PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 1. Lapisan koroid dan retina dengan pulasan hematoksilin dan eosin.1
Retina terdiri atas 10 lapisan:
1.
2.
3.
4.
Lapis nukleus luar, merupakan susunan lapisan nukleus sel kerucut dan sel
batang. Ketiga lapis di atas avaskular dan mendapat metabolisme dari kapiler
korid.
5.
6.
Lapisan nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel
Muller lapis ini mendapatkan metabolisme dari arteri retina sentral.
7.
8.
Lapisan sel ganglion yang merupakan lapis badan sel dari pada neuron
kedua.
9.
Lapis serabut saraf, merupakan lapisan akson sel ganglion menuju kearah
saraf optik. Di lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah
retina.
10.
penglihatan. Sel batang dan sel kerucut terletak berbatasan dengan lapisan
coroidea retina, sehingga berkas sinar mula-mula harus melewati lapisan sel
ganglion dan bipolar untuk mencapai dan mengaktifkan sel batang dan sel
Tumor tumbuh melalui mutasi genetik secara spontan dan sporadik, atau
diturunkan
melalui
autosomal
dominan.
Retinoblastoma
secara
umum
diklasifikasikan melalui tiga cara, yaitu familial atau sporadik, bilateral atau
unilateral, dan herediter atau nonherediter. Retinoblastoma familial dan bilateral
disebabkan oleh mutasi genetik sehingga termasuk herediter. Sedangkan,
retinoblastoma unilateral dan sporadik termasuk nonherediter.2,3
Retinoblastoma timbul ketika kedua lokus homolog pada gen supresor
menjadi nonfungsional akibat delesi atau mutasi. Walaupun 1 gen normal dapat
menekan perkembangan retinoblastoma, namun bila gen normal dipertemukan
dengan 1 gen abnormal dapat menyebabkan situasi menjadi tidak stabil. Situasi
tersebut menyebabkan mutasi pada gen normal dan hilangnya kemampuan supresi
tumor, sehingga retinoblastoma dapat berkembang. Pada tahun 1974, Knudson
mengajukan hipotesis two-hits yang menyatakan bahwa retinoblastoma dapat
berkembang bila terjadi dua mutasi (hits). Keduanya melibatkan gen retinoblastoma
yang terletak di kromosom 13q14. Kedua alel normal lokus retinoblastoma harus
dinonaktifkan (two hits) agar retinoblastoma dapat berkembang.2
Pada kasus familial, anak mewarisi satu salinan gen retinoblastoma di sel
germinativum dan salinan lainnya normal. Retinoblastoma timbul apabila gen
retinoblastoma normal mengalami mutasi somatik. Agar ekspresi penyakit timbul,
cukup terjadi satu mutasi somatik, sehingga pola pewarisan familial retinoblastoma
mengikuti pola autosomal dominan. Pada kasus sporadik, kedua alel retinoblastoma
normal hilang akibat mutasi somatik di salah satu retinoblas, sehingga sel retina
kehilangan kedua salinan normal dari gen retinoblastoma.7
Kedua jenis retinoblastoma secara bertahap akan mengisi mata dan meluas bersama
nervus optikus ke otak dan, lebih jarang, di sepanjang saraf dan pembuluhpembuluh darah di sklera ke jaringan orbita lainnya. Tumor ini terkadang tumbuh
secara difus di retina, melepaskan sel-sel ganas ke dalam vitreus dan bilik mata
depan, sehingga menimbulkan proses pseudoinflamasi yang dapat menyerupai
retinitis, vitritis, uveitis, atau endoftalmitis.5
2.6 Gambaran Klinis Retinoblastoma
Retinoblastoma biasanya tidak disadari sampai tumbuh cukup besar untuk
menimbulkan suatu pupil putih (leukokoria), strabismus, atau peradangan. Semua
anak dengan strabismus atau peradangan intraokular harus dievaluasi untuk
mencari adanya retinoblastoma. Tumor stadium awal biasanya terlihat hanya bila
dicari, misalnya pada anak dengan riwayat herediter atau pada kasus-kasus yang
mata sebelahnya sudah terkena. Keluhan lain yang dapat timbul namun jarang,
meliputi heterokromia iris, hifema spontan, dan selulitis orbita. Keluhan gangguan
penglihatan jarang dilaporkan karena umumnya penderita adalah anak-anak dengan
usia belum bersekolah (preschool-aged children).2,3
Rata-rata umur pada saat diagnosis tergantung riwayat keluarga dan lateral
penyakit. Pasien dengan riwayat keluarga retinoblastoma umumnya terdiagnosis
pada usia 4 bulan. Pasien dengan penyakit bilateral umumnya terdiagnosis pada
usia 12 bulan. Pasien dengan penyakit unilateral umumnya terdiagnosis pada usia
24 bulan. Sekitar 90% kasus didiagnosis pada pasien umur dibawah 3 tahun.5
Tabel 1. Tanda klinis Retinoblastoma5
Usia <5 tahun
Leukokoria (60%)
Strabismus (20%)
Inflamasi okular (5%)
Hipopion
Hifema
Heterokromia iris
Perforasi spontan
Proptosis
Katarak
Glaukoma
Nistagmus
Usia 5 tahun
Leukokoria (35%)
Penurunan daya penglihatan (35%)
Strabismus (15%)
Floaters (5%)
Nyeri (5%)
Anisokoria
10
Klasifikasi Reese-Ellsworth
Klasifikasi
ini
merupakan
metode
penggolongan
retinoblastoma
(Tabel
2).
