Anda di halaman 1dari 30

1

VERBA TRANSITIF DALAM KLAUSA BAHASA INDONESIA PADA RUBRIK TAJUK RENCANA KOMPAS (Studi Analisis Tagmemik)
BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah Tajuk rencana merupakan tulisan pokok dalam media massa surat kabar

yang merupakan pandangan redaksi terhadap peristiwa yang sedang menjadi pembicaraan beberapa waktu sebelum surat kabar itu diterbitkan. Bahasa dalam tajuk rencana sangat ringan sehingga mudah dipahami oleh pembaca. Pada penelitian awal terlihat bahwa tajuk rencana mengungkap informasi atau masalah aktual, penegasan pentingnya masalah, opini redaksi tentang masalah tersebut, kritik dan saran dalam mengatasi permasalahan, serta harapan redaksi akan peran serta pembaca. Oleh karena itu, tajuk rencana sangat cocok untuk dibaca oleh pelajar. Apalagi di kompetensi dasar kurikulum Sekolah Menengah Pertama (SMP) siswa diwajibkan untuk menulis teks berita secara singkat, padat, dan jelas. Bahasa dalam tajuk rencana mudah dipahami karena bentuk kalimatnya pendek-pendek. Pengamatan sementara memperlihatkan bahwa kalimat-

kalimatnya terdiri atas satu klausa. Kebanyakan dalam konstruksi klausa bahasa Indonesia terdapat verba sebagai predikat dan verba predikat itu memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan kelas kata nomina, adjektiva, numeralia, dan adverbia. Hal itu disebabkan verba memiliki kekayaan bentuk dan memiliki produktivitas yang tinggi serta memiliki perilaku sintaktik dalam konstruksi klausa. Sebagai predikat, verba sangat menentukan kehadiran konsituen, baik sebagai subjek (S), objek (O), keterangan (K) maupun sebagai pelengkap (Pel). Misalnya, secara semantik verba datang sebagai P dalam klausa menuntut kehadiran frasa

nominal (atau nomina) pelaku (yang datang) sebagai S dalam konstruksi itu, sedangkan verba datangkan (penambahan sufiks -kan pada verba intransitif itu), selain frasa nominal S, menuntut kehadiran frasa nominal atau nomina sebagai O. Sementara itu, verba buat sebagai P dalam klausa memerlukan kehadiran frasa nominal (atau nomina) pelaku (yang membuat) sebagai S dan frasa nominal (atau nomina) sasaran-penderita istilah tata bahasa tradisional-, (yang dibuat) sebagai O. Adapun verba buatkan (penambahan sufiks -kan pada verba transitif itu), selain frasa nominal pelaku S, memerlukan frasa nominal benefaktif (yang mendapatkan hasil buatan itu) sebagai O dan frasa nominal sasaran (yang dibuat) sebagai Pel. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh tersebut yang ditulis di bawah ini. (1) si Merah datang (2) panitia mendatangkan si Merah (3) Pak Teguh membuat laporan pertandingan (4) Ayah membuatkan adik minuman susu Pada contoh (1) siapa yang datang, jawabnya si Merah, dalam konstruksi klausa itu konstituen si Merah disebut S; pada contoh (2) siapa yang mendatangkan, jawabnya ialah panitia sebagai S dan siapa yang didatangkan, jawabnya ialah si Merah sebagai O. Adapun pada contoh (3) siapa yang membuat, jawabnya Pak Teguh dalam konstruksi itu Pak Teguh sebagai S dan apa yang dibuat, jawabnya laporan pertandingan sebagai O. Sementara itu, pada contoh (4) siapa yang membuatkan, jawabnya Ayah, dalam konstruksi itu Ayah disebut S; siapa yang dibuatkan, jawabnya adik sebagai O; apa yang dibuat, jawabnya minuman susu, dalam konstruksi itu minuman susu disebut Pel. Dengan kata lain, konstruksi klausa dengan predikat verba datang memerlukan S- pelaku (Pelk), sedangkan verba mendatangkan memerlukan S-Pelk dan O-sasaran (Sas). Demikian juga, predikat verba membuat memerlukan S-Pelk dan O-Sas. Adapun verba membuatkan mewajibkan kehadiran SPelk, O-benefaktif (Ben), dan Pel-Sas. Dari gambaran itu jelas tampak bahwa verba menentukan kehadiran konstituen penyerta dalam konstruksi klausa contoh di atas. Oleh karena itu, penelitian mengenai verba ini sangat menarik.

Dalam penelitian awal pada tajuk rencana Kompas banyak ditemukan konstruksi klausa dengan tiga konstituen yang terdiri atas (verba) predikat yang disertai S dan O. Konstruksi itu dikenal sebagai klausa transitif dan verba

predikatnya disebut verba transitif. Dengan kata lain, verba transitif sebagai predikat membutuhkan kehadiran konstituen S dan O yang berupa frasa nominal (nomina). Selain ciri fungsi (S, P, O, bahkan K) serta ciri kelas pengisi verba dan nomina, verba predikat juga menandai ciri ketransitifan. Klausa dengan verba predikat yang mewajibkan kehadiran S disebut sebagai klausa intransitif dan klausa dengan verba predikat yang menghadirkan S dan Pel atau K disebut sebagai klausa dwi-intransitif. Sementara itu, klausa dengan verba predikat yang menghadirkan S dan O disebut sebagai klausa transitif dan klausa dengan verba predikat yang mewajibkan kehadiran S, O, dan Pel atau K disebut sebagai klausa dwitransitif. Selain ciri ketranstifan tersebut, dalam penelitian awal ditemukan verba predikat dengan bentuk meN- dan di- (mendatangkan, membuat dan didatangkan, dibuat). Verba bentuk meN- dikenal sebagai aktif dan verba bentuk di- dikenal sebagai pasif. Kedua bentuk verba itu memiliki ciri semantik ialah bahwa verba aktif sebagai P menuntut S memiliki peran semantik sebagai pelaku dan O sebagai sasaran. Adapun verba bentuk di- sebagai predikat menuntut S sebagai sasaran dan peran pelaku menempati posisi K (Sutan Takdir Alisyahbana menyebut Pel). Perhatikan contoh di bawah ini. (5) M. Nuh mengeluarkan peraturan syarat kelulusan perguruan tingggi yang terbaru (6) peraturan syarat kelulusan perguruan tinggi yang terbaru dikeluarkan (oleh) M. Nuh Klausa (5) merupakan verba transitif aktif yang ditandai oleh prefiks meN-pada verba keluarkan. Adapun sufiks -kan pada verba itu sebagai pembentuk transitif dari verba intransitif keluar. Dalam konstruksi itu verba transitif mengeluarkan membutuhkan (1) frasa nominal M Nuh sebagai S dengan peran sebagai pelaku dan (2) membutuhkan frasa nominal peraturan syarat kelulusan perguruan tinggi

