Anda di halaman 1dari 30

Retinoblastoma dan Aspek Radiologisnya

Melissa L. Thenata (406112008)

BAB I
PENDAHULUAN

Retinoblastoma merupakan tumor ganas primer intraokular yang paling sering


ditemukan pada anak-anak. Retinoblastoma mewakili sekitar 4% dari keseluruhan keganasan
pada anak. Diperkirakan 250-350 kasus baru retinoblastoma terdiagnosa di USA, 5000 kasus
ditemukan di seluruh dunia. Lebih dari 95% anak dengan retinoblastoma di USA dan di
beberapa negara maju bertahan atas keganasan ini, di mana sekitar 50% bertahan di seluruh
dunia. Perbedaan ini disebabkan adanya deteksi dini di USA dan negara maju di mana tumor
masih berada di mata, sedangkan pada negara berkembang retinoblastoma sering terdeteksi
setelah adanya invasi ke orbita atau otak.
Kebanyakan sel secara histologis menunjukkan sel retina yang tidak berdiferensiasi dari
embrio yang dinamakan retinoblast. Hal ini dijadikan Veorhoff untuk menamainya
retinoblastoma, yang kemudian diadopsi American Ophthalmological Society pada tahun
1926 sebagai nama umum untuk kelainan ini. Veorhoff meyakini bahwa retinoblastoma
terdiri dari sel embrionik retina.
Retinoblastoma adalah tumor massa anak-anak yang jarang tetapi dapat fatal.
Duapertiga kasus muncul sebelum akhir tahun ketiga; walaupun jarang, dilaporkan kasuskasus yang timbul di segala usia. Tumor bersifat bilateral pada sekitar 30% kasus. Kasuskasus ini bersifat herediter.
Retinoblastoma bilateral secara khas didiagnosis pada tahun pertama kehidupan dan
pada kasus sporadik unilateral didiagnosis pada umur 1-3 tahun. Frekuensi retinoblastoma
1:14.000 sampai 1:20.000 kelahiran hidup. Pada penelitian di Amerika Serikat ditemukan
250-500 kasus baru setiap tahunnya.
Retinoblastoma endofitik adalah kondisi retinoblastoma yang tumbuh ke arah vitreous
dengan menembus membran limitan interna kemudian menuju daerah sub retina sehingga
memberikan gambaran vitreous seeding. Sel retinoblastoma ini masuk ke bilik mata depan
dan trabekular meshwork lalu menyebar ke kelenjar limfatik konjungtiva. Pada waktu ini
teraba pembesaran kelenjar limfe servikal dan pre aurikular. Proptosis dapat dijumpai pada
kondisi ini. Sedangkan pada kasus eksofitik penyebaran terjadi keluar bola mata dengan
melibatkan nervus optikus menuju dan berkembang di daerah rongga orbita sehingga
memberikan gejala proptosis. Pada beberapa kasus, gejala biasanya tidak disadari sampai
Kepaniteraan Radiologi RS Royal Taruma
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta
Periode 17 Desember 2012 19 Januari 2013

Retinoblastoma dan Aspek Radiologisnya

Melissa L. Thenata (406112008)

perkembangannya cukup lanjut sehingga menimbulkan pupil putih (leukokoria), strabismus,


atau peradangan.
Secara umum, semakin dini penemuan dan terapi tumor, semakin besar kemungkinan
kita mencegah perluasan melalui saraf optikus dan jaringan orbita.
Enukleasi adalah terapi pilihan untuk retinoblastoma ukuran besar. Mata dengan tumor
yang berukuran lebih kecil pada anak dapat diterapi secara efektif dengan plaque
radiotherapy atau external beam, cryotherapy, atau photocoagulation. Kadang-kadang
diperlukan kemoterapi untuk penanganan kasus rekuren terutama untuk menyelamatkan mata
kedua pada kasus bilateral apabila mata pertama telah dienukleasi, dan untuk penyakit
metastatik.
Managemen modern retinoblastoma intraokular saat ini dengan menggabungkan
kemampuan terapi yang berbeda mencakup enukleasi, kemoterapi, photocoagulation,
cryotherapy, external beam radiation dan plaque radiotherapy. Penyakit metastasis
menggunakan kemoterapi yang intensif, radiasi dan transplantasi sumsum tulang. Terapi pada
anak-anak dengan retinoblastoma memerlukan sebuah tim, meliputi ocular oncologist,
pediatric ophthalmologist, pediatric oncologist dan radiation oncologist.

Kepaniteraan Radiologi RS Royal Taruma


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta
Periode 17 Desember 2012 19 Januari 2013

Retinoblastoma dan Aspek Radiologisnya

Melissa L. Thenata (406112008)

BAB II
PEMBAHASAN

2.1

Definisi
Retinoblastoma adalah tumor ganas primer intraokular pada anak yang mengenai saraf

embrionik retina, yang merupakan akibat dari transformasi keganasan sel primitif retina
sebelum berdiferensiasi.
2.2

Epidemiologi
Retinoblastoma adalah tumor intraokular yang paling sering pada bayi dan anak yang

berjumlah sekitar 3% dari seluruh tumor pada anak. Kasus retinoblastoma bilateral secara
khas didiagnosis pada tahun pertama kehidupan dalam keluarga dan pada kasus sporadik
unilateral didiagnosis antara umur 1-3 tahun. Onset di atas 5 tahun jarang terjadi.
Frekuensi retinoblastoma 1:14.000 sampai 1:20.000 kelahiran hidup, tergantung negara.
Di Amerika Serikat diperkirakan 250-300 kasus baru retinoblastoma setiap tahun. Di
Meksiko dilaporkan 6-8 kasus per juta populasi dibandingkan dengan Amerika Serikat
sebanyak 4 kasus per juta populasi.
Epidemiologi retinoblastoma:

Tumor intraokular paling sering pada anak


Tumor intraokular ketiga paling sering dari seluruh tumor intraokular setelah melanoma

dan metastasis pada seluruh populasi


Insiden 1:14.000 1:20.000 kelahiran hidup
90% dijumpai sebelum umur 3 tahun
Terjadi sama pada laki-laki dan perempuan
Terjadi sama pada mata kiri dan kanan
Tidak ada predileksi ras
60-70% unilateral (rata-rata umur saat didiagnosis 24 bulan)
30-40% bilateral (rata-rata umur saat didiagnosis 14 bulan)

Kepaniteraan Radiologi RS Royal Taruma


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta
Periode 17 Desember 2012 19 Januari 2013

Retinoblastoma dan Aspek Radiologisnya

2.3

Melissa L. Thenata (406112008)

