Legislasi Pembahasan RUU Pembahasan RUU Pelaksanaan Fungsi Anggaran Pembahasan APBN oleh DPR RI Pelaksanaan Fungsi Pengawasan DPR RI Pelaksanaan Kegiatan Paripurna, Komisi, dan Pansus Pelaksanaan Fit and Proper Test Penanganan Kasus-Kasus Spesifik Pembinaan/Penyelenggaraan Kerja Sama Internasional Penyelenggaraan Sidang/ Konferensi Internasional di Dalam/ Luar Negeri Pembinaan dan Pengembangan Kerja Sama Luar Negeri Penyelenggaraan Kehumasan, Keprotokolan, dan Pemberitaan Penyuluhan dan Penyebaran Informasi Pertemuan/Jamuan Delegasi/Misi/Tamu Komunikasi Intensif dalam Rangka Penyerapan Aspirasi Tunjangan Komunikasi Intensif Bagi Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DPR Penyerapan Aspirasi, Kunjungan Kerja DPR RI 2009 Perencanaan dan Penetapan Prolegnas Perencanaan dan Penetapan Prolegnas Penetapan RUU Usul DPR RI Persiapan, Penyusunan, dan Perumusan RUU Usul DPR RI Pelaksanaan Tugas Badan Legislasi Pembahasan RUU Pembahasan RUU Pelaksanaan Fungsi Anggaran Pembahasan APBN oleh DPR RI Pelaksanaan Fungsi Pengawasan DPR RI Pelaksanaan Kegiatan Paripurna, Komisi, dan Pansus Pelaksanaan Fit and Proper Test Penanganan Kasus-Kasus Spesifik Pembinaan/Penyelenggaraan Kerja Sama Internasional Penyelenggaraan Sidang/ Konferensi Internasional di Dalam/ Luar Negeri Pembinaan dan Pengembangan Kerja Sama Luar Negeri Penyelenggaraan Kehumasan, Keprotokolan, dan Pemberitaan Penyelenggaraan Kehumasan dan Pemberitaan Penyelenggaraan Keprotokolan Komunikasi Intensif dalam Rangka Penyerapan Aspirasi Tunjangan Komunikasi Intensif Bagi Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DPR Penyerapan Aspirasi, Kunjungan Kerja DPR RI
171
Pelaksanaan Tugas-Tugas Legislatif: Administrasi Kegiatan Penelitian/Pengembangan Karya Ilmiah/Seminar/ Iptek dan Seni Penyuluhan dan Penyebaran Informasi Tunjangan Komunikasi Intensif bagi Ketua, Wakil Ketua dan Anggota DPR Penyelenggaraan Ceramah/ Diskusi/ Seminar/ Sarasehan Penyelenggaraan Sidang/ Konferensi Internasional di Dalam/ Luar Negeri Pertemuan/Jamuan Delegasi/Misi Tamu Rapat-rapat Koordinasi/ Kerja/Dinas/ Pimpinan Pokja Penyerapan Aspirasi, Kunjungan Kerja DPR
Kegiatan 2008
Pelayanan Bantuan Hukum Bantuan Hukum/Saksi/ Penerjemah/Biaya Pengacara/Penyelesaian Bantuan Hukum Pelaksanaan Penegakan Tata Tertib dan Kode Etik Pelaksanaan Tugas Badan Kehormatan Pembinaan Administrasi Keanggotaan Dewan Pelayanan Administrasi Keanggotaan Dewan Pelaksanaan Kegiatan BURT Dukungan Pelaksanaan Kegiatan Kerumahtanggaan DPR RI Pelaksanaan Tugas-Tugas Pimpinan DPR RI Pertemuan/Jamuan Delegasi/Misi/Tamu Pengawasan Terhadap Penanggulangan Bencana Alam Kunjungan Kerja Pimpinan DPR RI Dukungan Operasional Pimpinan DPR RI Pengelolaan Gaji, Honorarium dan Tunjangan: Pembayaran Gaji, Lembur, Honorarium dan Vakasi Bantuan Penunjang Kegiatan/Akomodasi Pimpinan dan Anggota DPR RI Representasi/Pelayanan/ Pengawalan Pimpinan Operasional Menteri/Ketua Lembaga Khusus Ketua Lembaga Tinggi Negara Pemberdayaan Kelembagaan Pengembangan Kelembagaan
2009
Pelayanan Bantuan Hukum Bantuan Hukum/Saksi/ Penerjemah/Biaya Pengacara/Penyelesaian Bantuan Hukum Pelaksanaan Penegakan Tata Tertib dan Kode Etik Pelaksanaan Tugas Badan Kehormatan Pembinaan Administrasi Keanggotaan Dewan Pelayanan Administrasi Keanggotaan Dewan Pelaksanaan Kegiatan BURT Dukungan Pelaksanaan Kegiatan Kerumahtanggaan DPR RI Pelaksanaan Tugas-Tugas Pimpinan DPR RI Pengawasan Terhadap Penanggulangan Bencana Alam Kunjungan Kerja Pimpinan DPR RI Dukungan Operasional Pimpinan DPR RI Pertemuan Konsultasi Pimpinan DPR RI, Bamus Representasi Pimpinan Pengelolaan Gaji, Honorarium dan Tunjangan: Pembayaran Gaji, Lembur, Honorarium, dan Vakansi
Pengelolaan Gaji, Honorarium dan Tunjangan: Pembayaran Gaji, Lembur, Honorarium, dan Vakansi
Satker Setjen DPR terdiri dari empat program, yaitu: 1. Program Penerapan Kepemerintahan yang Baik, ditujukan bagi Setjen DPR RI dalam memberikan dukungan bagi kelancaran pelaksanaan tugas Dewan, dengan mengembangkan sistem, prosedur, dan standarisasi administrasi pendukung pelayanan, dan meningkatkan tugas dan fungsi Setjen yang efisien dan efektif untuk peningkatan kinerja; 2. Program Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Negara bertujuan meningkatkan intensitas dan kualitas dukungan dalam pelaksanaan pengawasan; menata dan menyempurnakan kebijakan sistem, struktur kelembagaan dan prosedur pengawasan yang independen, efektif, efisien, transparan, dan akuntabel; serta meningkatkan dukungan dalam rangka tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK; 3. Program Pengelolaan SDM Aparatur bertujuan mewujudkan pegawai Setjen yang profesional dan berkualitas dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya melalui penyempurnaan dan pengembangan sistem dan kualitas materi penyelenggaraan diklat bagi pegawai Setjen DPR RI; 4. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Negara bertujuan meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan dan operasional dalam rangka mendukung peningkatan kinerja Dewan dan pegawai Setjen DPR RI. Seiring perubahan kegiatan yang sesuai dengan karakteristik tugas Dewan, disusun pula standar pembiayaan dalam anggaran 2009 yang hanya dapat digunakan di lingkungan DPR RI saja. Standar Biaya Khusus (SBK) DPR yang telah disetujui adalah untuk kegiatankegiatan meliputi: 1. Finalisasi Panja, perumusan dan sinkronisasi dalam rangka pelaksanaan fungsi legislasi
2. Finalisasi Panja dalam rangka pelaksanaan fungsi anggaran 3. Finalisasi Panja dalam rangka Pansus non RUU 4. Finalisasi Panja dalam rangka pelaksanaan tugas BK 5. Finalisasi Panja dalam rangka pelaksanaan tugas BURT 6. Finalisasi Panja dalam rangka pengawasan terhadap penanggulangan bencana alam 7. Finalisasi Panja dalam rangka peningkatan kinerja DPR 8. Kunjungan Kerja Tim Komisi pada masa reses 9. Kunjungan Kerja Gabungan/Lintas Komisi 10. Kunjungan Kerja Tim Komisi jika terjadi kasus spesifik 11. Kunjungan Kerja dalam rangka penyerapan aspirasi masyarakat pada masa reses (kunjungan kerja perorangan empat kali setahun pada masa reses) 12. Kunjungan Kerja dalam rangka penyerapan aspirasi masyarakat enam kali setahun 13. Kunjungan Kerja bersama di daerah pemilihan Pada Rencana Anggaran Tahun 2009, Setjen telah mengusulkan untuk mengubah program, khususnya yang berada di Satker Dewan dengan menambahkan tiga program, yaitu Peningkatan Fungsi Legislasi, Program Peningkatan Fungsi Anggaran, dan Program Peningkatan Fungsi Pengawasan. Namun, usulan ini belum dapat diakomodasi Pemerintah (Bappenas) mengingat untuk melakukan perubahan program sangat terkait dengan RPJMN 2004-2009 yang berbentuk UU. Perubahan atas suatu progam berdampak pada perubahan UU. Oleh karena itu untuk dapat mengakomodasi perubahan program dalam RPJMN 2010-2014, Satker harus melakukan evaluasi terlebih dahulu atas program yang ada.
173
174
atas laporan keuangan DPR karena peraturan penyusunan baru dikeluarkan pada 13 Juni 2005 yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang SAP yang diimplementasikan pada 2006.1
APBN 2004
Program 2004 Dewan SETJEN Anggaran Pembangunan Jumlah Total Alokasi Anggaran (Rp) 449.980.204.000 119.523.668.000 229.788.284.000 799.292.156.000 Realisasi Anggaran (Rp) 325.989.388.396 104.376.940.873 229.272.330.840 659.638.660.109
PNBP 2004
Uraian Pendapatan Penjualan Aset Lainnya Pendapatan Sewa Gedung dan Bangunan Pendapatan Jasa Giro Pendapatan dari Penerimaan kembali Belanja TAYL Pendapatan Lain-lain Penerimaan Kembali/Ganti Rugi Atas Kerugian Yang Diderita oleh Negara Pendapatan Anggaran Lainnya Pendapatan Negara Bukan Pajak Estimasi Pendapatan (Rp) 2.000.000 65.198.000 0 2.000.000 0 6.000.000 0 75.198.000 Realisasi (Rp) 1.805.286.962 88.645.000 651.322.607 5.259.300 35.610 12.180.000 1.350.000 2.564.079.479
Pemeriksaan laporan keuangan DPR RI merupakan dukungan terhadap pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Opini hanya diberikan atas LKPP, sehingga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak memberikan opini atas laporan keuangan DPR.
1
175
Alokasi Anggaran (Rp) 502.801.886.000 502.801.886.000 334.190.762.000 3.552.734.000 205.759.410.000 124.878.618.000 836.992.648.000
Realisasi Anggaran (Rp) 403.297.631.138 403.297.631.138 270.679.909.116 2.651.030.005 171.532.856.571 96.496.022.540 673.977.540.254
PNBP 2005
Uraian Pendapatan Penjualan Aset Lainnya Pendapatan Rumah Dinas/Negeri Pendapatan Sewa Gedung dan Bangunan Pendapatan Jasa Giro Pendapatan Kembali Belanja Pegawai Pusat TAYL Pendapatan Kembali Belanja Lainnya RM TAYL Pendapatan Pelunasan Ganti Rugi TP/TGR Pendapatan Negara Bukan Pajak Estimasi Pendapatan (Rp) 2.000.000 198.000 65.000.000 0 2.000.000 0 6.000.000 75.198.000 Realisasi (Rp) 178.213.561 88.000 135.510.000 385.270.275 4.256.200 860.400.450 7.480.000 1.571.218.486
176
untuk tiga program yaitu Program Pengelolaan Sumber Daya Manusia Aparatur sebesar Rp 5,46 miliar dengan realisasi Rp 3,49 miliar; Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Negara yang yang dialokasikan Rp 192,74 miliar dengan realisasi Rp 149,49 miliar; dan Program Penyelenggaraan Pimpinan Kenegaraan dan Kepemerintahan sebesar Rp 190,80 miliar dengan realisasi Rp 147,62 miliar.
Alokasi Anggaran (Rp) 823.983.387.000 823.983.387.000 389.001.513.000 5.458.500.000 192.740.125.000 190.802.888.000 1.212.984.900.000
Realisasi Anggaran (Rp) 639.624.815.176 639.624.815.176 300.608.912.277 3.492.284.400 149.486.650.929 147.629.976.948 940.233.727.453
PNBP 2006
Uraian Pendapatan Penjualan Informasi, Penerbitan, Film, Survey, Pemetaan, dan Hasil Cetakan Pendapatan Penjualan Aset Lainnya Pendapatan Sewa Rumah Dinas/ Negeri Pendapatan Sewa Gedung dan Bangunan Pendapatan Jasa Giro Pendapatan Bea Lelang Pendapatan kembali Belanja Pegawai Pusat TAYL Pendapatan kembali Belanja Lainnya RM TAYL Pendapatan Pelunasan Piutang Non Bendahara Pendapatan Pelunasan Ganti Rugi TP/TGR Pendapatan Negara Bukan Pajak Estimasi Pendapatan (Rp) 0 0 66.000 105.000.000 0 0 0 0 0 3.140.000 108.206.000 Realisasi (Rp) 2.800.000 18.105.600 66.000 215.280.000 774.373.974 272.500 0 59.637.150 364.115 31.665.000 1.102.564.339
pendapatan dari Jasa Giro yang realisasinya cukup signifikan, yakni Rp 774,37 juta dan peningkatan pendapatan dari sewa Wisma Griya Sabha Kopo yang semula diperkirakan Rp. 105 juta ternyata mencapai Rp 215,28 juta. Selain itu, masih terdapat pendapatan yang semula belum diestimasi, yakni Pendapatan Kembali Belanja Lainnya RM TAYL sebesar Rp 59,64 juta, dan realisasi Pendapatan Pelunasan Ganti Rugi TP/TGR sebesar Rp 31,67 juta dari Rp 3,14 juta sebagaimana yang diproyeksikan.
Untuk Satker Dewan, ada dua program yang dianggarkan yaitu Program Penyempurnaan dan Penguatan Kelembagaan Demokrasi anggaran sebesar Rp 791,63 miliar dengan realisasi sebesar Rp 489 miliar. Kemudian Program Penyelenggaraan Pimpinan Kenegaraan dan Kepemerintahan dianggarkan Rp 270,10 miliar namun realisasinya Rp 254,93 miliar. Satker Setjen DPR memiliki empat program. Program Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Negara mendapat alokasi sebesar Rp 1,30 miliar dengan realisasi hanya Rp 206,90 juta atau hanya 15,9 persen. Program lain adalah Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Negara yang dialokasikan sebesar Rp 121,62 miliar, namun realisasinya sebesar Rp 71,44 miliar atau 58 persen. Program Penyelenggaraan Pimpinan Kenegaraan dan Kepemerintahan dialokasikan Rp 329,67 miliar dengan realisasi Rp 254,80 miliar atau 77,2 persen. Sementara Program Pengelolaan Sumber Daya Manusia Aparatur yang mendapatkan alokasi sebesar Rp 4,84 miliar, realisasinya Rp 3,75 miliar atau 77,2 persen.
177
Opini BPK
Laporan Keuangan Tahun 2006 adalah Wajar Dengan Pengecualian (WDP), dengan alasan: Setjen DPR sampai 31 Desember 2006 belum selesai menginventarisasi asset tetap, terutama peralatan dan mesin yang merupakan 37,44 persen dari total aktiva tetap per 31 Desember 2006. Setjen DPR belum melakukan penilaian kembali terhadap saldo awal aktiva tetap per 1 Januari 2004 yang merupakan 37,44 persen dari nilai aktiva tetap per 31 Desember 2006. Dengan catatan tersebut, Setjen DPR melakukan upaya berikut: Membentuk Tim Inventarisasi (Opname Fisik) berdasarkan SK Sekjen DPR Nomor 266E/ SEKJEN/2007 tanggal 1 Maret 2007 yang akan melaksanakan inventarisasi seluruh aset yang dikuasai Setjen DPR dan hasil inventarisasi tersebut akan dinilai sehingga dapat digunakan untuk menentukan nilai wajar atas seluruh aset. Nilai wajar inilah yang digunakan untuk menetapkan saldo awal neraca yang akan datang.
Opini BPK
BPK masih memberikan opini WDP pada laporan keuangan 2007 dengan alasan: Setjen DPR belum selesai melakukan inventarisasi aktiva tetap untuk memastikan keberadaannya dan kondisinya, terutama
178
APBN 2007
Program 2007 DEWAN 1. Program Penyempurnaan dan Penguatan Kelembagaan Demokrasi 2. Program Penyelenggaraan Pimpinan Kenegaraan dan Kepemerintahan SETJEN 1. Program Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Negara 2. Program Pengelolaan Sumber Daya Manusia Aparatur 3. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Negara 4. Program Penyelenggaraan Pimpinan Kenegaraan dan Kepemerintahan JUMLAH TOTAL Alokasi Anggaran (Rp) 1.061.736.147.000 791.632.065.000 270.104.082.000 457.438.204.000 1.302.600.000 4.841.201.000 121.624.146.000 329.670.257.000 1.519.174.351.000 Realisasi Anggaran (Rp) 743.933.068.159 489.002.982.072 254.930.086.087 330.193.014.177 206.900.000 3.747.585.176 71.440.408.527 254.798.120.474 1.074.126.082.336
PNBP 2007
Uraian Pendapatan Penjualan Aset Lainnya Pendapatan Sewa Rumah Dinas/ Negeri Pendapatan Sewa Gedung dan Bangunan Pendapatan Jasa Giro Pendapatan Bea Lelang Pendapatan kembali Belanja Pegawai Pusat TAYL Pendapatan kembali Belanja Lainnya RM TAYL Pendapatan Pelunasan Ganti Rugi TP/TGR Pendapatan Denda Keterlambatan Penyelesaian Pekerjaan Pemerintah Pendapatan dari Penutupan Rekening Pendapatan Negara Bukan Pajak Estimasi Pendapatan (Rp) 150.000.000 66.000 136.000.000 400.000.000 0 4.500.000 0 0 0 0 695.566.000 Realisasi (Rp) 133.250.000 66.000 236.887.500 304.645.980 282.500 0 2.006.718.611 6.800.000 83.762.595 4.528.402 2.776.941.588
peralatan dan mesin yang nilainya 32,69 persen dan tanah yang nilainya 7,3 persen dari total aktiva; Setjen DPR telah melakukan pencatatan atas tanah milik Badan Pengelola Gelora Bung Karno seluas 404.823 m2; Setjen DPR belum melakukan penilaian kembali terhadap Saldo awal aktiva tetap per 1 Januari 2004 sesuai SAP, dengan akibat saldo akhir aktiva tetap akan terpengaruh hasil penilaian tersebut.
