Anda di halaman 1dari 17

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Penyebab penyakit ini adalah bakteri kompleks Mycobacterium tuberculosis (Price, 2006). Tuberkulosis adalah penyakit menular, artinya orang yang tinggal serumah dengan penderita atau kontak erat dengan penderita yang mempunyai risiko tinggi untuk tertular. Sumber penularannya adalah pasien TB paru dengan BTA positif terutama pada waktu batuk atau bersin, dimana pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak dan umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada disitu dalam waktu yang lama (PDPI, 2013). Adanya ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara keberadaan sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab (Zumla, 2013). Menurut WHO jumlah kasus terbanyak terjadi di Asia tenggara yaitu 35 % dari seluruh kasus TB di dunia, disusul Afrika dengan 30% dan region Pasifik Barat 20%. Bila dilihat dari jumlah pendduduk terdapat 350-520 kasus per 100.000 penduduk (PDPI, 2011). Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India dan China. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000 kematian akibat TB (WHO, 2010). Dari buku daftar penyakit di Puskesmas Plupuh 1 Kabupaten Sragen ditemukan bahwa jumlah pasien yang datang ke puskesmas dengan diagnosa TB dari bulan Februari hingga Agustus 2013 sebanyak 93 kasus atau menempati 10 besar angka kunjungan kasus. Hal itulah yang mendorong kami untuk melakukan analisis lebih dalam tentang pengendalian dan

pemecahan masalah jumlah kunjungan kasus TB di masa mendatang di lingkup Puskesmas Plupuh 1.

B. Tujuan Kegiatan Mengetahui prioritas masalah dan pemecahan tingginya jumlah angka kunjungan kasus TB wilayah kerja Puskesmas Plupuh 1.

C. Manfaat Penulisan 1. Manfaat bagi mahasiswa yaitu mahasiswa mampu dan berpengalaman dalam menerapkan konsep-konsep pemecahan masalah tentang tingginya jumlah angka kunjungan kasus TB di Puskesmas Plupuh 1. 2. Manfaat bagi unit kesehatan setempat yaitu dapat memberikan informasi bagi unit pelayanan kesehatan setempat, mengenai masalah yang ada dalam pencegahan berkembangnya kasus TB di wilayah kerja Puskesmas Plupuh 1. 3. Manfaat untuk puskesmas yaitu dapat sebagai bahan informasi di dalam meningkatkan peran sertanya dalam penanggulangan peningkatan jumlah angka kunjungan kasus TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Plupuh 1.

BAB II KEADAAN UMUM PUSKESMAS PLUPUH 1 SRAGEN

A. Keadaan Geografi Puskesmas Plupuh I termasuk wilayah kecamatan Plupuh. Luas Wilayah kerja Puskesmas Plupuh 1 adalah 59.187 Km. Puskesmas Plupuh 1 terletak 17 Km dari ibu kota kabupaten Sragen ke arah tenggara dengan batasan: Sebelah Utara Sebelah Timur : Kecamatan Tanon : Kecamatan Masaran

Sebelah Selatan : Kecamatan Gondang Rejo Kabupaten Karanganyar Sebelah Barat : Kecamatan Gemolong

B. Wilayah Kerja Puskesmas Plupuh 1 Puskesmas Plupuh I membawahi 8 desa, yaitu : Desa Dari, Desa Karanganyar , Desa Gentanbanaran, Desa Karungan, Desa Karangwaru, Desa Ngrombo, Desa Sambirejo, dan Desa Somomorodukuh. C. Demografi Berikut hasil pendataan penduduk di Puskesmas Plupuh 1:
6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 0-4 th 5-14 th 15-44 th 45-64 th >=65 th laki-laki perempuan

Diagram 2.1 Data penduduk di Puskesmas Plupuh 1

D. Keadaan Pendidikan
3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0

laki-laki erempuan

Diagram 2.2 Tingkat pendidikan di wilayah kerja Puskesmas Plupuh 1

E. Sarana Fisik Sarana fisik di wilayah Puskesmas Plupuh I ada terdiri dari 2 Puskesmas Pembantu, 7 Poliklinik Kesehatan Desa, 8 Desa Siaga, 1

Laboratorium Kesehatan, 49 Posyandu , 16 Posyandu Lansia, 2 Apotik, 2 Dokter Praktek Swasta, 8 Bidan Praktek Swasta, dan 1 Balai Pengobatan.