Anatomi dan Fisiologi Mata


Struktur anatomi bola mata yang erat hubungannya dengan retinoblastoma yaitu

struktur retina dan vitreous. Retinoblastoma biasanya tumbuh di bagian posterior retina,
tampak sebagai tumor tunggal dalam retina. Jika timbul di lapisan inti interna, tumor itu
tumbuh ke dalam (endofitik) mengisi rongga kaca dan tumbuh ke arah luar (eksofitik)
menembus koroid, sklera dan ke N. Optikus.
Vitreous (badan kaca). Badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang
terletak antara lensa dengan retina, tidak berwarna, bening dan konsistensi lunak. Bagian luar
merupakan lapisan tipis (membran hiolid). Struktur badan kaca tidak mempunyai pembuluh
darah dan menerima nutrisi dari jaringan sekitarnya: koroid, badan siliar dan retina. Badan
kaca bersifat semi cair di dalam bola mata. Mengandung air sebanyak 90% sehingga tidak
dapat lagi menyerap air. Sesungguhnya fungsi badan kaca sama dengan fungsi cairan mata,
yaitu mempertahankan bola mata agar tetap bulat. Peranannya mengisi ruang untuk
meneruskan sinar dari lensa ke retina. Badan kaca melekat pada bagian tertentu jaringan bola
mata. Perlekatan itu terdapat pada bagian yang disebut ora serata, pars plana, dan papil saraf
optik. Kejernihan badan kaca disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel. Tidak
terdapatnya kekeruhan badan kaca akan memudahkan melihat bagian retina pada
pemeriksaan oftalmoskopi.
Retina. Retina atau selaput jala, suatu membran tipis dan bening, merupakan bagian
mata yang mengandung reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Letaknya antara badan
kaca dan koroid. Warna retina umumnya jingga. (Gambar 2.1). Retina mempunyai ketebalan
sekitar 1 mm yang terdiri atas:
1.

Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan vitreous.

2.

Lapisan serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah saraf optik.
Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina.

3.

Lapisan sel ganglion, merupakan lapisan badan sel daripada neuron kedua.

4.

Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapisan aselular tempat sinaps sel bipolar, sel
amakrin dengan sel ganglion.

5.

Lapisan nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller.
Lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentralis.

6.

Lapisan pleksiform luar, merupakan lapisan aselular dan merupakan tempat sinapsis sel
fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.

Kepaniteraan Radiologi RS Royal Taruma


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta
Periode 17 Desember 2012 19 Januari 2013

Retinoblastoma dan Aspek Radiologisnya

7.

Melissa L. Thenata (406112008)

Lapisan nukleus luar, merupakan susunan lapisan nukleus sel kerucut dan batang.
Ketiga lapisan di atas avaskular dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.

8.

Membran limitan eksternal, merupakan membran ilusi.

9.

Lapisan batang dan kecurut, merupakan lapisan penangkap sinar, mendapat nutrisi dari
koroid.

10.

Lapisan epitel pigmen.


(Gambar 2.2). Pembuluh darah di dalam retina merupakan cabang arteri oftalmika.

Arteri retina sentralis masuk ke retina melalui papil saraf optik yang akan memberikan nutrisi
pada retina dalam.
2.4

Etiologi
Retinoblastoma disebabkan oleh mutasi gen RB1, yang terletak pada lengan panjang

kromosom 13 pada lokus 14 (13q14) dan kode protein pRB, yang berfungsi sebagai supresor
pembentukan tumor. pRB adalah nukleoprotein yang terikat pada DNA (Deoxiribo Nucleic
Acid) dan mengontrol siklus sel pada transisi dari fase G1 sampai fase S. Hal ini
mengakibatkan perubahan keganasan dari sel retina primitif sebelum diferensiasi berakhir.
Retinoblastoma normal yang terdapat pada semua orang adalah suatu gen supresor atau
anti-onkogen. Individu dengan penyakit yang herediter memiliki satu alel yang terganggu di
setiap sel tubuhnya, apabila alel pasangannya di sel retina yang sedang tumbuh mengalami
mutasi spontan, terbentuklah tumor. Pada bentuk penyakit yang non-herediter, kedua alel gen
retinoblastoma normal di sel retina yang sedang tumbuh diinaktifkan oleh mutasi spontan.
(Gambar 2.3).
2.5

Patofisiologi
Teori tentang histogenesis dari retinoblastoma yang paling banyak dipakai umumnya

berasal dari sel prekursor multipotensial (mutasi) pada lengan panjang kromosom pita 13,
yaitu 13q14 yang dapat berkembang pada beberapa sel retina dalam atau luar. Pada
intraokular, tumor tersebut dapat memperlihatkan berbagai pola pertumbuhan yang akan
dipaparkan di bawah ini.
Pola penyebaran tumor:
1.

Pola pertumbuhan
Retinoblastoma intraokular dapat menampakkan sejumlah pola pertumbuhan. Pada
pola pertumbuhan endofitik, ini tampak sebagai gambaran massa putih sampai coklat

Kepaniteraan Radiologi RS Royal Taruma


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta
Periode 17 Desember 2012 19 Januari 2013

Retinoblastoma dan Aspek Radiologisnya

Melissa L. Thenata (406112008)

muda yang menembus membran limitan interna. Retinoblastoma endofitik kadang


berhubungan dengan vitreous seeding. Sel-sel dari retinoblastoma yang masih dapat
hidup terlepas dalam vitreous dan ruang sub retina dan biasanya dapat menimbulkan
perluasan tumor melalui mata. Vitreous seeding sebagian kecil meluas membnerikan
gambaran klinis mirip endopthalmitis, vitreous seeding mungkin juga memasuki bilik
mata depan, yang dapat berkumpul di iris membentuk nodul atau menempati bagian
inferior membentuk pseudohipopion.
Tumor eksofitik biasanya kuning keputihan dan terjadi pada ruang subretinal, yang
mengenai pembuluh darah retina dan seringkali terjadi peningkatan diameter pembuluh
darah dengan warna lebih pekat. Pertumbuhan retinoblastoma eksofitik sering
dihubungkan dengan akumulasi cairan sub retina yang dapat mengaburkan tumor dan
sangat mirip ablasio retina eksudatif yang memberi kesan suatu coats disease lanjut. Sel
retinoblastoma mempunyai kemampuan untuk implan di mana sebelumnya jaringan
retina tidak terlibat dan tumbuh. Dengan demikian membuat kesan multisentris pada
mata dengan hanya tumor primer tunggal. Sebagaimana tumor tumbuh, fokus
kalsifikasi yang berkembang memberikan gambar khas chalky white appearance.
2.

Invasi saraf optikus


Sel retinoblastoma paling sering keluar dari mata dengan menginvasi saraf optikus
dan meluas ke dalam ruang sub arachnoid menuju otak.

3.