Menanggapi opini BPK, Setjen DPR melakukan upaya berikut: Membentuk Tim Inventarisasi (Opname Fisik) Barang Milik Negara di lingkungan Setjen DPR berdasarkan SK Sekjen Nomor 37/SEKJEN/2008 tanggal 2 Januari 2008. Tim ini sedang melaksanakan pendataan ulang terhadap tanah, khususnya di komplek perumahan Setjen DPR; Sebagai upaya penentuan kepemilikan status tanah di komplek perkantoran gedung MPR/
DPR RI, maka Setjen DPR mengajukan surat permohonan izin untuk melakukan sertifikasi tanah negara di komplek tersebut melalui surat Sekjen DPR Nomor KU.00/5814/DPR RI/2008 tanggal 14 Agustus 2008 kepada pihak Direksi Pelaksana Pengelolaan Gelanggang Olahraga Bung Karno selaku pemegang hak pengelolaan tanah negara di lingkungan gedung MPR/DPR RI. Dalam rangka penertiban administrasi kepemilikan atas tanah yang dikuasai DPR, khususnya tanah di komplek perumahan pegawai maka Setjen DPR C.q Kepala Biro Keuangan telah mengirim surat permintaan/penarikan sertifikat asli tanah komplek perumahan yang disimpan di kantor Pertanahan Jakarta Barat (Surat No. KU.00/11DPR RI/II/2008 tanggal 31 Maret 2008, Perihal Permintaan Buku Tanah Setjen DPR RI), namun hingga saat ini belum mendapat jawaban dari Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Barat. Ke depan, Setjen DPR akan mengirim surat kembali kepada Kepala Badan Pertanahan Jakarta Barat.
Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Negara yang dianggarkan Rp 1,62 miliar namun realisasinya Rp 913,53 juta; Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Negara yang mendapatkan alokasi Rp 237,93 miliar namun realisasinya Rp 161,22 miliar; dan Program Pengelolaan Sumber Daya Manusia Aparatur yang mendapat alokasi Rp 5,22 miliar dengan realisasi sebesar Rp. 4,57 miliar. Total anggaran Setjen PR mencapai Rp 521,01 miliar dan realisasinya Rp390,85 miliar, atau 75 persen.
179
Opini BPK
BPK masih memberikan opini WDPpada laporan keuangan Tahun 2008 dengan alasan: Sebagaimana diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan 2008, nilai aktiva tetap dilaporkan Rp 961.676.205.142,00. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 803.320.118.816 yang diperoleh sebelum tahun 2005 belum selesai diinventarisasi dan dinilai kembali sesuai SAP. Akibatnya, saldo akhir aktiva tetap akan terpengaruh atas hasil inventarisasi dan penilaian tersebut; Setjen DPR telah melakukan pencatatan atas tanah milik Badan Pengelola Gelora Bung Karno seluas 404.823 m2. Atas opini tersebut, Setjen DPR melakukan upaya sebagai berikut: Tim Inventarisasi dan penilaian Barang Milik Negara pada Setjen DPR bersama-sama dengan Tim Inventarisasi dan Penilaian dari Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jakarta I sejak Maret
180
APBN 2008
Program 2008 DEWAN 1. Program Penyempurnaan dan Penguatan Kelembagaan Demokrasi 2. Program Penerapan Kepemerintahan yang Baik SETJEN 1. Program Penerapan Kepemerintahan yang Baik 2. Program Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Negara 3. Program Pengelolaan Sumber Daya Manusia Aparatur 4. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Negara JUMLAH TOTAL Alokasi Anggaran (Rp) 1.132.909.121.000 718,044,557,000 414.864.564.000 521.012.977.000 276.224.415.000 1.629.600.000 5.228.100.000 237.930.862.000 1.653.922.098.000 Realisasi Anggaran (Rp) 900.213.039.017 498.958.620.636 401.254.418.381 390.852.140.023 224.137.054.757 913.534.300 4.576.847.517 161.224.703.449 1.291.065.179.040
PNBP 2008
Uraian Pendapatan Penjualan Aset Lainnya Pendapatan Sewa Rumah Dinas/ Negeri Pendapatan Sewa Gedung dan Bangunan Pendapatan Jasa Giro Pendapatan kembali Belanja Pegawai Pusat TAYL Pendapatan kembali Belanja Lainnya RM TAYL Pendapatan Pelunasan Ganti Rugi TP/TGR Pendapatan Denda Keterlambatan Penyelesaian Pekerjaan Pemerintah Pendapatan Negara Bukan Pajak Estimasi Pendapatan (Rp) 30.000.000 66.000 163.000.000 500.000.000 4.700.000 0 32.750.000 0 730.716.000 Realisasi (Rp) 14.450.000 49.500 875.100.000 262.180.506 59.074.250 0 6.407.282.064 92.875.000 7.711.256.820
2008 telah melaksanakan inventarisasi dan direncanakan akan selesai pada 2009.
APBN 2009
Program 2009 DEWAN 1. Program Penyempurnaan dan Penguatan Kelembagaan Demokrasi 2. Program Penerapan Kepemerintahan yang Baik SETJEN 1. Program Penerapan Kepemerintahan yang Baik 2. Program Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Negara 3. Program Pengelolaan Sumber Daya Manusia Aparatur 4. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Negara JUMLAH TOTAL Alokasi Anggaran (Rp) 1.216.882.690.000 689.055.854.000 527.826.836.000 731.492.681.000 305.502.782.000 7.214.549.000 6.650.400.000 412.124.950.000 1.948.375.371.000 Realisasi Anggaran Triwulan I (Rp) 234.626.783.886 97.012.493.030 137.614.290.856 50.234.508.127 39.221.475.631 733.122.220 486.382.400 9.793.527.876 284.861.292.013
181
PNBP 2009
Uraian Pendapatan Penjualan Aset Lainnya Pendapatan Sewa Rumah Dinas/Negeri Pendapatan Sewa Gedung dan Bangunan Pendapatan Jasa Giro Pendapatan Denda Keterlambatan Penyelesaian Pekerjaan Pemerintah Pendapatan kembali Belanja Pegawai Pusat TAYL Pendapatan kembali Belanja Lainnya RM TAYL Pendapatan Pelunasan Ganti Rugi TP/TGR Pendapatan Anggaran Lain-lain Pendapatan Negara Bukan Pajak Estimasi Pendapatan (Rp) 30.000.000 66.000 190.000.000 500.000.000 0 4.800.000 0 32.750.000 0 757.616.000 Realisasi s/d Mei (Rp) 15.000.000 0 384.712.500 84.504.876 59.074.250 208.439.180 6.978.025.527 1.414.125 160.267.500 7.891.437.958
M. Tantangan DPR RI
182 Sebagai lembaga negara yang mengemban amanat dan aspirasi rakyat Indonesia, tugas yang diemban DPR RI tidak ringan. Amandemen UUD RI 1945 telah menetapkan DPR pada kedudukan dan fungsi yang strategis dalam hal pembentukan UU, penetapan APBN, dan melakukan pengawasan. Perubahan tersebut membawa konsekuensi meningkatnya peran dan fungsi DPR. Pada saat yang sama, tuntutan masyarakat terhadap kinerja DPR juga makin meningkat. Memang, sejak berhembusnya angin reformasi pada era 1999-2004 ada secercah harapan yang bisa dilihat oleh rakyat. Namun, setelah era ini berjalan, ternyata masyarakat masih menilai DPR belum sepenuhnya dapat melaksanakan peran dan fungsinya secara optimal seperti yang diharapkan. Di bidang legislasi, DPR dinilai belum mampu menyelesaikan pencapaian target UU yang ditentukan sendiri sebagaimana dalam Prolegnas. Bahkan, sejumlah UU yang dihasilkan, dinilai belum aplikatif serta belum berpihak pada masyarakat. Di bidang anggaran, DPR dinilai belum memenuhi harapan masyarakat agar perencanaan dan pengelolaan anggaran dilakukan secara efektif dan efisien serta tepat sasaran bagi kepentingan masyarakat. Masyarakat masih menilai bahwa proses pembahasan kurang transparan dan kebijakan yang ditetapkan justru menambah beban pengeluaran negara. Sementara di bidang pengawasan, Dewan sering dinilai hanya mengikuti angin politik yang berkembang, misalnya kepentingan low politics sering mengalahkan high politics. Dewan dinilai juga belum maksimal dalam mengelola dan menindaklanjuti hasil-hasil temuan yang dihasilkan sendiri atau yang dilaporkan oleh lembaga-lembaga negara dan masyarakat lainnya, sehingga fungsi pengawasan yang dilakukan DPR ditengarai kurang efektif, namun di sisi lain juga dapat diartikan menghambat kelancaran pelaksanaan tugas Pemerintah. Untuk mengimplementasikan Amandemen UUD RI 1945 dan harapan masyarakat itulah, DPR perlu menyesuaikan diri dan meningkatkan kinerja Dewan, serta perlu melakukan upaya-upaya strategis ke arah tersebut. Hal ini memerlukan komitmen yang harus ditindaklanjuti oleh DPR baik untuk saat ini maupun untuk masa datang. Dalam kaitan inilah, DPR mengenggap perlu adanya perumusan dan pemetaan berbagai persoalan, tantangan dan kendala yang dialami DPR, khususnya secara internal, dalam periode lima tahun ini.
Tantangan DPR RI
Kepala Biro Perundang-undangan, Kepala Biro Hukum dan Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang, Kepala Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN, Kepala Biro Perencanaan dan Pengawasan, Kepala P3DI, Kepala Biro Harbangins, Kepala Biro Persidangan, Kepala Biro KSAP, Kepala Biro Kesekretariatan, dan beberapa Kepala Subbagian dan staf. Daftar Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 Nama Zainal Maarif, SH, MA (Ketua) Drs. Darul Siska (Wakil Ketua) Dra. Eva Kusuma Sundari MA, MDE (Wakil Ketua) Alvin Lie, M.Sc (Wakil Ketua) Drs. H. Lukman Hakim Saifuddin (Wakil Ketua) M. Yahya Zaini, S.H Zainal Arifin Drs. H. Anwar Sanusi, S.H, M.M Ignatius Mulyono Drs. H. Sofyan Ali, M.M Ir. Afni Achmad Drs. H. Saifullah Mashum Ir. H.A. Helmy Faishal Zaini digantikan oleh Drs. Mufid A. Busyairi M. Pd Mustafa Kamal, S.Sos Dr. Zulkieflimansyah, S.E, M.Sc digantikan oleh Zuber Syafawi, S.H.I., digantikan kembali oleh Dr. Zulkieflimansyah, S.E, M.Sc Anton A. Mashur, S.E. Rapiuddin Hamarung digantikan oleh Ir. Nizar Dahlan, M.Si A. Djalal Bachtiar digantikan oleh Lalu Gede Syamsul Mujahiddin, S.E. Dr. Diah Defawati Ande Tiurlan Basaria Hutagaol John M. Toisuta Fraksi FPBR FPG FPDIP FPAN FPPP FPG FPDIP FPPP FPD FPD FPAN FKB FKB FPKS FPKS FBPD FBPD FPBR FPBR FPDS FPDS
Tim Kajian ini kemudian bekerja selama kurang lebih 10 bulan di tengah-tengah kesibukan anggota melaksanakan tugas pokoknya. Pada 8 Desember 2006, Tim Kajian ini melaporkannya dalam Rapat Paripurna. Adapun kajian terhadap kinerja Dewan dilakukan melalui beberapa tahap kegiatan. Pengidentifikasian masalah dan penyebab masalah yang diduga menjadi hambatan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Dewan; Pengumpulan data dan informasi mengenai kinerja Dewan dilakukan dengan mengundang berbagai pihak, baik internal maupun eksternal DPR RI. Pada bagian ini secara internal DPR RI, Tim Kajian mengundang Pimpinan AKD dan fraksi-fraksi, serta Sekjen DPR RI. Sedangkan secara eksternal DPR RI Tim Kajian mengundang berbagai pihak, seperti LSM pemerhati DPR RI (termasuk LSM dari pihak asing yang berada di Jakarta), pimpinan media massa dan para wartawan koordinatoriat DPR RI, serta mengundang pimpinan lembagalembaga Pemerintah, seperti LAN, LIPI, BPK, Bappenas, dan Lemhannas. Selain itu, Tim juga mengunjungi kantor redaksi harian Kompas di Jakarta dan Jawa Pos di Surabaya, serta melakukan kunjungan kerja ke Parlemen Kanada dan Parlemen Australia; Perumusan solusi dan rekomendasi, serta menyusun program kerja untuk jangka pendek, menengah, dan panjang. Laporan Tim Kajian ini secara lengkap sudah dipublikasikan dalam bentuk buku yang berjudul Reformasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia: Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI (Desember 2006). Secara ringkas, hasil kajian tim ini dititikberatkan pada pemetaan pelaksanaan tugas Dewan di bidang pembentukan UU, pengawasan dan anggaran serta Sekjen selaku pendukung pelaksanaan kerja Dewan.
183
Tantangan DPR RI
184
Di bidang legislasi, terdapat tiga masalah utama yang dihadapi Dewan, yaitu: 1. Kualitas UU yang dihasilkan belum memadai sehingga kurang memberi manfaat langsung bagi kehidupan masyarakat; 2. Target jumlah penyelesaian RUU yang telah ditetapkan dalam Prolegnas belum terpenuhi; 3. Proses pembahasan RUU kurang transparan, sehingga sulit diakses oleh publik. Terhadap permasalahan tersebut, solusi yang diajukan Tim Kajian antara lain meningkatkan sosialisasi tentang mekanisme dan proses penyusunan UU kepada masyarakat; membuka peluang partisipasi publik secara luas dalam proses penyusunan UU; merumuskan format (mekanisme, bentuk, dan tata cara) penyerapan/penyaluran aspirasi masyarakat; meningkatkan kualitas dan profesionalisme staf pendukung; mengembangkan/membangun perpustakaan menjadi bank data dan pusat pelayanan informasi parlemen; serta meningkatkan kemauan dan kemampuan anggota DPR dalam mengakses data dan informasi. Untuk mewujudkan berbagai rekomendasi tersebut di atas, Tim Kajian menyampaikan berbagai langkah kegiatan, antara lain: 1. Merevisi Peraturan Tata Tertib DPR RI terutama mengenai keanggotaan, tugas, fungsi, dan mekanisme kerja Baleg; mekanisme kerja antara anggota DPR (pengusul RUU) AKD dengan Baleg dalam pengajuan RUU usul inisiatif anggota; dan pengaturan mengenai sifat rapat-rapat pembahasan RUU agar dilakukan secara terbuka sehingga mudah diakses oleh publik; 2. Meningkatkan rapat koordinasi Baleg dengan AKD untuk mengevaluasi target pencapaian pembahasan RUU per tahun dan menentukan batas maksimal jumlah dan waktu pembahasan RUU;
3. Merumuskan kembali kewenangan Bamus dalam pengambilan keputusan; 4. Penyusunan agenda dan jadwal rapat yang lebih efektif; 5. Penataan ulang design ruang-ruang rapat sehingga Iebih kondusif bagi pelaksanaan proses demokrasi; 6. Kehadiran para pimpinan Dewan dan para pimpinan AKD dalam setiap rapat-rapat; 7. Penentuan sifat Rapat Panja pada dasarnya terbuka kecuali rapat menentukan lain; 8. Membangun kesepakatan antara Pemerintah dan DPR dalam menentukan batas waktu penyelesaian suatu UU; 9. Meningkatkan kerja sama dengan lembaga pendidikan tinggi dan institusi atau lembaga lainnya yang terkait dengan peraturan perundang-undangan. Di bidang Pengawasan, Tim Kajian menemukan tiga masalah pokok, yaitu: 1. Rendahnya efektifitas pengawasan melalui rapat-rapat; 2. Aspirasi masyarakat/konstituen pada saat anggota melakukan pengawasan ke daerah dalam kunjungan kerja seringkali tidak ditindaklanjuti sebagaimana mestinya; 3. DPR belum efektif menjalankan tugas dan fungsi check and balances. Terhadap permasalahan tersebut, Tim Kajian mengajukan beberapa rekomendasi, antara lain meningkatkan koordinasi antar Anggota Dewan dan mengefektifkan mekanisme rapat intern AKD; rapat-rapat pengawasan oleh Dewan dilakukan dengan transparan dan dipublikasikan secara berkala; rapat-rapat pengawasan harus dilakukan secara efektif dan efisien, dan keputusan-keputusan raker menjadi bahan evaluasi pada raker berikutnya; pelaksanaan kunjungan kerja perorangan, kunjungan kerja komisi, lintas fraksi, dan lintas komisi dalam rangka pengawasan sektoral dan regional dilaporkan dan didokumentasikan secara baik; dan menetapkan satu komisi bermitra dengan satu kementerian/lembaga.