F. Sarana Ketenagakerjaan Adapun unit kerja di Puskesmas Plupuh 1 tahun 2013 terdiri dari : 2 orang dokter umum, 1 dokter gigi, 1 apoteker, 1orang asisten apoteker, 1 orang perekam medis, 1 Orang Ahli Gizi, 1 Orang Analis Kesehatan (Laborat), 1 Orang Kesehatan Lingkungan, 1 Orang Perawat Gigi, 18 Orang Perawat, 20 Orang Bidan, 5 Orang Administrasi, 1 Orang Pengemudi, dan 1 Orang penjaga malam .

G. Visi dan Misi 1. VISI Puskesmas Plupuh I yang maju, mandiri, berkualitas, serta mengutamakan kepuasan pelanggan dalam segala Aspek Pelayanan.

2. MISI a. b. c. Memberikan pelayanan prima kepada semua pelanggan. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan serta

keterjangkauan pelayanan kesehatan d. Menjadikan Puskesmas sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan e. Menjadikan Puskesmas sebagai pusat penunjang pemeriksaan kesehatan terdepan.

BAB III PENETAPAN PRIORITAS MASALAH

A. Pengumpulan dan Pengolahan Data Berdasarkan buku daftar penyakit yang dimiliki Puskesmas Plupuh 1, berikut ini adalah daftar 10 besar penyakit di Puskesmas Plupuh 1 berdasarkan jumlah kunjungan baik pasien lama maupun pasien baru mulai Februari-Agustus 2013 : No Nama Penyakit Bulan 2 1 Infeksi saluran pernapasan atas 2 Penyakit jaringan ikat dan 209 otot 3 4 5 6 7 8 9 10 Hipertensi Gastritis Laringitis Dermatitis Diare DM Konjungtivitis TB 105 57 45 26 26 26 23 13 119 64 62 23 22 7 20 16 148 114 184 62 23 25 26 12 70 107 41 73 27 18 19 15 94 135 44 61 45 26 19 18 128 140 78 66 46 34 16 19 664 617 456 311 189 136 123 93 200 529 197 248 266 1649 401 3 314 4 403 6 234 7 326 8 381 2059 TOTAL

Tabel 3.1 Daftar 10 besar kunjungan penyakit di Puskesmas Plupuh 1 bulan Februari-Agustus 2013

B. Pemilihan Prioritas Masalah Untuk mengetahui prioritas masalah digunakan tabel matrikulasi, sebagai berikut:

No Masalah

I (IMPORTANCY) P S RI DU SB PB PC

T R IxTxR Peringkat

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

ISPA Peny. jaringan ikat & otot Hipertensi Gastritis Laringitis Dermatitis Diare DM Konjuntivitis TB

5 2 5 2 5 5 4 2 4 2 3 2 3 3 3 5 2 2 2 5

4 3 2 3 2 2 3 3 1 2

1 1 2 1 1 1 3 3 3 4

2 1 2 1 2 2 1 5 1 3

2 2 1 3 2 2 3 2 1 4

1 1 2 1 1 1 4 3 2 4

3 2 3 2 3 2 3 3 2 3

3 3 4 3 3 2 5 5 2 5

153 90 228 90 126 52 300 360 48 360

V VII IV VIII VI IX III II X I

Tabel 3.2 Matrikulasi prioritas jumlah kunjungan penyakit di Puskesmas Plupuh 1 Bulan Februari-Agustus 2013 Keterangan: I P S = importance = prevalence = severity SB = social benefits PB = public concern PC = political climate T R = technology = resources

RI = rate of increase DU = degree of unmet need

Kriteria: 1 = sangat rendah; 2 = rendah; 3 = sedang; 4 = tinggi; 5 = sangat tinggi.