Diffuse infiltration retina


Pola yang ketiga adalah retinoblastoma tumbuh menginfiltrasi luas yang biasanya
unilateral, non-herediter, dan ditemukan pada anak yang berumur lebih dari 5 tahun.
Pada tumor dijumpai adanya injeksi konjungtiva, anterior chamber seeding,
pseudohipopion, gumpalan besar sel vitreous dan tumor yang menginfiltrasi retina.
Karena massa tumor yang dijumpai tidak jelas, diagnosis sering dikacaukan dengan
keadaan inflamasi seperti pada uveitis intermediate yang tidak diketahui etiologinya.
Glaukoma sekunder dan rubeosis iridis terjadi pada sekitar 50% kasus.

4.

Penyebaran metastasis ke kelenjar limfe regional, paru, otak dan tulang


Sel tumor mungkin juga melewati kanal atau melalui sklera untuk masuk ke orbita.
Perluasan ekstraokular dapat mengakibatkan proptosis sebagaimana tumor tumbuh
dalam orbita. Pada bilik mata depan, sel tumor menginvasi trabekular messwork,
memberi jalan masuk ke limfatik konjungtiva. Kemudian timbul kelenjar limfe
preaurikular dan servikal yang dapat teraba.

Kepaniteraan Radiologi RS Royal Taruma


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta
Periode 17 Desember 2012 19 Januari 2013

Retinoblastoma dan Aspek Radiologisnya

Melissa L. Thenata (406112008)

Di Amerika Serikat, pada saat diagnosis pasien, jarang dijumpai dengan metastasis
sistemik dan perluasan intrakranial. Tempat metastasis retinoblastoma yang paling sering
pada anak mengenai tulang kepala, tulang distal, otak, vertebra, kelenjar limfe dan visera
abdomen.
2.6

Manifestasi Klinis
Tanda-tanda retinoblastoma yang paling sering dijumpai adalah leukokoria (white

pupillary reflex) yang digambarkan sebagai mata yang bercahaya, berkilat, atau cats eye
appearance, strabismus dan inflamasi okular. Gambaran lain yang jarang dijumpai, seperti
heterokromia, hifema, vitreous hemoragik, selulitis, glaukoma, proptosis dan hipopion. Tanda
tambahan yang jarang, lesi kecil yang ditemukan pada pemeriksaan rutin. Keluhan visus
jarang karena kebanyakan pasien anak umur pra sekolah. Tanda retinoblastoma:

Pasien umur < 5 tahun:


Leukokoria (54-62%)
Strabismus (18-22%)
Hipopion
Hifema
Heterokromia
Spontaneous globe perforation
Proptosis
Katarak
Glaukoma
Nistagmus
Tearing
Anisokor
Pasien umur > 5 tahun:
Leukokoria (35%)
Penurunan visus (35%)
Strabismus (15%)
Inflamasi (2-10%)
Floater (4%)
Pain (4%)

Kepaniteraan Radiologi RS Royal Taruma


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta
Periode 17 Desember 2012 19 Januari 2013

Retinoblastoma dan Aspek Radiologisnya

2.7

Melissa L. Thenata (406112008)

Klasifikasi
Klasifikasi Reese-Ellsworth adalah metode penggolongan retinoblastoma intraokular

yang paling sering digunakan, tetapi klasifikasi ini tidak menggolongkan retinoblastoma
ekstraokular. Klasifikasi diambil dari perhitungan jumlah, ukuran, lokasi tumor dan dijumpai
atau tidak dijumpai adanya vitreous seeding.
Klasifikasi Reese-Ellsworth:

Grup I
a. Tumor soliter, ukuran kurang dari 4 diameter disc, pada atau di belakang equator
b. Tumor multipel, ukuran tidak melebihi 4 diameter disc, semua pada atau di
belakang equator
Grup II
a. Tumor soliter, ukuran 4-10 diameter disc, pada atau di belakang equator
b. Tumor multipel, ukuran 4-10 diameter disc, di belakang equator
Grup III
a. Ada lesi di anterior equator
b. Tumor soliter lebih besar 10 diameter disc di belakang equator
Grup IV
a. Tumor multipel, beberapa besarnya lebih besar dari 10 diameter disc
b. Ada lesi yang meluas ke anterior ora serrata
Grup V
a. Massive seeding melibatkan lebih dari setengah retina
b. Vitreous seeding
Klasifikasi Internasional Intraokular Retinoblastoma (IIRC) dikembangkan untuk dapat

memperkirakan hasil dari pengobatan terutama dengan kemoterapi dan fokal terapi dengan
radiasi sebagai tindakan penyelamatan dan pencegahan terhadap terjadinya kekambuhan.
IIRC telah memastikan dengan menghubungkan antara keparahan penyakit pada saat
diperiksa dan kemudian setelah dilakukan terapi dan juga setelah dilakukan terapi sebagai
tindakan penyelamatan.
Prinsip umum klasifikasi IIRC:

Grup A
Mata dengan tumor ukuran kecil jauh dari makula dan nervus optikus yang secara
primer hanya dilakukan fokal terapi.
Grup B
Mata dengan tumor berukuran sedang atau tumor pada makula dan nervus optikus yang
saat dilakukan beberapa kali kemoterapi mengecil, kemudian selanjutnya dilakukan

dengan terapi fokal.


Grup C

Kepaniteraan Radiologi RS Royal Taruma


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta
Periode 17 Desember 2012 19 Januari 2013

Retinoblastoma dan Aspek Radiologisnya

Melissa L. Thenata (406112008)

Mata dengan ukuran tumor besar dengan berbatas pada vitreous dan atau menyebar ke
sub retinal yang secara primer dilakukan terapi dengan kemoterapi dilanjutkan dengan

fokal terapi.
Grup D
Mata dengan ukuran tumor besar dengan penyebaran yang luas pada vitreous dan sub
retinal yang juga secara primer dilakukan kemoterapi dan fokal terapi.

Banyak dari pusat kesehatan menggunakan radiasi sinar eksternal (external beam) namun
hanya efektif untuk tingkat mortalitas pada grup B, C, D. Mata yang telah gagal dengan
kemoterapi dan fokal terapi lebih baik dilakukan terapi elektif.

Grup E
Mata dengan risiko tinggi di masa datang seperti tumor yang telah mencapai lensa,
neovaskularisasi, glaukoma, selulutis orbita, segmen anterior, bilik mata depan,
keterlibatan iris dan siliaris dalam bekerja.

Klasifikasi IIRC (Gambar 2.4):


Grup A

Mata dengan ciri-ciri tumor yang tidak mengubah struktur dari mata.
Tumor berukuran 3 mm atau lebih kecil yang dengan batas ke retina > 3 mm dari fovea,
> 1,5 mm dari nervus optikus, tidak ada penyebaran ke vitreous dan subretinal.

Grup B

Tumor di mata tanpa penyebaran ke vitreous dan subretinal dengan tanda khas tumor

dengan ukuran dan lokasi yang tidak ditentukan.