yang terbaru sebagai O dengan peran sebagai sasaran. Sementara itu, pada klausa (6) termasuk verba transitif pasif yang ditandai oleh bentuk di- pada verba keluarkan. Verba transitif pasif dikeluarkan membutuhkan (1) frasa nominal peraturan syarat kelulusan perguruan tinggi yang terbaru sebagai S dengan peran sebagai sasaran dan (2) membutuhkan frasa berpreposisi oleh M. Nuh sebagai K dengan peran sebagai pelaku. Analisis ciri aktif dan pasif itu dapat digunakan sebagai ciri verba transitif maka verba aktif yang tidak memiliki oposisi pasif tidak termasuk verba transitif. Misalnya, verba datang, berasal, dan menjadi tidak memiliki oposisi pasif *didatang, *diberasal, dan *dijadi. Dengan demikian, afiksasi memengaruhi perilaku verba transitif dalam konstruksi klausa. Maka, apabila fungsi O dengan peran sasaran pada klausa transitif aktif dapat menjadi S pada klausa transitif pasif dan peran pelaku menempati fungsi K, konstruksi itu disebut sebagai klausa transtif dengan predikat verba transitif. Sebagaimana tampak pada paparan di atas, persoalan verba transitif dalam fungsi sebagai predikat klausa sangat kompleks dan karena itu menarik perhatian para peneliti bahasa. Oleh karena itu, peneliti tertarik pada verba transitif dalam klausa bahasa Indonesia pada rubrik Tajuk Rencana Kompas untuk menelusuri dan menemukan ciri konstruksi (bentuk) verba transitif dengan konstituenkonstituen pembentuknya serta pengaruhnya terhadap tipe-tipe klausa transitif

bahasa Indonesia, baik dalam analisis fungsi, kelas pengisi, peran semantik, dan kohesi maupun dalam analisis aktif-pasif klausa transitif bahasa Indonesia.

B.

Fokus dan Subfokus Penelitian Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, fokus penelitian ini ialah

verba transitif dalam klausa bahasa Indonesia pada rubrik Tajuk Rencana Kompas. Adapun subfokus penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Konstruksi klausa transitif dalam kalimat-kalimat pada rubrik Tajuk Rencana Kompas. 2. Klasifikasi verba transitif dalam klausa transitif pada rubrik tajuk tersebut.

3. Perilaku semantik dan sintaktik verba transitif sebagai predikat klausa bahasa Indonesia. 4. Formula konstruksi verba transitif bahasa Indonesia

C.

Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Adapun rumusan masalah penelitian ini ialah bagaimana konstruksi verba

transitif dalam klausa bahasa Indonesia pada rubrik Tajuk Rencana Kompas. Berdasarkan rumusan masalah itu, pertanyaan penelitian yang muncul ialah sebagai berikut. 1. Bagaimana konstruksi klausa transitif dalam kalimat-kalimat pada rubrik Tajuk Rencana Kompas? 2. Bagaimana klasifikasi verba transitif dalam klausa pada rubrik Tajuk Rencana Kompas? 3. Bagaimana perilaku semantik dan sintaktik verba transitif sebagai predikat klausa bahasa Indonesia? 4. Bagaimana formula konstruksi verba transitif bahasa Indonesia?

D.

Kegunaan Penelitian Ada dua macam kegunaan penelitian ini, yaitu kegunaan teoretis dan

kegunaan praktis. Kegunaan teoretis penelitian ini ialah manfaat hasil penelitian verba transitif ini bagi pengembangan ilmu linguistik, khususnya di bidang

sintaksis, bahasa Indonesia dan kegunaan praktis terkait dengan manfaat hasil penelitian ini bagi kepentingan pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya dalam memenuhi kompetensi dasar dalam memahami rubrik Tajuk Rencana surat kabar melalui pemahaman secara mendalam tentang verba transitif sebagai inti pernyataan dan sebagai pembentuk konstruksi kalimat. Adapun kegunaan teoretis dan praktis penelitian ini sebagai berikut. 1. Kegunaan Teoretis Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan studi analisis sintaksis dari sudut pandang konstruksi klausa dan verba, khususnya klausa

dan verba transitif bahasa Indonesia. Di samping itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi penyempurnaan kodifikasi kaidah sintaksis, terutama tentang klausa dan verba transitif bahasa Indonesia. 2. Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam penanganan masalah pembelajaran linguistik sintaksis, terutama tentang analisis dengan teori tagmemik, pada program studi linguistik di perguruan tinggi. Sementara itu, bagi keperluan pembelajaran bahasa Indonsia di Sekolah Menengah

Pertama penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi bagi pembelajaran aspek kebahasaan-- khususnya ihwal kalimat dan pembentuknya (klausa)-dan verba transitif dalam memenuhi tuntutan kompetensi dasar membuat kalimat dasar, serta pemahaman teks rubrik Tajuk Rencana media massa surat kabar dalam memenuhi tuntutan kompetensi dasar menulis teks berita dengan singkat, padat, dan jelas pada satuan pendidikan tersebut.

BAB II KAJIAN TEORETIK

A. 1.

Deskripsi Konseptual Fokus dan Subfokus Hakikat Konstruksi Bahasa dapat dideskripsikan dalam tiga tataran hierarki, yaitu (1) hierarki

referensi, (2) hierarki fonologi, dan (3) hierarki gramatikal. Menurut Pike dan Pike, tataran hierarki gramatikal suatu bahasa dari yang tertinggi sampai yang terendah adalah sebagai berikut. Conversation Exchange or minimum dialog Monolog Paragraph or sentence cluster Sentence Clause Phrase Word Morpheme cluster Morpheme1

Dari hierarki gramatikal di atas jelas bahwa tertinggi hingga terendah ialah percakapan, dialog minimum, monolog, paragraf, kalimat, klausa, frasa, kata, gugus morfem, dan morfem. Pike dan Pike menambahkan bahwa because of this hierarchical structure, a unit at any level of the hierarchy (except the unit of tmorpheme) may be segmental into major parts called immediate constituents.2 Dapat dikatakan bahwa setiap tataran pada hierarki gramatika tersebut, kecuali morfem, merupakan konstruksi. Konstruksi-konstruksi tersebut bersifat hierarki maka tiap unit (satuan) dalam satu
1

Kenneth L. Pike dan Evelyn G. Pike, Grammatical Analysis, (Dallas: Summer Institue of Linguistics dan University of Texas at Arlington, 1982), h. 21 2 Ibid.

tataran hierarki, kecuali morfem, dapat dipecah ke dalam bagian-bagian yang disebut konstituen langsung. Dengan demikian, konstruksi merupakan unit (satuan linguistik) dalam satu tataran hierarki yang mempunyai dua unsur langsung atau lebih (bukan morfem) dan unit itu merupakan unsur pengisi slot gramatika tunggal. Pendapat yang senada dikemukakan dalam hasil penelitian tentang verba dan komplemetasinya, Sugono dan Indiyastini menyatakan bahwa tiap unit dalam satu tataran hierarki yang mempunyai dua unsur langsung atau lebih disebut konstruksi.3 Adapun menurut Badulu dan Herman mengatakan bahwa konstruksi adalah suatu pola untuk membangun bentuk-bentuk gabungan suatu kelas dari unsur-unsur konstituen langsung kelas-kelas bentuk khusus tersebut.4 Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa konstruksi identik dengan struktur gramatikal, yaitu satu unit atau satuan gramatikal yang terdiri atas dua konstituen langsung atau lebih dan satuan itu menjadi unsur langsung dari satuan gramatikal yang lebih besar. Dalam membentuk satuan linguistik atau konstruksi tidak boleh sembarangan dalam penempatan unsur-unsur pembentuknya karena konstruksi menentukan sebuah makna. Gugus morfem merupakan konstruksi tataran paling bawah. Misalnya, pakaian terdiri atas dua unsur langsung (pakai dan -an) dan merupakan unsur langsung dari berpakaian. Dengan demikian, pakaian dikatakan sebuah konstruksi nomina turunan dari akar verba pakai dan morfem -an. Semenatara itu, bentuk berpakaian merupakan konstruksi pada tataran kata turunan yang terdiri atas morfem ber- dan bentuk dasar pakaian. Adapun bentuk teguran keras merupakan konstruksi pada tataran frasa, terdiri atas teguran dan keras, sebagai satuan linguistik di bawah ini, (1a) Tuhan akan memberi teguran keras

merupakan konstruksi pada tataran klausa, sedangkan pernyataan di bawah ini merupakan konstruksi pada tataran kalimat,
3

Dendy Sugono dan Titik Indiyastini, Verba dan Komplementasinya, (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa; Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994), h. 11. 4 Abdul Muis Badulu dan Herman, Morfosintaksis (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), h. 44

(1b) Tuhan akan memberi teguran keras karena setan bertindak berlebihan terhadap manusia.