Tantangan DPR RI
185
Anggota Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI sedang melakukan rapat, 2006.
Sementara langkah kegiatan yang ditawarkan meliputi: 1. Revisi Tata Tertib, terutama untuk mempertegas ketentuan mengenai sanksi bagi anggota yang terlambat hadir, meninggalkan rapat sebelum rapat ditutup, penentuan kuorum untuk memulai rapat (rapat dapat dimulai apabila sudah dihadiri oleh 60 persen wakil fraksi atau 50 persen + 1 dari jumlah anggota), dan kuorum untuk pengambilan keputusan (apabila dihadiri oleh 60 persen wakil fraksi atau 50 persen + 1 dari jumlah anggota); pembatasan hak bicara anggota dalam rapat maksimal tiga menit atau jika lebih harus diajukan secara tertulis; pertanyaan-pertanyaan agar dipersiapkan sebelum rapat dimulai; Anggota Dewan tidak diperkenankan meninggalkan ruang sidang sebelum pertanyaan yang diajukannya dijawab; dan anggota yang datang terlambat lebih dari 30 menit, kehilangan hak bicara dalam rapat; 2. Penambahan jumlah tenaga ahli bagi anggota dan komisi yang terseleksi oleh lembaga profesional; 3. Menyediakan anggaran dan mengatur administrasi keuangan yang mudah
digunakan anggota DPR apabila dibutuhkan untuk menanggapi perkembangan keadaan darurat; 4. Mengatur mekanisme pelaksanaan kunjungan kerja lintas fraksi (berdasarkan daerah pemilihan) dan lintas komisi. Sedangkan tantangan di bidang anggaran, Tim Kajian mengidentifikasi beberapa masalah, yaitu: 1. APBN belum menjawab kebutuhan masyarakat; 2. Sistem APBN-P agar ditiadakan, karena tidak efektif; 3. Banyak anggota yang belum memahami siklus dan mekanisme penyusunan APBN. Terhadap permasalahan di bidang anggaran, Tim Kajian mengajukan beberapa rekomendasi, antara lain agar setiap departemen/lembaga menyusun kebutuhan anggarannya untuk satu tahun secara pasti (fixed); pembahasan APBN dimulai dengan penyampaian program masingmasing departemen di depan Sidang Paripurna Dewan; memperjelas mekanisme pembahasan anggaran antara AKD dengan
Tantangan DPR RI
186
Panggar; menyiapkan ketentuan-ketentuan dalam UU untuk mendukung kemandirian DPR dalam menyusun APBN; menyusun RAPBN alternatif sebagai sandingan RAPBN yang diajukan oleh Pemerintah apabila dianggap perlu; dan meningkatkan pemahaman Anggota Dewan tentang siklus dan mekanisme penyusunan APBN. Menindaklanjuti rekomendasi di atas, Tim Kajian kembali mengajukan beberapa rekomendasi, yaitu: 1. Merevisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (terkait dengan kemandirian anggaran DPR RI); 2. Merevisi Peraturan Tata Tertib DPR RI terutama mengenai hubungan kerja Panggar dan AKD serta memberi peluang bagi Anggota Dewan yang tidak menjadi anggota Panggar untuk dapat menyampaikan kebutuhan di daerah pemilihannya; 3. Menyusun buku manual mengenai: siklus dan mekanisme penyusunan APBN serta hal-hal yang terkait pelaksanaan fungsi anggaran; 4. Meminta Pemerintah menyampaikan RKAK/L disertai target kinerja, dan prakiraan kebutuhan anggaran tahun berikutnya; 5. Membahas plafon anggaran berdasarkan kinerja yang akan dicapai dan evaluasi kinerja tahun sebelumnya; 6. Meminta laporan kinerja masing-masing Kementerian Lembaga; 7. Komisi-komisi DPR melakukan Rapat Konsultasi dengan BPK dalam rangka menindaklanjuti laporan hasil pemeriksaan BPK atas pertanggungjawaban penggunaan APBN. Sedangkan untuk Setjen sebagai elemen pendukung kegiatan Dewan, Tim Kajian ini mengidentifikasi beberapa permasalahan, yaitu: 1. Dukungan SDM Setjen DPR belum memadai; 2. Komunikasi antara staf Setjen dengan
AKD belum memadai, termasuk kurangnya kemampuan dalam hal kualitas komunikasi dengan pihak media dan masyarakat; 3. Setjen belum mampu melahirkan konsep-konsep yang dapat mendukung pelaksanaan tugas Dewan seperti yang diharapkan; 4. Struktur Organisasi Setjen belum secara proporsional mencerminkan dukungan bagi suksesnya pelaksanaan tugas dan fungsi Dewan; 5. Sulitnya mengakses informasi termasuk hasil-hasil rapat/risalah di DPR. Rekomendasi yang diajukan Tim Kajian untuk mengatasi permasalahan tersebut, yaitu menciptakan proporsionalitas staf administrasi dan staf fungsional di lingkungan Setjen; meningkatkan kerja sama dengan pihak lain untuk mengelola TV Parlemen yang bekerja secara profesional dan independen; peningkatan kualitas dan wawasan staf Setjen melalui berbagai pendidikan dan pelatihan yang mendukung pelaksanaan tugas masing-masing; melakukan restrukturisasi Organisasi Setjen DPR; menetapkan Setjen sebagai institusi yang khusus mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Dewan, sehingga perlu dibentuk suatu badan dengan tugas melakukan pengelolaan dan pemeliharaan komplek gedung serta rumah dinas anggota yang berada di luar Setjen DPR, MPR, dan DPD; dan meminta Setjen untuk menyusun laporan kegiatan dan pertanggungjawaban penggunaan anggaran parlemen yang dapat diakses oleh publik.
Tantangan DPR RI
Tim tersebut melakukan upaya-upaya konkret dan menentukan langkah-langkah strategis dalam jangka pendek, menengah, dan panjang. Selanjutnya, rekomendasi tersebut ditindaklanjuti dengan pembentukan Tim Peningkatan Kinerja (Tim Kinerja) yang terdiri dari 21 anggota tim berdasarkan Keputusan Pimpinan DPR RI Nomor 72C/ PIMP/III/2006-2007 tanggal 21 Februari 2007 tentang pembentukan Tim Peningkatan Kinerja DPR RI. Tim ini juga didukung oleh Tim Pendamping dari Sekretariat Jenderal DPR RI. Pada 20 Agustus 2008, jumlah anggota Tim Kinerja ini ditambah 10 orang berdasarkan Keputusan Pimpinan DPR RI Nomor 04/PIMP/I/2008-2009 tentang Penambahan Anggota Tim Peningkatan Kinerja DPR RI. Kemudian pada 12 Februari 2009, Pimpinan DPR menerbitkan Keputusan Pimpinan DPR RI Nomor 28/PIMP/III/20082009 tentang Perubahan Pertama atas Keputusan Pimpinan DPR RI Nomor 72C/ PIMP/III/2006-2007 tentang Pembentukan Tim Peningkatan Kinerja DPR RI, sehingga susunan Tim Kinerja adalah sebagai berikut: Dalam perjalanan tugasnya, Tim Kinerja melaksanakan sesuai tugas yang diembannya. Beberapa hal yang menonjol yang perlu disampaikan antara lain di Bidang Anggaran yaitu usul pendirian Panitia Akuntabilitas Publik (PAP) dan Kantor Analisis Anggaran (KAA) kepada Pimpinan DPR untuk efektifitas pelaksanaan fungsi anggaran yang sejalan dengan proses Amandemen Undang-Undang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD sehingga usulan ini diharapkan dapat diakomodasi ke dalam Daftar Isian Masalah (DIM) masing-masing fraksi. Kebutuhan pendirian PAP ini juga dirasakan dan direkomendasikan beberapa kali oleh Ketua BPK terkait Hasil Pemeriksaan BPK atas LKPP tahun 2006 di hadapan DPR, pada Juni 2007 dan di hadapan anggota DPRD
187
Tantangan DPR RI
188
Pada saat yang sama Tim Kinerja menugaskan kepada Sekjen melakukan langkah-langkah untuk mengoperasionalkan gagasan tersebut melalui pembentukan embrio dua lembaga dan penyusunan mekanisme kerja termasuk penjajakan pembuatan MOU dengan BPK walau fungsinya hanya akan efektif pada DPR periode mendatang. Rancangan Undang-Undang tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD (Susduk), yang sudah disetujui untuk disahkan menjadi Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD pada 3 Agustus 2009, menyetujui terbentuknya Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) sebagai tindak lanjut gagasan pembentukan PAP. Bahkan status lembaga internal Dewan tersebut diperkuat dengan penamaan Badan, hal ini berarti bersifat permanen, sementara apabila menggunakan nama Panitia, maka berarti bersifat sementara. BAKN tersebut merupakan AKD yang bersifat tetap. BAKN bertugas melakukan penelaahan terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK yang disampaikan kepada DPR; menyampaikan hasil penelaahan tersebut kepada komisi; menindaklanjuti hasil pembahasan komisi terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK atas permintaan komisi; dan memberikan masukan kepada BPK dalam hal rencana kerja pemeriksaan tahunan, hambatan pemeriksaan, serta penyajian dan kualitas laporan. BAKN juga dapat mengusulkan kepada komisi agar BPK melakukan pemeriksaan lanjutan. Hasil kerja BAKN disampaikan kepada Pimpinan DPR dalam Rapat Paripurna secara berkala. Dalam melaksanakan tugasnya, BAKN dapat dibantu oleh akuntan, ahli, analis keuangan, dan/atau peneliti. Namun, gagasan pembentukan KAA tidak diakomodir dalam Rancangan UndangUndang tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD, hal ini karena
nomenklatur kantor dalam suatu institusi Pemerintah tidak dikenal dalam pengaturan terkait aparatur negara di Indonesia. Namun begitu, pada sisi dukungan DPR, Setjen DPR telah memiliki suatu unit kerja sejenis yang bertugas mendukung kerja Panggar. Latar belakang diusulkannya AKD ini merupakan langkah tindak lanjut laporan BPK akan perlunya mekanisme AKD negara dalam hal pengawasan post budget. DPR RI telah menjalankan pengawasan prebudget (perencanaan) melalui semua AKD walau belum optimal karena belum adanya dukungan memadai berupa tenaga analis budget. Setiap tahun, dua kali laporan BPK yang menyajikan ketidakpatuhan (irregularities) dan kinerja keuangan Pemerintah belum optimal ditindaklanjuti oleh DPR meskipun dalam laporan menyertakan jumlah angka (beserta identitas satuan kerja masingmasing) yang menunjukkan potensi kerugian negara bernilai triliunan rupiah. Untuk itu tantangan DPR RI ke depan adalah bagaimana meningkatkan kinerja anggota dan kelembagaan DPR sesuai tuntutan konstitusi. Dengan penguatan kelembagaan DPR melalui Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, diharapkan DPR mampu meningkatkan produk UU baik secara kualitas maupun kuantitas. Dari sisi fungsi pengawasan, DPR dituntut untuk secara ketat dan bersih dari kepentingan pribadi melakukan pengawasan terhadap Pemerintah beserta kebijakan-kebijakannya. Demikian juga dari sisi fungsi anggaran, DPR dituntut untuk lebih memberikan bobot dalam pembahasan RAPBN karena sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 telah menetapkan Pemerintah Pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro kepada DPR selambat-lambatnya pertengahan Mei tahun berjalan.
Tantangan DPR RI
Selanjutnya Pemerintah Pusat mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan Belanja Negara disertai nota keuangan dan dokumen-dokumen pendukung kepada DPR pada tanggal 16 Agustus tahun sebelumnya bersamaan dengan pidato kenegaraan. Disamping itu juga Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD tersebut mengatur bahwa pidato penyampaian kerangka ekonomi makro dan kebijakan fiskal tersebut disampaikan kepada DPR dan DPD dalam rapat bersama. Disamping implementasi ketiga fungsi tersebut, ke depan anggota dan lembaga DPR juga dituntut untuk mampu menjadi artikulator kepentingan konstituen.