Tumor yang tidak termasuk dalam grup A dengan tidak ada penyebaran ke vitreous dan
subretina, cairan subretina > 3 mm dari dasar tumor.

Grup C

Diskret fokal dengan penyebaran minimal pada vitreous dan subretinal.


Cairan subretina pada saat sekarang atau lampau tanpa penyebaran dan melibatkan

hingga seperempat retina.


Penyebaran lokal pada subretinal pada saat sekarang kurang dari 3 mm (2 DD) dari

tumor.
Penyebaran lokal vitreous ke tumor.

Grup D

Tumor difus dengan penyebaran vitreous dan subretinal yang signifikan.


Tumor dapat invasif atau difus.
Cairan subretina pada saat sekarang atau lampau tanpa penyebaran yang melibatkan
seluruh perlekatan retina.

Kepaniteraan Radiologi RS Royal Taruma


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta
Periode 17 Desember 2012 19 Januari 2013

Retinoblastoma dan Aspek Radiologisnya

Melissa L. Thenata (406112008)

Penyebaran subretina yang difus pada saat sekarang atau lampau yang mungkin

termasuk plak subretina atau nodul tumor.


Penyakit vitreous yang masif atau difus berupa gambaran yang kotor atau massa tumor
yang avaskular.

Grup E

Munculnya salah satu atau lebih prognosis yang buruk di masa depan.
Tumor mencapai lensa.
Neovaskular glaukoma.
Tumor anterior yang mencapai bagian anterior pada vitreous yang melibatkan badan

siliaris atau segmen anterior.


Retinoblastoma yang infiltratif dan difus.
Media berbentuk opak yang berasal dari perdarahan.
Tumor nekrosis dengan celulitis orbital aseptic.
Pthisis bulbi.

2.8

Diagnosis
Diagnosis retinoblastoma ditegakkan berdasarkan gejala subjektif dan gejala objektif,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Gejala subjektif
Biasanya sukar ditemukan karena anak tidak mengeluh. Kelainan ini dapat dicurigai
bila ditemukan adanya leukokoria (white pupillary reflex) yaitu refleks putih pada pupil
dan dapat disebabkan karena kelainan pada retina, vitreous dan lensa. (Gambar 2.5).
Selain itu juga dapat ditemukan strabismus, glaukoma (gambaran klinik yang lengkap
ditandai dengan peninggian tekanan intraokular, penggunaan dan degenerasi papil saraf
optik serta defek lapang pandang yang khas), mata sering merah atau penglihatan yang
menurun pada anak-anak.

Gejala objektif:
a. Tampak adanya suatu massa yang menonjol di dalam badan kaca.
b. Massa tumor dapat menonjol di atas retina ke dalam badan kaca pada retinoblastoma
tipe endofitik atau terletak di bawah retina terdorong ke dalam badan kaca seperti
pada tipe eksofitik.
c. Massa tumor tampak sebagai lesi yang menonjol berbentuk bulat, berwarna merah
jambu, dapat ditemukan satu atau banyak pada satu mata atau kedua mata.
d. Sering terdapat neovaskularisasi di permukaan tumor.
e. Mungkin juga ditemukan adanya mikroneurisma atau teleangiektasi.

Kepaniteraan Radiologi RS Royal Taruma


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta
Periode 17 Desember 2012 19 Januari 2013

10

Retinoblastoma dan Aspek Radiologisnya

Melissa L. Thenata (406112008)

f. Pada pemeriksaan funduskopi ditemukan adanya massa yang menonjol dari retina
disertai pembuluh darah pada permukaan ataupun di dalam massa tumor tersebut
dan berbatas kabur. (Gambar 2.6).

Pemeriksaan penunjang
Diagnosis retinoblastoma tidak sama seperti diagnosis keganasan lainnya, yang
didahului dengan biopsi, karena retinoblastoma terletak di dalam rongga mata yang
merupakan kesatuan organ yang berisi cairan. Biopsi akan menyebabkan kemungkinan
metastasis ekstraokular sehingga memperburuk prognosis. Diagnosis hanya dapat
ditegakkan berdasarkan klinis dan hasil pemeriksaan penunjang sebagai berikut.
1.

Imajing
Pemeriksaan penunjang, seperti ultrasonografi (USG) dan CT-Scan sangat
membantuk menegakkan diagnosis, walaupun kesalahan diagnosis dapat dijumpai.
a. Ultrasonografi. Pemeriksaan ini dilakukan pada penderita yang belum proptosis.
Dengan USG dapat diketahui:
- Ukuran panjang bola mata (axial length) yang biasanya normal, kecuali bila
terdapat buphthalmos.
- Letak, besar dan bentuk massa tumor di dalam bola mata, perluasan tumor ke
N. Optikus atau ke dalam bola orbita. Retinoblastoma memperlihatkan
gambaran USG yang khas sehingga memberikan ketepatan diagnosa sampai
90%, dengan reflektivitas yang tinggi mencapai 100% pada A-Scan yang
menunjukkan tanda kalsifikasi dan shadowing effect positif. (Gambar 2.7).
b. CT-Scan kepala orbita, bila terdapat proptosis, kecurigaan perluasan tumor ke
ekstraokular, metastasis intrakranial, pada USG terdapat perluasan ke N.
Optikus, serta menilai adanya trilateral pada midlinecranial. (Gambar 2.8).
c. Bone survey bila aspirasi sumsum tulang positif, terdapat nyeri atau
pembengkakan tulang.

2.

Pemeriksaan lain, yaitu pemeriksaan punksi sumsum tulang (BMP) bila ada
proptosis dan pemeriksaan punksi lumbal (LP) bila terdapat gejala peninggian
tekanan intrakranial atau penyebaran tumor ke N. Optikus pasca operasi.

3.