Klausa dan kalimat memiliki persamaan, yaitu bahwa keduanya merupakan konstruksi predikatif. Dalam klausa ataupun dalam kalimat ada predikat dan hubungan antarkonstituen dalam klausa ataupun dalam kalimat merupakan hubungan sintagmatik. Akan tetapi, keduanya memiliki perbedaan. Klausa merupakan suatu konstruksi sintaktik yang belum menjadi ujaran, sedangkan kalimat merupakan suatu konstruksi sintaktik dan semantik yang telah menjadi ujaran. Dengan kata lain, satu konstruksi disebut kalimat jika konstruksi itu memiliki intonasi final (wujud lisan) dan ditulis dengan menggunakan huruf kapital pada huruf pertama kata awal dan menggunakan tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru (wujud tulis) pada akhir konstruksi itu. Sebaliknya, klausa tidak memiliki ciriciri tersebut.5 Dari paparan di atas dapat dikatakan bahwa konstruksi identik dengan struktur gramatikal, yaitu satu unit atau satuan gramatikal yang terdiri atas dua konstituen langsung atau lebih dan satuan itu menjadi unsur langsung dari satuan gramatikal yang lebih besar. Pada contoh di atas satuan gramatikal pakaian (terdiri atas pakai dan -an) merupakan konstituen langsung kata berpakaian serta kata itu merupakan unsur langsung dari frasa sudah berpakaian. Frasa itu merupakan unsur langsung dari klausa dia sudah berpakaian. Demikian juga contoh lain di atas, satuan gramatikal teguran keras merupakan unsur langsung dari klausa Tuhan akan memberi teguran keras dan struktur itu merupakan konstituen langsung dari struktur gramatikal Tuhan akan memberi teguran keras karena setan bertindak berlebihan terhadap manusia. Struktur gramatikal kalimat itu menjadi konstituen langsung struktur paragraf, dan seterusnya, seperti tampak pada paparan Soeparno berikut. Setiap struktur gramatikal baik dalam tataran wacana, percakapan, dialog, monolog, paragraf, kalimat, klausa, frasa, maupun kata terbangun atas tegmem5

Hasan Alwi, dkk, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2008), h. 313.

10

tegmem. Tegmem adalah unsur dari suatu konstruksi gramatik yang memiliki empat dimensi, yakni dimensi slot, dimensi kelas, dimensi peran, dan dimensi kohesi.6 Misalnya, dalam kalimat berikut (2) Anak muda itu sangat berbakat. frasa anak muda itu dan sangat berbakat merupakan konstruksi, sedangkan kelompok itu sangat bukan konstruksi. Dengan demikian, pengertian konstruksi merujuk pada susunan satuan-satuan linguistik yang lebih kecil membentuk

satuan linguistik yang lebih besar. Contoh kalimat di atas terbentuk dari dua unsur langsung, yaitu (1) anak muda itu dan (2) sangat berbakat. Masing-masing unsur itu merupakan satuan linguistik yang terdiri atas unsur yang lebih kecil. Satuan linguistik (1) anak muda itu terdiri atas (a) anak muda dan (b) itu. Satuan linguistik anak muda terdiri atas (i) anak dan (ii) muda. Satuan linguistik (2) sangat berbakat terdiri atas (i) sangat dan (ii) berbakat, sedangkan berbakat terdiri atas morfem ber- dan bakat. Dalam satuan linguistik tersebut terkadung kaidah atau sistem tata bahasa yang teratur sehingga membentuk suatu makna. Urutan satuan linguistik pada tataran frasa, misalnya, tidak dapat diubah. Oleh karena itu, dalam membentuk satuan linguistik atau konstruksi tidak boleh sembarangan dalam penempatan unsur-unsur pembentuknya. Perhatikan contoh konstruksi berikut. (2a) *Muda anak itu sangat berbakat. (2b) *Itu muda anak berbakat sangat. (2c) * Muda itu anak sangat berbakat pemain. Hubungan antar-unsur pada satuan linguistik, misalnya pada tataran kalimat seperti dalam contoh di atas, disebut hubungan sintagmatik. Hubungan sintagmatik diuji dengan cara permutasi, yakni perubahan-perubahan urutan satuan-satuan unsur satuan bahasa. Hubungan sintagmatik dapat terjadi pada

Soeparno, Aliran Tagmemik: Teori, Analisis, dan Penerapan dalam Pembelajaran Bahasa, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008), h. 10.

11

setiap tataran bahasa. Hubungan sintagmatik menunjukkan hubungan makna dan fungsi antarsatuan bahasa sesuai dengan tataran. Kalau hubungan sintagmatik bersifat horizontal, hubungan paradigmatik bersifat vertikal, yaitu hubungan antara satuan-satuan bahasa yang mempunyai persesuaian tertentu secara sistematis. Oleh karena itu, hubungan paradigmatik diperoleh melalui subtitusi. Substitusi tentu saja mempersyaratkan kelas atau kategori sama, nomina disubstitusi dengan nomina, verba dengan verba, dan sebagainya pada masing-masing tataran. Misalnya, kata target mempunyai hubungan paradigmatik dengan kata impian atau kata Agnelli muda mempunyai hubungan paradigmatik dengan Luigi Del Neri, seperti dalam kalimat berikut. (3) Target besar Agnelli muda ialah membangun Indonesia berjaya di Eropa.

(3a) Impian besar Agnelli muda ialah membangun Indonesia berjaya di Eropa (3b) Target besar Sheng Ren Kong Zi ialah membangun Indonesia berjaya di Eropa. Dari paparan di atas, dapat dikatakan hubungan yang bersifat sintagmatik disebut dengan konstruksi. Konstruksi merupakan serangkaian tagmem yang merupakan pengisi slot gramatika tunggal pada tataran hierarki yang lebih besar. Adapun hubungan yang bersifat paradigmatik disebut sistem. Dengan demikian, disimpulkan bahwa konstruksi pada tataran kalimat ialah susunan unsur-unsur langsung kalimat secara horizontal (dari kiri ke kanan), sedangkan hubungan antara unsur-unsur satu kalimat dengan kalimat yang lain disebut sistem.

a.