Dari hasil matrikulasi prioritas kunjungan penyakit di Puskesmas Plupuh 1 bulan Februari-Agustus 2013, TB menempati peringkat pertama dengan total poin 360. Hal ini menunjukkan bahwa TB adalah masalah yang pertama kali harus diselesaikan walaupun jumlah besarnya kunjungan kasus TB hanya menempati peringkat ke-10, namun jika dianalisis lebih menyeluruh, ternyata TB lebih penting dari pada penyakit yang lain. TB mendapatkan poin 2 untuk prevalensi karena ia hanya menempati peringkat kesepuluh dengan total kunjungan selama bulan Januari-Juni tahun 2013 sebanyak 93 kunjungan. Untuk severity akibat yang ditimbulkan oleh masalah, TB mendapat poin 5 karena komplikasinya yang mungkin timbul seperti batuk darah, pneumothoraks, gagal nafas, dan gagal jantung. Selain itu untuk penatalaksanaan TB memakan waktu yang lama dan bisa menimbulkan kejenuhan pada pasien sehingga sangat perlu adanya perhatian dan dukungan dari keluarganya serta edukasi dari tenaga kesehatan. Sedangkan untuk rate of increase (kenaikan besarnya masalah), TB mendapatkan poin 2, karena jumlah peningkatan kasus tiap bulan tidak terlalu melonjak seperti yang nampak dari tabel 3.1, angka kunjungan TB pada bulan Februari sebanyak 13 kunjungan, Maret 16 kunjungan, April menurun 12 kunjungan, Juni 15 kunjungan, Juli 18 kunjungan dan Agustus 19 kunjungan. Hal ini menunjukkan bahwa masih kecilnya angka penemuan kasus baru. Sedangkan untuk degree of unmet need (derajat keinginan masyarakat untuk menyelesaikan masalah) TB mendapat poin 4 yang berarti tinggi karena keinginan yang cukup besar dari pasien untuk menyelesaikan masalah tersebut, dengan tersedianya obat gratis dari Puskesmas Plupuh 1. Sosial benefit (atau keuntungan sosial) yang diperoleh bila masalah tersebut teratasi memiliki nilai sedang (poin 3), karena TB merupakan penyakit menular yang bila tidak diedukasi dan ditangani dengan baik akan menular kepada orang disekitarnya. Untuk itu perlu edukasi tentang batuknya dan lingkungan rumahnya. Public concern (keprihatinan public) pada kasus TB adalah tinggi (poin 4), karena seseorang yang menderita TB kebanyakan akan langsung

memeriksakan dirinya karena batuk yang lama dan mengganggu. Gambaran klinis penderita TB yang khas, meliputi batuk 2minggu, batuk darah, sesak napas, keringat malam maupun penurunan berat badan. Sedangkan political climate (suasana politik) yang mendukung penanganan TB cukup tinggi. Karena perhatian pemerintah memberikan pengobatan secara gratis dan dengan adanya iklan layanan kesehatan TB gratis Puskesmas yang muncul di televisi. Untuk penggunaan teknologi yang tersedia, TB mendapatkan poin sedang yaitu 3, karena teknologi yang dibutuhkan untuk penegakan TB seperti pemeriksaan bakteriologi dan radiologi tidak semua Puskesmas tersedia. Resource (sumber daya) TB mendapat poin 5, karena puskesmas Plupuh 1 sudah memiliki satu koordinator khusus TB dengan satu koordinator promosi kesehatan yang saling bekerjasama. Serta adanya bantuan dari bidan desa di tiap desa yang bisa memberikan penyuluhan juga. Selain itu untuk pendanaan program promosi kesehatan TB bisa digabungkan dengan program yang lain semisal saat ada Posyandu Lansia atau dengan memaksimalkan peran kader desa di Forum Kesehatan Desa. C. Diagram Tulang Ikan Penyebab Masalah
1 2 3 Angka kunjungan yang tinggi dan Jumlah penemuan kasus baru suspek BTA positif masih kurang 4 5 6

Gambar 2.1. Diagram Tulang Ikan Keterangan: 1. Program TB hanya mengandalkan Passive Case Finding (PCF) untuk menjaring kasus. 2. Keakuratan sampel dahak pasien suspek BTA positif yang kurang baik yang disebabkan karena sarana dan prasarana yang kurang memadai dan sampel yang kurang baik.