Pemeriksaan Patologi Anatomi


Khas gambaran histopatologis retinoblastoma yang biasanya dijumpai adanya
Flexner-Wintersteiner rosettes dan gambaran Fleurettes yang jarang. HomerWright rosettes juga sering dijumpai tapi kurang spesifik untuk retinoblastoma

Kepaniteraan Radiologi RS Royal Taruma


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta
Periode 17 Desember 2012 19 Januari 2013

11

Retinoblastoma dan Aspek Radiologisnya

Melissa L. Thenata (406112008)

karena sering juga dijumpai pada tumor neuroblastik lain. Kalsifikasi luas biasa
dijumpai. (Gambar 2.9a).
Tumor terdiri dari sel basofilik kecil (retinoblast), dengan nukleus hiperkromatik
besar dan sedikit sitoplasma. Kebanyakan retinoblastoma tidak dapat dibedakan,
tapi macam-macam derajat diferensiasi retinoblastoma ditandai oleh pembentukan
Rosettes, yang terdiri dari 3 tipe:
a. Flexner-Wintersteiner Rosettes, yang terdiri dari lumen sentral yang dikelilingi
oleh sel kolomnar tinggi. Nukleus sel ini lebih jauh dari lumen. (Gambar 2.9b).
b. Homer-Wright Rosettes, rosettes yang tidak mempunyai lumen dan sel terbentuk
mengelilingi masa proses eosinofilik. (Gambar 2.9c).
c. Flerettes adalah fokus sel tumor, yang mana menunjukkan diferensiasi
fotoreseptor, kelompok sel dengan proses pembentukan sitoplasma dan tampak
menyerupai karangan bunga. (Gambar 2.9d).
2.9

Komplikasi
Komplikasi pada retinoblastoma adalah lepasnya retina (ablasio retina) dan peninggian

tekanan bola mata (glaukoma). Komplikasi lain berupa terhambatnya pematusan aquos
humor sehingga timbul glaukoma sekunder.
Metastasis ke tempat lain dapat melalui beberapa jalur, antara lain:
1.

Lamina kribosa, saraf optik kemudian mengadakan infiltrasi ke arah vaginal sheet
subarachnoid menuju intrakranial.

2.

Jaringan koroid, melalui pembuluh darah dan menyebar ke seluruh tubuh.

3.

Pembuluh emisari, tumor menyebar ke bagian posterior orbita.

2.10 Diagnosis Banding


Diagnosis banding untuk penyakit retinoblastoma adalah semua penyakit yang masuk
ke dalam kelompok leukokoria.

Penyakit coats adalah suatu penyakit mata idiopatik yang muncul secara predominan
pada anak laki-laki. Karakter dari penyakit ini adalah telengiektasi pembuluh darah retina
yang bocor dan terjadi akumulasi dari cairan subretinal dan lipid yang terlihat seperti
leukokoria. Penyakit coats adalah penyakit yang sering salah didiagnosis dengan
retinoblastoma, namun ini bisa disingkirkan dengan tidak adanya kalsifikasi dari retina.

Kepaniteraan Radiologi RS Royal Taruma


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta
Periode 17 Desember 2012 19 Januari 2013

12

Retinoblastoma dan Aspek Radiologisnya

Melissa L. Thenata (406112008)

Primary persistent hyperplastic vitreous adalah kelainan anomaly congenital yang


mempunyai ciri khas; menetapnya jaringan mesenkim embrio yang terdapat pada cavitas.
Pada pasien sering muncul leukokoria, namun tidak ada massa yang muncul pada

kelainan ini.
Cataract congenital juga merupakan penyebab dari leukokoria pada anak-anak. Dapat
muncul pada saat lahir dan merupakan kelainan idiopatik, familial atau berhubungan
dengan penyakit yang berkaitan dengan penyakit maternal seperti rubella, sifilis dan
galaktosemia. Pemeriksaan yang hati-hati dengan slit lamp dapat mengindentifikasi

katarak.
Toxocara infection dapat menyebabkan scar retinochoroidal dan inflamasi dari cairan
vitreous. Hal ini dapat membuat distorsi dari bentuk retina normal dan bermanifestasi
seperti leukokoria pada oftalmoskop. Pemeriksaan ELISA untuk toksokara dapat

digunakan untuk menegakkan diagnosis.


Retinopathy of prematurity (ROP) adalah kegagalan dari retina normal yang terjadi pada
bayi lahir prematur yang terpapar oksigen konsentrasi tinggi selama periode post natal.
Ini berhubungan dengan vaskularisasi yang abnormal, fibrosis dan lepasnya retina yang
dapat mengakibatkan leukokoria dan harus diperhatikan pada bayi yang lahir prematur.

2.11 Penatalaksanaan
Saat retinoblastoma pertama diterapi yang paling penting dipahami bahwa
retinoblastoma adalah suatu keganasan. Saat penyakit ditemukan pada mata, angka harapan
hidup melebihi 95% di negara barat. Walaupun dengan penyebaran ekstraokular, angka
harapan hidup menurun sampai kurang dari 50%. Selanjutnya dalam memutuskan strategi
terapi, sasaran pertama yang harus dilakukan adalah menyelamatkan kehidupan, kemudian
menyelamatkan

mata,

dan

akhirnya

menyelamatkan

visus.

Managemen

modern

retinoblastoma intraokular sekarang ini dengan menggabungkan kemampuan terapi yang


berbeda mencakup enukleasi, eksenterasi, kemoterapi, fotokoagulasi, krioterapi, externalbeam radiation dan plaque radiotherapy.
Penatalaksanaan retinoblastoma berubah secara dramatis pada dekade yang lalu dan
terus berkembang. External-beam rediotherapy jarang digunakan sebagai terapi utama
retinoblastoma intraokular karena berhubungan dengan deformitas kraniofasial dan tumor
sekunder pada daerah radiasi. Enukleasi primer pada retinoblastoma unilateral lanjut masih
direkomendasikan untuk menghindari efek samping kemoterapi sistemik. Dihindari

Kepaniteraan Radiologi RS Royal Taruma


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta
Periode 17 Desember 2012 19 Januari 2013

13

Retinoblastoma dan Aspek Radiologisnya

Melissa L. Thenata (406112008)

manipulasi yang tidak diperlukan pada bola mata dan sepanjang saraf optikus untuk
menghindari penyebaran tumor ke ekstraokular.
1.

Enukleasi
Enukleasi masih menjadi terapi definitif untuk retinoblastoma. Walaupun beberapa
dekade terakhir terjadi penurunan frekuensi enukleasi baik pada kasus unilateral
maupun bilateral. Enukleasi dipertimbangkan sebagai intervensi yang tepat jika:

2.

Tumor melibatkan lebih dari 50% bola mata


Dugaan terlibatnya orbita dan nervus optikus
Melibatkan segmen anterior dengan atau tanpa glaukoma neovaskular