Konstruksi Kalimat Sebagaimana disinggung pada awal Bab ini, kalimat merupakan satuan

linguistik tertinggi dalam studi sintaksis maka kalimat merupakan konstruksi yang terdiri atas satu klausa atau lebih. Satuan linguistik itu mengandung predikat (dan hanya satu predikat) maka satuan itu disebut sebagai klausa.7 Kalimat yang terdiri atas satu klausa disebut sebagai kalimat tungal. Konstruksi predikatif itu disebut
7

Benyamin Elson dan Velma Pickett, An Introduction to Morphology and Syntax (Santa Anna, California: Summer Institute of Linguistis, 1967), h. 64

12

kalimat apabila telah digunakan sebagai ekspresi ataupun komunikasi; berarti konstruksi (satuan bahasa) itu memiliki intonasi dan jika ditulis diawali dengan huruf kapital pada huruf awal kata pertama dan diakhiri dengan tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru sebagai intonasi final.8 Sementara itu, kalimat yang terdiri atas dua klausa atau lebih disebut sebagai kalimat majemuk. Atas dasar jumlah klausa sebagai unsur satuan linguistik tersebut, kalimat dibedakan atas kalimat tunggal dan kalimat majemuk. Adapun menurut proses pembentukannya, kalimat dibedakan atas kalimat dasar (belum mengalami perubahan) dan kalimat ubahan (transformasi). Menurut Alwi, dkk., pola-pola kalimat dasar dilihat dari fungsi sintaktik sebagai berikut. (a) S-P (b) S-P-O (c) S-P-Pel (d) S-P-K (e) S-P-O-Pel (f) S-P-O-K : Murid bernyanyi : Betty mendapat penghargaan : Sheng Ren Kong Zi menjadi pengusaha : Kerusuha itu terjadi di Marassi : Murid membelikan guru buku baru : Madrid ingin mendatangkan Rooney musim depan9

Sementara itu, menurut Samsuri, pola dasar dilihat dari kategori kata atau disebut analisis frasal berdasarkan teori Tata Bahasa Transformasional Chomsky sebagai berikut. (a) FN + FV Cristiano Ronaldo // telah pergi. Iwan Setiawan // sedang bermain komputer Safa Meti Mawrwitasari // sedang membacakan Naura Makayla dongeng Kancil. (b) (c) (d) (e)
8 9

FN + FN FN + FAdj FN + FNum FN + FPrep

Rennel Indrawan PNS. Sukma Indah Wulandari cantik sekali. Uangnya lima ratus rupiah. Kuenya di kulkas10

Alwi, dkk. Op. Cit., h. 311. Ibid., h. 322.

13

Setiap unsur langsung dalam suatu konstruksi yang bukan koordinatif merupakan unsur inti dan luar inti.11 Unsur inti memiliki sifat yang lebih jelas, misalnya kata mendapatkan merupakan inti dari frasa akan mendapatkan karena dapat mengisi peran inti konstituen langsung dalam klausa, bandingkan (4a) dan (4b) di bawah ini. (4) Kami akan mendapatkan hadiah utama. (4a) Kami mendapatkan hadiah utama.

Kata akan tidak dapat mengisi peran inti dalam konstituen langsung klausa tersebut, misalnya (4b) *Kami akan hadiah utama.

Dengan demikian, inti dapat mewakili seluruh satuan konstruksi yang mengandung inti itu, seperti halnya hadiah sebagai unsur inti pada hadiah utama dapat mewakili konstruksinya sebagai pengisi fungsi objek dalam kalimat (4c) Kami akan mendapatkan hadiah. (4d) *Kami akan mendapatkan utama.

Unsur inti bisa terdapat dalam lebih banyak konstituen kalimat daripada unsur luar inti. Maksudnya ialah unsur inti dapat mengisi fungsi-fungsi di dalam kalimat, misalnya (5) Pilot menerbangkan pesawat.

Dalam kalimat itu pilot sebagai pengisi fungsi subjek (pelaku), sedangkan dalam kalimat berikut (6) Pramugari mendatangi pilot.

10 11

Samsuri, Tata Kalimat Bahasa Indonesia (Jakarta: Sastra Hudaya, 1989), hh. 237-246 Pike dan Pike, Op. Cit., hh. 26-27.

14

konstituen pilot sebagai pengisi fungsi objek (sasaran). Unsur inti mempunyai peran semantik yang lebih sentral daripada luar inti.12 Misalnya, kata menyayangi mempunyai peran semantis yang lebih pusat daripada selalu pada kalimat Orang tua selalu menyanyangi setiap anaknya. Dari pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa konstruksi kalimat adalah klausa yang telah digunakan sebagai sarana ekspresi atau komunikasi sehingga memiliki intonasi final (wujud lisan) dan digunakan huruf kapital pada huruf pertama kata awal dan diakhiri dengan tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru (wujud tulis) sehingga membentuk sebuah makna.

b.

Konstruksi Klausa Klausa merupakan satuan bahasa pada tataran gramatikal di bawah kalimat

dan di atas frasa. Klausa terdiri atas satuan gramatikal yang berupa untaian (rangkaian) frasa yang bersifat predikatif dan berpotensi menjadi kalimat. Menurut Elson dan Pickett, konstruksi klausa adalah satu untaian tagmem yang terdiri atas (atau mengandung) satu dan hanya satu predikat atau semacam tagmem predikat di antara tagmem-tagmem lain yang mengisi slot (unsur utama) kalimat.13 Tagmem adalah sebutan satuan bahasa (konstituen langsung) dari satuan yang lebih besar, yang dianalisis dari empat ciri, yaitu (i) slot (fungsi sintaktik), (ii) kelas pengisi (kategori), (iii) peran (fungai semantik), dan (iv) kohesi (hubungan antarkonstituen). Klausa terdiri atas klausa bebas dan klausa terikat. Cook mendefinisikan klausa bebas dan klausa terikat sebagai berikut. An independent clause is a clause that can stand alone as a major sentence in the language. Dependent clauses are clauses that may not stand alone as major sentences, though they occur, with final intonation, as minor sentences.14
12 13

Sugono dan Indiyastini, Op. Cit., h. 12. Elson dan Pickett, Loc. Cit. 14 Cook, Introduction to Tagmemic Analysis, (New York: Holt, Rinehart and Winston, Inc, 1979), hh. 67-73

15

Dari paparan di atas jelas bahwa klausa yang dapat berdiri sendiri sebagai kalimat mayor disebut klausa bebas dan klausa yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai kalimat mayor disebut klausa terikat. Jadi, klausa bebas adalah klausa yang secara potensial dapat menjadi kalimat bebas, sedangkan klausa terikat adalah klausa yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai kalimat bebas. Contoh: (7a) ketika saya datang

Klausa di atas tidak memiliki makna atau informasi karena belum ada pernyataan. Ada apa ketika saya datang. Oleh karena itu, klausa di atas (ketika saya datang) membutuhkan kehadiran klausa bebas, seperti dia belajar di perpustakaan sehingga menjadi (7b) ketika saya datang, dia belajar di perpustakaan

Dalam konstruksi (7b) itu klausa bebas merupakan unsur inti dan klausa terikat merupakan unsur luar inti. Apabaila ada fungsi yang sama dalam klausa bebas dan dalam klausa terikat, satu dari fungsi yang sama itu dilesapkan dan pelesapan itu terjadi pada klausa luar inti itu, bukan pada klausa inti. (7c) Dia datang S P

(7d) karena dia ingin bertemu dengan saya K S-P-K sehingga menjadi (7e) Dia datang karena ingin bertemu dengan saya S P K