189
LAMPIRAN
190
1. Daftar Singkatan
AAPP ABRI ACIAR AEYPM AFPPD AIFOCOM AIPA AIPO AJI AKD Alutsista Amdal ANRI ANTV APA APBD APBN APBN-P APG API Apindo APPCED
Association of Asian Parliaments for Peace Angkatan Bersenjata Indonesia Australian Center for International Agricultural Research Asia-Europe Young Parliamentarians Meeting Asian Forum of Parliamentarians on Population and Development AIPO Fact Finding Committee ASEAN Inter-Parliamentary Assembly ASEAN Inter-Parliamentary Organization Aliansi Jurnalis Independen Alat Kelengkapan Dewan Alat Utama Sistem Senjata Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Arsip Nasional Republik Indonesia Andalas Televisi Asia Parliamentary Assembly Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Anggaran Pendapatan Belanja Negara Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan Asia Pacific Group Arsitektur Perbankan Indonesia Asosiasi Pengusaha Indonesia Asia-Pacific Parliamentarians Conference on Environment and Development Asia Pacific Parliamentary Forum Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia Arafah-Mina Amerika Serikat Association of Southeast Asian Nations Asia-Europe Parliamentary Partnership Association of Secretaries General of Parliaments Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin Asuransi Kesejahteraan Sosial Australian Agency for International Development Bahan Berbahaya dan Beracun
BAKN Bakornas Bakorsurtanal Baleg Bamus Bapetan Bappenas Basarnas BATAN Bawaslu BBM BBN BEJ BEM BHMN BHP BI BIN BK BKKBN BKN BKPM BKSAP BLBI BLBU BLDP BLT BLU BMG BNI BNP2TKI
Badan Akuntabilitas Keuangan Negara Badan Koordinasi Nasional Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional Badan Legislasi Badan Musyawarah Badan Pengawas Tenaga Nuklir Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Badan SAR Nasional Badan Tenaga Nuklir Badan Pengawas Pemilu Bahan Bakar Minyak Bahan Bakar Nabati Bursa Efek Jakarta Badan Eksekutif Mahasiswa Badan Hukum Milik Negara Badan Hukum Pendidikan Bank Indonesia Badan Intelijen Nasional Badan Kehormatan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Badan Kepegawaian Negara Badan Koordinasi Penanaman Modal Badan Kerja Sama Antar Parlemen Bantuan Likuiditas Bank Indonesia Bantuan Langsung Benih Unggul Badan Litbang Departemen Pertanian Bantuan Langsung Tunai Badan Layanan Umum Badan Meteorologi dan Geofisika Bank Negara Indonesia Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Bantuan Operasional Sekolah Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Bank Pembangunan Daerah Bintang Pelopor Demokrasi Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi Badan Pembina Hukum Nasional Biaya Perolehan Hak Tanah dan Bangunan
Lampiran
BPK BPKN BPKP BPLS BPN BPOM BPPT BPR BPS BRIMOB BRR BSN Bulog BUMD BUMN BURT Caleg CBP COP CPNS CPO CSR CSW DI DAK Danjen DAU DCA DCS DCT Debudpar Dekopin DEN Depag Depdag Depdagri Depdiknas Deperindag Dephan Dephub Dephut Depkes Depkeu Depkominfo
Badan Pemeriksa Keuangan Badan Perlindungan Konsumen Nasional Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoardjo Badan Pertanahan Nasional Badan Pengawas Obat dan Makanan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Bank Perkreditan Rakyat Badan Pusat Statistik Brigade Mobil Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Badan Standarisasi Nasional Badan Urusan Logistik Badan Usaha Milik Daerah Badan Usaha Milik Negara Badan Urusan Rumah Tangga Calon Legislatif Cadangan Beras Pemerintah Conferences of the Parties Calon Pegawai Negeri Sipil Crude Palm Oil Corporate Social Responsibility Commission on the Status of Women Daerah Istimewa Dana Alokasi Khusus Komandan Jenderal Dana Abadi Umat Defense Cooperation Agreement Daftar Calon Sementara Daftar Calon Tetap Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Dewan Koperasi Indonesia Dewan Energi Nasional Departemen Agama Departemen Perdagangan Departemen Dalam Negeri Departemen Pendidikan Nasional Departemen Perindustrian dan Perdagangan Departemen Pertahanan Departemen Perhubungan Departemen Kehutanan Departemen Kesehatan Departemen Keuangan Departemen Komunikasi dan Informatika
Depkum HAM Deplu Depnakertrans Depperin Depsos Deptan Diklat DIM DIPA Dirjen Ditjen DK DKI DKP DMN DNS DPC DPD DPHO DPP DPR DPR GR DPRD DPRS DPT DR DRA DRN DSN DTP EFA Elsam ESDM ET FASPPED FBPD FEALAC FIR FPAN FPBR FPD FPDIP FPDS FPG
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Departemen Luar Negeri Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Departemen Perindustrian Departemen Sosial Departemen Pertanian Pendidikan dan Latihan Daftar Isian Masalah Daftar Isian Program Anggaran Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Dewan Keamanan Daerah Khusus Ibu Kota Departemen Kelautan dan Perikanan Dewan Maritim Nasional
191
Debt for Nature Swap Dewan Pimpinan Cabang Dewan Perwakilan Daerah Daftar Plafon Harga Obat Dewan Pimpinan Pusat Dewan Perwakilan Rakyat Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Dewan Perwakilan Rakyat Sementara Daftar Pemilih Tetap Dana Reboisasi Dana Reintegrasi Aceh Dewan Riset Nasional Dewan Syariah Nasional Ditanggung Pemerintah Education for All Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Energi dan Sumber Daya Mineral Electoral Threshold Forum of Asia Pacific Parliamentarians for Education Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi Forum for East Asia-Latin America Cooperation Flight Information Region Fraksi Partai Amanat Nasional Fraksi Partai Bintang Reformasi Fraksi Partai Demokrat Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Fraksi Partai Damai Sejahtera Fraksi Partai Golongan Karya
Lampiran
192
FPI FPKB FPKS FPNI FPPP FTDI FTNI/POLRI G30S GAM Gerhan GKSB Golkar GOPAC
GPPI GRM HAM Hapsem HDAC HIPMI HMI HP3 HPP HPS HTI HTR Humas HUT ICW IFPPD
Front Pembela Islam Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Front Perempuan Nasionalis Indonesia Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Fisheries Training Development in Indonesia Fraksi Tentara Nasional Indonesia / Kepolisian Republik Indonesia Gerakan 30 September Gerakan Aceh Merdeka Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan Grup Kerja Sama Bilateral Golongan Karya Global Conference of Parliamentarians Against Corruption Gabungan Pengusaha Penilai Indonesia Gerakan Rakyat Marhaen Hak Asasi Manusia Hasil Pemeriksaan Semester House Democracy Assistance Commission Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Himpunan Mahasiswa Islam Hak Pengelolaan Perairan Pesisir Harga Pembelian Pemerintah Hasil Pemeriksaan Semester Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Rakyat Hubungan Masyarakat Hari Ulang Tahun Indonesia Corruption Watch Indonesian Forum of Parliamentarians on Population and Development Industri Kecil Menengah Izin Mendirikan Bangunan International Monetary Fund International Parliamentarians Association for Information Technology Institut Pemerintahan Dalam Negeri Inter-Parliamentary for Social Service Inter-Parliamentary Union Inspektur Jenderal Informasi dan Transaksi
Itjen Jabodetabekjur Jamsostek Jatim jo JPSK KAA KADIN KAI KAP Kapolda Kapolres Kapolri
Elektronik Inspektorat Jendral Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Cianjur Jaminan Sosial Tenaga Kerja Jawa Timur Junto Jaringan Pengaman Sektor Keuangan Kantor Analisis Anggaran
Kamar Dagang dan Industri Kereta Api Indonesia Kantor Akuntan Publik Kepala Polisi Daerah Kepala Polisi Resort Kepala Kepolisian Republik Indonesia Kapolsek Kepala Polisi Sektor KB Keluarga Berencana KBRI Kedutaan Besar Republik Indonesia Kejakgung Kejaksaan Agung Kemeneg BUMN Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara Kemeneg LH Kementerian Negara Lingkungan Hidup Kemeneg PAN Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Kemeneg PDT Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Kemeneg PP Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan Kemeneg PPN Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional Kemeneg Ristek Kementerian Negara Riset dan Teknologi Kemenegpera Kementerian Negara Perumahan Rakyat Kemenegpora Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga Kemenkop UKM Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kenbudpar Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Kepmen Keputusan Menteri Keppres Keputusan Presiden Kesbangpol Kesatuan Bangsa dan Politik KHN Komisi Hukum Nasional KIP Komisi Informasi Publik KK Kartu Keluarga KKN Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme KKPE Kredit Program Ketahanan Pangan dan Energi
Lampiran
KLBI KM KMK KNIP KOICA Komnas Komnas HAM KON KONI Kontras Korindagbang Korkesra Korpolekku Korpri KPAI KPEN-RP
Kredit Likuiditas Bank Indonesia Kapal Motor Keputusan Menteri Keuangan Komite Nasional Indonesia Pusat
KPH KPI KPIP KPK KPKNL KPP KPPU KPS KPU KSAP KTM KTP KTSP KUBE KUHAP KUHP KUKMI Kunlap KUR KUT KY
Korea International Cooperation Agency Komisi Nasional Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Komite Ombudsman Nasional Komite Olahraga Nasional Indonesia Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Koordinator Bidang Industri Perdagangan dan Pembangunan Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Koordinator Bidang Politik Ekonomi dan Keuangan Korps Pegawai Republik Indonesia Komisi Perlindungan Anak Indonesia Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan Kesatuan Pengelolaan Hutan Komisi Penyiaran Indonesia Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Komisi Pemberantasan Korupsi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Kementerian Pemberdayaan Perempuan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Komite Perbankan Syariah Komisi Pemilihan Umum Komite Standar Akuntansi Pemerintahan Konferensi Tingkat Menteri Kartu Tanda Penduduk Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kelompok Usaha Bersama Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Kerukunan Usahawan Kecil dan Menengah Indonesia Kunjungan Lapangan Kredit Usaha Rakyat Kredit Usaha Tani Komisi Yudisial
Lemhanas Lemsaneg LH LIN LIPI LKBB LKBN Antara LKPP LM3 LN LPG LPND LP-POM LPSK LSM LUEP MA MALE Mandikdasmen Matakin MDGs Menag Menakertrans Menbudpar Mendag Mendagri Mendiknas Meneg BUMN Meneg LH Meneg PAN Meneg PDT
Lembaga Administrasi Negara Lanjut Usia Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Lembaga Bantuan Hukum Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan Lembaga Ketahanan Nasional Lembaga Sandi Negara Lingkungan Hidup Lembaga Informasi Nasional Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Lembaga Keuangan Bukan Bank Lembaga Kantor Berita Nasional Antara Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat Lembaran Negara
193
Liquefied Petroleum Gas Lembaga Pemerintah Non Departemen Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Lembaga Swadaya Masyarakat Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan Mahkamah Agung Maximum Access Limited Exemption Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia Millennium Development Goals Menteri Agama Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Menteri Perdagangan Menteri Dalam Negeri Menteri Pendidikan Nasional Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Menteri Negara Lingkungan Hidup Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal
Lampiran
194
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Meneg PPN Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional Meneg Ristek Menteri Negara Riset dan Teknologi Menegpera Menteri Negara Perumahan Rakyat Menegpora Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Menhan Menteri Pertahanan Menhub Menteri Perhubungan Menkum HAM Menteri Hukum dan HAM Menhut Menteri Kehutanan Menkes Menteri Kesehatan Menkeu Menteri Keuangan Menkimpraswil Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Menko Ekuin Menteri Koordinator Ekonomi Keuangan dan Industri Menko Kesra Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Menko Polhukam Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Menkominfo Menteri Komunikasi dan Informatika Menkop UKM Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Menlu Menteri Luar Negeri Menpan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Menperin Menteri Peindustrian Mensekneg Menteri Sekertaris Negara Mensos Menteri Sosial Mentan Menteri Pertanian Migas Minyak dan Gas MK Mahkamah Konstitusi MOU Memorandum of Understanding MPR MPRS MRI MT MUI NAD NAMRU-2 NAPZA NDI NGO NKRI NNT NTB OIC Majelis Permusyawaratan Rakyat Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara
Meneg PP
PAH PAN PAN PAN Panggar Panja Pansus Panwaslu PAP Parpol PAUD PAW PBB PBB PBNP PBR PBSD PD PDB PDI PDI-P PDK PDT Pemda Pemilu Pemprov Perbanas Perda PERHAPI Permen Perpres Perpu Perpusnas Perum PGA PGRI PHK
Orde Baru Orde Lama Program Percepatan Pembangunan Infrastruktur Pedesaan Pengawas Penanggulangan Lumpur Sidoarjo Pusat Pelayanan, Pengkajian Data, dan Informasi Pemantau Pelaksanaan Penyelesaian Masalah Kerusuhan Poso Panitia Ad-Hoc Partai Amanat Nasional Pendayagunaan Aparatur Negara Perhitungan Anggaran Negara Panitia Anggaran Panitia Kerja Panitia Khusus Panitia Pengawas Pemilu Panitia Akuntabilitas Publik Partai Politik Pendidikan Anak Usia Dini Pengganti Antar Waktu Partai Bulan Bintang Perserikatan Bangsa-Bangsa Pemasukan Negara Bukan Pajak Partai Bintang Reformasi Partai Buruh Sosial Demokrat Partai Demokrat Produk Domestik Bruto Partai Demokrasi Indonesia Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan Pembangunan Daerah Tertinggal Pemerintah Daerah Pemilihan Umum Pemerintah Provinsi Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional Peraturan Daerah Persatuan Ahli Tambang Indonesia Peraturan Menteri Peraturan Presiden Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Perpustakaan Nasional Perusahaan Umum Parliamentarians for Global Action Persatuan Guru Republik Indonesia Pemutusan Hubungan Kerja
Magnetic Resonance Imaging Metric Ton Majelis Ulama Indonesia Nanggroe Aceh Darussalam Naval Medical Research Unit Two Narkotika, Psikotropika, dan Zat Aditif National Democratic Institute Non Government Organization Negara Kesatuan Republik Indonesia Newmont Nusa Tenggara Nusa Tenggara Barat Organization of Islamic Conference
Lampiran
PHKA PHLN PIB Pilkada Pilpres PKB PKDRT PKI PKP2B PKPB PKPI PKPS BBM-IP
PKS PKSHP PLTA PMKS PNBP PNDI PnoWB PNS PNUI Pokja Poksi Polda Polri POM POPS PP PPA PPATK PPD PPh PPN PPP PPUU Prolegda Prolegnas PSI
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Pinjaman dan Hibah Luar Negeri Partai Perhimpunan Indonesia Baru Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Pemilihan Presiden Partai Kebangkitan Bangsa Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Partai Komunis Indonesia Perjanjian Karya Pengusaha Pertambangan Batubara Partai Karya Peduli Bangsa Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak - Infrastruktur Pedesaan Partai Keadilan Sejahtera Paket Kebijakan Stabilitas Harga Pangan Pembangkit Listrik Tenaga Air Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial Pendekatan Negara Bukan Pajak Partai Penegak Demokrasi Indonesia Parliamentary Network on the World Bank Pegawai Negeri Sipil Partai Nahdlatul Ummah Indonesia Kelompok Kerja Kelompok Fraksi Kepolisian Daerah Kepolisian Negara Republik Indonesia Pengawas Obat dan Makanan Persistent Organic Pollutants Peraturan Pemerintah Perusahaan Pengelola Aset Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Partai Persatuan Daerah Pajak Penghasilan Pajak Pertambahan Nilai Partai Persatuan Pembangunan Panitia Perancang UndangUndang Program Legislasi Daerah Program Legislasi Nasional Partai Sarikat Indonesia
PSK PSO PT PTKP PTN PTPN PTPPO PU PUAP PUIC PUOICM Raker RAPBN Raskin RDP RDPU REDD Renstra RI RIS Ristek RJA RKA-K/L RKP RPJMN RPP RRI RSPAD RSUD RTRWP RTRWP/K RTS Rusuna Rusunami Rusunawa RUU SAP SAR SARA Satker SBK SBSN
Pekerja Seks Komersial Public Service Obligation Perseroan Terbatas Pendapatan Tidak Kena Pajak Perguruan Tinggi Negeri PT Perkebunan Nusantara Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Pekerjaan Umum Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan Parliamentary Union Islamic Country Parliamentary Union of OIC Member States Rapat Kerja Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Beras untuk Rakyat Miskin Rapat Dengar Pendapat Rapat Dengar Pendapat Umum Reduces Emissions from Deforestation and Degradation Rencana Strategis Republik Indonesia Republik Indonesia Serikat Riset dan Teknologi Rumah Jabatan Anggota Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga Rencana Kerja Pemerintah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Rencana Peraturan Pemerintah Radio Republik Indonesia Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Rumah Sakit Umum Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi/Kabupaten Rumah Tangga Sasaran Rumah Susun Sederhana Rumah Susun Sederhana Milik Rumah Susun Sederhana Sewa Rancangan Undang-Undang Standar Akutansi Pemerintah Search and Rescue Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan Satuan Kerja Standar Biaya Khusus Surat Berharga Syariah Negara
195
Lampiran
196
SD SDA SDM Sekjen Sekwilda Sesmeneg PP Seswapres Setjen Setkab SGFAPP SK SKB SKIPI SKRT SKTM SMA SMK SMP SMS SNI SOP SP3 SP3 SPDN SPP Surpres Susduk Tatib TAYL Tbk TDL TEWAS ORBA TII TIK/Jardiknas
Sekolah Dasar Sumber Daya Alam Sumber Daya Manusia Sekretaris Jenderal Sekretaris Wilayah Daerah Sekretaris Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Sekretaris Wakil Presiden Sekretariat Jenderal Sekretariat Kabupaten
TNI-AU TP TP/TGR TPST TVRI TWG UEP UGM UKM UKP UMKM UN UN/UASBN UNCCD UNDP UNESCO
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara Tugas Pembantuan Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Televisi Republik Indonesia
Secretary General Forum of Asia Pacific Parliament Surat Keputusan Surat Keputusan Bersama Sistem Kapal Inspeksi perikanan Indonesia Sistem Komunikasi Radio Terpadu Surat Keterangan Tanda Miskin Sekolah Menengah Atas Sekolah Menengah Kejuruan Sekolah Menengah Pertama Short Message Service Standar Nasional Indonesia Standard Operating Procedures Surat Perintah Penghentian Penyidikan Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian Solar Paket Diesel Nelayan Sumbangan Pelaksanaan Pendidikan Surat Presiden Susunan dan Kedudukan Tata Tertib Tahun Anggaran Yang Lalu Terbuka Tarif Dasar Listrik Komite Waspada Orde Baru Transparency International Indonesia Teknologi Informasi dan Komunikasi/Jejaring Pendidikan Nasional Tim Sinkronisasi Tim Perumus Tenaga Kerja Indonesia Tenaga Kerja Wanita Tambahan Lembaran Negara Terhitung Mulai Tanggal Tentara Nasional Indonesia Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut
UNFCCC UNIFIL USO UU UUD 1945 UUDS VAB VLCC WAIPA WALHI Walubi Wantanas WDP WHO WNI WTO YANKES YLKI YPF
Technical Working Group Usaha Ekonomi Produksi Universitas Gajah Mada Usaha Kecil Menengah Usaha Kesehatan Perorangan Usaha Mikro Kecil Menengah United Nations Ujian Nasional/ Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional United Nations of the Convention to combat Desertification United Nations Development Programme United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization United Nations Framework Convention on Climate Change United Nations Interim Force in Lebanon Universal Service Obligation Undang-undang Undang-Undang Dasar 1945 Undang-Undang Sementara Vehicle Avant Blinde Very Large Crude Carrier Woman of ASEAN InterParliamentary Assembly Wahana Lingkungan Hidup Perwalian Umat Buddha Indonesia Dewan Ketahanan Nasional Wajar Dengan Pengecualian World Health Organization Warga Negara Indonesia World Trade Organization Pelayanan Kesehatan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Young Parliamentarians Forum
Lampiran
197
1 2 3 4 5 6 7 8 8/P 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 26/P 27 28
PNI MM PBB PBB PBB PBB PBB PBB PBB PBB PBB PBB PBB PBB PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP
BPD BPD BPD BPD BPD BPD BPD BPD BPD BPD BPD BPD BPD PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP
Papua NAD 1 Sumbar 1 Sumbar 2 Riau Sumsel 2 Babel Jabar 2 Jabar 2 Banten 1 NTB Kalsel Sulsel 2 NAD 1 NAD 2 Sumut 1 Sumut 2 Sumut 3 Sumbar 1 Sumbar 2 Riau Jambi Sumsel 1 Sumsel 2 Bengkulu Lampung 1 DKI 1 DKI 1 DKI 2 Jabar 9
Lampiran
198
No 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
Nama Ahmad Kurdi Moekri, Drs., H. Chairul Anwar Lubis Lukman Hakiem, Drs, H. Endang Kosasih, MA, SE, H. Sofyan Usman, H. A. Rahman Syagaff, Ir. B. Tamam Achda, Drs, H. Ma'mur Noor, KH. Anwar Sanusi, SH, MH, Drs, H. A. Chozin Chumaidy, Drs, H. Endin A.J. Soefihara, MMA, Drs, H. Amin Bunyamin, LC, KH. Akhmad Muqowam, Drs. Arief Mudatsir Mandan, M.Si, Drs, H. M. Faqih Cahironi, H. Ahmad Thoyfoer, MC, H. Drs. H. Hadimulyo, M.Sc
No Anggota 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 44/P 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58
Partai PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP
Fraksi PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP
Daerah Pemilihan Jabar 2 Jabar 3 Jabar 3 Jabar 4 Jabar 4 Jabar 5 Jabar 6 Jabar 7 Jabar 8 Jabar 1 Jabar 10 Jabar 10 Jateng 1 Jateng 2 Jateng 2 Jateng 3 Jateng 3 Jateng 6 Jateng 7 Jateng 9 Jateng 10 Jatim 2 Jatim 3 Jatim 4 Jatim 7 Jatim 8 Jatim 9 Jatim 10 Jatim 10 Banten 1 Banten 2
45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58
Lukman Hakim Saifuddin, Drs, H. Daromi Irdjas, SH, M.Si, H. Zainut Tauhid Sa'adi, Drs, H. Djuhad Mahja, SH, CN, H. Tosari Widjaja, Drs, H. Usamah Muhammad Al Hadar M. Syumli Syadli, SH, H. Mahsusoh Ujiati A. Hafidz Ma'soem, Drs, H. Machfudhoh Aly Ubaid, Hj. Sulaeman Fadeli, H. Ismail Muzakki, KH Sa'adun Syibromalisi, Drs, H. Idiel Suryadi, B.Sc, H.