Kemoterapi
Kemajuan yang berarti dalam penatalaksanaan retinoblastoma intraokular bilateral pada
dekade terakhir masih menggunakan kemoterapi sistemik primer. Pemberian
kemoterapi sistemik mengurangi ukuran tumor, berikutnya dapat menggunakan
gabungan fokal terapi dengan laser, krioterapi atau radioterapi. Perubahan ini dapat
terjadi sebagai akibat kemajuan dalam terapi kedua tumor otak dan metastasis
retinoblastoma. Sekarang ini regimen kombinasi bermacam-macam seperti Carboplatin,
Vincristine, Etoposide dan Cyclosporine. Anak-anak yang mendapat obat kemoterapi
secara intravena setiap 3-4 minggu untuk 4-9 siklus kemoterapi.
Kemoterapi sistemik primer (chemoreduction) diikuti oleh terapi lokal (gabungan)
sekarang secara lebih sering digunakan vision-sparing technique. Kebanyakan studi
chemoreduction untuk retinoblastoma menggunakan Vincristine, Carboplatin, dan
Epipodophyllotoxin,

lainnya

Etoposide

atau

Teniposide,

tambahan

lainnya

Cyclosporine. Agen pilihan sebaiknya bervariasi dalam jumlah dan siklus menurut
lembaga masing-masing. Kemoterapi jarang berhasil bila digunakan sendiri, tapi pada
beberapa kasus terapi lokal (Cryotherapy, Laser Photocoagulation, Thermotherapy atau
Plaque Radiotherapy) dapat digunakan tanpa kemoterapi. Efek samping terapi
chemoreduction antara lain hitung darah yang rendah, rambut rontok, tuli, toksisitas
renal, gangguan neurologik dan jantung. Leukemia miologenus akut pernah dilaporkan
setelah pemberian regimen chemoreduction termasuk Etoposide. Pemberian kemoterapi
lokal sedang diteliti, berpotensi meminimalkan komplikasi sistemik.
3.

Periocular Chemotherapy
Periocular chemotherapy yang akan datang dimasukkan dalam COG trial berdasarkan
pada

data

terbaru

penggunaan

Carboplatin

subkonjungtiva

sebagai

terapi

retinoblastoma pada percobaan klinis fase 1 dan 2. Keduanya baik vitreous seeding dan
Kepaniteraan Radiologi RS Royal Taruma
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta
Periode 17 Desember 2012 19 Januari 2013

14

Retinoblastoma dan Aspek Radiologisnya

Melissa L. Thenata (406112008)

tumor retina didapati adanya respon terhadap terapi ini. Toksisitas lokal minor berupa
orbit miositis pernah dilaporkan setelah pemberian Carboplatin subkonjungtiva dan
respon terhadap kortikosteroid oral, dan reaksi yang lebih berat termasuk optik atrofi
pernah dilaporkan.
4,

Photo Coagulation dan Hyperthermia


Xenon dan Argon Laser (532 nm) secara tradisional digunakan untuk terapi
retinoblastoma yang tinggi apek kurang dari 3 mm dengan dimensi basal kurang dari 10
mm. 2-3 siklus putaran Photocoagulation merusak suplai darah tumor, selanjutnya
mengalami regresi. Laser yang lebih berat digunakan untuk terapi langsung pada
permukaan tumor. Laser diode (8-10 mm) digunakan sebagai hyperthermia.
Penggunaan langsung pada permukaan tumor menjadikan temperatur tumor sampai 4560C dan mempunyai pengaruh sitotoksik langsung yang dapat bertambah dengan
kemoterapi dan radioterapi.

5.

Krioterapi
Krioterapi juga efektif untuk tumor dengan ukuran dimensi basal kurang dari 10 mm
dan ketebalan apikal 3 mm. Krioterapi digunakan dengan visualisasi langsung dengan
Triple Freeze-Thaw Technique. Khususnya Laser Photoablation dipilih untuk tumor
pada lokasi posterior dan cryoablation untuk tumor yang terletak lebih anterior. Terapi
tumor yang berulang sering memerlukan kedua teknik tersebut. Selanjutnya di-follow
up pertumbuhan tumor atau komplikasi terapi.

Kepaniteraan Radiologi RS Royal Taruma


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta
Periode 17 Desember 2012 19 Januari 2013

15

Retinoblastoma dan Aspek Radiologisnya

6.

Melissa L. Thenata (406112008)

External-Beam Radiation Therapy


Tumor retinoblastoma respon terhadap radiasi, digunakan teknik terbaru yang
dipusatkan pada terapi radiasi megavoltage, sering memakai Lens-Sparing Technique,
untuk melepaskan 4000-5000 cGy dengan interval terapi lebih dari 4-6 minggu. Khusus
untuk terapi pada anak retinoblastoma bilateral yang tidak respon terhadap Laser atau
krioterapi. Keselamatan bola mata baik, dapat dipertahankan sampai 85%. Fungsi
visual sering baik dan hanya dibatasi oleh lokasi tumor atau komplikasi sekunder.
Dua hal penting yang membatasi pada penggunaan External-Beam Radiotherapy
dengan teknik sekunder adalah:
1.

Gabungan mutasi germline RB1 dengan peningkatan umur hidup pada risiko
kedua, tidak tergantung pada keganasan primer (seperti osteosarkoma) yang
dieksaserbasi oleh paparan External-Beam Radiotherapy.

2.

Sequele yang dihubungkan dengan kekuatan radioterapi meliputi midface


hypoplasia, Radiation Induced-Cataract, dan Radiation Optic Neuropathy serta
Vasculopathy.

Bukti menunjukkan kemampuan terapi yang dikombinasi menggunakan External-Beam


Radiotherapy dosis rendah dan kemoterapi diperbolehkan untuk meningkatkan
keselamatan bola mata dengan menurunkan morbiditas radiasi. Sebagai tambahan
penggunaan kemoterapi sistemik dapat memperlambat kebutuhan External-Beam
Radiotherapy, memberikan perkembangan orbita yang baik dan secara bermakna
menurunkan risiko malignansi sekunder sewaktu anak berumur satu tahun.
7.

Plaque Radiotherapy (Brachytherapy)


Radioactive Plaque terapi dapat digunakan pada terapi penyelamatan mata di mana
terapi penyelamatan bola mata gagal untuk menghancurkan semua tumor aktif dan
sebagai terapi utama terhadap beberapa anak dengan ukuran tumor relatif kecil sampai
sedang.
Teknik ini secara umum dapat digunakan pada tumor yang dengan diameter basal
kurang dari 16 mm dan ketebalan apikal 8 mm. Isotop yang lebih sering digunakan
adalah Iodine 125 dan Ruthenium 106.

2.12 Prognosa
Anak-anak dengan retinoblastoma intraokular yang mendapat perawatan medis modern
mempunyai prognosis yang baik untuk bertahan hidup. Di negara berkembang laju
Kepaniteraan Radiologi RS Royal Taruma
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta
Periode 17 Desember 2012 19 Januari 2013

16

Retinoblastoma dan Aspek Radiologisnya

Melissa L. Thenata (406112008)

keselamatan hidup pada anak lebih dari 95%. Kebanyakan faktor risiko penting yang
dihubungkan dengan kematian adalah tumor yang meluas ke ekstraokular, secara langsung
melalui sklera, atau yang lebih sering dengan invasi saraf optikus, khususnya pada
pembedahan reseksi margin. Anak yang bertahan dengan retinoblastoma bilateral
meningkatkan insiden keganasan non-okular di kemudian hari. Kira-kira waktu laten untuk
perkembangan tumor sekunder 9 tahun dari penatalaksanaan retinoblastoma primer. Mutasi
RB1 dihubungkan dengan insiden 26,5% perkembangan tumor sekunder dalam 50 tahun pada
pasien yang diterapi tanpa terpapar terapi radiasi.
External-Beam Radiotherapy menurunkan periode laten, meningkatkan insidensi tumor
sekunder pada 30 tahun pertama kehidupan, sebagaimana proporsi tumor meningkat baik
pada kepala dan leher. Jenis tumor sekunder yang paling sering tampak pada pasien ini adalah
Osteogenic Sarcoma. Keganasan sekunder lain yang relatif sering adalah Pinealoma, tumor
otak, Cuteneous Melanoma, Soft Tissue Sarcoma, dan tumor-tumor primitif yang tidak
diklasifikasikan.