Klausa yang terdiri atas unsur-unsur wajib disebut sebagai akar klausa (clause root). Akar klausa merupakan pengisi slot inti suatu klausa dengan peran statemen, interogatif, imperaktif, dan pengharapan. Akar klausa memiliki enam

16

macam ketransitifan, yaitu (i) akar klausa dwitransitif, (ii) akar klausa transitif, (iii) akar klausa dwi-intransitif, (iv) akar klausa intransitif, (v) akar klausa dwi-equatif, dan (vi) akar klausa equatif.15 Untuk lebih jelas tentang keenam akar klausa tersebut, perhatikan contoh kalimat di bawah ini. (8a) Si Merah mengirimkan buku kepada guru

Kalimat (8a) terdiri atas akar klausa dwitransitif (aktif). Si Merah merupakan subjek sebagai pelaku, buku itu merupakan adjung (adjunct) sebagai sasaran, dan kepada guru merupakan adjung sebagai benefaktif. (8b) Buku dikirimkan kepada guru oleh Si Merah Kalimat (8b) terdiri atas akar klausa dwitransitif (pasif). Buku merupakan subjek sebagai sasaran, kepada guru merupakan adjung sebagai benefaktif, dan oleh Si Merah merupakan adjung sebagai pelaku. (8c) Dia menyimpan uang di dalam lemari Kalimat (8c) terdiri atas akar klausa dwitransitif. Dia merupakan subjek sebagai pelaku, uang merupakan adjung sebagai sasaran, dan di dalam lemari merupakan adjung sebagai skup-lokasi. Adapun contoh akar klausa transitif sebagai berikut. (9a) perusahaanku mengalami penurunan produktivitas

Perusahaanku merupakan subjek sebagai pelaku dan penurunan produktivitas merupakan adjung sebagai sasaran; (9b) penurunan produktivitas dialami oleh perusahaanku

Penurunan produktivitas merupakan subjek sebagai sasaran dan perusahaanku merupakan adjung sebagai pengalami (recipient). Contoh akar klausa dwi-intransitif antara lain sebagai berikut: (10a) paket itu tiba di rumah. Paket itu merupakan subjek sebagai pelaku (metaforis) dan di rumah merupakan adjung sebagai skup-lokatif.
15

Dendy Sugono, Verba Transitif Dialek Osing Analisis Tagmemik (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa; Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994), h. 15.

17

(10b) mereka berlari ke orang tuanya Mereka merupakan subjek sebagai pelaku dan ke orang tuanya merupakan adjung sebagai skup-tujuan. Contoh akar klausa intransitif, yaitu (11) panita datang

Panita merupakan subjek sebagai pelaku. Adapun akar klausa dwi-ekuatif tampak pada contoh berikut. (12) makanan itu rasanya enak buat saya

Makanan merupakan subjek sebagai item dan buat saya merupakan adjung sebagai skup-benefaktif. Contoh akar klausa equatif di bawah ini. (13a) saya ingin menjadi arsitek (13b) Pak Teguh (adalah) pintar

Saya dan Pak Teguh merupakan subjek sebagai item, sedangkan arsitek dan pintar komplemen sebagai identifikasi dan kualifikasi. Contoh di atas memperlihatkan bahwa dalam analisis tagmemik akar klausa dwitransitif mempunyai unsur peran pelaku, unsur sasaran, dan unsur skup; akar klausa transitif mempunyai unsur pelaku dan unsur sasaran; akar klausa dwiintransitif mempunyai unsur pelaku dan unsur skup; akar klausa intransitif mempunyai unsur pelaku saja; akar klausa dwi-equatif tidak mempunyai unsur sebagai pelaku-subjek item- tetapi mempunyai unsur skup; akar klausa equatif tidak mempunyai unsur pelaku-subjek item-dan tidak mempunyai skup. Dalam hubungannya dengan akar klausa dwi-equatif dan equatif terdapat slot komplemen sebagai sifat subjek. Untuk lebih jelas enam jenis akar klausa di atas berikut dimuat pada bagan yang dikemukakan oleh Pike dan Pike.16 Bagan 1. Akar Klausa Clause Root

Actor

no Actor (item)

16

Pike dan Pike, Op. Cit., h. 44.

18

undergoer

no U

Scope

no SC

Sc

no Sc

Sc

no Sc

1 BT

2T

3 BI

4I

5 BEq

6 Eq

Pada tataran klausa, ada tagmem predikat (fungsi sintaktik) yang diisi frasa verbal (kelas pengisi) sebagai pernyataan (peran semantik), dan tipe intransitif (kohesi) serta tagmem subjek yang diisi oleh frasa nominal (kelas pengisi) sebagai pelaku (peran semantik) pada klausa intransitif. Contoh suporter Munchen menangis. Dalam klausa transitif selain tagmem subjek, tagmem predikat disertai tagmem objek yang diisi oleh frasa nominal (kelas pengisi) sebagai sasaran (peran semantik). Contoh: Suporter Munchen menangisi kekalahan tim kesayangannya. Berbeda dengan frasa, satuan bahasa di bawah klausa itu tidak mengandung atau tidak memiliki predikat, bukan konstruksi predikatif melainkan konstruksi atributif, koordinatif, atau perangkai sumbu. Kalau klausa berpotensi menjadi kalimat, frasa tidak berpotensi menjadi kalimat karena di dalam konstruksi klausa sudah terdapat predikat sebagai inti kalimat yang disertai subjek, objek, pelengkap, ketarangan yang hadir dalam konstruksi itu. Misalnya: (14) Hernanes tak dijual s p

(15) Italia mendapatkan hadiah kemenagan 3-0 s p o

(16) Benayoun menjalani operasi di Finlandia s p o k

Konstruksi di atas merupakan sebuah klausa karena contoh (14) memiliki unsur wajib: subjek (S) dan predikat (P), conoh (15) tiga unsur wajib: S, P, dan objek (O), serta pada contoh (16) memiliki tiga unsur wajib: S, P, O, dan satu unsur mana suka, yakni keterangan (K). Klausa-klausa di atas dapat menjadi kalimat jika klausa itu memiliki intonasi final atau jika dituliskan, konstruksi itu diakhiri dengan

19

tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru. Sebagaimana disinggung pada bagian terdahulu, jika dibandingkan dengan kalimat, klausa belum memiliki intonasi, merupakan konstruksi predikatif belum digunakan sebagai ujaran, sedangkan kalimat merupakan konstruksi predikatif yang telah digunakan sebagai ujaran yang sudah selesai. Dari pembahasan di atas, konstruksi klausa adalah struktur satuan (unit) gramatikal (disebut juga untaian tagmem) yang mengandung (satu) predikat yang dalam tataran gramatikal berada di bawah kalimat dan di atas frasa maka konstruksi klausa terdiri atas frasa-frasa; konstruksi itu berpotensi menjadi kalimat tunggal apabila digunakan dalam ujaran (memiliki intonasi akhir) atau dituliskan dengan menggunakan huruf kapital pada huruf awal kata pertama dan diakhiri engan tanda baca (titik, seru, dan tanya) sehingga membentuk satuan makna utuh. Dengan syarat serupa, dua klausa atau lebih akan membentuk kalimat majemuk, baik majemuk setara maupun majemuk bertingkat.

c.