3. Kurangnya informasi dan pengetahuan para kader TB, petugas P2TB, dan masyarakat mengenai Tuberkulosis. 4. Program Puskesmas yang kurang berjalan. 5. Sistem pendataan dan pelaporan yang masih belum terperinci dan dimanfaatkan dengan baik untuk perencanaan pemberantasan dan pencegahan. 6. Kepatuhan para dokter, spesialis, dan RS swasta masih rendah dalam menerapkan prosedur standar DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) dalam pemeriksaan, diagnosis, maupun pencatatan dan pelaporan pasien TB.

Berdasarkan diagram tulang ikan yang telah dibuat, diidentifikasi terjadinya kasus TB paru karena 6 faktor utama di atas. Faktor pertama yaitu program TB hanya mengandalkan Passive Case Finding (PCF) untuk menjaring kasus. Upaya aktif untuk lebih banyak mendapatkan pasien suspek BTA positif masih kurang. Terbukti dengan adanya pasien TB yang ternyata tidak terdata ataupun kontrol di Puskesmas. Faktor kedua yaitu keakuratan sampel dahak pasien suspek BTA positif yang kurang baik yang disebabkan karena sarana dan prasarana di laboratorium Puskesmas yang kurang memadai dan sampel yang diambil kurang baik. Faktor ketiga yaitu kurangnya informasi dan pengetahuan baik itu kader TB, petugas P2TB, maupun masyarakat mengenai Tuberkulosis. Contohnya pengetahuan mengenai kebersihan dan ventilasi rumah yang baik masih kurang. Sebenarnya, Puskesmas Plupuh 1 sudah melakukan penyuluhan mengenai TB melalui petugas Promosi Kesehatan, namun karena faktor pendidikan dari masyarakat sekitar menyebabkan kurangnya pemahaman dan pelaksanaan aktif dari masyarakat itu sendiri. Sistem pendataan pasien TB di wilayah Plupuh 1 masih belum menjangkau pasien TB yang berobat di wilayah lain, rumah sakit, maupun di praktik dokter. Sistem pelaporan masih belum tersusun rapi mengenai kondisi

masing-masing pasien. Hal ini perlu untuk mengetahui sejauh mana efek pengobatan dan risiko penularan. Kepatuhan para dokter, spesialis, dan RS swasta masih rendah dalam menerapkan prosedur standar DOTS dalam pemeriksaan, diagnosis, maupun pencatatan dan pelaporan pasien TB. Masih adanya dokter praktik pribadi yang belum mendata dan menyerahkan data ke pusat kesehatan pemerintah. Pada kasus pasien TB yang standard dan tidak ada komplikasi harusnya diterapi menggunakan obat-obat sesuai program DOTS, akan tetapi hal ini tidak dapat dinilai karena data yang kurang.

BAB IV PEMECAHAN MASALAH

Setelah diketahui faktor penyebab masalah, kemudian dibuat alternatif pemecahan untuk mengatasi faktor penyebab tersebut sebagai berikut:
Tabel 4.1. Alternatif Pemecahan Masalah Masalah Program TB hanya mengandalkan Passive Case Finding (PCF) untuk menjaring kasus Alternatif pemecahan masalah - Petugas P2TB paru dan kader melakukan Active Case Finding (ACF), contoh : Status Posyandu Mandiri ditingkatkan menjadi Posyandu Mandiri Plus Penanggulangan TB untuk meningkatkan penjaringan kasus di tingkat dasar; Tiap kader bertanggung jawab atas sejumlah keluarga tertentu dan melaporkan apabila menjumpai suspek TB paru; dan pemberian reward bagi kader dan petugas puskesmas yang menemukan pasien suspek BTA positif, sehingga mereka berlomba-lomba untuk menemukan pasien suspek BTA postif paru. - Pasien diajarkan batuk efektif sehingga bisa mengeluarkan dahak. Bila sulit dapat dibantu dengan pemberian ekspektoran. - Perbaikan sarana di laboratorium. - Mencari dan menambah kader baru dan membekalinya dengan pengetahuan dan pelatihan tentang tuberkulosis. - Penyuluhan rutin di daerah dengan penderita TB yang sering. - Evaluasi kendala yang mungkin dihadapi Puskesmas maupun koordinator P2TB. - Peningkatan koordinasi antar bagian di Puskesmas - Memperbaiki rekam medis pasien dengan cara menambahkan poin-poin penting yang harus dicatat

Keakuratan sampel dahak pasien suspek BTA positif yang kurang baik yang disebabkan karena sarana dan prasarana yang kurang memadai dan sampel yang kurang baik. Kurangnya informasi dan pengetahuan para kader TB, petugas P2TB, dan masyarakat mengenai Tuberkulosis.