Kepaniteraan Radiologi RS Royal Taruma


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta
Periode 17 Desember 2012 19 Januari 2013

17

Retinoblastoma dan Aspek Radiologisnya

Melissa L. Thenata (406112008)

BAB III
KESIMPULAN

Retinoblastoma merupakan tumor ganas primer intraokular yang paling sering


ditemukan pada anak-anak. Retinoblastoma terjadi pada sekitar 1 dalam 16.000 kelahiran
hidup di Amerika Serikat, dengan insidensi sama pada anak kulit hitam dan kulit putih. Umur
median waktu diagnosis adalah 11 bulan untuk tumor bilateral dan 23 bulan untuk penderita
dengan tumor unilateral. Sekitar 30% penderita dengan retinoblastoma adalah bilateral dan
predisposisi keganasan diwariskan secara dominan. Predisposisi genetik juga terdapat pada
kira-kira 20% penderita dengan penyakit unilateral. Temuan bahwa retinoblastoma terjadi
pada penderita dengan sindrom-13q (ditandai oleh lambat tumbuh, retardasi mental, dan
annomali fasial dan yang lain) membantu untuk melokalisasi gen retinoblastoma pada lengan
panjang kromosom 13.
Gen RB juga membawa risiko yang meningkat tumor lain. misalnya, pada kira-kira 1%
dari yang sembuh dari retinoblastoma herediter, osteosarkoma akan timbul pada kira-kira
umur 10 tahun. Osteosarkoma ini dapat terjadi pada tempat radiasi atau non-radiasi dan
kadang-kadang multifokal. Diperkirakan 30% individu yang sembuh dari retinoblastoma
akan menderita keganasan sekunder dalam 30 tahun. Pada sindrom retinoblastoma trilateral,
tumor pineal yang secara histologis mirip retinoblastoma timbul pada penderita dengan
penyakit mata bilateral.
Retinoblastoma biasanya tumbuh di bagian posterior retina. Tumor itu sendiri terdiri
dari sel-sel ganas kecil, bulat yang berlekatan erat dengan sitoplasma sedikit. Bentuk roset
ada, mungkin menggambarkan usaha yang gagal (abortif) untuk membentuk sel konus dan
batang. Retinoblastoma mungkin tampak sebagai suatu tumor tunggal dalam retina tetapi
khas mempunyai fokus ganda. Jika timbul dalam lapisan inti interna, tumor itu tumbuh ke
dalam ruang vitreous. Pertumbuhan endofitik (yang timbul dalam lapisan inti eksterna dan
tumbuh ke dalam ruang subretina, dengan ablasi retina) tersembunyi, dan diagnosis lebih
sukar. Fragmen tumor mungkin lepas dari tumor endofitik dan mengambang dalam ruang
vitreous untuk menyemai bagian-bagian lain retina. Persemaian vitreous berkaitan dengan
tumor besar (biasanya diameter lebih dari 5 disk) dan berprognosis buruk. Perluasan
retinoblastoma ke dalam koroid biasanya terjadi pada tumor yang masif dan mungkin
menunjukkan peningkkatan kemungkinan metastasis hematogen. Perluasan tumor melalui
Kepaniteraan Radiologi RS Royal Taruma
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta
Periode 17 Desember 2012 19 Januari 2013

18

Retinoblastoma dan Aspek Radiologisnya

Melissa L. Thenata (406112008)

lamina kribosa dan sepanjang saraf mata dapat menyebabkan keterlibatan susunan saraf
pusat. Invasi koroid dan saraf mata meningkatkan risiko penyakit metastasis. Karena tumor
ini jarang mengalami metastasis sebelum terdeteksi, masalah utama dalam diagnosis biasanya
adalah penyelamatan (preservasi) penglihatan yang bermanfaat. Selaras dengan itu,
retinoblastoma ditahap menurut perluasannya di dalam mata.
Retinoblastoma biasanya menunjukkan leukokoria, refleks putih kekuningan dalam
pupil yang disebabkan oleh tumor di belakang lensa. Temuan lain yang sering adalah
penurunan atau menghilangnya penglihatan dan strabismus. Pada tumor yang lebih
berkembang mungkin terdapat iregularitas pupil, hifema, dan nyeri. Proptosis, tanda kenaikan
tekanan intrakranial, atau nyeri tulang mungkin timbul pada penyakit amat lanjut atau
metastasis. Lebih dari 80% penderita dengan retinoblastoma herediter menderita tumor yang
melibatkan kedua mata pada waktu diagnosis. Penyakit multifokal yang melibatkan satu bola
mata juga berkaitan dengan bentuk herediter retinoblastoma. Keterlibatan kedua mata
asinkron jarang terjadi setelah umur 18 bulan. Pada kasus retinoblastoma familier, penyakit
itu mungkin ditemukan pada pemeriksaan funduskopi rutin anak atau saudara penderita yang
telah terbukti menderita penyakit itu.
Temuan leukokoria harus diikuti dengan pemeriksaan funduskopi yang seksama, yang
pada anak biasanya memerlukan anestesi. CT-Scan mata harus dikerjakan untuk
mengevaluasi perluasan tumor dan menilai apakah saraf mata atau bangunan tulang terlibat.
MRI mempunyai nilai lebih besar dalam menentukan invasi saraf mata. Kebanyakan
retinoblastoma intraokular menunjukkan bukti kalsifikasi dalam tumor. USG dapat membantu
diagnosis banding, yang meliputi penyebab lain dari leukokoria seperti pelepasan (ablasi)
retina, hiperplasia vitreous primer yang menetap, endoftalmitis nematoda (larva migran
okular), panendoftalmitis bakterial, katarak, koloboma koroid, dan retinopati prematuritas.
Scan tulang radionuklida dan pemeriksaan sumsum tulang dan cairan serebrospinal untuk
mencari sel tumor tidak perlu kecuali ada bukti perluasan ekstraokular secara fisik, radiologi,
histopatologi. Peningkatan kadar antigen karsinoembriogenik plasma jarang ditemukan pada
waktu diagnosis; peningkatan kadar kemudian mungkin menunjukkan kekambuhan tumor.
Terapi baku untuk penyakit unilateral adalah enukleasi, meskipun cara lain seperti
kemoterapi dan iradiasi cahaya eksternal mungkin lebih sesuai untuk lesi kecil tunggal atau
multipel. Jika tumor sedemikian kecilnya sehingga visus yang bermanfaat dalam
diselamatkan, iradiasi mungkin lebih dipilih. Namun, pada penyakit unilateral, tumor kecil ini
langka. Untuk penderita dengan penyakit bilateral, usaha harus dilakukan untuk
Kepaniteraan Radiologi RS Royal Taruma
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta
Periode 17 Desember 2012 19 Januari 2013