Konstruksi Frasa Sebagaimana disinggung pada bagian awal, penjelasan tentang frasa sering

dikaitkan dengan klausa, dan sebaliknya berbicara tentang klausa dibedakannya dari frasa. Frasa adalah komposisi satuan (unit) bahasa yang secara potensial terdiri atas dua kata atau lebih tetapi tidak memiliki ciri-ciri suatu klausa, secara khas (tidak selalu) mengisi slot-slot pada tataran klausa.17 Dalam tataran hierarki gramatikal, frasa terletak di bawah klausa dan di atas kata. Dipandang dari sisi konstruksi, frasa merupakan susunan dua kata atau lebih (bukan hubungan predikatif) yang memiliki hubungan atributif, koordinatif, atau perangkai sumbu. Misalnya, (17) hidup ini, ban depan, impian baru hubungan atributif/hukum DM (18) sebuah pesan, telah mengirim, ingin menegaskan hubungan

atributif/hukum MD (19) Tua muda, besar kecil, kaya miskin hubungan koordinatif
17

Elson dan Pickett, Op. Cit., hh.73.

20

(20) di bandara, dari sekolah, ke restoran hubungan perangkai sumbu

Unsur-unsur frasa dapat disubstitusi dengan kata lain yang satu jenis atau satu kelas, seperti pada contoh berikut. (21) sepatu baru sepatu tua, sepatu unik, sepatu antik; (22) akan main sedang main, masih main, belum main, sudah main; (23) ke Jakarta ke Yogyakarta, ke Malang, ke Medan, ke Denpasar.

Konstruksi frasa koordinatif yang unsur pembentuknya merupakan pasangan antonim, yaitu unsurnya tidak dapat disubtitusi dengan kata lain. Misalnya, tua muda, besar kecil, laki-laki perempuan, suami isteri, dan pulang pergi. Konstruksi sintaktik pada tataran frasa diartikan sebagai susunan perpaduan kata yang memiliki hubungan atributif, koordinatif, dan perangkai sumbu. Berdasarkan paparan di atas, dapat dikatakan bahwa frasa adalah satuan bahasa di bawah klausa dan di atas kata yang terdiri atas dua kata atau lebih tidak mengandung predikatyang memiliki hubungan atributif, koordinatif, atau

perangkai sumbu. Frasa merupakan satuan konstruksi bahasa pembentuk satuan konstruksi bahasa yang lebih besar, yaitu klausa. d. Konstruksi Kata Cook mendefinisikan kata sebagai the word is composed of morphemes and typically fills slots at the phrase level.18 Kata adalah suatu bentuk gramatikal bebas terkecil yang secara potensial terdiri atas gabungan tagmem-tagmem yang diisi oleh morfem. Kata mempunyai makna satuan gramatikal yang dapat diujarkan sebagai bentuk bebas. Dengan kata lain, kata merupakan unsur bahasa yang dapat berdiri sendiri. Dilihat dari tataran hierarki gramatikal; kata berada di bawah frasa dan berada di atas morfem. Misalnya, motor, pulang, cantik, dan tiga adalah unsur bahasa yang dapat berdiri sendiri, terdiri atas morfem bebas. Jika terdapat bentuk, seperti meN-, ber-, ter- di-, -mu, -nya, merupakan bentuk terikat pada bentuk lain. Jadi, bentuk tersebut bukan kata. Sebaliknya, menulis, membaca,
18

Cook, Op. Cit., h. 117.

21

meneliti, dan lukisan dapat berdiri sendiri dan dapat membentuk frasa; unsur itu terdiri atas lebih dari satu morfem. Oleh karena itu, bentuk-bentuk itu tergolong kata. Kelompok pertama (kata yang terdiri atas satu morfem bebas) disebut kata dasar, sedangkan kelompok kedua (kata yang terdiri lebih dari satu morfem) disebut kata turunan.

2.

Verba Transitif Dalam analisis tagmemik dikenal istilah tagmem yang menganalisis satuan

linguistik berdasarkan empat dimensi. Pertama, analisis fungsi sintaktik (slot) yang berada pada tataran klausa meliputi S, P, O, Pel, dan K. Kedua, analisis kategori (kelas) menyangkut kelas kata, misalnya nomina, verba, adjektiva, numeralia, dan adverbia. Ketiga, analisis peran menyangkut fungsi semantik, seperti pelaku dan sasaran. Keempat, analisis kohesi menyangkut pengontrol hubungan

antartagmem. Dalam tataran klausa verba merupakan pengisi slot predikat, sedangkan dalam tataran frasa verba merupakan pengisi slot inti yang didampingi kata aspek, modalitas, dan/atau negasi sebagai pengisi slot luar inti.19 Dengan demikian, secara sintaktik verba adalah kelas kata yang dalam tataran yang lebih tinggi pada (1) frasa sebagai inti dengan pendamping kata aspek, modalitas, dan/atau negasi sebagai luar inti yang bersifat opsional; (2) klausa sebagai predikat yang bersifat wajib.20 Secara morfologis, verba memiliki bentuk berprefiks meN-(membuat, meluas, menyatu, membatu), di- (dibuat, disatukan), ber-(berjuang, berbaju, bersatu), ter- (terbaca, tersapu), per- (perkecil, perbanyak), dan konfliks ke-an (kehujanan, kehilangan). Selain itu, ada bentuk verba tanpa afiksasi atau biasa disebut verba dasar, seperti verba tinggal, duduk, pergi, dan datang tanpa mengalami proses morfologis dapat menjadi inti dalam frasa verbal dan dapat menjadi predikat dalam klausa bahasa Indonesia.
19 20

Sugono dan Indiyastini., Op. Cit., h. 15 D.P.Tampubolon, Abubakar, dan M. Sitorus, Tipe-Tipe Kata Kerja Bahasa Indonesia Kontemporer (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978), h.7.

22

Adapun verba transitif dapat dipahami dari dua pendekatan juga, yaitu pendekatan sintaktik dan pendekatan morfologis. Secara sintaktik, verba transitif adalah verba yang dalam konstruksi klausa, sebagai predikat, menuntut kehadiran fungsi sintaktik subjek dan objek. Misalnya, (24) mereka sedang membuat laporan kemajuan onomi (25) siswa kelas 9 membersihkan ruang guru (26) tokoh itu akan menyatukan kedua warga desa (27) saya ingin makan roti bakar

Sebagai predikat verba membuat, membersihkan, menyatukan, dan makan memerlukan subjek mereka, siswa kelas 9, tokoh itu, dan saya serta memerlukan objek laporan kemajuan ekonomi, ruang guru, kedua warga desa, dan roti bakar. Dengan kata lain, verba-verba transtif itu mensyaratkan kehadiran frasa nominal sebagai objek dalam konstruksi klausa. Adapun secara morfologis verba transitif diklasifikasi atas verba transitif aktif dan verba transitif pasif. Verba transitif aktif ditandai dengan prefiks meN-,

sedangkan verba pasif ditandai prefiks di-. Misalnya, verba predikat klausa di atas membuat, membersihkan, menyatukan, dan makan sebagai bentuk aktif dan verba dibuat, dibersihkan, disatukan, dan dimakan sebagai bentuk pasif. Dalam kaitan dengan verba makan tidak bertanda prefiks meN- sudah berkategori verba transitif aktif karena memenuhi kriteria sintaktik, yaitu mewajibkan kehadiran objek sebagai sasaran. Ada beberapa verba dasar (monomorfemis) yang berkategori verba transitif, seperti makan, minum, dengar, dan lihat. Dalam realisasi sebagai predikat klausa verba itu memerlukan kehadiran objek. Secara morfologis, kelas kata verba intransitif, nomina (termasuk numeralia, pronomina), adjektiva, bahkan frasa berpreposisi dapat dibentuk menjadi verba transitif dengan membubuhkan sufiks -kan atau i. Misalnya, (28) verba intransitif datang + -kan datangkan (29) verba intransitif duduk + -i duduki (30) nomina buku + -kan bukukan