Lampiran
No 59
Nama Muhammad Anwar MZ, KH. Edy Jauzie Muhsin Bafadal, S.H
Partai PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPDK PPDK PPDK PPDK PPDK PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD
Fraksi PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP PPP BPD BPD BPD BPD BPD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD
Daerah Pemilihan NTB NTB Kalbar Kalteng Kalsel Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel 2 Sulsel 2 Sultra Gorontalo Sulsel 1 Sulsel 2 Maluku Utara Papua Papua NAD 1 NAD 1 NAD 2 Sumut 1 Sumut 1 Sumut 2 Sumut 3 Sumbar 1 Riau Jambi Sumsel 1 Sumsel 2 Sumsel 2
199
60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74
Uray Faisal Hamid, SH, H. Rusnain Yahya, H. Syafriansyah, BA, H. Husairi Abdi, LC, H. M. Hifni Sarkawie, H. Sukardi Harun Yusuf Rizal Tjokroaminoto, H. Andi M. Ghalib, SH, MH, H. M. Yunus Yosfiah, H. Habil Marati, SE Suharso Monoarfa, H. M. Ryass Rasyid, MA, Prof, Dr. Rapiuddin Hamarung Mudaffar Syah, Drs, H. Inya Bay, SE, MM. Anthon F. Kagoya, S.Pak
75
76 77
Mirwan Amir MHD. Yusuf Pardamean, NST, Ir, H. Dr. Frans Tshai
78 79 80 81 82 83 84
Saidi Butar Butar, Drs. Maruarar Silalahi Dasrul Djabar, H. Mirrian Sjofjan Arief, M.Ec, Phd, Prof. Syofyan, Drs, H. Hakim Sorimuda Pohan, S.POG, dr, H. Sarjan Tahir, SE, MM. Ir. Neny R. Marsi, M.Si
Lampiran
200
No 85 86 87
Nama Sutan Bhatoegana, MM, Drs, H. Atte Sugandi, MM, Dr, Ir. Irzan Tanjung, Prof, Dr. Jumaini Andriana Sihombing, S.H., Dr.
No Anggota 85 86 87 87/P 88 88/P 89 90 91 92 93 94 95 96 96/P 97 97/P 98 99 100 100/P 101 102 103 104 105 105/P 106 107 108 109
Partai PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD
Fraksi PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD PD
Daerah Pemilihan Lampung 1 Lampung 2 DKI 1 DKI 1 DKI 1 DKI 1 DKI 1 DKI 2 DKI 2 Jabar 1 Jabar 2 Jabar 3 Jabar 4 Jabar 5 Jabar 5 Jabar 5 Jabar 5 Jabar 6 Jabar 7 Jabar 10 Jabar 10 Jateng 1 Jateng 2 Jateng 3 Jateng 4 Jateng 5 Jateng 5 Jateng 6 Jateng 7 Jateng 8 D.I.Y.
88
89 90 91 92 93 94 95 96
Tri Yulianto, SH, H. Husein Abdul Aziz MT, Ir, H. Indria Octavia Muaja Daday Hudaya, H.
Roestanto Wahidi Dirdjojuwono, MM, Ir, H.
Syarifuddin Hasan, SE, MM, MBA. Max Sopacua, SE, M.Sc. Tata Zainal Mutaqin, MM, Dr, H. Jafar Nainggolan, M.M.
97
98 99 100
Agus Hermanto, MM, Ir. Nurul Qomar, Drs. Aziddin, SE, H. Nurul Iman Mustopa, S.Hi, M.Ag
Vera Febyanthy, BBA Shidki Wahab Ignatius Mulyono, Mayjen TNI (Pur) F.X. Soekarno, SH. Soekartono Hadi Warsito, H. Sugiyardi
Angelina Sondakh, SE. Burhanuddin Bur Maras Surya Supeno Budi Prihandoko, MTP, Ir.
Lampiran
Nama Marcus Silanno, S.IP. Chandra Pratomo Samiadji Massaid Azam Azman Natawijana, Ir, H. Sunarto Muntako, H. Hasanudin Said, AK. Achmad Fauzie, SH, MM, Dr, H. Nurhayati Ali Assegaf, M.Si
No Anggota 110 111 112 113 114 115 115/P 116 116/P 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 126/P 127 128 129 129/P 130 131 131/P 132 132/P1 132/P2 133
Daerah Pemilihan Jatim 1 Jatim 2 Jatim 3 Jatim 4 Jatim 5 Jatim 6 Jatim 6 Jatim 7 Jatim 7 Jatim 8 Jatim 9 Banten 1 Banten 2 Bali NTB NTT 2 Kalbar Kalteng Kalsel Kalsel Kaltim Sulut Sulsel 1 Sulsel 1 Papua NTT 1 NTT 1 NTT 1 NTT 1 NTT 1 NAD 1
201
116
117 118 119 120 121 122 123 124 125 126
Guntur Sasono, M.Si, Drs, H. Balkan Kaplale, Drs. Zaenuddin, H. Denny Sultani Hasan, Ph.D, Ir. I Wayan Gunastrah I Wayan Sugiana, MM, Drs. Anita Yacob A. GAH Albert Yaputra Barnstein Samuel Tundan, Drs. Taufiq Effendi, M.B.A., Drs. Asfihani, Ir.
Adji Farida Padmo, Dr (Hc) Hj. Evert Erenst Mangindaan, SE, S.IP. Junus Effendi Habibie Nuraeni A. Barung
130 131
Jhony Allen Marbun, MM, drh. Harman Benediktus Kabur Bruno Kaka Wawo
132
Joseph Wiliem Lea Wea Maria Margareta A. Doy Timotius Timbul Darsoatmodjo, SE.,MM
133
Lampiran
202
No 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150
Nama Achmad Farhan Hamid M.S, Dr. Mulfachri Harahap, SH. Akmaldin Noor, MBA, Ir. Nasril Bahar, SE. Patrialis Akbar, SH. Ichwan Iskak, M.Si, Ir. Azlaini Agus, SH, MH, Hj. Rizal Djalil, MM, Drs, H. M. Joko Santoso, S.Sos Putra Jaya Husin, Ir. Hermansyah Nazirun, SH, H. Zulkifli, SE, MM. Nadalia Djohansyah Makki, Hj. Asman Abnur, SE. Dradjad Hari Wibowo, M.Ec, Dr, Ir. Afni Achmad, Ir. M. Hatta Rajasa, Ir. Cecep Rukmana R, M.M., Ir. Sahrin Hamid
No Anggota 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 150/P1 150/P2 151 152 153 154 155 156 156/P 157 157/P 158 159 160
Partai PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN
Fraksi PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN
Daerah Pemilihan NAD 2 Sumut 1 Sumut 2 Sumut 3 Sumbar 1 Sumbar 2 Riau Jambi Sumsel 1 Sumsel 2 Bengkulu Lampung 1 Lampung 2 Kepri DKI 1 DKI 1 Jabar 1 Jabar 1 Jabr I Jabar 2 Jabar 3 Jabar 4 Jabar 5 Jabar 8 Jabar 9 Jabar 9 Jabar 10 Jabar 10 Jateng 1 Jateng 4 Jateng 5
Dedy Djamaluddin Malik, M.Si, Drs. Sayuti Asyatry, Ir. Sabri Saiman, H. A.M. Fatwa, Drs. H. Ade Firdaus, SE, H. Yusuf Macan Effendi (Dede Yusuf) Hj. Nina Mardiana
157
Alvin Lie Ling Piao Tuti Indarsih Loekman Soetrisno Marwoto Mitrohardjono, SE, MM, Dr.
Lampiran
Nama Tjatur Sapto Edy, MT, Ir. Taufik Kurniawan, MM. Fuad Bawazier, MA, Dr. M. Junaedi, S.E.
No Anggota 161 162 163 163/P 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 173/P 174 174/P 175 176 177 177/P 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187
Partai PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PKPB PKPB
Fraksi PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PAN PG PG
Daerah Pemilihan Jateng 6 Jateng 7 Jateng 8 Jateng 8 Jateng 9 Jateng 10 D.I.Y. D.I.Y. Jatim 1 Jatim 5 Jatim 6 Jatim 7 Jatim 9 Jatim 10 Jatim 10 Banten 1 Banten 1 Banten 2 NTB Kalbar Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulteng Sulsel 1 Sulsel 2 Sultra Papua Lampung 2 Bali
203
164 165 166 167 168 169 170 171 172 173
Munawar Sholeh, Drs. H. Abdul Hakam Naja, Drs. Totok Daryanto, SE, H. Latifah Iskandar, Dra. Djoko Susilo, MA, Drs. Didiek J Rachbini, Prof, Dr. Achmad Affandi Mardiana Indraswati, Dra. Muhammad Najib, M.Sc, Ir. Djoko Edhi Soetjipto Abdurrahman Noer Haidah, Dra. Hj
174
178 179 180 181 182 183 184 185 186 187
Nurul Falah Eddy Pariang, Drs. Jumanhuri, S.Pd. Mohammad Yasin Kara, S.E. Nurhadi M Musawir, SH, MM, MBA. Abdul Hadi Jamal, Ir. Andi Yuliani Paris, Hj. Arbab Papoeka, SH. Sudjud Siradjuddin, SH, MH. Dion Hardi, BA. Made Suwendha, Drs.
Lampiran
204
Nama M. Khaidir M. Wafa Ishartanto, SE, MMA, Dr, H. Ahmad Syafrin Romas Muhammad A.S. Hikam, MA, Dr. Maria Ulfah Anshor, Dra. Hj
No Anggota 188 189 190 191 191/P 192 193 194 195 196 197 198 198/P 199 199/P 200 200/P 201 201/P 202 203 204 205 205/P 206 207 207/P 208 209 210 211
Partai PKB PKB PKB PKB PKB PKB PKB PKB PKB PKB PKB PKB PHB PKB PKB PKB PKB PKB PKB PKB PKB PKB PKB PKB PKB PKB PKB PKB PKB PKB PKB
Fraksi KB KB KB KB KB KB KB KB KB KB KB KB KB KB KB KB KB KB KB KB KB KB KB KB KB KB KB KB KB KB KB
Daerah Pemilihan Riau Sumsel 1 Lampung 2 Jabar 7 Jabar 7 Jabar 8 Jabar 10 Jateng 1 Jateng 2 Jateng 3 Jateng 3 Jateng 4 Jateng 4 Jateng 6 Jateng 6 Jateng 6 Jateng 6 Jateng 7 Jateng 7 Jateng 8 Jateng 9 Jateng 9 Jateng 10 Jateng 10 Jateng 10 D.I.Y. D.I.Y. Jatim 1 Jatim 1 Jatim 1 Jatim 2
A. Helmy Faishal Zaini Mohammad Dachlan Chudori, Drs, H Z. Arifin Junaidi, H. Mufid A. Busyairi, Mpd, Drs. Badriyah Fuyami, LC, Dra. Marwan, SH, SE. Mufid Rahmat, Drs. A. Ch.Saifudin Zuhri Alhadi
199
200
201
Cecep Syarifuddin, Prof, Drs, H. Hanief Ismail, LC, KH. Bachrudin Nasori, S.Si, MM, H. Alwi Abdurrahman Shihab, Dr., H. Ali Mubarak, A.Md.Par., H.
206 207
Bisri Romli, MM, Drs, H. Zunatul Mafruchah, SH, Hj. Soeharno, P.A
A. Muhaimin Iskandar, Drs, M.Si, H. Khofifah Indar Parawansa Ario Wijanarko, SH, H. Syaifullah Yusuf, H.
Lampiran
Nama Nursyahbani Kacasungkana, SH. Ahmad Rawi, KH. Amin Said Husni, Drs. Zis Muzahid, M.Si
No Anggota 212 213 214 214/P 215 215/P 216 217 217/P 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227 228 229 230 231 232 233 233/P 234 234/P 235
Partai PKB PKB PKB PKB PKB PKB PKB PKB PKB PKB PKB PKB PKB PKB PKB PKB PKB PKB PKB PKB PKB PKB PKB PKB PKB PKB PKB PKB PKB
Fraksi KB KB KB KB KB KB KB KB KB KB KB KB KB KB KB KB KB KB KB KB KB KB KB KB KB KB KB KB KB
Daerah Pemilihan Jatim 2 Jatim 2 Jatim 3 Jatim 3 Jatim 3 Jatim 3 Jatim 3 Jatim 4 Jatim 4 Jatim 4 Jatim 4 Jatim 5 Jatim 5 Jatim 6 Jatim 6 Jatim 6 Jatim 7 Jatim 8 Jatim 8 Jatim 8 Jatim 9 Jatim 9 Jatim 9 Jatim 9 Jatim 10 Jatim 10 Jatim 10 Jatim 10 Jatim 10
205
215
216 217
Abdullah Azwar Anas Yusuf Muhammad, LML, Drs, H. Fuad Anwar, M.Si.,Drs.
218 219 220 221 222 223 224 225 226 227 228 229 230 231 232 233
Choirul Sholeh Rasyid, SE. Ali Mudhori, S.Ag, M.Ag, H. Anisah Mahfudz, Dra, Hj. Saifullah Ma'shum, Drs, H. Ali Masykur Musa, M.Si, Drs. Imam Anshori Saleh, SH, H. Imam Nahrawi, S.Ag, H. M. Subki Risya, Drs, H. Muhyidin Arubusman M. Hasyim Karim, SH. Ida Fauziyah, Dra, Hj. A. Effendy Choirie, M.Ag, MH. Anna Mu'awanah, SE, Hj. Masduki Baidlowi Taufikurrahman Saleh, SH, M.Si, H. Moh. Mahfud MD, Prof, Dr. H. Ahmad Mubassyir Mahfud, SH
234
235
Lampiran
206
No 236
No Anggota 236 236/P 237 238 239 239/P 240 241 242 243 244 245 246 247 248 249 250 251 252 253 254 255 256 256/P 257 258 259 260 261 262 263
Partai PKB PKB PKB PKB PKB PKB PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS
Fraksi KB KB KB KB KB KB PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS
Daerah Pemilihan Banten 1 Banten 1 Banten 2 Kalsel Papua Papua NAD 1 NAD 2 Sumut 1 Sumut 3 Sumbar 1 Sumbar 2 Riau Jambi Sumsel 1 Lampung 1 Lampung 2 DKI 1 DKI 1 DKI 1 DKI 2 DKI 1 Jabar 1 Jabar 1 Jabar 2 Jabar 3 Jabar 4 Jabar 4 Jabar 5 Jabar 5 Jabar 5
M. Yusuf Faishal, M.Sc, MBA, Drs, H. L. Misbah Hidayat, H. Tony Wardoyo Pieter Wona
240 241 242 243 244 245 246 247 248 249 250 251 252 253 254 255 256
M. Nasir Jamil, S.Ag. Andi Salahuddin, SE. Muhammad Idris Luthfi, M.Sc, Drs. Ansory Siregar Irwan Prayitno Refrizal Chairul Anwar, Apt, Drs. Ami Taher, Ir. Mustafa Kamal, SS. Al Muzzammil Yusuf, Drs. Abdul Hakim, MM, Ir, KH. M. Anis Matta, LC. Nursanita Nasution, SE, ME. Rama Pratama, SE, AK M. Hidayat Nur Wahid, MA, Dr. Aan Rohanah, M.Ag, Dra, Hj. Rahmat Abdullah, H. Syamsu Hilal
Ma'mur Hasanuddin Djalaluddin Asysyatibi, Drs, H. Untung Wahono, M.Si, Ir, H. Yusuf Supendi, LC, KH. Yoyoh Yusroh, Hj. DH. Al Yusni A. Najiyulloh, LC, H.