Program berjalan.

Puskesmas

yang

kurang

Sistem pendataan dan pelaporan yang masih belum terperinci dan dimanfaatkan dengan baik untuk perencanaan pemberantasan dan pencegahan. Kepatuhan para dokter, spesialis, dan RS swasta masih rendah dalam menerapkan prosedur standar DOTS dalam maupun

- Kerjasama yang baik antara dokter, spesialis, dan RS swasta dalam koordinasi mengenai data jumlah pasien - Kesadaran masing-masing petugas medis untuk memberikan terapi yang tepat dan efisien.

pemeriksaan,

diagnosis,

pencatatan dan pelaporan pasien TB.

Alternatif pemecahan masalah diatas apabila dilaksanakan dengan tepat diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan. Namun, untuk melaksanakan pemecahan masalah tersebut secara bersamaan akan sangat sulit. Untuk itu perlu dipilih prioritas pemecahan masalah yang paling sesuai untuk Puskesmas Plupuh 1. Olehkarena itu dilakukan scoring dengan metode matrikulasi dengan kriteria sebagai berikut: a) Efektivitas pemecahan masalah Untuk menentukan efektivitas pemecahan masalah digunakan kriteria: Magnitude (M) yaitu besarnya masalah Importance (I) yaitu pentingnya pemecahan masalah Vulnerability (V) yaitu sensitifitas dalam mengatasi masalah yang dihadapi Nilai efektivitas untuk setiap alternatif pemecahan masalah adalah mulai dari angka 1 (paling tidak efektif) sampai dengan angka 5 (paling efektif) b) Efisiensi pemecahan masalah Efisiensi ini dikaitkan dengan biaya (Cost, C) yang diperlukan untuk melaksanakan pemecahan masalah. Nilai efisiensi yakni angka 5 (paling efisien) sampai angka 1 (paling tidak efisien). Menghitung nilai prioritas (P) untuk setiap alternatif pemecahan masalah, dengan mengalikan nilai M x I x V x C. Pemecahan masalah dengan nilai P tertinggi adalah prioritas pemecahan masalah terpilih.

Tabel 4.2. Matrikulasi Alternatif Pemecahan Masalah


NO. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH Pentingnya Masalah Vulnerability Effective cost Importancy

Magnitude

TOTAL (Prioritas)

Petugas P2TB paru dan kader melakukan Active Case Finding (ACF) Pasien diajarkan batuk efektif sehingga bisa mengeluarkan dahak. Bila sulit dapat dibantu dengan pemberian ekspektoran. Serta Perbaikan sarana di laboratorium. Mencari dan menambah kader baru dan membekalinya dengan pengetahuan dan pelatihan tentang tuberkulosis. Penyuluhan rutin di daerah dengan penderita TB yang sering. Evaluasi kendala yang mungkin dihadapi Puskesmas maupun koordinator P2TB. Peningkatan koordinasi antar bagian di Puskesmas Memperbaiki rekam medis pasien dengan cara menambahkan poin-poin penting yang harus dicatat Kerjasama yang baik antara dokter, spesialis, dan RS swasta dalam koordinasi mengenai data jumlah pasien Kesadaran masing-masing petugas medis untuk memberikan terapi yang tepat dan efisien.