23

(31) pronomina aku + -i akui (32) adjektiva besar + -kan besarkan (33) frasa berpreposisi ke muka + -kan kemukakan

Verba datangkan, duduki, bukukan, besarkan dan kemukakan sebagai predikat telah memerlukan nomina sebagai sasaran datangkan siapa/apa, duduki apa, bukukan apa, akui apa, besarkan apa, dan kemukakan apa. Verba transtif turunan dari kelas kata lain itu akan menjadi verba transitif aktif atau pasif tinggal pilih prefiks penanda aktif dengan meN- akan menjadi verba transitif aktif dan pilih prefiks penanda pasif di- akan menjadi verba transitif pasif. Misalnya, (28a) meN- + datangkan mendatangkan (29a) meN- + datangi mendatangi (30a) meN- + bukukan membukukan (31a) meN- + akui mengakui (32a) meN- + besarkan membesarkan (33a) meN- + kedepankan mengedepankan

perhatikan (28b) di- + datangkan didatangkan (29b) di- + datangi didatangi (30b) di- + bukukan dibukukan (31b) di- + akui diakui (32b) di- + besarkan dibesarkan (33b) di- + kedepankan dikedepankan

Karena aktif dan pasif merupakan salah satu ciri verba transitif, yaitu bahwa verba transitif itu memiliki oposisi pasif, konsep aktif dan pasif itu digunakan sebagai salah satu langkah analisis verba transitif dalam peneltian ini. Berikut pengertian verba transitif aktif bahasa Indonesia.

24

3.

Tagmem Satu lagi istilah penting dan mendasar dalam teori tagmemik, yaitu istilah

yang digunakan untuk memberi nama satuan-satuan konstituen langsung suatu konstruksi, bahkan istilah itu menjadi nama teori ini. Istilah itu ialah tagmem; untuk mengungkap konsep tagmem, ada dua hal utama yang perlu dikemukakan di sini, yaitu empat ciri tagmem dan sifat kehadiran tagmem.

a.

Empat Ciri Tagmem Keempat ciri tagmem itu adalah slot, peran, kelas, dan kohesi. Ada

pandangan lain yang menyebut slot itu sebagai fungsi sintaktik, peran sebagai peran semantik, kelas pengisi sebagai kelas kata (kategori), dan kohesi sebagai ketransitifan.21 Jika suatu tagmem selalu hadir dalam realisasi konstruksinya, tagmen itu dikategorikan sebagai wajib, dalam analisis ditandai dengan plus (+). Sebaliknya, jika suatu tagmem tidak selalu hadir dalam realisasi konstruksinya, tagmem itu dikatakan opsional (takwajib), dalam analisis ditandai dengan plus dan minus ().22 Satu konstituen sebuah konstruksi diperikan ke dalam empat ciri tersebut beserta sifat kehadirannya dengan teknik sebagai berikut. Slot Peran Kelas Kohesi

b. 48. 49. 50.

Tataran klausa Iniesta Messi wasit itu memainkan bola di depan gawang

telah mencetak gol pertama membunyikan peluit

Ketiga klausa di atas berada dalam satu konstruksi yang terdiri atas tiga tagmem wajib dan satu tagmem opsional bagaimana terlihat pada hasil perumusan kaidah di bawah ini. S
21 22

FN

FV

FN

FPrep

Verhaar, Op. Cit., h. 174. Pike dan Pike, Op.Cit., h. 74

25

Kls: + Pelk -

+ Sta T

+ Sas -

Lok -

Konstruksi klausa (48-50) di atas dirumuskan dalam tiga tagmem wajib, yaitu tagmem (1) slot subjek, kelas pengisi frasa nominal, peran pelaku, kohesi kosong, kehadiran wajib, (2) slot predikat, kelas pengisi frasa verbal, peran statemen (berita), kohesi transitif, kehadiran wajib, (3) slot objek, kelas pengisi frasa nominal, peran sasaran, kohesi kosong, kehadiran wajib; (4) slot keterangan, kelas pengisi frasa berpreposisi, peran lokatif, kehadiran opsional. c. (51) (52) (53) Tataran frasa sudah memakai belum membawa akan nyanyi

Data ketiga frasa verbal itu dirumuskan sebagai berikut. LInt Asp Part + Pred Int AkrVT

Frasa verbal terdiri atas dua tagmem, yaitu (a) slot luar inti, kelas pengisi partikel, peran aspek, kohesi kosong, kehadiran opsional dan (b) slot inti, kelas pengisi akar verba transitif, peran predikasi, kohesi kosong, kehadiran wajib.

d.

Tataran kata

(54) meN- tulis (55) meN- baca

26

LInt VAktT + Pend Akt

<meN-> +

Int

AkrVT

Pred

Verbal transitif aktif terdiri atas dua tagmem, yaitu (a) tagmem luar inti, kelas pengisi prefiks meN-, peran penanda aktif, kohesi kosong, kehadiran wajib dan (b) tagmem inti, kelas pengisi AkrVT, peran predikasi kohesi, kosong, kehadiran wajib.

4.

Nama Tagmem Penyebutan nama tagmem dipakai nama slot.23 Pada tataran klausa

tagmem-tagmemnya disebut tagmem subjek, tagmem predikat, tagmem objek, dan tagmem pelengkap (complement), serta tagmem keterangan. Pada tataran frasa dan kata penyebutan nama tagmem dipakai nama slot dan peran (untuk

membedakan tagmem luar inti yang satu dari tagmem luar inti lainnya). Misalnya, pada frasa: tagmem luar inti aspek, tagmem luar inti ingkar (negasi), tagmem luar inti cara; pada kata: tagmem luar inti penanda aktif, tagmem luar inti penanda ketransitifan, dan tagmem luar inti penanda imperatif.

5.

Perumusan Formula Setelah klasifikasi dan pemetaan serta penampilan data, dilakukan analisis

konstruksi ke dalam tagmem-tagmem sesuai dengan tataran hierarki. Kemudian, sesuai dengan tipe masing-masing konstruksi dibuat formula berdasarkan empat ciri tagmem dan sifat kehadiran tagmem ke dalam model tagmemik seperti di bawah ini. S KlsTAkt: + Pelk
23

FN + -

FV +

FN

FN

Sta

Sas

Lok

Dendy Sugono, Dikotomi Aktif dan Pasif dalam Bahasa Jawa Malang dalam Sawerigading No. 337/AU1/P2MBI/0420011 h. 237.

27

Klausa transitif aktif diwujudkan oleh tiga tagmem wajib dan satu tagmem opsional, yaitu (a) tagmem subjek, kelas pengisi frasa nominal, peran pelaku, kohesi kosong, kehadiran wajib; (b) tagmem predikat, kelas pengisi frasa verbal, peran statemen (berita), kohesi transitif, kehadiran wajib; (c) tagmem objek, kelas pengisi frasa nominal, peran sasaran, kohesi kosong, kehadiran wajib, (d) tagmem keterangan, kelas pengisi frasa berpreposisi, peran lokatif, kohesi kosong, kehadiran opsional.