Lampiran
No 264 265 266 267 268 269 270 271 272 273 274 275 276 277 278 279 280 281 282
Nama R. Bagus Suryama Majana, S.Psi. Mahfudz Siddiq, M.Si, Drs. Wahyudin Munawir Umung Anwar Sanusi, LC, H. Hilman Rosyad Syihab, H. Zuber Safawi, SHI. Mutammimul U'la, SH. Suswono, Ir, H. Agus Purnomo, S.IP. Suripto, SH. Luthfi Hasan Ishaaq Abdi Sumaithi Zulkieflimansyah, SE, M.Sc, Dr. Jazuli Juwaini, LC, H. Fahri Hamzah, SE. Aboe Bakar Ahmad Chudori, H. Tamsil Linrung M. Seniman Latif, SE, H. Andi Rahmat
No Anggota 264 265 266 267 268 269 270 271 272 273 274 275 276 277 278 279 280 281 282 282/P 283 284 284/P 285 286 287 287/P 288 288/P1 288/P2 289
Partai PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PBR PBR PBR PBR PBR PBR PBR PBR
Fraksi PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS PKS BR BR BR BR BR BR BR BR
Daerah Pemilihan Jabar 6 Jabar 7 Jabar 8 Jabar 9 Jabar 10 Jateng 1 Jateng 5 Jateng 9 D.I.Y Jatim 1 Jatim 5 Banten 1 Banten 2 Banten 2 NTB Kalsel Kaltim Sulsel 1 Sulsel 2 Sulsel 2 Maluku Maluku Utara Maluku Utara NAD 1 NAD 2 Sumut 1 Sumut 1 Sumut 2 Sumut 2 Sumut 2 Sumut 3
207
283 284
Anhar, SE. Zainal Abidin Hussein, SE. Zainal Ma'arif, SH, M.Ag, H. Ir. Junisab Akbar
288
289
Lampiran
208
No 290 Is Anwar, H.
Nama
No Anggota 290 290/P 291 292 293 293/P 294 295 296 296/P 297 297/P 298 298/P 299 300 301 302 303 304 305 306 307 308 309 310 311 312 312/P 313 314
Partai PBR PBR PBR PBR PBR PBR PBR PBR PBR PBR PBR PBR PBR PBR PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P
Fraksi BR BR BR BR BR BR BR BR BR BR BR BR BR BR PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P
Daerah Pemilihan Sumbar 1 Sumbar 1 Riau Sumsel 1 Banten 2 Banten 2 NTB Kalbar Kalsel Kalsel Sulsel 1 Sulsel 1 Sulsel 2 Sulsel 2 Sumut 1 Sumut 1 Sumut 2 Sumut 2 Sumut 3 Riau Jambi Sumsel 1 Sumsel 2 Bengkulu Lampung 1 Lampung 1 Lampung 2 Lampung 2 Lampung 2 Kepri Babel
Drs. Zulhendri 291 292 293 Bulyan Royan, H. Bursah Zarnubi, SE Ade Daud Iswandi, H. H. Asnawi Mardani 294 295 296 L. Gede Syamsul Mujahidin, SE Rusman H.M. Ali, SH, H. Yusuf Fanie Andin Kasim, SH, H. Ir. Bahran Andang, M.Sc 297 Andi Djalal Bachtiar, Mayjen (Pur) Kasmawati Tahir Z. Basalamah, Dr. Hj 298 Diah Defawati, Dr. Fachruddin Djaya, SH 299 300 301 302 303 304 305 306 307 308 309 310 311 312 Irmadi Lubis, H. Y.H. Laoly, SH, M.Sc, Dr. Trimedya Panjaitan, SH. Idham, SH, MKn. Taufan Tampubolon, SE. Fachruddin S, H. Elviana, M.Si, Dra. M. Nazaruddin Kiemas, Ir. Dudhie Makmun Murod, MBA Elva Hartati M, S.IP, Hj. Suparlan, SH. Isma Yatun, Ir. Pataniari Siahaan Sukowaluyo M, Dr. Sonny Soemarsono 313 314 Jaka Aryadipa Singgih Rudianto Tjen, Ir.
Lampiran
Nama Soekardjo Hardjosoewirdjo, SH. Effendi M.S. Simbolon, Drs. Roy B.B. Janis, SH, H. Sabam Sirait
No Anggota 315 316 317 317/P 318 319 320 320/P 321 321/P 322 323 323/P 324 325 326 327 328 329 330 331 332 333 334 335 336 337 337/P 338 339 340
Partai PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P
Fraksi PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P
Daerah Pemilihan DKI 1 DKI 1 DKI 2 DKI 2 Jabar 1 Jabar 2 Jabar 2 Jabar 2 Jabar 3 Jabar 3 Jabar 3 Jabar 4 Jabar 4 Jabar 4 Jabar 5 Jabar 5 Jabar 6 Jabar 7 Jabar 7 Jabar 7 Jabar 8 Jabar 8 Jabar 9 Jabar 9 Jabar 10 Jateng 1 Jateng 1 Jateng 1 Jateng 2 Jateng 2 Jateng 3
209
Mangara M. Siahaan Moh. Taufik Kiemas, H. Marissa Haque Prof. Dr. Wila Chandrawila S., S.H
321
322 323
324 325 326 327 328 329 330 331 332 333 334 335 336 337
Philip S. Wijaya Zaenal Arifin Panda Nababan Goenawan Slamet, Sp.B, dr. Sidarto Danusubroto, SH, Mayjen Pol (Purn) Suryana Yoseph Umar Hadi Djoemad Cipto Wardoyo Maruarar Sirait, S.IP. Endang Karman Eka Santosa, Drs. E.A. Darojat Daniel Budi Setiawan, MM, Ir. Ema Wirandrati, SH, Hj. Willem Maxmiliaan Tutuarima, S.H.
Lampiran
210
Nama A. Sonny Keraf, Dr. Siti Soepami, Dra, Hj. Sumaryoto, Drs. H. Bambang Wuryanto, MBA, Ir. Tjandra Widjaja Sarwo Budi Wiryani Sukamdani, Dra., Hj.
No Anggota 341 342 343 344 345 345/P 347 347 348 349 350 351 352 353 354 355 355/P 356 357 358 359 360 361 362 363 364 365 366 367 368
Partai PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P
Fraksi PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P
Daerah Pemilihan Jateng 3 Jateng 3 Jateng 4 Jateng 4 Jateng 4 Jateng 4 Jateng 5 Jateng 5 Jateng 5 Jateng 6 Jateng 6 Jateng 7 Jateng 7 Jateng 8 Jateng 8 Jateng 8 Jateng 8 Jateng 9 Jateng 9 Jateng 10 Jateng 10 D.I.Y. D.I.Y Jatim 1 Jatim 1 Jatim 1 Jatim 2 Jatim 3 Jatim 4 Jatim 4
346 347 348 349 350 351 352 353 354 355
Gunawan Wirosaroyo Nursyirwan Soejono Aria Bima Trihastoto Marjono, Drs. H. Sudigdo A, Prof, Dr. Suratal HW, DrH., H. Ganjar Pranowo Hendarso Hadipramono, MBA, Ir. Nadrah Izahari, SH A. Condro Prayitno Ir. Gatot Luprijatomo, M.M.
356 357 358 359 360 361 362 363 364 365 366 367 368
R. Pupung Suharis, SH, H. Chepy Triprakoso Wartono, SE Widodo Bujo Wiryono Ramson Siagian, MBA. Soetardjo Soerjogoeritno, B.Sc, H Edi Mihati, M.Si, Dra. Sutjipto, Ir, H. L. Soepomo SW, SH. Murdaya Poo Soewarno, Drs. Nur Suhud Imam Soeroso Tukidjo, Drs.
Lampiran
No 369
No Anggota 369 369/P 370 371 372 373 374 375 376 377 378 379 379/P 380 381 382 382/P 383 384 384/P 385 386 386/P 387 388 389 390 391 392 393 394
Partai PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P
Fraksi PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P
Daerah Pemilihan Jatim 5 Jatim 5 Jatim 5 Jatim 6 Jatim 6 Jatim 6 Jatim 7 Jatim 7 Jatim 8 Jatim 8 Jatim 8 Jatim 9 Jatim 9 Jatim 9 Jatim 10 Banten 1 Banten 1 Banten 1 Banten 2 Banten 2 Banten 2 Bali Bali Bali Bali Bali Bali NTB NTT 1 NTT 2 NTT 2
211
370 371 372 373 374 375 376 377 378 379
Gayus Lumbuun, SH, Dr. M. Guruh Soekarnoputra W. Eko Waluyo, Drs. Theodorus JK, Ir. Heri Achmadi, Ir, H. Hasto Kristiyanto, MM, Ir. Suwignjo Mindo Sianipar, Ir Moch Hasib Wahab, Dr, Drs, H. Permadi, SH. Zoned Moesni
Ida Bagus N, SH. M. Said Abdullah, H. Arifin Panigoro, Ir. Sutradara Gintings, Dr.
383 384
Tumbu Saraswati, SH, Hj. K. Dharmono K. Lawi, Drs. R. Kurniati, S.H., M.H, Hj
385 386
I Gusti Agung Rai Wirajaya, SE, MM. I Made Urip, Drs. Wayan Koster, MM, Dr, Ir. Ni Gusti Ayu Eka Sukmadewi Mudahir, H. Cyprianus Aoer, Drs. Theo Syafei Herman Hery
Lampiran
212
No 395
No Anggota 395 395/P 396 397 397/P 398 399 400 401 402 403 404 405 406 407 408 409 409/P 410 410/P 411 412 413 414 414/P 415 416 416/P 417 417/P
Partai PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDS PDS PDS PDS PDS PDS PDS PDS PDS PDS PDS PDS PDS PDS PDS
Fraksi PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDI-P PDS PDS PDS PDS PDS PDS PDS PDS PDS PDS PDS PDS PDS PDS PDS
Daerah Pemilihan Kalbar Kalbar Kalbar Kalteng Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel 1 Sulsel 2 Sultra Maluku Papua Irjabar Sumut 1 Sumut 1 Sumut I Sumut 2 Sumut 2 DKI 1 DKI 2 Jabar 5 NTT 2 NTT 2 Kalbar Sulut Sulut Sulteng Sulteng
396 397
398 399 400 401 402 403 404 405 406 407 408 409
Royani Haminullah Izedrik Emir Moeis, M.Sc, Ir. Olly Dondokambey, SE. Rendy Lamadjido, Ir, H. Anwar Fatta, H. Jacobus Kamarlo Mayong Padang, Drs. A. Razak Porosi, Drs, H. Alexander Litaay Ben Vincent Djeharu, MM, Drs. R.K. Sembiring Meliala, Mayjen TNI (Purn) Hasurungan Simamora, Drs. Rufinus Sianturi, SH, MH Drs.Arisman Zagoto
410
Tiurlan Basaria Hutagaol, STh, MA. Constant M. Ponggawa, SH. Carol Daniel Kadang, SE, MM. Ruth Nina M. Kedang, SE. Pdt. Stefanus Amalo, M.Div.
415 416
417
Lampiran
No 418
No Anggota 418/P1 418/P2 419 419/P 420 421 421/P 422 423 424 425 426 427 428 429 430 431 432 433 433/P 434 435 436 436/P 437 438 438/P 439 440 441 442
Daerah Pemilihan Maluku Maluku Papua Papua Irjabar NAD 1 NAD 1 NAD 2 Sumut 3 Sumut 3 Sumut 2 Sumut 2 Sumut 3 Sumut 3 Sumbar 1 Sumbar 1 Sumbar 2 Sumbar 2 Riau Riau Riau Riau Jambi Jambi Jambi Sumsel 1 Sumsel 1 Sumsel 1 Sumsel 2 Sumsel 2 Bengkulu
213
419
420 421
422 423 424 425 426 427 428 429 430 431 432 433
T. Muhammad Nurlif, Drs. N. Serta Ginting, Drs, H. Antarini Malik Rambe Kamarul Zaman, M.Sc. M. Syarfi Hutauruk, Drs, H. Mahadi Sinambela, M.Si, Drs. Bomer Pasaribu,SH,SE,MS,dr,(IPB),H. Aulia Aman Rachman, SH, M.Si. M. Azwir Dainy Tara, Dr, H, MBA. Darul Siska, Drs, H. Andiwahab DT. Majokayo, SM, HK, H. Saleh Djasit, SH, H. Ir. H.M. Idris Laena
Azwar Chesputra, SE, H. Musfihin Dahlan Anthony Zedra Abidin, Drs. Drs. Joeslin Nasution, M.Si
437 438
Ismail Tajuddin, Drs. Ridwan Mukti, Ak, MBA, Drs. Nannie Hardiyanti, S.H., M.Hum. Hj.
Kahar Muzakir, Drs. Marzuki Achmad, SH, H. Ahmad Hafiz Zawawi, M.Sc, Ir. Sulaeman Effendi, Drs, H.
Lampiran
214
No 443
No Anggota 443 443/P 444 445 446 447 448 449 450 450 451 452 452/P 453 454 455 456 457 458 458/P 459 459/P 460 461 462 463 464 465 466 467 468
Partai PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG
Fraksi PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG
Daerah Pemilihan Lampung 1 Lampung 1 Lampung 1 Lampung 2 Lampung 2 Kepri Babel DKI 1 DKI 2 DKI 2 Jabar 1 Jabar 2 Jabar 2 Jabar 2 Jabar 2 Jabar 3 Jabar 3 Jabar 3 Jabar 3 Jabar 3 Jabar 4 Jabar 4 Jabar 4 Jabar 4 Jabar 5 Jabar 5 Jabar 6 Jabar 6 Jabar 7 Jabar 7 Jabar 8
Djoko Purwongemboro, Drs, H. Riswan Tony DK, Drs, H. M. Aziz Syamsuddin Harry Azhar Azis, MA, Drs, H. Azhar Romli, M.Si, Ir. R. Agung Laksono, H. Fahmi Idris, Drs. H. Watty Amir, S.H., Dra.
451 452
Happy Bone Zulkarnaen, MS, Dr, H. M. Paskah Suzetta, MBA, Drs, H. Dra. Hj. S. Sumiyati
Ferry Mursyidan Baldan, Drs. Lili Asdjudiredja, SE, PhD, Dr, Ir, H. Tonny Aprilani, MSc, Drg, H. Deding Ishak, SH, MM, Drs, H. Dewi Asmara, SH. Adiwarsita Adinegoro Rachmat T.P.Jaya M.Taher,M.B.A
459
Awal Kusumah , M.Sc, Ir, H. Airlangga Hartanto, MMT, MBA, Ir, H. Mohammad S. Hidayat, H. Zulkarnaen Djabar, MA, Drs, H. Ade Komaruddin, Drs. Wasma Prayitno, Drs. H. Enggartiasto Lukita, Drs. Yuddy Chrisnandi, ME, H. Budi Harsono
Lampiran
No 469 470 471 472 473 474 475 476 477 478 479 480 481 482 483 484 485 486 487 488 489 490 491 Eldie Suwandie
Nama
No Anggota 469 470 471 472 473 474 475 476 477 478 479 480 481 482 483 484 485 486 487 488 489 490 491 491/P 492 493 494 494/P 495 496
Partai PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG
Fraksi PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG
Daerah Pemilihan Jabar 8 Jabar 9 Jabar 9 Jabar 10 Jabar 10 Jabar 10 Jateng 1 Jateng 2 Jateng 3 Jateng 3 Jateng 4 Jateng 5 Jateng 6 Jateng 7 Jateng 8 Jateng 8 Jateng 9 Jateng 10 D.I.Y. Jatim 1 Jatim 2 Jatim 3 Jatim 4 Jatim 4 Jatim 5 Jatim 6 Jatim 7 Jatim 7 Jatim 7 Jatim 7
215
Agun Gunandjar Sudarsa, Drs. Maryamah Nugraha Besoes, Drs, Hj. Asep Ruchimat Sudjana, H. Abdul Nurhaman, SIP, S.Sos, M.Si, H. Ferdiansyah, SE, MM. Ahmad Darodji, Drs, KH. Nusron Wahid Sri Harini, Dra. Bambang Sadono, SH, MH. Hajriyanto Y. Thohari, MA, Drs, H. Soeharsojo, Ir. H. Bobby S.H. Suhardiman Priyo Budi Santoso, Drs. Slamet Effendy Yusuf, Drs, H. Dito Ganinduto, MBA, H. A. H. Mujib Rohmat, Drs. Mohammad Ichwan Syam, Drs, H. GBPH. Joyokusumo Joko Subroto Faridah Effendy, Dra, Hj. Hardisoesilo, H. Herman Widyananda, Ir, SE, M.Si, H. Drs.Taufiq Hidayat
Tyas Indyah Iskandar, SH, M.Kn, Hj. M. Irsyad Sudiro, Drs, H. M. Yahya Zaini, SH. Mustokoweni Murdi, S.H
495 496
Lampiran
216
No 497
No Anggota 497 497/P 498 499 500 501 501/P 502 503 504 505 506 507 508 509 510 511 512 513 514 515 516 517 518 519 520 521 522 522/P 523 524
Partai PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG
Fraksi PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG PG
Daerah Pemilihan Jatim 8 Jatim 8 Jatim 9 Jatim 9 Jatim 10 Banten 1 Banten I Banten 1 Banten 1 Banten 2 Banten 2 Bali Bali NTB NTB NTB NTT 1 NTT 1 NTT 2 NTT 2 NTT 2 Kalbar Kalbar Kalbar Kalteng Kalteng Kalsel Kalsel Kalsel Kaltim Kaltim
Aisyah Hamid Baidlowi, Hj. Soekotjo Said, Drs. Imam Supardi, Drs. M. Irsyad Djuwaeli, Drs, H. Drs.H.Humaidi
502 503 504 505 506 507 508 509 510 511 512 513 514 515 516 517 518 519 520 521 522
Mamat Rahayu Abdulah Mohamad Aly Yahya, Drs. H. Ebby Djauharie, H. Budiarsa Sastrawinata GDE Sumarjaya Linggih, SE. Tisnawati Karna, SH. Marzuki Darusman, SH. Mesir Suryadi, SH, H. Adi Putra Darmawan Tahir Josef A. Nae Soi Melchias Markus Mekeng Setya Novanto, Drs. Charles Jones Mesang, Dr. Victor Bungtilu Laiskodat, SH M. Akil Mochtar, SH. Gusti Syansumin, H. Asiah Salekan, BA. Chairunnissa, MA, Dra. Mukhtarudin, Drs. Gusti Iskandar Sukma Alamsyah Hasanuddin Murad, SH. Dra. Hj. Murhanawati Syamsi, M.M.