19

Retinoblastoma dan Aspek Radiologisnya

Melissa L. Thenata (406112008)

menyelamatan penglihatan yang berguna setidak-tidaknya satu mata dengan menggunakan


radioterapi dan/atau krioterapi. Radiasi mungkin diberikan secara bilateral dari sebelah luar
karena mata yang tampaknya lebih terlibat mungkin mempunyai respons lebih dramatis dan
lebih mungkin diselamatkan. Sebaliknya, jika satu mata demikian berat terlibat sehingga
tidak ada penglihatan tersisa yang bermanfaat atau jika nyeri glaukoma telah berkembang
sebagai komplikasi, maka enukleasi terindikasi. Jika enukleasi dilakukan, usaha harus
dilaksanakan untuk mereseksi saraf mata sebanyak mungkin (10 mm atau lebih). Terapi
radiasi orbita harus juga dipertimbangkan jika perluasan tumor ekstraokular regional telah
ditemukan pada waktu enukleasi. Terapi radiasi memerlukan sedasi harian dan mungkin
anesteri harian. Kemoterapi tidak menunjukkan menfaat yang pasti pada penderita yang
mempunyai tumor dalam bola mata. Jika ada penyakit residual mikroskopik atau
makroskopik di orbita setelah enukleasi, maka kemoterapi dengan regimen kombinasi
(mungkin meliputi Siklofosfamid dan Doksorubisin) harus dipertimbangkan bersamaan
dengan radioterapi. Penyakit metastasis yang luas berespons terhadap kemoterapi, meskipun
kesembuhan tidak mungkin. Kemoterapi harus juga dipertimbangkan pada penderita yang
tumornya secara luas melibatkan koroid, sklera, atau korpus siliaris.
Angka kesembuhan keseluruhan lebih dari 90%, meskipun ketahanan hidup sampai
dekade ketiga dan keempat mungkin agak menurun akibat insidensi keganasan sekunder yang
tinggi. Kesembuhan jarang terjadi pada penderita dengan penyakit orbita yang masif atau
keterlibatan saraf mata yang luas pada waktu diagnosis, yang mungkin mempunyai perluasan
intrakranial dan metastasis jauh. Jika pemeriksaan mikroskopik menunjukkan tumor di
jaringan saraf mata periglobal, ada kemungkinan kecil ketahanan hidup jangka panjang
dengan iradiasi dan kemoterapi.

Kepaniteraan Radiologi RS Royal Taruma


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta
Periode 17 Desember 2012 19 Januari 2013

20

Retinoblastoma dan Aspek Radiologisnya

Melissa L. Thenata (406112008)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Bola Mata

Kepaniteraan Radiologi RS Royal Taruma


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta
Periode 17 Desember 2012 19 Januari 2013

21

Retinoblastoma dan Aspek Radiologisnya

Melissa L. Thenata (406112008)

Gambar 2.2 Struktur Retina

Kepaniteraan Radiologi RS Royal Taruma


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta
Periode 17 Desember 2012 19 Januari 2013

22

Retinoblastoma dan Aspek Radiologisnya

Melissa L. Thenata (406112008)

Gambar 2.3 Kromosom pada Retinoblastoma

Kepaniteraan Radiologi RS Royal Taruma


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta
Periode 17 Desember 2012 19 Januari 2013

23

Retinoblastoma dan Aspek Radiologisnya

Melissa L. Thenata (406112008)

Gambar 2.4a Klasifikasi Internasional Intraokular Retinoblastoma Grup A

Gambar 2.4b Klasifikasi Internasional Intraokular Retinoblastoma Grup B

Gambar 2.4c Klasifikasi Internasional Intraokular Retinoblastoma Grup C

Gambar 2.4d Klasifikasi Internasional Intraokular Retinoblastoma Grup D

Gambar 2.4d Klasifikasi Internasional Intraokular Retinoblastoma Grup E

Kepaniteraan Radiologi RS Royal Taruma


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta
Periode 17 Desember 2012 19 Januari 2013

24

Retinoblastoma dan Aspek Radiologisnya

Melissa L. Thenata (406112008)

Gambar 2.5 Leukokoria pada Anak dengan Retinoblastoma

Kepaniteraan Radiologi RS Royal Taruma


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta
Periode 17 Desember 2012 19 Januari 2013

25

Retinoblastoma dan Aspek Radiologisnya

Melissa L. Thenata (406112008)

Gambar 2.6 Pemeriksaan Funduskopi pada Retinoblastoma

Kepaniteraan Radiologi RS Royal Taruma


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta
Periode 17 Desember 2012 19 Januari 2013

26

Retinoblastoma dan Aspek Radiologisnya

Melissa L. Thenata (406112008)

Gambar 2.7 Pemeriksaan USG pada Retinoblastoma Sebelum dan Sesudah Pengobatan

Kepaniteraan Radiologi RS Royal Taruma


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta
Periode 17 Desember 2012 19 Januari 2013

27

Retinoblastoma dan Aspek Radiologisnya

Melissa L. Thenata (406112008)

Gambar 2.8 Pemeriksaan CT-Scan pada Retinoblastoma

Kepaniteraan Radiologi RS Royal Taruma


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta
Periode 17 Desember 2012 19 Januari 2013

28

Retinoblastoma dan Aspek Radiologisnya

Melissa L. Thenata (406112008)

Gambar 2.9a Gambaran Histologi Retinoblastoma: Kalsifikasi Luas

Gambar 2.9b Gambaran Histologi Retinoblastoma: Flexner-Wintersteiner Rosettes

Kepaniteraan Radiologi RS Royal Taruma


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta
Periode 17 Desember 2012 19 Januari 2013

29

Retinoblastoma dan Aspek Radiologisnya

Melissa L. Thenata (406112008)

Gambar 2.9c Gambaran Histologi Retinoblastoma: Homer-Wright Rosettes

Gambar 2.9d Gambaran Histologi Retinoblastoma: Flerettes

Kepaniteraan Radiologi RS Royal Taruma


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta
Periode 17 Desember 2012 19 Januari 2013

30

Anda mungkin juga menyukai