Pada
klasifikasi
Reese-Ellsworth,
retinoblastoma
11
A
Tumor soliter, ukuran kurang dari 4
B
Tumor multipel, ukuran kurang dari 4
belakang ekuator
Lesi di anterior sampai ekuator
ekuator
Lesi anterior hingga ora serata
Vitreous seeding
Tumor kecil (3mm) terbatas pada retina; >3 mm dari fovea; >1,5 mm dari
diskus optikus
Grup B
Grup C
Berlokasi di vitreous dan atau benih tumor di subretinal (<6 mm dari tepi
tumor) jika lebih dari satu bagian subretinal/vitreus, total luas tumor harus <
6mm
Grup D
Difus pada vitreus dan atau penyebaran di subretinal (6 mm dari tepi tumor)
jika ada lebih dari 1 bagian pada subretinal/vitreus, total luas tumor harus
6mm, cairan subretinal > 6 mm dari tepi tumor.
12
Grup E
Kekeruhan kornea
Familial exudative vitreoretinopathy
Miopia tinggi/anisometropia
Myelinated nerve fibers
Norrie disease
Retinal detachment
Photographic artifact
Displasia retina
13
rosettes yang tidak mempunyai lumen dan sel terbentuk mengelilingi masa proses
eosinophilik. Fleurettes adalah fokus sel tumor, yang mana menunjukkan
differensiasi fotoreseptor, kelompok sel dengan proses pembentukan sitoplasma dan
tampak menyerupai karangan bunga.
Ultrasonography (USG) dan Computed Tomography Scan (CT-scan) dapat
membantu diagnosis retinoblastoma, yaitu bila didapatkan adanya kalsifikasi di
dalam tumor. Magnetic Resonance Imaging (MRI) merupakan pemeriksaan yang
paling dianjurkan untuk mengevaluasi nervus optikus, orbita, dan otak. MRI tidak
hanya menampilkan resolusi jaringan lunak yang baik, tetapi juga mencegah
pajanan radiasi yang berbahaya. Beberapa penelitian terbaru menyatakan evaluasi
metastase sistemik tidak diindikasikan pada penderita yang tidak menunjukkan
defisit neurologis dan tidak ada bukti perluasan tumor ke ekstraokular.
14
Enukleasi
Enukleasi masih menjadi terapi definitif untuk Retinoblastoma.
Walaupun beberapa dekade terakhir terjadi penurunan frekuensi enukleasi
baik pada kasus unilateral maupun bilateral. Enukleasi dipertimbangkan
sebagai intervensi yang tepat jika:
-
Kemoterapi
Kemajuan yang berarti dalam penatalaksaan Retinoblastoma Intraokular
Bilateral pada dekade terakhir masih menggunakan kemoterapi sistemik
primer. Pemberian kemoterapi sistemik mengurangi ukuran tumor, berikut
dapat menggunakan gabungan fokal terapi dengan laser, krioterapi atau
radioterapi, perubahan ini dapat terjadi sebagai akibat kemajuan dalam terapi
kedua tumor otak dan metastasis Retinoblastoma. Saat ini regimen kombinasi
bermacam-macam
seperti
Carboplatin,
Vincristine,
Etoposide
dan
15
Laser
Photocoagulation,
Thermotherapy
atau
Plaque
Pemberian
kemoterapi
lokal
sedang
diteliti,
berpotensi
Periocular Chemotherapy
Periocular Chemotherapy yang akan datang dimasukkan dalam COG trial
berdasarkan pada data terbaru penggunaan carboplatin subconjunctiva
sebagai terapi Retinoblastoma pada percobaan klinis phase 1 dan 2, keduanya
baik vitreous seeding dan tumor retina didapati adanya respon terhadap terapi
ini. Toksisitas lokal minor berupa orbit myositis pernah dilaporkan setelah
pemberian Carboplatin subconjuctiva dan respon terhadap kortikosteroid oral,
dan reaksi yang lebih berat termasuk optik atropi pernah dilaporkan.