523 524
Lampiran
No 525 526
Nama Theo L. Sambuaga, Drs. Djelantik Mokodompit, Drs. Drs. Joseph Th. Pati
No Anggota 525 526 526/P 527 528 529 529/P1 529P2 530 531 531/P 532 533 534 535 536 537 538 539 540 540/P 541 542 543 544 545 546 547 548 549 550
Daerah Pemilihan Sulut Sulut Sulut Sulteng Sulteng Sulsel 1 Sulsel 1 Sulsel 1 Sulsel 1 Sulsel 1 Sulsel 1 Sulsel 1 Sulsel 1 Sulsel 2 Sulsel 2 Sulsel 2 Sulsel 2 Sulsel 2 Sultra Sultra Sultra Gorontalo Gorontalo Maluku Maluku Utara Papua Papua Irjabar Sumut 2 NTT 1 Papua
217
Muhammad Sofyan Mile, SH. Muhidin M. Said, SE, MBA Andi Mattalatta, SH, MH. Drs.H.A.M.Nurdin Halid Drs.H.Sjachrir Sjafruddin Daeng Jarung
530 531
Idrus Marham M. Nurhayati Yasin Limpo, Ny, Hj. Syamsul Bachri, M.Sc. Marwah Daud Ibrahim, MA, Dr, Hj. M. Malkan Amin, H. Fachri Andi Leluasa, Drs, H. Mariani Akib Baramuli, Dr, Ny. Rustam E. Tamburaka,MA,Ph.D,Prof,Drs,H. Mustika Rahim, Dra, Hj. H.M.Laode Djeni Hasmar
541 542 543 544 545 546 547 548 549 550
Zainudin Amali, SE. Truliyanti S. Habibie, M.Psi, Dra, Ny. Hamzah Sangadji, Ir. Abdul Gafur, Dr, H. Simon Patrice Morin, Drs. Yorris T.H. Raweyai Robert Joppy Kardinal Idealisme Dachi Anton A. Mashur, SE. Etha Bulo
Lampiran
Lampiran
No. 8
Daerah Pemilihan
Jumlah Kursi 8
219
Kabupaten Lampung Barat, Lampung Selatan, Tanggamus, Kota Bandar Lampung Lampung II Kabupaten Lampung Tengah, Lampung Utara, Tulang Bawang, Way Kanan, Lampung Timur, Kota Metrao 9 Bangka Belitung Bangka Belitung Kabupaten Bangka, Belitung, Belitung Timur, Bangka Selatan, Bangka Tengah, Bangka Barat, Kota Pangkalpinang 10 Kepulauan Riau Kepulauan Riau Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau, Natuna, Kota Tanjung Pinang, Kota Batam 11 DKI Jakarta DKI Jakarta I Kabupaten Kepulauan Seribu, Kota Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Pusat DKI Jakarta II Kota Jakarta Barat, Jakarta Selatan 12 Jawa Barat Jawa Barat I Kota Bandung, Kota Cimahi Jawa Barat II Kabupaten Bandung Jawa Barat III Kabupaten Sukabumi, Cianjur, Kota Sukabumi Jawa Barat IV Kabupaten Bogor, Kota Bogor Jawa Barat V Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kota Depok Jawa Barat VI Kabupaten Purwakarta, Karawang Jawa Barat VII Kabupaten Cirebon, Indramayu, Kota Cirebon Jawa Barat VIII Kabupaten Majalengka, Sumedang, Subang Jawa Barat IX Kabupaten Ciamis, Kuningan, Kota Banjar Jawa Barat X Kabupaten Garut, Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya 10 7 8 9 6 12 11 11 10 6 9 12 3 3 9
Lampiran
220
No. 13
Daerah Pemilihan
Jumlah Kursi 8 7 9 6 8 8
Kabupaten Semarang, Kendal, Kota Salatiga, Kota Semarang Jawa Tengah II Kabupaten Kudus, Jepara, Demak Jawa Tengah III Kabupaten Grobogan, Blora, Rembang, Pati Jawa Tengah IV Kabupaten Wonogiri, Karanganyar, Sragen Jawa Tengah V Kabupaten Boyolali, Klaten, Sukoharjo, Kota Surakarta Jawa Tengah VI Kabupaten Purworejo, Wonosobo, Magelang, Temanggung, Kota Magelang Jawa Tengah VII Kabupaten Purbalingga, Banjarnegara, Kebumen Jawa Tengah VIII Kabupaten Cilacap, Banyumas 14 15 Daerah Istimewa Yogyakarta Jawa Timur Yogyakarta Kabupaten Kulon Progo, Bantul, Gunung Kidul, Sleman, Kota Yogyakarta Jawa Timur I Kabupaten Sidoarjo, Kota Surabaya Jawa Timur II Kabupaten Pasuruan, Probolinggo, Kota Probolinggo, Kota Pasuruan Jawa Timur III Kabupaten Bondowoso, Banyuwangi, Situbondo Jawa Timur IV Kabupaten Lumajang, Jember Jawa Timur V Kota Malang, Kota Batu, Kabupaten Malang Jawa Timur VI Kabupaten Tulungagung, Blitar, Kediri, Kota Kediri, Kota Blitar Jawa Timur VII Kabupaten Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Magetan, Ngawi Jawa Timur VIII Kabupaten Jombang, Nganjuk, Madiun, Mojokerto, Kota Mojokerto, Kota Madiun Jawa Timur IX Kabupaten Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Gresik Jawa Timur X Kabupaten Bangkalan, Pamekasan, Sampang, Sumenep 8 11 10 8 9 8 8 7 7 10 8 8 7
Lampiran
No. 16 Banten
Provinsi Banten I
Daerah Pemilihan
Jumlah Kursi 11 11 9
221
Kabupaten Pandeglang, Lebak, Serang, Kota Cilegon Banten II Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang 17 Bali Bali Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Klungkung, Bangli, Karangasem, Buleleng, Kota Denpasar 18 Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Barat Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombak Timur, Sumbawa, Dompu, Bima, Kota Mataram, Kota Bima 19 Nusa Tenggara Timur Nusa Tenggara Timur I Kabupaten Manggarai Barat, Manggarai, Ngada, Ende, Sikka, Flores Timur, Lembata, Alor Nusa Tenggara Timur II Kabupaten Sumba Barat, Sumba Timur, Kupang, Rote Ndao, Belu, Timor Tengah Utara, Timor Tengah Selatan, Kota Kupang 20 Kalimantan Barat Kalimantan Barat Kabupaten Sambas, Bengkayang, Landak, Pontianak, Sanggau, Ketapang, Sintang, Kapuas Hulu, Kota Pontianak, Kota Singkawang 21 Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kabupaten Kapuas, Barito Selatan, Barito Utara, Sukamara, Lamandau, Seruyan, Katingan, Pulang Pisau, Gunung Mas, Barito Timur, Murung Raya, Kota Palangka Raya, Kota Waringin Barat, Kota Waringin Timur 22 Kalimantan Selatan Kalimantan Selatan Kabupaten Tanah Laut, Kota Baru, Banjar, Barito Kuala, Tapin, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara, Tabalong, Tanah Bumbu, Balangan, Kota Banjarmasin, Kota Banjar Baru 23 Kalimantan Timur Kalimantan Timur Kabupaten Pasir, Kutai Barat, Kutai, Kutai Timur, Berau, Malinau, Bulungan, Nunukan, Penajam Paser Utara, Kota Balikpapan, Kota Samarinda, Kota Tarakan, Kota Bontang 24 Sulawesi Utara Sulawesi Utara Kabupaten Bolaang Mongondow, Minahasa, Kepulauan Sangihe Talaud, Kepulauan Talaud, Minahasa Selatan, Kota Manado, Kota Bitung, Kota Tomohon 25 Sulawesi Tengah Sulawesi Tengah Kabupaten Banggai Kepulauan, Banggai, Morowali, Poso, Donggala, Toli-Toli, Buol, Parigi Moutong, Kota Palu 6 6 8 11 6 10 7 6 10
Lampiran
222
No. 26
Daerah Pemilihan
Jumlah Kursi 12
Kabupaten Selayar, Bulukumba, Bantaeng, Jeneponto, Takalar, Gowa, Sinjai, Maros, Bone, Kota Makassar Sulawesi Selatan II Kabupaten Barru, Enrekang, Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur, Majene, Mamasa, Mamuju, Mamuju Utara, Pangkajene Kepulauan, Pinrang, Polewali Mamasa, Sidenreng Rappang, Soppeng, Tana Toraja, Wajo, Kota Palopo, Kota Pare-Pare 27 Sulawesi Tenggara Sulawesi Tenggara Kabupaten Buton, Muna, Kendari, Kolaka, Konawe Selatan, Kota Kendari, Kota Bau-Bau 28 Gorontalo Gorontalo Kabupaten Boalemo, Gorontalo, Pohuwato, Bone Bolango, Kota Gorontalo 29 Maluku Maluku Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Maluku Tenggara, Maluku Tengah, Buru, Kota Ambon 30 Maluku Utara Maluku Utara Kabupaten Halmahera Barat, Halmahera Tengah, Kepulauan Sula, Halmahera Selatan, Halmahera Utara, Halmahera Timur, Kota Ternate, Kota Tidore Kepulauan 31 Papua Papua Kabupaten Merauke, Jayawijaya, Jayapura, Nabire, Yapen Waropen, Biak Numfor, Paniai, Puncak Jaya, Mimika, Boven Digul, Mappi, Asmat, Yahukimo, Pegunungan Bintang, Tolikara, Sarmi, Keerom, Waropen, Kota Jayapura 32 Irian Jaya Barat Irian Jaya Barat Kabupaten Fak-Fak, Sorong, Manokwari, Kaimana, Sorong Selatan, Raja Ampat, Teluk Bintuni, Teluk Wondama, Kota Sorong Jumlah Kursi 550 3 10 3 4 3 5 12
Sumber: Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 640 Tahun 2003 tentang Penetapan Daerah Pemilihan dan Tata Cara Perhitungan Jumlah Kursi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Untuk Setiap Provinsi Seluruh Indonesia Dalam Pemilihan Umum Tahun 2004 (Lampiran I Lampiran III.32)
Lampiran
223
Lampiran
224
NO JUDUL RUU Pengesahan International Covenant on Economic, Social, 11 and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya) Pengesahan International Covenant on Civil and Political 12 Rights (Kovenan Internasional tentang hak-hak sipil dan politik) Anggaran Pendapatan dan 13 14 Belanja Negara Tahun Anggaran 2006 Guru dan Dosen
PENG USUL
30 Sep 2005
28-10-2005
11/2005
118
4557
30 Sep 2005
28-10-2005
12/2005
119
4558
18-11-2005 30-12-2005
13/2005 14/2005
133 157
4571 4586
P DPR
TAHUN 2006 TINGKAT II/ NO JUDUL RUU Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana Perhitungan Anggaran Negara Tahun Anggaran 2003 Perubahan atas Undang3. Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Pengesahan Internasional Treaty on Plant Genetic Resources for Food and 4. Agricultural (Perjanjian mengenai Sumber Daya Genetik Tanaman untuk Pangan dan Pertanian) Pengesahan International Convention for the Suppression 5. of Terrorist Bambings, 1997 (Konvensi Internasional Pemberantasan Pengeboman oleh Teroris, 1997) 7 Maret 2006 05-04-2006 5/2006 28 4616 P 28 Feb 2006 20-03-2006 4/2006 23 4612 P 21 Feb 2006 20-03-2006 3/2006 22 4611 DPR DISAHKAN DI DPR TGL 1. 2. 7 Feb 2006 21 Feb 2006 TANGGAL 03-03-2006 20-03-2006 DIUNDANGKAN NO. UU 1/2006 2/2006 LN 18 21 TLN 4607 4610 PENG USUL P P
Lampiran
TINGKAT II/ NO JUDUL RUU Pengesahan International Convention for the Suppression 6. of the Financing of Terrorism, 1999 (Konvensi Internasional Pemberantasan Pendanaan Terrorisme, 1999) Pengesahan United Nations Convention Against Corruption, 7. 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003) Pengesahan Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam 8. Masalah Pidana antara Republik Indonesia dan Republik Rakyat Cina 9. Sistem Resi Gudang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2006 tentang Perubahan 10. Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Menjadi Undang-Undang 11. 12. 13. Pemerintahan Aceh Kewarganegaraan Republik Indonesia Perlindungan Saksi dan Korban Perubahan atas UndangUndang Nomor 13 Tahun 2005 14. tentang Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006 15. 16. Badan Pemeriksa Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007 17. Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Perubahan atas Undang18. Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan 18 Okt 2006 15-11-2006 18 Okt 2006 15-11-2006 17 Okt 2006 15-11-2006 10 Okt 2006 30-10-2006 12 Sep 2006 09-10-2006 11 Juli 2006 11 Juli 2006 18 Juli 2006 01-08-2006 01-08-2006 11-08-2006 27 Juni 2006 20-07-2006 20 Juni 2006 14-07-2006 21 Maret 2006 18-04-2006 21 Maret 2006 18-04-2006 7 Maret 2006 05-04-2006 DISAHKAN DI DPR TGL TANGGAL
PENG USUL
225
6/2006
29
4617
7/2006
32
4620
8/2006
33
4621
9/2006
59
4630
10/2006
60
4631
62 63 64
P DPR DPR
14/2006
84
4653
15/2006 18/2006
85 94
4654 4662
DPR P
16/2006
92
4660
DPR
17/2006
93
4661
Lampiran
226
NO 19. JUDUL RUU Dewan Pertimbangan Presiden Pengesahan Convention on the Prohibition of the Use, Stockpiling, Production, and Transfer of Anti Personnel 20. Mines and on Their Destruction (Konvensi Pelarangan Penggunaan, Penimbunan, Produksi, dan Transfer Ranjau Darat Anti Personel dan Pemusnahannya) Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik India tentang Kegiatan Kerjasama 21. Bidang Pertahanan (Agreement Between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Republic of India on Cooperative Activities in the Field of Defence) Pertanggungjawaban atas 22. Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggaran 2004 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. Administrasi dan Kependudukan Pembentukan Kabupaten Empat Lawang di Provinsi Sumsel Pembentukan Kabupaten Nagakeo di Provinsi NTT Pembentukan Kabupaten Sumba Tengah di Provinsi NTT Pembentukan Kota Kotamobagu di Provinsi Sulut Pembentukan Kabupaten Batubara di Provinsi Sumut Pembentukan Kabupaten Kayong Utara di Kalbar Pembentukan Kabupaten Pidie Jaya di Provinsi NAD Pembentukan Kota Subulussalam di Provinsi NAD
7 Des 2006
29-12-2006
20/2006
121
4671
7 Des 2006
29-12-2006
21/2006
122
4672
7 Des 2006
29-12-2006
22/2006
123
4673
8 Des 2006 8 Des 2006 8 Des 2006 8 Des 2006 8 Des 2006 8 Des 2006 8 Des 2006 8 Des 2006 8 Des 2006
124 3 4 5 6 7 8 9 10
Lampiran
TINGKAT II/ NO JUDUL RUU Pembentukan Kabupaten 32. Minahasa Tenggara diProvinsi Sulut Pembentukan Kabupaten 33. Bolaang Mongondow Utara di Provinsi Sulut Pembentukan Kabupaten 34. Gorontalo Utara di Provinsi Gorontalo 35. 36. 37. Pembentukan Kabupaten Bandung Barat di Provinsi Jabar Pembentukan Kabupaten Konawe Utara di Provinsi Sultra Pembentukan Kabupaten Buton Utara di Provinsi Sultra Pembentukan Kabupaten 38. Kepulauan Siau Tagulandang Biaro di Provinsi Sulut 39. Pembentukan Kabupaten Sumba Barat Daya di Provinsi NTT 8 Des 2006 02-01-2007 8 Des 2006 02-01-2007 8 Des 2006 8 Des 2006 8 Des 2006 02-01-2007 02-01-2007 02-01-2007 8 Des 2006 02-01-2007 8 Des 2006 02-01-2007 8 Des 2006 02-01-2007 DISAHKAN DI DPR TGL TANGGAL
227
PENG USUL
9/2007
11
4685
DPR
10/2007
12
4686
DPR
11/2007
13
4687
DPR
14 15 16
15/2007
17
4691
DPR
16/2007
18
4692
DPR
TAHUN 2007 TINGKAT II/ NO JUDUL RUU Rencana Pembangunan Jangka 1. Panjang Nasional Tahun 20052025 Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Sosialis Vietnam tentang Penetapan Batas Landas Kontinen, 2003 2. (Agreement Between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Socialist Republic of Vietnam Concerning the Delimitation of the Continental Shelf Boundary, 2003) 13 Feb 2007 15-03-2007 18/2007 43 4708 P 16 Jan 2007 05-02-2007 17/2007 33 4700 P DISAHKAN DI DPR TGL TANGGAL DIUNDANGKAN NO. UU LN TLN PENG USUL
Lampiran
228
NO JUDUL RUU Pembentukan Kabupaten 3. Mamberamo Raya di Provinsi Papua Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Filipina tentang Kegiatan Kerjasama Bidang Pertahanan 4. dan Keamanan (Agreement Between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Philippines on Cooperative Activities in the Field of Defence and Security) 5. 6. Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Penyelenggara Pemilu Perubahan atas UndangUndang No.13 Tahun 1992 7. tentang Perkeretaapian, berubah judul menjadi Perkeretaapian 8. 9. 10. Penataan Ruang Penanggulangan Bencana Penanaman Modal Perubahan Ketiga atas Undang11. Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 12. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Pemerintahan Provinsi DKI 13. 14. 15. 16. Jakarta Sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia Energi Pembentukan Kota Tual di Provinsi Maluku Pembentukan Kota Serang di Provinsi Banten Pembentukan Kabupaten 17. Padang Lawas di Provinsi Sumut