6.

Bahasa Tajuk Rencana Dalam jurnalistik dikenal istilah rubrik. Rubrik merupakan ruangan tetap pada

halaman media massa cetak, baik surat kabar harian maupun majalah. Pada umumnya rubrik surat kabar harian terdiri atas politik dan hukum, internasional, pendidikan dan kebudayaan, lingkungan dan kesehatan, ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi, olahraga, dan opini. Opini sendiri antara lain kolom, pojok, karikatur, surat pembaca, dan tajuk rencana. Barus mengemukakan tajuk rencana sebagai berikut. Kata tajuk rencana atau induk karangan berasal dari kata editorial yang berfungsi sebagai mahkotanya karangan atau tulisan yang berisi ulasan, pemikiran, pandangan, surat kabar mengenai suatu fakta, kejadian, atau opini yang berkembang dalam masyarakat.24 Pada umumnya tajuk rencana ditulis oleh redaktur tetapi dalam tajuk rencana tidak dicantumkan nama penulisnya. Setiap surat kabar harian berbeda-beda dalam hal penamaan tajuk rencana. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tajuk rencana merupakan karangan yang bersifat argumentasi yang dimuat oleh surat kabar dan ditulis oleh redaktur berisi ulasan berita-berita yang

menarik/menonjol/isu yang sedang menjadi pembicaraan di masyarakat.

24

Sedia Willing Barus, Jurnalistik: Petunjuk Teknis Menulis Berita (Jakarta: Erlangga, 2010), h. 143.

28

Karena tajuk berupa opini yang ditulis oleh redaktur dan mewakili serta mencerminkan pendapat dan sikap resmi surat kabar bersangkutan, menulis tajuk rencana pun harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Suhandang menyatakan bahwa tajuk rencana cenderung dikemukakan sependek mungkin. Panjang tajuk rata-rata 300 kata (berlaku di semua negara). Penulis tajuk harus memadatkan fakta dan argumentasinya pada paragraf yang pendek.25 Sementara itu, menurut Yohanes sebagai berikut. Jenis-jenis kalimat untuk kepentingan penulisan karangan dapat ditinjau dari beberapa sudut pandang, antara lain dari sudut jumlah kata yang terdapat dalam kalimat, ada tidaknya klausa dalam kalimat, jumlah klausa yang terdapat dalam kalimat, . . .26 Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa kalimat yang terdapat di dalam paragraf tajuk rencana ialah kalimat tunggal/mayor yang terdiri hanya satu klausa. Hal itu menyebabkan bahasa yang digunakan dalam tajuk rencana relatif mudah dipahami dan efektif dalam penyampaian serta terpelihara kaidah-kaidah dan sistem bahasanya. Bahasa dalam tajuk rencana dibuat menarik, kalimat pendek-pendek supaya mudah dicerna. Menurut Barus bahwa ciri pokok bahasa tajuk rencana ialah penghemaan kata dan kalimat. Maksudnya hemat ialah singkat dan sederhana. 27 Dapat dikatakan kalimat sederhana ialah kalimat yang hanya terdiri atas satu klausa dan di dalam klausa tersebut terdapat verba transitif yang menduduki slot predikat. Hal tersebut dipertegas oleh Barus dalam bukunya yang membahas salah satu ciri bahasa jurnalistik ialah menggunakan kata kerja transitif.28 Kalimat tajuk rencana harus singkat dan sederha agar pembaca mudah memahami dan teratik terhadap informasi yang disampaikan.

25

Kustadi Suhandang, Pengantar Jurnalistik: Seputar Organisasi, Produk, dan Kode Etik (Bandung: Nuansa, 2010), h. 156 26 Yohanes, Kalimat dalam Penulisan Karangan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991), hh. 14-28. 27 Barus, Op. Cit., h. 214 28 Ibid, h. 221.

29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A.

Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini ialah pemahaman mendalam mengenai

verba transitif dalam klausa bahasa Indonesia. Selain itu, penelitian ini dilakukan untuk menemukan perilaku semantik dan sintaktik verba transitif dalam konstruksi klausa bahasa Indonesia. Adapun tujuan secara khusus penelitian ini ialah untuk menemukan konstruksi verba transitif serta perilaku semantik dan sintaktif verba transitif dalam klausa bahasa Indonesia pada rubrik Tajuk Rencana Kompas. Secara rinci tujuan penelitian ini ialah sebagai berikut. 1. Untuk menemukan konstruksi klausa transitif dalam kalimat-kalimat pada rubrik Tajuk Rencana Kompas bulan JanuariMaret 2012 2. Untuk menemukan klasifikasi verba transitif dalam klausa pada data rubrik Tajuk Rencana Kompas 3. Untuk menemukan perilaku semantik dan sintaktik verba transitif sebagai predikat klausa bahasa Indonesia. 4. Untuk menemukan formula konstruksi verba transitif bahasa Indonesia Temuan-temuan itu diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dalam

penyusunan materi pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dan universitas.

B.

Tempat dan Waktu Penelitian Karena penelitian ini termasuk metode analisis isi, penelitian ini tidak terikat

dengan tempat. Meskipun demikian, penelitian ini dilakukan di Jakarta karena peneliti bertempat tinggal di Jakarta. Adapun waktu penelitian dilakukan pada semester ganjil, yaitu bulan Januari sampai bulan Juli tahun akademik 2011-2012.

C.

Metode Penelitian Penelitian verba transitif ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan

menggunakan metode deskriptif analitik sesuai dengan sifat penelitian ini

30

melakukan analisis isi teks (wacana) melalui analisis bahasa dalam teks itu. Djajasudarma mengatakan bahwa metode deskriptif digunakan untuk membuat deskripsi sistematis dan akurat mengenai ciri-ciri dan sifat-sifat data bahasa secara ilmiah, serta hubungan fenomena-fenomena yang diteliti sehingga menghasilkan deskripsi (perian) data secara aktual.29 Selain itu, penelitian deskriptif tidak mempertimbangkan benar salahnya penggunaan bahasa oleh penutur-penuturnya, berbeda dengan penelitian preskriptif yang memperimbangkan unsur benar dan salah penggunaan bahasa berdasarkan kriteria atau norma tertentu.30 Adapun terknik dalam penelitian ini digunakan prinsip teknik analisis isi, yakni teknik analisis teks (wacana) dari segi konstruksi klausa-klausa yang berpredikat verba.

D.

Data dan Sumber Data Sebagaimana disinggung pada bagian terdahulu, data penelitian ini ialah

verba transitif dalam klausa bahasa Indonesia. Adapun sumber data penelitian ini ialah surat kabar nasional ragam bahasa tulis resmi pada teks rubrik Tajuk Rencana Kompas bulan Januari sampai Maret 2012. Media massa Kompas terbit setiap hari. Namun, peneliti mengambil beberapa rubrik Tajuk Rencana Kompas tiga terbitan dalam satu minggu. Pengambilan data penelitian dilakukan dengan cara sampling acak.

29

T. Fatimah Djajasudarma, Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan Kajian, ( Bandung: Eresco, 1993), h. 8. 30 Sudaryanto, Metode Linguistik: Metode dan Aneka Teknik Pengumpulan Data, ( Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1988), h. 62.

Anda mungkin juga menyukai