Krioterapi
16
Krioterapi uga efektif untuk tumor dengan ukuran dimensi basal kurang dari
10mm dan ketebalan apical 3mm. Krioterapi digunakan dengan visualisasi
langsung
dengan
Triple
Freeze-Thaw
Technique.
Khususnya
Laser
1. Gabungan mutasi germline gen RB1 dengan peningkatan umur hidup pada
resiko kedua, tidak tergantung pada keganasan primer (seperti osteosarcoma)
yang dieksaserbasisi oleh paparan External Beam Radiotherapy.
2. Sequele yang dihubungkan dengan kekuatan Radiotheraphy meliputi midface
hypoplasia, Radiation Induced-Cataract, dan Radiation Optic Neuropathy
dan Vasculopathy.
Bukti menunjukkan kemampuan terapi yang dikombinasi menggunakan
External Beam Radiotherapy dosis rendah dan Kemoterapi diperbolehkan
untuk meningkatkan keselamatan bola mata dengan menurunkan morbiditas
radiasi.
Sebagai
tambahan
penggunaan
kemoterapi
sistemik
dapat
17
18
BAB III
KESIMPULAN
Retinoblastoma merupakan tumor ganas intraokular yang sering ditemukan
pada masa kanak-kanak. Insidens retinoblastoma bervariasi mulai dari 1:14.000
hingga 1:20.000 kelahiran hidup. Retinoblastoma disebabkan oleh mutasi gen RB1
yang terletak pada lengan panjang kromosom 13 pada locus 14 (13q14) yang
mengkode protein pRB. Retinoblastoma yang diturunkan secara genetik terbagi atas
2 tipe, yaitu retinoblastoma yang muncul pada anak yang membawa gen
retinoblastoma dari salah satu atau kedua orang tuanya (familial retinoblastoma)
dan retinoblastoma yang muncul karena adanya mutasi baru pada sel sperma atau
sel ovum (sporadic heritable retinoblastoma). Retinoblastoma memberikan
gambaran klinis berupa pupil putih (leukokoria), strabismus, atau peradangan.
Enukleasi adalah terapi pilihan untuk retinoblastoma berukuran besar. Mata dengan
tumor yang berukuran lebih kecil dapat diterapi secara efektif dengan radioterapi
plaque atau external beam, krioterapi, atau fotokoagulasi laser. Kemoterapi dapat
digunakan untuk memperkecil ukuran tumor besar sebelum dilakukan terapi jenis
lain dan terkadang sebagai terapi tunggal. Kemoterapi juga digunakan untuk
mengobati tumor yang sudah meluas ke otak, orbita, atau ke distal, dan mungkin
diberikan setelah dilakukan enukleasi pada pasien dengan risiko metastase yang
tinggi.
19
A
Tumor soliter, ukuran kurang dari 4
B
Tumor multipel, ukuran kurang dari 4
belakang ekuator
Lesi di anterior sampai ekuator
ekuator
Lesi anterior hingga ora serata
Vitreous seeding
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, Sidarta, S.R. Yulianti. Ilmu Penyakit Mata FKUI Edisi ke-4. Jakarta: EGC.
2012. hal.10-11.
2. Sehu, K. Weng, Lee, William R. Retinoblastoma. Chapter 11: Intraocular
Tumors. In: Ophtalmic Pathology. London: Blackwell Publishing. 2005. p.260262
3. Dryja TP, Cavenee W, White R, et al. Retinoblastoma. Chapter 11: Retina and
Retinal Pigment Epithelium. Section 4: Ophtalmic Pathology and Intraocular
Tumors. In: American Academy of Ophtalmology Basic and Clinical Science
Course 2011-2012. San Fransisco: 2011. p.178-181.
4. Dryja TP, Cavenee W, White R, et al. Retinoblastoma. Chapter 19:
Retinoblastoma. Section 4: Ophtalmic Pathology and Intraocular Tumors. In:
American Academy of Ophtalmology Basic and Clinical Science Course 20112012. San Fransisco: 2011. p.300-308.
5. Dryja TP, Cavenee W, White R, et al. Intraocular tumors. Chapter 26: Ocular and
Periocular Tumors in Childhood. Section 6: Pediatric Ophtalmology and
Strabismus. In: American Academy of Ophtalmology Basic and Clinical Science
Course 2011-2012. San Fransisco: 2011. p.354-361.
6. Riordan-Eva, Paul, P. Whitcher, John. Retinoblastoma. Dalam: Oftalmologi
Umum Edisi 17. Jakarta: Widya Medika. 2005. hal.208-209.
7. Kumar, Robbins. Patogenesis Retinoblastoma. Dalam: Buku Ajar Patologi
Volume 1 Edisi 7. Jakarta: EGC. 2007. hal.205-207.
21