PENG USUL
15-03-2007
19/2007
44
4709
DPR
13 Mar 2007
10-04-2007
20/2007
55
4717
19-04-2007 19-04-2007
21/2007 22/2007
58 59
4720 4721
DPR DPR
27 Mar 2007
25-04-2007
23/2007
65
4722
68 66 67
P DPR
19 Juni 2007
17-07-2007
28/2007
85
4740
26 Juni 2007
17-07-2007
27/2007
84
4739
DPR
93 96 97 98
17 Juli 2007
10-08-2007
37/2007
103
4753
DPR
Lampiran
TINGKAT II/ NO JUDUL RUU Pembentukan Kabupaten Pesawaran di Provinsi Lampung Pembentukan Kabupaten Tana Tidung di Provinsi Kaltim Pembentukan Kabupaten Kubu Raya di Provinsi Kalbar Pembentukan Kabupaten 21. Manggarai Timur di Provinsi NTT Pembentukan Kabupaten 22. Padang Lawas Utara di Provinsi Sumut Perubahan atas Undang23. 24. Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai Perseroan Terbatas Perubahan atas Undang-Undang 25. Nomor 18 Tahun 2006 tentang Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007 Pengesahan Perjanjian Ekstradisi Antara Republik 26. Indonesia dan Republik Korea (Treaty on Extradition between the Republic of Indonesia and the Republic of Korea) 27. Perpustakaan Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang 28. Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Menjadi Undang-Undang 29. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008 Pertanggungjawaban atas 30. Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggaran 2005 21 Nov2007 18-12-2007 9 Okt 2007 6-11-2007 9 Okt 2007 1-11-2007 2 Okt 2007 1-11-2007 25 Sep 2007 23-10-2007 28 Agt 2007 22-09-2007 17 Juli 2007 16-08-2007 17 Juli 2007 15-08-2007 17 Juli 2007 10-08-2007 17 Juli 2007 10-08-2007 DISAHKAN DI DPR TGL 18. 19. 20. 17 Juli 2007 17 Juli 2007 17 Juli 2007 TANGGAL 10-08-2007 10-08-2007 10-08-2007
DIUNDANGKAN NO. UU 33/2007 34/2007 35/2007 LN 99 100 101 TLN 4749 4750 4751
229
PENG USUL DPR DPR DPR (Usul DPR)
36/2007
102
4752
38/2007
104
4754
DPR
38/2007 40/2007
105 106
4755 4756
P P
41/2007
122
4767
42/2007
126
4771
43/2007
129
4774
DPR
44/2007
130
4775
45/2007
133
4778
46/2007
166
4794
Lampiran
230
NO JUDUL RUU Pengesahan Perjanjian Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Australia tentang Kerangka 31. Kerja Sama Keamanan (Agreement Between the Republic of the Indonesia and Australia on the Framework for Security Cooperation) Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2007 tentang Penanganan Permasalahan Hukum dalam Rangka Pelaksanaan 32. Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat di Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumut Menjadi Undang-Undang 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. Pembentukan Kabupaten Puncak di Provinsi Papua Pembentukan Kabupaten Dogiyai di Provinsi Papua Pembentukan Kabupaten Lanny Jaya di Provinsi Papua Pembentukan Kabupaten Nduga di Provinsi Papua Pembentukan Kabupaten Yalimo di Provinsi Papua Pembentukan Kab. Mamberamo Tengah di Provinsi Papua Partai Politik Pengesahan ILO Convention No. 185 Concerning Resiving the Seafarers Identity Documents 40. Convention, 1958 (Konvensi ILO No. 185 mengenai Konvensi Perubahan Dokumen Identitas Pelaut, 1985)
PENG USUL
21 Nov 2007
18-12-2007
47/2007
167
4795
4 Des 2007
28-12-2007
48/2007
168
4796
6 Des 2007 6 Des 2007 6 Des 2007 6 Des 2007 6 Des 2007 6 Des 2007 6 Des 2007
7 8 5 6 4 3 2
7 Des 2007
04-01-2008
1/2008
4800
Lampiran
TAHUN 2008 TINGKAT II/ NO JUDUL RUU Penggunaan Bahan Kimia dan 1. Larangan Penggunaan Bahan Kimia Sebagai Senjata Kimia 2. 3. Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD Informasi dan Transaksi Elektronik Perubahan Kedua atas Undang4. Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Perubahan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang 5. Penyelenggaran Ibadah Haji Judul menjadi Penyelenggaraan Ibadah Haji 6. Keterbukaan Informasi Publik Pengesahan Perjanjian Bantuan 7. Timbal Balik Dalam Masalah Pidana (Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters) 8. 9. 10. Pelayaran Surat Berharga Syariah Negara Pengelolaan Sampah Perubahan atas Undang-Undang 11. Nomor 45 Tahun 2007 tentang Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008 12. 13. 14. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Perbankan Syariah Pembentukan Kabupaten Labuhan Batu Selatan di Provinsi Sumut 15. 16. 17. 18. Pembentukan Kabupaten Labuhan Batu Utara di Provinsi Sumut Pembentukan Kabupaten Bengkulu Tengah di Provinsi Bengkulu Pembentukan Kota Sungai Penuh di Provinsi Jambi Pembentukan Kabupaten Lombok Utara di Provinsi NTB 24 Juni 2008 24 Juni 2008 24 Juni 2008 24 Juni 2008 21-07-2008 21-07-2008 21-07-2008 21-07-2008 23/2008 24/2008 25/2008 26/2008 96 97 98 99 4869 4870 4871 4872 DPR DPR DPR DPR 24 Juni 2008 21-07-2008 22/2008 95 4868 DPR 10 April 2008 17 Juni 2008 04-07-2008 16-07-2008 20/2008 21/2008 93 94 4866 4867 P DPR 10 April 2008 07-05-2008 16/2008 63 4848 P 8 April 2008 9 April 2008 9 April 2008 07-05-2007 07-05-2008 07-05-2008 17/2008 19/2008 18/2008 64 70 69 4849 4852 4851 P P P 3 April 2008 30-04-2008 15/2008 62 4847 P 3 April 2008 30-04-2008 14/2008 61 4846 DPR 1 April 2008 28-4-2008 13/2008 60 4845 P 1 April 2008 28-4-2008 12/2008 59 4844 P 3 Mar 2008 25 Mar 2008 31-3-2008 21-04-2008 10/2008 11/2008 51 58 4836 4843 P P 19 Jan 2008 10-03-2008 9/2008 49 4834 P DISAHKAN DI DPR TGL TANGGAL DIUNDANGKAN NO. UU LN TLN
231
PENG USUL
Lampiran
232
NO JUDUL RUU Pembentukan Kabupaten Sigi di Provinsi Sulteng Pembentukan Kabupaten Toraja Utara di Provinsi Sulsel Pembentukan Kabupaten 21. Bolaang Mongondow Selatan di Provinsi Sulut Pembentukan Kabupaten 22. Bolaang Mongondow Timur di Provinsi Sulut Pembentukan Kabupaten 23. Maluku Barat Daya di Provinsi Maluku 24. Pembentukan Kabupaten Buru Selatan di Provinsi Maluku Pembentukan Kabupaten 25. Anambas di Provinsi Kepulauan Riau Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten 26. Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi, dan Kota Batam Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan 27. atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua Menjadi Undang-Undang Perubahan Keempat atas 28. 29. 30. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Ombudsman Republik Indonesia Kementerian Negara Pengesahan Charter of the 31. Association of Southeast Asian Nations (Piagam Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara)
TINGKAT II/ DISAHKAN DI DPR TGL 19. 20. 24 Juni 2008 24 Juni 2008 TANGGAL 21-07-2008 21-07-2008
24 Juni 2008
21-07-2008
30/2008
103
4876
DPR
24 Juni 2008
21-07-2008
29/2008
102
4875
DPR
24 Juni 2008
21-07-2008
31/2008
104
4877
DPR
24 Juni 2008
21-07-2008
32/2008
105
4878
DPR
24 Juni 2008
21-07-2008
33/2008
106
4879
DPR
24 Juni 2008
21-07-2008
34/2008
107
4880
24 Juni 2008
25-07-2008
35/2008
112
4884
P DPR DPR
8 Okt 2008
06-11-2008
38/2008
165
4915
Lampiran
TINGKAT II/ NO 32. 33. 34. 35. 36. JUDUL RUU Wilayah Negara Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis Pembentukan Kabupaten Nias Utara di Provinsi Sumut Pembentukan Kabupatan Nias Barat di Provinsi Sumut Pembentukan Kota Gunungsitoli di Provinsi Sumut Pembentukan Kabupaten 37. Tulang Bawang Barat di Provinsi Lampung 38. 39. 40. 41. Pembentukan Kabupaten Pringsewu di Provinsi Lampung Pembentukan Kota Tangerang Selatan di Provinsi Banten Pembentukan Kabupaten Sabu Raijua di Provinsi NTT Pembentukan Kabupaten Pulau Morotai di Provinsi Malut Pembentukan Kabupaten 42. Tambrauw di Provinsi Papua Barat 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. Pembentukan Kabupaten Intan Jaya di Provinsi Papua Pembentukan Kabupaten Deiyai di Provinsi Papua Pembentukan Kabupaten Mesuji di Provinsi Lampung Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Pornografi Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009 Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia Pertambangan Mineral dan Batubara Penerbangan Badan Hukum Pendidikan 29 Okt 2008 29 Okt 2008 29 Okt 2008 29 Okt 2008 30 Okt 2008 30 Okt 2008 16 Des 2008 16 Des 2008 17 Des 2008 17 Des 2008 26-11-2008 26-11-2008 26-11-2008 13-11-2008 26-11-2008 10-11-2008 12-01-2009 12-01-2009 12-01-2009 16-01-2009 29 Okt 2008 26-11-2008 29 Okt 2008 29 Okt 2008 29 Okt 2008 29 Okt 2008 26-11-2008 26-11-2008 26-11-2008 26-11-2008 29 Okt 2008 26-11-2008 DISAHKAN DI DPR TGL 28 Okt 2008 28 Okt 2008 29 Okt 2008 29 Okt 2008 29 Okt 2008 TANGGAL 13-11-2008 10-11-2008 26-11-2008 26-11-2008 26-11-2008
DIUNDANGKAN NO. UU 43/2008 40/2008 45/2008 46/2008 47/2008 LN 177 170 182 183 184 TLN 4925 4919 4929 4930 4931
233
PENG USUL DPR DPR DPR DPR DPR
50/2008
187
4934
(DPR
56/2008
193
4940
DPR
54/2008 55/2008 49/2008 42/2008 44/2008 41/2008 2/2009 4/2009 1/2009 9/2009
4938 4939 4933 4924 4928 4920 4957 4959 4956 4965
DPR
P P P P
Lampiran
234
NO 53. JUDUL RUU Kepariwisataan Pengesahan United Nations Convention Against 54. Transnational Organized Crime (Konvensi PBB Menentang Tindak Pidana Transnasional Yang Terorganisasi) 55. Kesejahteraan Sosial Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan 56. Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang. Penetapan Perpu Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan 57. atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan Menjadi Undang-Undang Perubahan Kedua atas Undang58. Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung Pembentukan Kabupaten 59. Kepulauan Meranti di Provinsi Riau 60. Pembentukan Kabupaten Mybrat di Provinsi Papua Barat Pertanggungjawaban atas 61. Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006
17 Des 2008
12-01-2009
5/2009
4960
18 Des 2008
16-01-2009
11/2009
12
4967
DPR
18 Des 2008
13-01-2009
6/2009
4962
18 Des 2008
13-01-2009
7/2009
4963
18 Des 2008
12-01-2009
3/2009
4958
19 Des 2008
16-01-2009
12/2009
13
4968
DPR
19 Des 2008
16-01-2009
13/2009
14
4969
19 Des 2008
13-01-2009
8/2009
4964
Lampiran
TAHUN 2009 TINGKAT II/ NO JUDUL RUU Pengesahan Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children, Supplementing the United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (Protokol Mencegah, Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang Terutama Perempuan dan Anakanak Melengkapi Konvensi PBB Menentang Tindak Pidana Transnasional Yang Terorganisasi) Pengesahan Protocol Against the Smuggling of Migrants by Land, Sea, and Air, Supplementing the United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (Protokol Menentang Penyelundupan Migran Melalui Darat, Laut, dan Udara Melengkapi Konvensi PBB Menentang Tindak Pidana Transnasional Yang Terorganisasi) Penetapan Perpu Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi UndangUndang. Penetapan Perpu Nomor 1 tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Menjadi Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan Pengesahan Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutants (Konvensi Stockholm tentang Bahan Pencemar Organik yang Persisten) DISAHKAN DI DPR TGL TANGGAL DIUNDANGKAN NO. UU LN TLN PENGUSUL
235
3 Feb 2009
05-03-2009
14/2009
53
4990
17 Feb 2009
16-03-2009
15/2009
54
4991
3 Maret 2009
25-03-2009
16/2009
62
4999
29 April 2009
29-05-2009
17/2009
78
5009
12 Mei 2009
04-06-2009
18/2009
84
5015
12 Mei 2009
11-06-2009
19/2009
89
5020
Lampiran
236
NO JUDUL RUU Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan Pengesahan Agreement for the Implementation of the Provisions of the United Nations Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982 Relating to the Conservation and Management of Straddling Fish Stocks and Highly Migratory Fish Stocks (Persetujuan untuk Melaksanakan Ketentuan-Ketentuan dari Konvensi Perserikatan BangsaBangsa tentang Hukum Laut tanggal 10 Desember 1982 yang Berkaitan dengan Konservasi dan Pengelolaan Sediaan Ikan yang Beruaya Terbatas dan Sediaan Ikan yang Beruaya Jauh) Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pertanggungjawaban atas 10 Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007 11 12 Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan Pelayanan Publik Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Ketenagalistrikan Perfilman
DPR
19 Mei 2009
18-06-2009
21/2009
95
5024
26 Mei 2009
22-06-2009
22/2009
96
5025
2 Juni 2009
01-07-2009
23/2009
100
5026
09-07-2009 18-07-2009
24/2009 25/2009
109 112
5035 5038
DPR P
13
3 Agt 2009
29-08-2009
27/2009
123
5043
14 15 16 17 18 19
18 Agt 2009 18 Agt 2009 1 Sept 2009 8 Sept 2009 8 Sept 2009 8 Sept 2009 RUU dalam proses pengundangan oleh Depkum HAM
Data per tanggal 8 September 2009 Sumber: Bagian Hukum Biro Hukum dan Panlak UU Sekretariat Jenderal DPR RI
Lampiran
Catatan: LN : Lembaran Negara TLN : Tambahan Lembaran Negara P : Pemerintah KETERANGAN 1. Tahun 2004 berjumlah: 0 RUU (Oktober s/d Desember 2004) 2. Tahun 2005 RUU Prioritas berjumlah 55 RUU RUU yang disetujui DPR RI: RUU Usul Inisiatif :5 RUU dari Pemerintah : 9 3. Tahun 2006 RUU Prioritas berjumlah 43 RUU RUU yang disetujui DPR RI: RUU Usul Inisiatif : 20 RUU dari Pemerintah : 19
4. Tahun 2007 RUU Prioritas berjumlah 32 RUU RUU sedang dalam pembahasan berjumlah 48 RUU yang disetujui DPR RI: RUU Usul Inisiatif : 22 RUU dari Pemerintah : 18 5. Tahun 2008 RUU Prioritas berjumlah 31 RUU sedang dalam pembahasan berjumlah 48 RUU yang disetujui DPR RI: RUU Usul Insiatif : 34 RUU dari Pemerintah : 27 6. Tahun 2009 (s/d 8 September 2009) RUU Prioritas berjumlah 35 RUU sedang dalam pembahasan berjumlah 35 RUU yang disetujui DPR RI: RUU Usul Inisiatif : 4 RUU dari Pemerintah : 15 Jumlah RUU yang disetujui DPR RI : 173 RUU
237