144

72

24

48

54

16

Berdasarkan matriks di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Active Case Finding (ACF) dapat menjadi solusi yang paling efektif dalam meningkatkan angka penjaringan kasus (CDR) agar mencapai target dan mengurangi jumlah kasus TB. Namun demikian, keenam alternatif pemecahan di atas harus dilakukan secara simultan agar tercapai hasil yang optimal. Untuk mengetahui berbagai kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman rencana melakukan Active Case Finding (ACF) dilakukan analisis SWOT sebagai berikut:

Tabel 4.3 Analisis SWOT Puskesmas Plupuh 1


Kekuatan (S) SW Adanya kader kesehatan khusus untuk penanganan TB Kepercayaan terhadap puskesmas Adanya fasilitas penunjang puskesmas (ranap dan laboratorium) Adanya OAT gratis Tersedianya dana (APBD) Terjangkaunya pelayanan kesehatan (pustu) Strategi SO Meningkatkan kerjasama dengan RS / DPS Optimalkan tenaga yang ada sesuai dengan tugas pokok Penggunaan dana secara optimal Survailans TB belum optimal Tidak adanya tenaga profesional Kelemahan (W)

OT

Peluang (O) Adanya kerjasama dengan DPS/RS Komitmen yang tinggi dari kader kesehatan dalam hal pemberantasan TB Adanya kader di setiap desa yang bisa disuluh Ancaman (T) Adanya stigma di masyarakat tentang penyakit TBC Tingkat sosial ekonomi masyarakat yang rendah dimana masih ada rumah yang tidak sehat

Strategi WO Terus memberikan pembekalan dan pelatihan bagi para kader Meningkatkan hubungan kerjasama dengan tokoh masyarakat setempat melalui promosi kesehatan lewat penyuluhan TBC rutin Meningkatkan peran serta kader dalam mendukung program P2TB Strategi WT Memperbaiki perencanaan dan strategi program penyuluhan Meningkatkan komunikasi dan koordinasi yang jelas dengan pelayanan kesehatan swasta di wilayah binaan Puskesmas Plupuh 1 Adanya penyuluhan rutin

Strategi ST Melakukan survei sejauh mana pengetahuan masyarakat tentang penyakit TB Pendekatan secara personal melalui kaderkader desa agar kader dapat memberi penyuluhan saat ada kegiatan-kegiatan masyarakat (misal rapat karang taruna, rapat PKK, rapat ketua RT, dsb) Meningkatkan penyuluhan di kantongkantong TB

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan Berdasarkan matrikulasi masalah, prioritas masalah pertama di Puskesmas Plupuh 1 adalah tuberculosis. Sedangkan prioritas utama pemecahan masalah adalah melakukan Active Case Finding (ACF).

B. Saran 1. Meningkatkan komunikasi dan koordinasi yang jelas dengan pelayanan kesehatan swasta di wilayah Puskesmas Plupuh 1. 2. 3. 4. 5. Mengoptimalkan tenaga yang ada sesuai dengan tugas pokok Penggunaan dana yang ada di puskesmas secara optimal Terus memberikan pembekalan dan pelatihan bagi para kader Pendekatan secara personal melalui kader-kader desa agar dapat memberi penyuluhan saat ada kegiatan-kegiatan masyarakat (misal rapat karang taruna, rapat PKK, rapat ketua RT, dsb) 6. Memotivasi perangkat desa agar mengembangkan Forum Kesehatan Desa di desa masing-masing 7. Meningkatkan kerja sama dengan RSUD maupun rumah sakit swasta di wilayah kerja Puskesmas dalam sistem pencatatan dan pelaporan pasien TB. 8. Melakukan survey sejauh mana pengetahuan masyarakat tentang penyakit TB serta meningkatkan kegiatan-kegiatan promosi kesehatan 9. Melakukan screening pemeriksaan dahak pada suspek BTA (+) dan kelompok berisiko. 10. Hendaknya pelayanan kesehatan m eningkatkan pelayanan

kunjungan rumah (home visit) kepada pasien agar kondisi dan pemulihan pasien selalu terpantau.

DAFTAR PUSTAKA

PDPI, 2013. Tuberculosis. http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html (diakses 8 Juli 2013) PDPI. 2011. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di

Indonesia. Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Hal 1-2

Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6. Jakarta : EGC. WHO, 2010. Guidelines for Treatment of Tuberculosis, Fourth Edition. http://www.who.int/tb/publications/2010/9789241547833/en/index.h tml (diakse 7 Juli 2013) WHO. 2010. Tuberculosis Control as an Integral Part of Primary Health. Geneva : WHO. 16-17.

Anda mungkin juga menyukai